Anda di halaman 1dari 9

A.

Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia teguh berpegang pada
prinsip Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Salah satu aspek pentingnya adalah kewajiban
untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap status
pribadi dan hukum dalam setiap kejadian penting yang dialami oleh
warga Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. 1 Indonesia,
sebagai negara agraris, menganggap tanah sebagai elemen krusial
dalam kehidupan rakyatnya. Tanah bukan hanya sebagai tempat
tinggal, tetapi juga sebagai sumber daya penting untuk kelangsungan
hidup manusia. Keterkaitan manusia dengan tanah tidak hanya
terbatas pada aspek tempat tinggal, tetapi juga sebagai penyedia
sumber daya untuk kehidupan manusia. Karena pentingnya peran
tanah bagi manusia, seringkali terjadi sengketa mengenai kepemilikan
dan status tanah. Sengketa ini semakin kompleks dengan melibatkan
aspek sosial, budaya, dan bahkan agama. Penyelesaian sengketa
hukum mengenai tanah dimulai dengan pengaduan dari salah satu
pihak, baik individu maupun badan hukum, yang berisi keberatan dan
tuntutan hak atas tanah, termasuk status, prioritas, dan kepemilikan,
dengan harapan mendapatkan penyelesaian administratif sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Tanah, sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa,
merupakan sumber daya alam yang diperlukan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Penggunaannya dapat bersifat
langsung untuk keperluan seperti pertanian atau perumahan, serta
tidak langsung untuk kegiatan ekonomi, perdagangan, industri,
pendidikan, dan pembangunan. Tanah memiliki nilai penting dalam
berbagai aspek, termasuk nilai ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

1
Virtha Dwi Oktavianny Lomboan, Lego Karjoko, M Hudi Asrori S, “KEBIJAKAN
PEMERINTAH DAERAH PADA PROGRAM PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS
LENGKAP (PTSL)” (2022) hal. 156.
Oleh karena itu, pengelolaan tanah dengan baik oleh pemerintah
sangatlah penting.2
Tanah memiliki peran yang sangat vital dalam kelangsungan
hidup manusia, sehingga perlindungan hukum dari negara menjadi
sangat penting. Konsep ini diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 2 ayat (1),
yang sering disebut sebagai UUPA. Pasal tersebut menyatakan bahwa
"tanah, air, dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya di wilayah Republik Indonesia, sebagai anugerah dari
Tuhan Yang Maha Esa, adalah milik bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional."3
Negara Republik Indonesia, yang merupakan negara agraris,
memiliki hubungan yang erat antara kehidupan dan ekonominya
dengan bidang Agraria. Bidang Agraria memiliki peran yang sangat
penting dalam mendukung pembangunan nasional, karena lingkungan
dan sumber daya alam merupakan salah satu aspek utama dalam
kehidupan masyarakat. Prinsip ini tercermin dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
menegaskan bahwa "tanah, air, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat."4
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan menguraikan konsep Administrasi Pemerintahan
sebagai penyelenggara dalam pengambilan keputusan atau tindakan
oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Keputusan atau tindakan
yang diambil oleh badan pemerintah yang berwenang di bidang
pertanahan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan terhadap pertanahan secara optimal
2
Junaidi Tarigan Rosiane, “ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAAN SENGKETA TANAH
MELALUI MEDIASI” (2022) 4 (2) hal. 33.
3
Danar Aswim; Abdullah Muis Kasim; Martha Florita, “Peran Pemerintah Desa dalam
Menyelesaikan Sengketa Kepemilikan Tanah di Desa Ribang Kecamatan Koting
Kabupaten Sikka” (2022) 10 (1) hal. 9.
4
Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2017).
dan memudahkan masyarakat, terutama mereka yang masih
mengalami kesulitan dalam urusan pertanahan.
Tanah memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, khususnya bagi bangsa Indonesia, karena hampir semua
aspek kehidupannya tidak bisa dipisahkan dari keberadaan tanah.
Pentingnya ini tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga
mencakup seluruh bidang kehidupan dan penghidupannya. Sebagai
hak dasar, hak atas tanah memiliki nilai yang sangat besar sebagai
penanda eksistensi, kebebasan, dan martabat seseorang. Namun,
negara memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan kepastian
hukum terhadap hak atas tanah tersebut, meskipun hak tersebut tidak
bersifat mutlak karena dapat dibatasi oleh kepentingan orang lain,
masyarakat, dan negara.5
Pertanahan masih saja menjadi sebuah permasalahan yang
cukup sering terjadi di masyarakat dan selalu muncul secara aktual
dari masa ke masa seiring Dengan pertambahan jumlah penduduk,
perkembangan pembangunan, dan peningkatan aksesibilitas bagi
berbagai pihak yang memperoleh tanah sebagai modal dasar untuk
berbagai keperluan, termasuk sebagai faktor yang mendorong
perluasan wilayah penggunaan tanah. Sengketa tanah timbul karena
tanah memiliki posisi yang sangat vital, yang mencerminkan
kemerdekaan dan kedaulatan pemiliknya. Tanah juga memiliki peran
dalam menjaga integritas negara serta sebagai modal dasar untuk
mencapai kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.6
Permasalahan tanah atau biasa diketahui dengan nama
sengketa tanah masih saja menjadi sebuah permasalahan yang cukup
rumit terutama menyangkut rakyat kurang mampu dalam
pembiayaan kasus sengketa tanah yang diketahui cukup menguras
keuangan. Penyelesaian dalam sengketa tanah pada dasarnya dapat

