Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI MEDIASI NON

LITIGASI

DOSEN PENGAMPU :

Marthen B Salinding, S.H., M.H

OLEH :

Oktaviani Dwi Mawarti

NPM : 2040501094

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

FAKULTAS HUKUM

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya sehingga makalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ini dapat

diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada

Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Adapun penulisan makalah bertema Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Makalah

ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Penyelesaian Sengketa

Alternatif.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen

Pengampu kami Bapak Marthen B Salinding, S.H., M.H. yang telah membimbing kami

dalam menulis makalah ini.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat

dan kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Tarakan, 30 Sepetmber 2022

Oktaviani Dwi Mawarti

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah........................................................................................................5

C. Tujuan...........................................................................................................................5

BAB II : PEMBAHASAN

A. Peranan Kantor Pertanahan dalam Penyelesaian Sengketa Tanah secara

Mediasi..........................................................................................................................6

B. Prosedur Penyelesaian Sengketa Pertanahan melalui Jalur Mesiasi di Kantor

Pertanahan..................................................................................................................10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................15

B. Saran............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

3
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal

ini disebabkan hampir seluruh aspek kehidupannya terutama bagi bangsa Indonesia tidak

dapat terlepas dari keberadaan tanah yang sesungguhnya tidak hanya dapat ditinjau dari

aspek ekonomi saja, melainkan meliputi segala kehidupan dan penghidupannya.

Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda eksistensi,

kebebabasan, dan harkat dari seseorang. Di sisi lain, negara wajib memberi jaminan

kepastian hukum terhadap hak atas tanah itu walaupun hak itu tidak bersifat mutlak

karena dibatasi oleh kepentingan orang lain, masyarakat dan negara.

Permasalahan pertanahan merupakan yang selalu muncul dan selalu aktual dari

masa ke masa, seiring dengan bertambahnya penduduk, perkembangan pembangunan,

dan semakin meluasnya akses bebagai pihak yang memperoleh tanah sebagai pihak yang

memperoleh tanah sebagai modal dasar dalam berbagai kepentingan. Sengketa tanah

terjadi karena tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting, yang dapat

membuktikan kemerdekaan dan kedaulatam pemiliknya. Tanah mempunyai fungsi dalam

rangka integritas negara dan fungsi sebagai modal dasar dalam rangka mewujudkan

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 proses.

Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di pengadilan, kemudian berkembang

proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses

litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversal yang belum mampu merangkul

kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam

penyelesaiannya. Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan menghasilkan

kesepakatan-kesepakatan yang bersifat “win-win solution” dihindari dari kelambatan

4
proses penyelesaian yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif,

menyelesaikan komprehensif dalam keversamaan dan tetap menjaga hubungan baik.

Tidak semua masalah harus diselesaikan lewat persidangan atau pengadilan. Saat

ini telah lahir peyelesaian sengketa non litigasi, yaitu Alternative Dispute Resolution

(selanjutnya disebut dengan ADR), salah satunya dengan menggunakan mediasi di mana

keberpihakan seorang moderator tidak terjadi dalam persoalan mediasi. Hal mana telah

diatur secara implisit dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peranan Kantor Pertanahan dalam penyelesaian tanah secara mediasi?

2. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur mediasi di

Kantor Pertanahan?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisaan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca mengetahui

bagiamana peran Kantor Pertanahan jika penyelesaian sengketa pertanahan ini dilakukan

melalui mediasi non litigasi.

5
BAB II : PEMBAHASAN

A. Peranan Kantor Pertanahan dalam Penyelesaian Sengketa Tanah secara Mediasi

Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan

Pembangunan Kasus pertanahan merumuskan bahwa yang dimaksud dengan sengketa

pertanahan menurut Pasal 1 Angka 2 Perka BPN No.3 Tahun 2011 yang selanjynya

disingkat sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan

hukm, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis, sedangkan konflik

pertanahan menurut Pasal 1 Angka 3 Perka BPN No.3 Tahun 2011 adalah perselisihan

pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum,

atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak lusa secara sosio-

politis. Artinya BPN berwenang menyelesaikan perselisihan pertanahan, baik dalam

bentuk sengketa maupun konflik pertanahan. Pengertian sengketa tanah juga dapat

dilihat dalam Peraturan Menteri Agraria/KBPN No.1 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Penanganan Sengketa Pertanahan.

Disimpulkan bahwa baik sengketa maupun konflik pertanahan secara substansi

terjadi perbedaan atau perselisihan antara dua pihak atau lebuh terhadap sumber daya

tanah. Berdasarkan dimensi dampak, konflik memiliki dampak yang lebih luas bila

dibandingkan dengan istilah sengketa. Konflik pertanahan yang sudah dan sedang

berlangsung dan mungkin tetap akan berlangsung bila tidak dicairkan jalan keluarnya

yang obyektif, maka akan selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas dan

diselesaikan dalam konteks penyelenggaraan ke depan.

Menurut Mudjono, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa

tanah.

