Anda di halaman 1dari 17

PROSPEK TANAH ADAT DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Muhammad Irfan Hilmy


Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Brawijaya
Email: irfanhilmy37@gmail.com

Informasi Artikel:
Dikirim: (5 Maret 2020) ; Direvisi: (7 Mei 2020); Diterima: (9 Mei 2020)
Publish (17 Mei 2020)

Abstrak: Prospek Tanah Adat dalam Menghadapi Pembangunan Nasional. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh World Resources Institute bahwa terjadi kesenjangan antara perusahaan dan
masyarakat adat dalam memperoleh kesempatan untuk mendapatkan hak dalam penguasaan lahan.
Dengan luas lahan sekitar 24.000 hektar milik masyarakat adat dan berbanding terbalik dengan 37
juta hektar lahan konsesi mengancam kedudukan tanah adat yang belum diakui lainnya. Tujuannya
penulisan artikel ini adalah mengetahui eksistensi tanah adat dalam bertahan di era pembangunan
ekonomi saat ini. Tulisan ini membahas Citra Lingkungan Masyarakat Nusantara, Pengakuan
Terhadap Masyarakat Adat Atas Tanah Adat, dan Prospek Tanah Adat Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional. Oleh karenanya, analisa diperlukan untuk mengetahui bagaimana prospek tanah
adat dalam pembangunan nasional. Dalam hasil analisa ini menunjukkan bahwa pembangunan
ekonomi turut berperan besar dalam menggeser eksistensi tanah adat.

Kata Kunci: Pembangunan Ekonomi Nasional, Tanah Adat, Citra Lingkungan.

Abstract: The Prospect of Customary Land in National Development. According to research


conducted by the World Resources Institute that there is a gap between companies and indigenous
peoples in obtaining oportunity to get rights in land tenure. With an area of around 24.000 hectares
owned by indigenous peoples and inversely proportional to 37 million hectares of concession land
threatens other unrecognized customary land. The purpose of this paper is to know the existence of
customary land in surviving in the current era of economic development. This paper discusses the
Archipelago Community's Environmental Image, Recognition of Indigenous Peoples of Indigenous
Land, and Prospects of Indigenous Land in National Economic Development. Therefore, analysis is
needed to find out how the prospect of customary land in national development. The results of this
analysis show that economic development has played a major role in shifting the existence of adat
lands.

Key Words: National Economic Development, Indigenious Land, Enviromental Image

PENDAHULUAN kepulauan dengan kepulauan lainnya. Tentu


Sebagai negara kepulauan, dengan berbagai macam keanekaragaman
Indonesia memiliki keanekaragaman suku suku dan budaya, Indonesia sangat rentan
dan budaya. Dengan keanekaragaman terhadap konflik yang terjadi akibat
tersebut terbentuklah negara yang bersifat benturan kebudayaan serta suku yang
multikultural dengan kesatuan sistem memiliki sifat ekslusifitasnya masing-
masyarakat adat yang beragam antara satu masing. Namun, dewasa ini konflik yang

41
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

terjadi bukan hanya melibatkan antara Pada intinya dalam putusan tersebut
masyarakat adat dengan sesamanya masyarakat hukum adat diakui sebagai
melainkan terhadap konflik dengan negara subyek hukum mandiri yang termasuk
yang menaunginya. didalamnya penguasaan atas Tanah Ulayat.
Indonesia sebagai negara hukum Hal tersebut menunjukkan bahwa MK turut
mengakui kesatuan sistem masyarakat melegitimasi kepentingan serta keberadaan
hukum adat melalui UUD NRI 1945 Pasal masyarakat adat melalui putusannya
18B ayat (2) bahwa “Negara mengakui dan tersebut. Namun. pada kenyataannya masih
menghormati kesatuan-kesatuan banyak konflik yang terjadi antara negara
masyarakat hukum adat beserta hak-hak dengan masyarakat adat. Menurut data dari
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
sesuai dengan perkembangan masyarakat (AMAN) ada sekitar 118 komunitas adat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik yang berkonflik dengan pemerintah
Indonesia, yang diatur dalam undang- (Purwantari, http://brwa.or.id, akses pada 7
undang”. Konsekuensi yuridis terhadap Mei 2020). Faktor pembangunan ekonomi
pengakuan kesatuan masyarakat adat maka dan perebutan kuasa atas hak pengelolaan
negara harus memberikan perlindungan sumber daya menjadi hal penting dalam
secara penuh terhadap terselenggaranya latar belakang terjadinya konflik antara
sistem kesatuan masyarakat adat dalam negara dan masyarakat adat.
wilayah adatnya masing-masing. Dalam Pembangunan ekonomi sering kali
putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012, melanggar hak-hak yang dimiliki oleh
mengenai uji materiil berkaitan dengan masyarakat adat. Percepatan ekonomi
tanah adat yang diuji oleh Aliansi mengakibatkan terabaikannya aspek-aspek
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) budaya yang telah diakui melalui instrumen
bersama dengan Kesatuan Masyarakat konstitusi. Hal tersebut dapat dilihat
Hukum Adat Kenegerian Kuntu dan melalui pembangunan yang terjadi di Kota
Kasepuhan Cisitu mengajukan pengujian Solo yang mengakibatkan banjir akibat
terhadap beberapa pasal dalam UU pencemaran dan rusaknya lingkungan
Kehutanan yang dianggap merugikan sungai (Ferdinand,
masyarakat adat dan hasilnya MK http://mediaindonesia.com, akses pada 9
mengabulkan permohonan pemohon untuk Mei 2020). Pembangunan ekonomi yang
sebagiannya seperti dalam Pasal 1 angka 6, tidak melihat batasan ruang adat dan sosial
Pasal 4 ayat (3), pasal 5 ayat (1), pasal 5 menghasilkan dikotomi dalam bidang
ayat (2), serta frasa “dan ayat” pada Pasal 5 pembangunan dan Hak Asasi Manusia
ayat (3) dikabulkan oleh MK. (HAM). Terdapat banyak pelanggaran