5
Darwin Ginting, Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010) hal. 2.
6
Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia
(Jakarta: Akademik Persindo, 1992) hal. 7.
diselesaikan melalui 2 (dua) proses. Proses penyelesaian pertama
melalui proses litigasi yang berkembang proses penyelesaiannya
melalui pengadilan dengan proses cukup panjang yang memerlukan
biaya terbilang tidaklah kecil. Penyelesaian kedua melalui proses non-
litigasi dengan proses diluar pengadilan.
Proses litigasi, yang menghasilkan kesepakatan berdasarkan
pertentangan dan biasa disebut adversarial, belum mampu
memperhatikan kepentingan bersama. Ini cenderung menciptakan
masalah baru dan lambat dalam penyelesaiannya. Sebaliknya, melalui
proses di luar pengadilan, kesepakatan dapat dicapai dengan cara
yang menghindari "win-win solution" dan mengurangi kelambatan
dalam proses penyelesaian yang disebabkan oleh prosedur dan
administrasi yang rumit. Penyelesaian dilakukan secara komprehensif
melalui kolaborasi, sambil tetap menjaga hubungan yang baik.7
Pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesain Sengketa telah diatur bahwa tidak semua
masalah diselesaikan melalui persidangan di pengadilan. Saat ini,
telah muncul solusi alternatif untuk penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang dikenal sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR),
di antaranya adalah melalui mediasi. Dalam mediasi, seorang
mediator bertindak sebagai penengah yang tidak memihak dalam
masalah yang diperbincangkan.
B. Peran Kantor Badan Pertanahan Nasional Dalam Mediasi
Sengketa Tanah
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah sebuah instansi
pemerintah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan
pengembangan administrasi pertanahan. Salah satu tugas yang
diemban oleh BPN adalah menangani penyelesaian masalah yang
berkaitan dengan tanah. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
menangani terkait sengketa tanah dapat dilakukan secara litigasi