1. Peraturan yang belum lengkap

2. Ketidaksesuaian peraturan

6
3. Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang

tersedia

4. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap

5. Data tanah yang keliru

6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah

7. Transaksi tanah yang keliru

8. Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan

Sengketa merupakan kelanjutan dari adanya masalah. Sebuah masalah akan

berubah menjadi sengketa bila masalah tersebut tidak dapat diselesaikan. Mediasi

merupakan cara penyelesaian yang sangat diharapkan untuk dapat menyelesaikan

sengketa secara adil. Hal ini disebabkan karena proses mediasi merupakan musyawarah

antar para pihak yang bersengketa, sehingga jika mediasi membuahkan hasil, hasilnya

adalah win-win solution, sehingga para pihak puas dengan hasil musyawarah.

Aparatur pertanahan baik pusat maupun didaerah dituntut secara aktif untuk

menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan melalui mediasi sebagai prioritas utama

dengan mengedepankan netralitas Badan Pertanahan Nasional sebagai mediator.

Sebagai instansi vertikal yang berbeda di bawah naungan dan bertanggung jawab

langsung kepada menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional,

menggunakan bentuk penyelesaian sengketa pertanahan dengan proses mediasi yang

sudah dilaksanakan kurang lebih 6 tahun belakangan ini. Bahwa gelar mediasi ini

dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun

2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

7
Penyelesaian sengketa tanag melalui jalur mediasi di kantor pertanahan ini ditanda

tangani oleh Subseksi Sengketa, Konflik dan Perkara yang berada di pengkoordinasian

Seksi Penanganan Masalah dan Penngendalian Pertanahan.

Subseksi Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan ini mempunyai

tugas yaitu melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan,

pelaksanaan, pencegajan, penanganan dan penyelesaian sengketa/konflik dan perkara

pertanahan, serta analisis dan penyiapan usulan pembatalan hak atas tanah berdasarkan

putusan pengadilan atau hasil perdamaian, serta evaluasi dan pelaporan, sebagaimana

yang telah dimaksud dalam pasal 56 (a) Peraturan Menteri Agraria dan Tara

Ruang/Kepala Badan Pertananhan Nasional Nomor 38 tahub 2016 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badam Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.

Salah satu tugas dari Subseksi Sengketa, Konflik dan Perkara yang disebutkan

sebelumnya yaitu penanganan dan penyelesaian sengketa/konflik dan perkara

pertanahan, makan dalam hal penyelesaian sengketa pertanahan dilakukan oleh subseksi

tersebut. Penyelesaian sengketa ini Subseksi Sengketa, Konflik dan Perkara ini berperan

sebagai mediator. Mediator di Kantor Pertanahan Kota adalah pejabat struktur di Kantor

Pertanahan atau mediator yang sudah bersetfikasi. Mediasi yang dilaksanakan di Kantor

Pertanahan Kota dilaksanakan oleh pejabat.pegawai yang ditunjuk dengan surat

tugas/surat perintah dari Kepala Kantor Pertanahan.

Penanganan sengketa pertanahan melalui jalur mediasi oleh Badan Pertanahan

Nasional didasarkan pada dua prinsip utama, yaitu:

1. Kebenaran-kebenaran formal dari fakta-fakta yang mendasari permasalahan yang

bersangkutan

8
2. Keinginan yang bebas terhadap pihak yang bersengketa terhadap objek yang

disengketakan

Sebagai mediator, seksi ini mempunyai peran sebagai pihak ketiga yang tidak

memihak kepada para pihak yang bersengketa dan membantu para pihak dalam

memahami pandangan masing-masing dan membantu hal-hal yang dianggap penting

bagi mereka.

Penyelesaian sengketa pertanahan ini, Kantor Pertanahan sebagai mediator sangat

berperan mulai sebelum dilakukannya perundingan dan pasca perundingan dengan para

pihak yang bersengketa. Peran mediator pada saat mediasi yaitu memimpin diskusi,

memelihara atau menjaga aturan-aturan perundingan, mendorong para pihak untuk

menyampaikan masalah dan kepentingan secara terbuka, mendorong para pihak agar

menyadari bahwa sengketa bukan pertarungan yang harus dimenangkan tetapi

diselesaikan, mendengar, mencatat dan mengajukan pertanyaan, membantu para pihak

mencapai titik temu.

Penyelesaian sengketa pertanahan ini, Kantor Pertanahan mempunyai tipe mediator

yaitu mediator authoritative. Ada beberapa tipilogi mediator yaitu:

1. Mediator Hubungan Sosial (Sosial Network)

Mediator ini berperan dalam sebuah sengketa atas dasar adanya hubungan

sosial antara mediator dan para pihak yang bersengketa, misalnya apabila terjadinya

sengketa antara tekan kerja dan teman usaha. Tipe mediator hubungan sosial ini

sering ditemui dalam masyarakat, alim ulama. Orang-orang tersebut pada umumnya

memiliki wibawa atau karisma serta disegani oleh masyarakat sehingga kadangkala

adanya rasa segan atau bahkan rasa takut.