42
WASKITA Vol 4 No 1 2020

terhadap HAM yang sering kali dilakukan In casu, masyarakat adat memiliki kuasa
oleh negara dalam melaksanakan instrumen penuh terhadap pengelolaan sumber daya
pembangunan berkelanjutan secara alam yang berada dalam tanah-tanah milik
inklusif. Misalnya saja pembangunan yang masyarakat adat dengan syarat bahwa tidak
dilakukan oleh PT. Semen Indonesia di boleh bertentangan dengan kepentingan
daerah pegunungan Kendeng yang nasional. Namun, dalam praktiknya
mengakibatkan kerusakan pada cekungan pengelolaan terhadap sumber daya alam
air tanah (CAT) sehingga dapat yang terkandung dan berada dalam tanah
menyebabkan krisis air disana (Riandini, masyarakat adat sering kali tidak diakui
lex scientia law review, 2019) Negara oleh pemerintah. Perkumpulan untuk
dengan mengikuti perkembangan global Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat
harus terus mengupayakan peningkatan dan Ekologi (HUMA) mencatat ada
terhadap nilai perekonomian, apabila sevanyak 326 konflik sumber daya alam
negara tidak mengupayakan peningkatan yang terjadi di Indonesia dan sebanyak
tersebut maka kondisi ekonomi dalam 176.337 orang merupakan masyarakat adat
negeri akan mengalami ketertinggalan dan yang memperjuangkan serta
tentu akan mempengaruhi angka investasi mempertahankan pengelolaan sumber daya
yang masuk ke Indonesia. alam yang berada di tanah adatnya
Perebutan kuasa atas pengelolaan (Purningsih, http://greeners.co, akses pada
sumber daya alam dalam lingkungan 9 Mei 2020). Hal tersebut berakibat pada
masyarakat adat menjadi permasalahan terabaikannya hak-hak milik masyarakat
yang dihadapi oleh negara selanjutnya. adat yang seharusnya diakui oleh negara
Pasal 3 UU No 5 tahun 1960 tentang dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah tunduk pada Konstitusi serta nilai-nilai
menegaskan bahwa: “Dengan mengingat HAM yang terdapat didalamnya. Padahal
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2, UU No 5 Tahun 1960 memiliki tujuan
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang yakni: (a) meletakkan dasar-dasar bagi
serupa itu dari masyarakat-masyarakat penyusunan hukum agraria nasional, yang
hukum adat, sepanjang menurut merupakan alat untuk membawakan
kenyataannya masih ada, harus sedemikian kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
rupa sehingga sesuai dengan kepentingan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat
nasional dan negara, yang berdasarkan atas tani, dalam rangka masyarakat yang adil
persatuan bangsa serta tidak boleh dan makmur; (b) meletakkan dasar-dasar
bertentangan dengan Undang-undang dan untuk mengadakan kesatuan dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”. kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

43
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

(c) meletakkan dasar-dasar untuk didasarkan pada ilmu pengetahuan


memberikan kepastian hukum mengenai sehingga alam pikirnya bercorak
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. rasionalistik dan intelektualistik. In casu,
Melalui UU No 5 Tahun 1960, dikenal dengan citra lingkungan
negara memiliki kewajiban untuk masyarakat modern, sedangkan terdapat
memberikan kepastian hukum mengenai citra lingkungan lain yang dilandasi oleh
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya, sistem nilai dan religi seperti berkembang
namun sekiranya hal tersebut belum dapat dalam alam pikir masyarakat yang masih
terlaksana dengan baik sehingga masih sederhana dan bersahaja di negara-negara
banyak hak-hak atas tanah terutama berkembang, yang dikenal dengan citra
masyarakat adat terabaikan. Pembangunan lingkungan masyarakat tradisional.
ekonomi dan perebutan atas kuasa Citra lingkungan yang terdapat pada
pengelolaan sumber daya alam menjadi masyarakat tradisional, seperti yang
faktor dominan yang memperburuk relasi terdapat dalam negara-negara yang sedang
negara dengan masyarakat adat. Dari uraian berkembang lebih bercorak magis-kosmis.
tersebut, lahirlah permasalahan yang akan Menurut corak pikir magis-kosmis,
dibahas mengenai bagaimana prospek manusia ditempatkan sebagai bagian yang
eksistensi tanah adat yang dimiliki oleh tidak terpisahkan dari lingkungannya,
masyarakat adat, di dalam era sehingga manusia memiliki keterkaitan dan
pembangunan ekonomi nasional. ketergantungan pada alam lingkungannya.
Citra seperti ini dapat terlihat dalam citra
KAJIAN PUSTAKA lingkungan yang ada di Indonesia dengan
Perkembangan Paradigma Lingkungan terbentuk melalui masyarakat hukum adat.
Masyarakat Nusantara Hal lain yang menjadi ciri khas utama citra
Masyarakat adat bersama dengan lingkungan yang ada di Indonesia adalah
tanah adat telah ada jauh sebelum Indonesia citra lingkungan yang tampak tidak rasional
merdeka. Eksistensi tanah adat bukan hanya dan masih bersifat mistis. Citra lingkungan
sekedar penguasaan wilayah oleh tersebut melahirkan suatu konsep khas yang
masyarakat adat melainkan penguasaan menandai perbedaan masyarakat dengan
terhadap sumber daya yang terkandung corak tradisionalis dan modern.
didalamnya. Tentu hal tersebut Upaya pencegahan rusaknya
mempengaruhi citra lingkungan yang ada di lingkungan pada masyarakat tradisionalis
Indonesia sehingga menciptakan citra pun cenderung memiliki perbedaan dengan
lingkungan yang khas. Pada masyarakat di masyarakat modern. Dengan dipengaruhi
negara-negara maju, citra lingkungan sifat mistisme maka pencegahan terhadap