7
Sitorus Felix MT, Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria (Bandung: Yayasan
Akatiga, 2002) at 11.
maupun non-litigasi yang dimana keduanya dapat dilakukan sesuai
dengan sengketa dan jalur yang akan ditempuh oleh yang
bersengketa. Salah satu penyelesaian yang dapat dilakukan oleh
Badan Pertanahan nasional (BPN) yaitu non-litigasi. Penyelesaian
secara non-litigasi dilakukan secara mediasi oleh pihak Badan
Pertanahan Nasional (BPN) sebagai pihak ketiga (netral) dengan
pihak-pihak yang sedang bersengketa.
Menurut Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan, Pengkajian, dan Penanganan Kasus Pertanahan, sengketa
pertanahan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2, merujuk
kepada perselisihan terkait tanah antara individu, badan hukum, atau
lembaga yang tidak memiliki dampak yang luas secara sosio-politis.
Sedangkan konflik pertanahan, seperti yang didefinisikan dalam Pasal
1 angka 3, melibatkan perselisihan tanah antara individu, kelompok,
golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang cenderung
atau sudah berdampak secara luas secara sosio-politis. Oleh karena
itu, BPN memiliki wewenang dalam menangani kedua jenis masalah
tersebut.8
Mudjono menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang
dapat menyebabkan timbulnya sengketa tanah. Pertama, kekurangan
dalam peraturan; kedua, ketidaksesuaian antara peraturan; ketiga,
kurangnya responsivitas pejabat pertanahan terhadap kebutuhan dan
ketersediaan tanah; keempat, ketidakakuratan dan kekurangan data
yang tersedia; kelima, kesalahan dalam data tanah; keenam,
keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menangani
sengketa tanah; ketujuh, kesalahan dalam transaksi tanah; dan
kedelapan, penyelesaian dari instansi lain yang dapat menyebabkan
tumpang tindih kewenangan. 9

8
Sumardji, “Dasar dan Ruang Lingkup Wewenang Dalam Hak Pengelolaan” (2006) Vol.
21 (3) hal. 3.
9
Mudjono, “Alternatif Penyelesaiaan Sengketa Pertanahan Di Indonesia melalui
Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan” (2007) Vol. 14 Jurnal Hukum (3) hal. 464.
Sengketa merupakan hasil dari sebuah masalah yang belum
terselesaikan dan masalah akan menjadi sebuah sengketa jika tidak
dapat diatasi dengan baik sebelumnya.10 Konflik (sengketa) terkait
tanah yang terjadi di masyarakat harus ditangani dengan bijaksana,
terutama karena masih banyak tanah di desa yang belum bersertifikat,
yang dapat menjadi pemicu konflik yang sering terjadi. Penyelesaian
sengketa melalui mediasi bertujuan untuk mencegah timbulnya
konflik yang lebih besar dan meluas, sehingga diperlukan mekanisme
yang sesuai untuk menyelesaikan masalah semacam ini.
Sengketa mengenai hak atas tanah terjadi ketika pihak
(individu atau badan) mengajukan pengaduan yang mencakup
keberatan dan tuntutan mengenai hak atas tanah, termasuk status,
prioritas, dan kepemilikan tanah, dengan harapan untuk mendapatkan
penyelesaian administratif sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Tanah, sengketa tanah
merupakan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang
berkepentingan dan antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan
instansi-instansi di lingkungan Badan Pertanahan Nasional tentang
keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas
tanah, termasuk peralihan hak atas tanah, dan pengeluaran bukti-
bukti penguasaannya.
Penyelesaian sengketa tanah dapat diselesaikan dengan salah
satu cara yaitu mediasi. Proses mediasi merupakan salah satu
alternatif cara secara non-litigasi Penyelesaian sengketa melalui cara
ini telah menjadi umum diketahui oleh masyarakat dan digunakan
oleh berbagai pihak untuk menyelesaikan sengketa tanpa melibatkan
pengadilan. Namun, sebagai pihak ketiga atau mediator, sangat
penting untuk tetap mempertahankan netralitas dan tidak memiliki

10
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaiaan Sengketa Di Luar Pengadilan (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003) at 2.
kepentingan pribadi dalam membantu pihak-pihak yang bersengketa
untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini bertujuan agar kesepakatan
bersama dapat dicapai dan sengketa tidak perlu diteruskan ke ranah
peradilan.
Mediasi merupakan sebuah cara dalam penyelesaian yang
diharapkan dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus sengketa.
Karena proses mediasi merupakan proses secara musyawarah antara
pihak yang bersangkutan untuk mendapatkan sebuah hasil akhir yaitu
win-win solutions dengan hasil yang puas untuk semua pihak yang
bersangkutan. Dalam proses mediasi ini diharapkan pihak-pihak yang
bersangkutan sebagai pihak netral (mediator) dituntut untuk aktif
dalam menyelesaikan sengketa yang sedang terjadi. Aparatur
pertanahan atau yang disebut sebagai pegawai dari Badan Pertanahan
Nasional (BPN) daerah maupun pusat dalam menjadi pihak yang
berintegritas, netral sebagai seorang mediator dalam proses mediasi
tersebut.
Sebagai lembaga vertikal yang berada di bawah pengawasan
dan langsung bertanggung jawab kepada menteri melalui Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional telah menerapkan
metode mediasi untuk menyelesaikan sengketa pertanahan selama
sekitar enam tahun terakhir. Pelaksanaan mediasi ini sesuai dengan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan, Pengkajian, dan Penanganan Kasus Pertanahan.
Dalam mediasi sengketa tanah ditangani oleh Subseksi Sengketa.
Dikelola oleh Bagian Sengketa, Konflik dan Perkara yang berada di
bawah koordinasi Bagian Penanganan Masalah dan Pengendalian
Pertanahan.11
Menurut ketentuan Pasal 56 (a) dari Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 38 tahun
2016 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional serta Kantor Pertanahan bahwa Subseksi
11
Rosiane, supra note 2 hal. 35.
Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan bertanggung
jawab untuk menyusun materi bimbingan teknis, mengoordinasikan,
memantau, dan melaksanakan langkah-langkah pencegahan,
penanganan, serta penyelesaian sengketa atau konflik serta perkara
pertanahan. Selain itu, mereka juga melakukan analisis dan menyusun
rekomendasi pembatalan hak atas tanah berdasarkan putusan
pengadilan atau kesepakatan damai, serta melakukan evaluasi dan
penyusunan laporan.12417
Peran Kantor Pertanahan dalam menyelesaikan sengketa
pertanahan melalui mediasi adalah sebagai mediator. Sebagai
mediator, tugasnya adalah memimpin diskusi, mematuhi aturan
hukum, mendorong para pihak untuk berkomunikasi terbuka
mengenai masalah dan kepentingan mereka, serta mengedepankan
penyelesaian daripada pertarungan. Mediator juga bertanggung jawab
untuk mendengarkan, mencatat, dan mengajukan pertanyaan, serta
membantu para pihak mencapai kesepakatan. Dalam konteks mediasi
sengketa pertanahan ini, jenis mediator yang digunakan adalah
mediator otoritatif. Mediator otoritatif bertujuan untuk membantu
pihak-pihak yang bersengketa menyelesaikan perbedaan mereka,
dengan memiliki posisi yang kuat yang dapat mempengaruhi hasil
akhir mediasi.
C. Peran Bantuan Hukum Dalam Mediasi Sengketa Tanah
D. r3ihbdyg3g

12
Ibid.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, H. Kedudukan hukum adat dalam perundang-undangan
agraria Indonesia. Akademika Pressindo, 1994.
Sitorus, Felix. "Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria." Bandung:
Yayasan Akatiga (2002).
Ginting, Darwin. "Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis."
(2010).
Santoso, Urip, and MH SH. Hukum Agraria: Kajian Komprehenshif. Prenada
Media, 2017.
Usman, Rachmadi. Pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Citra
Aditya Bakti, 2003.
Aswim, Danar, Abdullah Muis Kasim, and Martha Florita. "Peran Pemerintah
Desa dalam Menyelesaikan Sengketa Kepemilikan Tanah di Desa
Ribang Kecamatan Koting Kabupaten Sikka." CIVICUS: Pendidikan-
Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan 10.1 (2022): 9-13.
Mudjiono, Mudjiono. "Alternatif penyelesaian sengketa pertanahan di
indonesia melalui revitalisasi fungsi badan peradilan." Jurnal Hukum
IUS QUIA IUSTUM 14.3 (2007).
Tarigan, Rosiana-Junaidi. "ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAAN SENGKETA
TANAH MELALUI MEDIASI." 4.2 (2022)
Sumardji, “Dasar dan Ruang Lingkup Wewenang Dalam Hak Pengelolaan”
21.3 (2006).
Virtha Dwi Oktavianny Lomboan, Lego Karjoko, M Hudi Asrori S, “KEBIJAKAN
PEMERINTAH DAERAH PADA PROGRAM PENDAFTARAN TANAH
SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)” (2022).

Anda mungkin juga menyukai