44
WASKITA Vol 4 No 1 2020

perusakan lingkungan pun dilakukan banyak konsep yang ditawarkan oleh


melalui hal-hal yang irasional. Misalnya kearifan lokal masyarakat tradisional yang
saja dengan memberikan cerita-cerita mistis dapat mendorong kehidupan yang lebih
untuk menjauhi masyarakat dalam harmonis dengan alam. Kearifan
melakukan aktivitas yang akan merusak lingkungan ini secara terus menerus sudah
alam. Dalam masyarakat Baduy masih termanifestasikan sebagai jalan hidup.
terdapat kepercayaan kepada kuruhun atau Ketika masyarakat dapat mengelaborasi
nenek moyang yang mereka yakini bahwa dan juga mempraktikkan konsep kearifan
kuruhun menitipkan tanah adat kepada lingkungan tersebut maka alam akan
mereka yang harus dijaga, dipelihara, bersahabat dan memberi lingkungan hidup
dilestarikan, dan diteguhkan sebagai tanah yang menyejahterakan. Kearifan lokal yang
kuruhun (Syafa’at dkk, 2015). Oleh karena dimaksud adalah muncul atas adanya situs-
itu, orang Baduy memegang pikukuh situs sakral alami yang menjadi salah satu
karuhun yang menyatakan: solusi untuk menghadapi kerusakan
Lojor teu meunag dipotong, pondok teu lingkungan yang ada saat ini.
meunang disambung. Hasil penelitian pada daerah lain
(Artinya: Panjang tak boleh dipotong, seperti Sirnarasa Cisolok Sukabumi
pendek tak boleh disambung: tidak boleh mengenai interaksi masyarakat desa,
dikurangi, tidak boleh dilebihi; adanya itu menunjukkan bahwa terdapat interaksi dan
ya itu adanya) hubungan yang saling ketergantungan
Gunung teu meunang dilebur, lebak teu antara masyarakat dengan hutan yang ada di
meunang dirusak, sasaka teu meunang sekitarnya. Interaksi tersebut dilakukan
dirempak. untuk mencukupi kebutuhan pokoknya
(Artinya: Gunung tak boleh dilebur, daratan berupa pangan, sumber air, kayu bakar, dan
tak boleh dirusak, tanah suci tak boleh penggembalaan ternak (Ichsan, 1999).
diacak-acak.) Penelitian itu memberikan gambaran
Kepercayaan masyarakat Baduy hubungan yang sangat erat antara
tersebut tentu berpengaruh terhadap corak masyarakat dengan lingkungan sekitarnya
dan citra lingkungan masyarakat. Citra untuk menjaga dari kerusakan-kerusakan
lingkungan yang bersifat mistis tersebut yang timbul akibat ulah manusia. Dalam
sangat berpengaruh dalam upaya untuk penelitian lain di Desa Wonorejo,
melindungi alam yang dimiliki oleh masyarakat dengan kearifan lokalnya
masyarakat Baduy sehingga keseimbangan memiliki kemampuan dan pengetahuan
alam dapat tercipta antara manusia dengan tradisional untuk mengantisipasi terjadinya
alam lingkungannya. Sesungguhnya bangsir dan longsor. Penelitian tersebut

45
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

menunjukkan adanya kemampuan dari masyarakat primitif, masyarakat


masyarakat khususnya petani dalam tradisional, masyarakat terbelakang,
menjaga dan mencegah terjadinya bencana peladang berpindah, perambah hutan,
serta masyarakat telah memiliki penduduk asli, suku asli, orang asli, kaum
pengetahuan tradisional mengenai minoritas, orang gunung, orang hutan
pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan (Syafa’at dkk, 2015).
pertanian maupun perumahan (Wibowo, Meski begitu, berbagai istilah
2006). tersebut merujuk pada satu makna
Citra lingkungan yang dimiliki oleh mengenai masyarakat adat. Penggunaan
masyarakat nusantara memang sangatlah istilah yang cenderung merendahkan,
khas. Perpaduan antara rasionalitas dengan memarginalkan serta mengurangi esensi
hal-hal mistis menjadi upaya yang dapat dan nilai kedudukan masyarakat adat.
mencegah terjadinya perusakan Dengan terminologi seperti itu, seolah
lingkungan. Ratusan bahkan ribuan tahun masyarakat adat jauh berbeda dengan
masyarakat tradisional mencoba untuk masyarakat negara biasanya. Masyarakat
mempertahankan tanah adatnya adat dimaksudkan sebagai kelompok
menggunakan hal-hal mistisme seperti itu. masyarakat yang memiliki asal usul leluhur
Kearifan lokal itu membuat masyarakat (secara turun-temurun) di wilayah geografis
tradisional dapat menjaga kelestarian tanah- tertentu serta memiliki sistem, nilai,
tanah adat agar tetap lestari sehingga ideologi, politik, ekonomi, budaya, sosial,
manfaatnya dapat dirasakan secara dan wilayah sendiri. Pengertian tersebut
bersama-sama oleh masyarakat sesuai dengan Konvensi Internasional
disekitarnya. Labour Organization (ILO) Nomor 169
Tahun 1969 (Syafa’at dkk, 2015).
Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat Eksistensi masyarakat adat sudah
Atas Tanah Adat ada sejak sebelum Indonesia merdeka.
Secara terminologis, istilah atau sebutan Masyarakat adat berperan penting dalam
yang dilabelkan kepada masyarakat adat melakukan pelestarian dan penjagaan
masih berkonotasi negatif. Misalnya, dapat hutan-hutan yang mereka miliki. Dalam
dilihat melalui istilah-istilah yang dapat Kongres Pemuda Indonesia pada tahun
dijumpai dalam literatur-literatur dan 1928 telah diakui adanya tanah ulayat serta
kebijakan pemerintah menyebut dengan pengakuan terhadap hukum adat. Secara
suku-suku bangsa terasing, masyarakat konstitusional pada perubahan UUD NRI
yang diupayakan berkembang, kelompok 1945, sebagaimana tertuang dalam Pasal
penduduk rentan, masyarakat terasing, 18B ayat (2) UUD NRI 1945 yang

46
WASKITA Vol 4 No 1 2020

berbunyi, “Negara mengakui dan sepanjang masih ada dalam masyarakat.


menghormati kesatuan-kesatuan Pada masa Orde Baru pengakuan juga tidak
masyarakat hukum adat beserta hak-hak mutlak dan diberikan batasan persyaratan
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan kehendak pemerintah, yaitu
sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila memenuhi unsur-unsur: (1) dalam
dan prinsip Negara Kesatuan Republik kenyataan masih ada; (2) tidak bertentangan
Indonesia, yang diatur dalam undang- dengan kepentingan nasional; (3) tidak
undang.” bertentangan dengan peraturan perundang-
Masyarakat hukum adat beserta hak undangan yang lebih tinggi; dan (4)
terhadap tanahnya diakui dalam Undang- ditetapkan dengan peraturan derah,
undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang- sehingga konsep ini dikenal dengan nama
Undang Pokok Agraria (UUPA) yang konsep pengakuan bersyarat berlapis (Ismi,
dilakukan sepanjang menurut kenyataan Jurnal Ilmu Hukum, 2012). Lalu dilakukan
masih eksis serta sesuai dengan perubahan terhadap UU Kehutanan pada
kepentingan nasional dan selaras dengan tahun 1999 menjadi UU No. 41 Tahun 1999
perundang-undangan diatasnya. Secara dan mencabut UU Kehutanan yang ada
tegas pengakuan dalam UUPA merupakan sebelumnya. UU Kehutanan yang baru pun
pengakuan bersyarat yang bisa saja diadakan perubahan pada tahun 2004
dipengakuan tersebut dicabut apabila sudah menjadi UU No. 19 Tahun 2004. Dalam
tidak memenuhi syarat yang dimaksud. In bagian menimbang UU tersebut dijelaskan
casu, maka pengakuan yang ada dalam secara tegas bahwa pengurusan hutan turut
UUPA tidaklah mutlak dan dibatasi melalui harus menampung aspirasi dan peran serta
adanya kepentingan nasional yang tidak masyarakat adat sehingga melalui peraturan
memiliki definisi jelas mengenai batasan tersebut eksistensi tanah adat dipertegas
terkait yang dimaksud dengan kepentingan secara formil.
nasional. Pengakuan terhadap eksistensi
Pada awal rezim Orde Baru pun masyarakat adat juga diatur melalui
telah dilakukan legislasi terhadap beberapa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
bidang yang terkait erat dengan masyarakat tentang Hak Asasi Manusia, khususnya
hukum adat dan hak-haknya atas tanah Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi, “Dalam
seperti, Undang-undang No. 5 Tahun 1967 rangka penegakan hak asasi manusia,
Tentang Kehutanan dan Undang-Undang perbedaan dan kebutuhan dalam
No. 11 Tahun 1966 Tentang Pertambangan. masyarakat hukum adat harus diperhatikan
In casu, keduanya mengatur pengakuan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat,
terhadap hak-hak masyarakat hukum adat dan pemerintah.” Pasal 6 ayat (2) yang

47
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

berbunyi: “Identitas budaya masyarakat objek penguasaan hak ulayat tersebut


adat, termasuk hak atas tanah ulayat (Syafa’at dkk, 2015). Hak ulayat baru pulih
dilindungi, selaras dengan perkembangan kembali bila orang yang bersangkutan telah
zaman.” melepaskan hak penguasaannya atas tanah
Konferensi PBB tentang ulayat tersebut, sementara hak pakai
Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang membolehkan sebidang tanah bagi
diadakan di Rio de Janeiro pada Juni 1992, kepentingannya, biasanya terhadap tanah
menghasilkan sebuah perkembangan baru sawah dan ladang yang telah dibuka dan
bagi masyarakat adat tentang hubungan dikerjakan terus menerus dalam waktu yang
mereka dengan PBB. Dalam konferensi lama. Istilah hak ulayat atau
tersebut mengakui bahwa masyarakat adat Beschikkingsrecht diperkenalkan oleh Van
dan komunitasnya memiliki peran yang Vollen Hoven (Harsono, 2005). Dalam
sangat penting dalam pengelolaan setiap daerah terdapat berbagai istilah-
lingkungan dan pembangunan, berdasarkan istilah berbeda seperti, “Wewengkon”
ilmu yang dimiliki dan praktik-praktik (Jawa), “Prabumian” (Bali), “Pawatasan”
tradisional. Pada 29 Juni 2006 disepakati (Kalimantan), dan “Limpo” (Sulawesi
pula Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Selatan). Ada pun salah satu slogan
Masyarakat Adat. Deklarasi ini bersifat tradisional atas tanah (Batak Toba) “Arga
progresif karena mengakui landasan- do bona ni pinasa” yang mengartikan
landasan penting dalam perlindungan, Tanah leluhur bernilai tinggi (Simajuntak
pengakuan, dan pemenuhan hak-hak dkk, 2015).
masyarakat adat. Deklarasi tersebut berisi Pada dasarnya, pemerintah telah
pengakuan baik terhadap hak individu mengatur instrumen mengenai pengakuan
maupun hak kolektif masyarakat adat, hak hak atas tanah kepada masyarakat adat.
atas identitas budaya, pendidikan, Namun, dalam instrumen UUPA maupun
kesehatan, bahasa dan hak-hak dasar UU Kehutanan serta UU Pertambangan
lainnya (Maramis, 2013). tidak diberikan pengakuan secara mutlak
Pada dasarnya masyarakat adat melainkan pengakuan secara bersyarat.
memiliki dua hak atas tanahnya, yaitu hak Apalagi belum ada aturan yang jelas
ulayat dan hak pakai (Harsono, 2003). Hak mengenai maksud dari kepentingan
ulayat merupakan hak meramu atau nasional sehingga pemerintah dan penegak
mengumpulkan hasil hutan serta hak untuk hukum dapat menafsirkan sesuai dengan
berburu. Pada hak ulayat bersifat komunal, kebutuhan.
pada hakikatnya terdapat pula hak
perorangan untuk menguasai sebagian dari PEMBAHASAN

48
WASKITA Vol 4 No 1 2020

Pengaruh Pembangunan Ekonomi pada 7 Mei 2020). Negara berkembang


Nasional Terhadap Tanah Adat menjadi salah satu target operasi untuk
Peningkatan yang terjadi dalam melakukan eksplorasi maupun eksploitasi
perekonomian belum tentu menjadi hal sumber daya alam karena biasanya
yang baik apabila ditinjau dalam berbagai memiliki sumber daya yang melimpah,
perspektif. Bila ditinjau melalui kajian seperti Indonesia, India dan banyak negara
agraria, maka angka pengaduan yang lainnya. Ekspansi kapitalisme dalam bentuk
masuk kepada Komnas HAM mengalami proses imprealisme menjadi alasan utama
kenaikan yang signifikan dari tahun 2018 eksploitasi secara berlebihan terhadap
hingga April 2019 tercatat, ada 196 kasus sumber daya alam di berbagai negara
konflik agraria yang terjadi diberbagai berkembang yang berlangsung sejak abad
daerah di Indonesia. Dalam kurun lima XV. Keserakahan kaum kapitalis dalam
tahun terakhir, pengaduan masyarakat melakukan penumpukan sumber daya alam
kepada komisi ini menunjukkan, konflik menghasilkan eksploitasi yang berlebihan
agraria jadi masalah mendasar dan dari ambang batas kewajarannya.
membutuhkan penyelesaian yang Fenomena ini telah menyebabkan
mendesak. Luasan konflik mencapai perusakan lingkungan sebab potensinya
2.713.369 hektar, tercatat,42,3% atau 48,8 dikeruk melebihi kapasitasnya.
juta jiwa desa berada dalam kawasan hutan Clifford Geertz (1976) menganalisa
yang termasuk pula hutan adat keterkaitan antara kebijakan politik
(Arumingtyas, https://mongabay.co.id, kolonial yang bersifat kapitalistik dengan
akses pada 25 Februari 2020). kondisi sosial masyarakat pribumi yang
Kerusakan lingkungan yang terjadi diberikan tekanan berat oleh pemerintah
di negara-negara berkembang, salah kolonial untuk mengeksploitasi alam masih
satunya merupakan akibat dari tersisa hingga saat ini. Pada masa kini,
pembangunan ekonomi besar-besaran dan praktik kolonial yang sebelumnya
tanpa batasan. Misalkannya saja pada tahun diterapkan oleh pemerintah Belanda dan
2018 akibat pembangunan pesat diberbagai berdampak buruk pada ekologi masyarakat
negara mengakibatkan kenaikan suhu belum dapat hilang sepenuhnya serta hadir
planet bumi yang mencapai 1,5 derajat dengan konsep yang berbeda. Keberadaan
celcius, lalu akibat produksi plastik hasil dan peranan masyarakat adat dalam sistem
pabrik mengakibatkan produksi sampah di pengelolaan sumber daya alam secara
Indonesia mencapai 64 juta ton dan sekitar berkelanjutan belum mendapat perhatian
3,5 juta ton dibuang ke laut Indonesia dan tempat dalam sistem perencanaan
(Ambari, https://mongabay.co.id, akses pembangunan dan pemanfaatan sumber

49
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

daya alam nasional. Percepatan Kecamatan Pangalengan Kabupaten


pembangunan ternyata menyebabkan Bandung akibat pembangunan PLTP yang
banyak kelompok masyarakat adat mengubah pola tradisi masyarakat yang
kehilangan akses atas sumber daya alam dahulunya menghargai alam sebagai sebuah
berupa hutan, pesisir, dan lautan serta tanah kepercayaan karena akan mengganggu
yang pada gilirannya juga akan keseimbangan, namun saat ini karena
menghancurkan kelembagaan dan hukum pembangunan yang tidak terkendali maka
masyarakat adat setempat (Syafa’at dkk, perlahan pula budaya menghargai alam
2015). masyarakat turut berkurang (Armanto,
Menurut Rostow (1960) bahwa http://wartahijau.com, akses pada 9 Mei
paradigma pembangunan ekonomi yang 2020). Berawal dari hal tersebutlah
banyak diterapkan saat ini berorientasi pengakuan terhadap tanah-tanah adat sering
penuh pada industrialisasi untuk memacu diabaikan dan secara langsung akan
pertumbuhan ekonomi. Konsep pemikiran merubah paradigma citra lingkungan khas
tersebut bersumber dari pola kapitalisme nusantara untuk saling berkesinambungan
yang menganggap penumpukan modal dengan alamnya.
adalah hal utama yang harus dilakukan Perebutan sengketa tanah terhadap
untuk membangun sebuah korporasi. Salah pembangunan ekonomi sampai saat ini
satu cara yang dilakukan untuk melakukan menjadi permasalahan ironis. Di daerah
penumpukan modal adalah dengan Jawa Timur, terjadi sengketa lahan Taman
membuka pabrik-pabrik maupun lahan Nasional Baluran, Situbondo. Ada sekitar
usaha untuk mengembangkan sayap 500 keluarga dan 1450 jiwa mendiami 363
korporasi menjadi lebih besar. Pembukaan hektar lahan sebagai petani, peternak sapi,
lahan untuk kepentingan usaha apabila pekebun dan nelayan. Sengketa tersebut
tidak melihat keadaan ekologis akan bermula dari penetapan lokasi tersebut
berdampak panjang sehingga dapat menjadi Suaka Margasatwa Baluran pada
merusak keseimbangan lingkungan. Pola 1937 dan pada tahun 1975 terbit izin PT
kapitalisme tersebut akan berdampak pula Gunung Gumitir dalam kawasan Taman
terhadap eksistensi keberadaan tanah-tanah Nasional. Di Kabupaten Batanghari terjadi
adat milik masyarakat berdasarkan sengketa lahan di hak guna usaha PT Wira
paradigma bahwa tradisi merupakan suatu Karya Sakti, menurut Polda Jambi ada 61
masalah yang akan menghambat warga tersangka dari petani dan suku anak
pembangunan. Hal tersebut dapat terlihat dalam Jambi, namun hal tersebut berbeda
jelas terhadap pergeseran budaya yang dengan data yang dimiliki oleh Pemkab
terjadi di Kampung Cibitung, Margamukti, Batanghari, bahwa menurut data Pemkab

50
WASKITA Vol 4 No 1 2020

ada sekitar 119 warga yang menjadi kepentingan umum. Mengingat


tersangka (Arumingtyas. pengambilalihan tanah menyangkut hak-
https://mongabay.co.id, akses pada 25 hak individu atau masyarakat, maka
Februari 2020) pengambilalihan tanah harus
Pola ekonomi kapitalisme yang memperhatikan prinsip keadilan sehingga
membayangi Indonesia perlahan tidak merugikan pemilik asal. Salah satu
menggerus tanah milik rakyat demi prinsip dasar dari pengambilalihan tanah
kepentingan berusaha. In casu, proses yang universal adalah “no private property
modernisasi yang didukung oleh teknologi shall be taken for public use without just
mampu menumbuhkan mekanisme and fair compensation”. Artinya adalah
produksi, konsumsi, dan distribusi dengan proses pengambilalihan tanah dilakukan
pola ekonomi bergaya modern. Mekanisme dengan kompensasi yang jujur dan adil.
produksi dengan menggunakan teknologi Namun demikian dalam prakteknya
canggih tentu membutuhkan modal prinsip-prinsip tersebut sering terabaikan
ekonomi yang besar sehingga salah satu dan pemerintah selaku penyelenggara
cara untuk melakukan hal tersebut adalah negara lebih mengedepankan kekuasaannya
dengan melakukan ekspansi usaha sebesar- dengan menggunakan tameng hak
besarnya yang secara perlahan akan menguasai negara dan kepentingan umum
mengurangi lahan pertanian maupun (Maramis, 2013)
perkebunan. Namun dalam kenyataannya,
Terkait dengan perlindungan hukum berdasarkan data kasus yang ada bahwa
pemegang hak ulayat yang dalam hal ini perlindungan hak masyarakat adat terhadap
adalah masyarakat adat, telah diatur oleh tanahnya masih sering terabaikan. Memang
pemerintah dalam mengatur peruntukkan dalam pengaturan hukum terkait hak ulayat
dan penyediaan tanah maka hak-hak privat milik masyarakat adat belum dapat
yang terkristalisasi dalam berbagai hak mengakomodasi semuanya, namun apabila
sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 UUPA peraturan yang ada dilaksanakan secara
harus tunduk pada peraturan-peraturan baik, maka setidaknya hak masyarakat adat
yang didasarkan pada hak menguasai dari dapat terjamin secara baik pula.
negara atas tanah dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya. In casu, hak milik Prospek Tanah Adat dalam
atas tanah warga dapat diambil alih atau Pembangunan Ekonomi Nasional
dicabut haknya guna pemenuhan kebutuhan Menurut penelitian yang dilakukan
atas tanah yang diperuntukkan bagi oleh World Resources Institute (WRI) di 15
pelaksanaan kegiatan pembangunan untuk negara, Indonesia mendapat julukan

51
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

sebagai “The Scramble For Land Rights” Indonesia. Dengan kata lain, pembangunan
yang menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi yang bergaya kapitalis akan terus
antara perusahaan dan masyarakat adat menghabisi sisa lahan milik masyarakat
dalam memperoleh kesempatan untuk adat.
mendapatkan hak dalam penguasaan lahan. Apabila melihat proporsi lahan di
Saat ini, hanya ada 26 masyarakat adat yang seluruh dunia yang ditempati oleh
berhasil memperoleh hak atas tanah adat masyarakat adat dan masyarakat lokal
mereka dari pemerintah Indonesia, dengan lainnya tidak ada jumlah pasti mengenai
luas lahan sekitar 24.000 hektar. Angka lahan yang ditempati di seluruh dunia ini.
tersebut tentu sangat kecil dibandingkan Menurut WRI, masyarakat adat menempati
dengan 37 juta hektar lahan konsesi yang sekitar 20 persen dari seluruh dataran di
dikeluarkan pemerintah untuk perusahaan Bumi yang tersebar diseluruh benua. Ada
perkebunan dan kayu. Menurut hasil sekitar 2,5 miliar manusia termasuk
penelitian tersebut, yang menjadi penyebab diantaranya lebih dari 370 juta masyarakat
utama kesenjangan perolehan hak atas adat yang bergantung pada lahan, sumber
tanah adalah proses sertifikasi tanah bagi daya alam dan ekosistem. Dengan populasi
masyarakat adat yang begitu memakan dunia yang mencapai 7,5 miliar penduduk,
waktu, rumit, dan prosesnya terkadang satu dari setiap tiga orang bergantung pada
tidak jelas. Alasan kedua adalah mengenai lahan komunal bagi kesejahteraan dan mata
prosedur perolehan hak atas tanah yang pencahariannya (Peter, http://wri-
harus dilakukan oleh masyarakat adat lebih indonesia.org, akses pada 1 Maret 2020).
rumit dibandingkan dengan investor, dan Apabila melihat secara global, maka
alasan ketiga adalah masyarakat adat tidak masyarakat adat hanya memiliki 10 persen
memiliki sumber daya untuk mengerahkan dari lahan yang ada, dengan kata lain
upaya advokasi dan kampanye (Affandi, setidaknya sepertiga hingga setengah lahan
http://wri-indonesia.org, akses pada 1 dunia ditempati oleh masyarakat adat secara
Maret 2020). tidak resmi dalam pengaturan kepemilikan
Berdasar jumlah tersebut adat. Akibat hal tersebut, masyarakat adat
sebenarnya hak masyarakat adat dengan rentan terhadap perampasan, penangkapan
kepemilikan lahan adatnya sedang dan pemindahan secara paksa oleh
mengalami krisis dan tidak menutup pemerintah. Bisa jadi dalam beberapa tahun
kemungkinan akan berkurang jumlah ke depan masyarakat adat global yang saat
kepemilikan masyarakat adat atas hak ini hanya memiliki 10 persen lahan akan
tanahnya, di tengah percepatan berkurang jumlahnya karena efek dari
pembangunan ekonomi di seluruh pembangunan ekonomi global yang akan

52
WASKITA Vol 4 No 1 2020

menyudutkan hak-hak terkait tanah adat menganalisa bahwa sebaiknya manusia


milik masyarakat. menggunakan rasionalitas sesuai pada
Pembangunan secara berkelanjutan saatnya. Adakalanya manusia
yang ramah terhadap lingkungan dan mengedepankan rasionalitas tujuan, ada
masyarakat adat menjadi tantangan terberat saatnya pula manusia mengedepankan
manusia era modern. Lahir dan rasionalitas komunikatif, inilah yang
bertumbuhnya korporasi-korporasi di disebut Habermas sebagai kolonialisasi
dunia, pada akhirnya akan menabrak sistem atas dunia kehidupan.
ketentuan mengenai etika lingkungan Dengan rasionalitas tersebut maka
maupun terhadap kepercayaan kesatuan tidak menutup kemungkinan, setiap
masyarakat adat. Selain pola kapitalisme tahunnya dunia akan kekurangan lahan
yang disebut oleh Rostow, hal tersebut juga secara perlahan. Masyarakat adat pun akan
lahir akibat pemikiran umat manusia yang merasakan dampak dari pembangunan
cenderung mengedepankan rasionalitas ekonomi yang bergaya kapitalis dan dengan
tujuan dan mengenyampingkan rasionalitas pemikiran rasionalitas yang
komunikatif (Afifi, 2019). Habermas mengedepankan tujuan. Krisis terhadap
mengkritik keras mengenai pembangunan pengakuan lahan adat akan semakin besar
dan modernisasi yang saat ini lebih ketika ekonomi bergaya kapitalis terus
mengedepankan nilai-nilai tujuan berupa digunakan sebagai ideologi berekonomi.
materiil daripada menggunakan rasionalitas Pada akhirnya tanah adat yang dimiliki oleh
komunikatif untuk menyeimbangkan masyarakat adat akan kehilangan eksistensi
pembangunan. akibat perampasan yang dilandasi oleh
Rasio komunikatif yang tidak motif pembangunan ekonomi.
digerakkan oleh umat manusia akibat dari
sikap egosentris dan egoisme sehingga PENUTUP
menolak melalui jalan pemahaman antar Dalam analisa prospek tanah adat dalam
umat manusia akan menyebabkan tidak pembangunan ekonomi nasional maka
hanya kerusakan lingkungan namun dapat dapat dilihat bahwa secara perlahan tanah
menghasilkan konflik sosial antar sesama adat milik masyarakat adat akan berkurang
manusia. Habermas menyatakan bahwa ada karena tuntutan pembangunan ekonomi
ketidakseimbangan rasio manusia dalam nasional. Hal tersebut sebagai pengaruh
menghadapi zaman. Kecenderungan dari berkurangnya dan semakin sempitnya
terhadap rasionalitas tujuan akan lahan hijau sehingga tanah adat kerap
mengurangi esensi dari rasionalitas menjadi sasaran pembangunan dan secara
komunikatif, namun Habermas tidak langsung turut menghilangkan hak-

53
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

hak masyarakat adat terhadap tanahnya. Hal sempitnya lahan hijau sehingga tanah adat
demikian akibat belum adanya pelaksanaan kerap menjadi sasaran pembangunan dan
aturan hukum secara tegas terhadap secara tidak langsung turut menghilangkan
pengakuan tanah adat serta masih banyak hak-hak masyarakat adat terhadap
tanah adat yang belum diregistrasi oleh tanahnya. Hal demikian akibat belum
pemerintah sehingga mengakibatkan adanya pelaksanaan aturan hukum secara
terancamnya prospek eksistensi tanah adat tegas terhadap pengakuan tanah adat serta
di tengah pembangunan ekonomi saat ini. masih banyak tanah adat yang belum
Dari analisa prospek tanah adat diregistrasi oleh pemerintah sehingga
dalam pembangunan ekonomi, maka yang mengakibatkan terancamnya prospek
harus dilakukan oleh pemerintah untuk eksistensi tanah adat di tengah
mengakomodasi kedua hal yang saling pembangunan ekonomi saat ini.
bertentangan tersebut adalah pertama, Dari analisa prospek tanah adat
memberikan perlindungan hukum yang dalam pembangunan ekonomi, maka yang
tegas melalui pembentukan peraturan yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk
sesuai dengan kondisi masyarakat ditengah mengakomodasi kedua hal yang saling
pembangunan ekonomi nasional. Kedua, bertentangan tersebut adalah pertama,
melakukan reforma agraria secara penuh memberikan perlindungan hukum yang
untuk mempertegas kedudukan tanah-tanah tegas melalui pembentukan peraturan yang
adat dengan dengan segera melakukan sesuai dengan kondisi masyarakat ditengah
registrasi terhadap persebaran tanah adat pembangunan ekonomi nasional. Kedua,
yang ada di Indonesia sehingga tanah adat melakukan reforma agraria secara penuh
tersebut mendapatkan legitimasi dari untuk mempertegas kedudukan tanah-tanah
negara sehingga tidak mudah untuk adat dengan dengan segera melakukan
dirampas oleh pihak yang tidak registrasi terhadap persebaran tanah adat
bertanggungjawab. yang ada di Indonesia sehingga tanah adat
tersebut mendapatkan legitimasi dari
PENUTUP negara sehingga tidak mudah untuk
Dalam analisa prospek tanah adat dirampas oleh pihak yang tidak
dalam pembangunan ekonomi nasional bertanggungjawab.
maka dapat dilihat bahwa secara perlahan
DAFTAR RUJUKAN
tanah adat milik masyarakat adat akan
Buku
berkurang karena tuntutan pembangunan
Syafa’at dkk. 2015. “Relasi Negara Dan
ekonomi nasional. Hal tersebut sebagai Masyarakat Adat”. Malang: Surya
Pena Gemilang.
pengaruh dari berkurangnya dan semakin

54
WASKITA Vol 4 No 1 2020

Rostow, W.W. 1960. “The Stage of https://sirine.uns.ac.id/penelitian.


Economic Growth”. New York: Diunduh 25 Februari 2020.
Cambridge Univ. Press. Ling Moh. Ichsan, 1999. “Analisis Interaksi
Afifi, Irfan. 2019. “Jurgen Habermas: Masyarakat Desa dengan Hutan:
Senjakala Studi Kasus di Desa
Modernitas”.Yogyakarta: Sirnarasa Kecamatan Cisolok
IRCiSoD. Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat”.
Geertz, Clifford., 1976. “Involusi Dalam https://digilib.it.ac.id.
Pertanian”. Jakarta: Yayasan Obor Diunduh 25 Februari 2020.
Indonesia. Kominfo, “Investasi Indonesia Kembali
Harsono, Boedi. 2005. “Hukum Agraria Menggeliat pada Triwulan III
Indonesia Sejarah Pembentukan Tahun 2019”.
Undang- Undang Pokok https://kominfo.go.id/index.php/co
Agraria Isi dan Pelaksanaannya”. ntent/detail/22483/investasi-
Jakarta: Djambatan indonesia-kembali- menggeliat-
Simajuntak, Bungaran Antonius. 2015. pada-triwulan-iii-tahun-
“Arti dan Fungsi Tanah Bagi 2019/0/artikel_gpr, akses pada 25
Masyarakat Batak Toba, Karo, Februari 2020.
Simalungun”. Jakarta: Yayasan Arumingtyas, Lusia, “Catatan Akhir
Pustaka Obor Indonesia. Tahun: Reforma Agraria Masih
Jauh dari Harapan”.
Artikel Jurnal https://www.mongabay.co.id/2019/
Ismi, Hayatul. 2012. Pengakuan dan 12/31/catatan-akhir-tahun-reforma-
Perlindungan Hukum Hak agraria-masih- jauh-dari-harapan/,
Masyarakat Adat Atas Tanah akses pada 25 Februari 2020
Ulayat Dalam Upaya Pembaharuan Affandi, Dean Yullindra. “Perjalanan
Hukum Nasional. Jurnal Ilmu Hukum Panjang dan Melelahkan Menuju
Volume 2 nomor 2 Februari Pengakuan Hak
2012, hlm 135-146. Tanah Adat”. https://wri-
Maramis, R. Marchel. 2013. Kajian Atas indonesia.org/id/blog/perjalanan-
Perlindungan Hukum Hak Ulayat panjang-dan-melelahkan-
Dalam Perspektif Hak Asasi menuju-pengakuan-hak-
Manusia. Jurnal Hukum Unsrat. Vol. tanah-adat, akses pada 1 Maret 2020
XXI (4) April-Juni 2013, hlm 98-110. Veit, Peter dan Katie Reytar, “Hak Tanah
Salsabilla AP, Riandini. 2019. Pemaknaan Masyarakat Adat dan Masyarakat
Kepentingan Masyarakat dan Dalam Angka”. https://wri-
Kepentingan Hukum Bisnis- indonesia.org/id/blog/hak-tanah-
Ekonomi dalam Pembangunan (Studi masyarakat-adat-dan-masyarakat-
Kasus Pembangunan PT dalam- angka, akses pada 1 Maret
Semen Indonesia di Rembang. Lex 2020
Scientia Law Review. Vol. 3 nomor 1 Purwantari, “Mengatasi Konflik Terkait
mei 2019, hlm 87-102. Hutan Dan Masyarakat Adat”.
https://brwa.or.id/news/read
Internet /382, akses pada 7 Mei 2020
Agung Wibowo SP. Msi, 2006. “Kearifan Ambari, “Ancaman Kerusakan Ekologi
Lokal Petani Lereng Gunung Lawu Bumi Karena Pembangunan”.
Dalam Mengantisipasi Banjir dan https://www.mongabay.co.i
Tanah Longsor (Studi Kasus Di d/2019/04/23/ancaman-kerusakan-
Desa Wonorejo Kecamatan ekologi-bumi-karena-
jatiyoso Kabupaten Karanganyar). pembangunan/, akses pada 7
Dalam Mei 2020

55
Muhammad Irfan Hilmy – Prospek Tanah Adat dalam Pembangunan Nasional

Ferdinand, “Bencana Marak Karena


Ekonomi Abaikan Lingkungan”.
https://mediaindonesia.com/
read/detail/134388-bencana-marak-
karena-ekonomi- abaikan-
lingkungan, akses pada 9 Mei 2020
Purningsih, dewi, “Perkumpulan HuMa:
326 Konflik SDA dan Agraria
terjadi di sepanjang 2018”.
https://www.greeners.co/berita/per
kumpulan-huma-326-konflik-sda-
dan- agraria-terjadi-sepanjang-
2018/, akses pada 9 Mei 2020
Armanto, Dhani, “Proyek PLTP Picu
Kerusakan Hutan Lebih Luas”.
http://wartahijau.com/read/
proyek-pltp-picu-kerusakan-hutan-
lebih-luas, akses pada 9 Mei 2020.

56
WASKITA Vol 4 No 1 2020

57

Anda mungkin juga menyukai