9
2. Mediatir Autoriatif (Autoriatif Mediators)

Mediator ini berusaha membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan perbedaan-perbedaan dan memiliki posisi yang kuat sehingga mereka

memiliki potensi atau kepastian untuk mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses

mediasi. Mediator autoritatif dalam menjalankan peranannya tidak menggunakan

kewenangan atau pengaruhnya, karena didasari pada keyakinan atau pandangan

bahwa pemecahan yang terbaik terhadap sebuah kasus bukanlah ditentukan oleh

dirinya selaku pihak yang berpengaruh, melainkan harus dihasilkan oleh upaya

pihak-pihak yang bersengketa.

B. Prosedur Penyelesaian Sengketa Pertanahan melalui Jalur Mesiasi di Kantor

Pertanahan

Pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan setiap permasalahan yang masuk

semuanya harus dengan prosedur atau proses yang sudah ditetapkan oleh Kantor

Pertanahan. Proses tersebut diharapkan semua sengketa yang masuk dibagian sengketa,

konflik dan perkara pertanahan dapat terselesaikan dengan baik dan dapat memuaskan

semua pihak yang bersengketa. Kantor Pertanahan Kota Medan menetapkan proses yang

harus dilalui oleh semua pihak yang akan menggunakan mediasi dalam penyelesaian

sengketa pertanahan.

Melalui Keputusan Kepala BPN RI Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk

Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan Nomor 05/JUKNIS/D.V/2007

tentang Tahapan Mediasi jo PERMEN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian

Kasus Pertanahan. Adapun prosedur atau proses mediasi yang ada di Kantor Pertanahan

yaitu dilakukannya:

10
a. Pengaduan

Pengaduan yang disampaikan ke Kantor Pertanahan dapat berupa pengaduan

secara tertulis, melalui loket pengaduan secara tertulis, melalui loket pengaduan,

kotak surat, atau website kementrian. Pengaduan tersebut harus dilampiri dengan

fotokopi identitas pengaduan, fotokopi penerima kuasa dan surat kuasa apabila

dikuasakan, serta data pendukung atau bukti-bukti yang terkait dengan pengaduan.

Pengaduan ini paling sedikit memuat identitas pengadu dan uraian singkat kasus.

Setelah pengaduan diterima oleh petugas yang bertanggung jawab dalam

menangani pengaduan, maka petugas melakukan pemeriksa berkas pengaduan

tersebut. Pengaduan yang telah memenuhi syarat diterima langsung melalui loket

pengaduan maka kepada pihak pengadu akan diberikan surat tanda penerima

pengaduan.

Pengaduan tersebut diregister dalam buku register induk selanjutnya

diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk medisposisi kepada Kepala

Subseksi Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara untuk mempelajari

kelengkapan administrasi atas pengaduan yang dimaksud.

b. Menelaah

Pengaduan yang telah diadministrasikan maka selanjutnya ditangani oleh

pejabat yang bertanggung jawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara

pada Kantor Pertanahan. Subseksi Penangan Sengketa, Konflik dan Perkara

selanjutnya melakukan pengumpulan data. Adapun data yang dikumpulkan yaitu

berupa:

a) Data fisik data yuridis

11
b) Putusan peradilan, berita acara pemeriksaan dari Kepolisian Negara RI,

Kejaksaan RI, Komisi Pemberantas Korupsi atau dokumen lainya yang

dikeluarkan oleh lembaga/instansi penegakk hukum

c) Data yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat yang berwenang

d) Data lain yang terkait dan dapat mempengaruhi serta memperjelas duduk

persoalan sengketa dan konflik

e) Keterangan saksi

Setelah pelaksanaan kegiatan pengumpulan data tersebut dikumpulkan pejabat

yang bertanggung jawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara melakukan

analisis.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaduan tersebut merupakan

kewenangan kementrian atau bukan kewenangan kementrian. Sengketa atau konflik

yang menjadi kewenangan kementrian yaitu meliputi:

1) Kesalahan prosedur dalam proses pengukuhan pemetaan dan/atau penghitungan

luas

2) Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan

hak atas tanah bekas milik adat

3) Kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah

4) Kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar

5) Tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya

jelas terhadap kesalahan

6) Kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan dan pendaftaran tanah

7) Kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti

8) Kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan

12
9) Kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin

10) Penyalahgunaan pemanfaatan ruang

11) Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis tersebut pejabat yang

bertanggung jawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara melakukan

pengkajian. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui pokok masalah, penyebab

terjadinya, potensi dampak, alternatif penyelesaian dan rekomendasi penyelesaian

sengketa atau konflik. Melaksanakan pengkajian dilakukan terhadap kronologi

sengketa atau konflik dan data yuridis, data fisik dan data pendukung lainnya.

Setelah menerima hasil pengumpulan data dan hasil analisis Kepala Kantor

Pertanahan memrintahkan pejabat yang bertanggung jawab dalam menangani

sengketa, konflik dan perkara untuk menindaklanjuti proses penyelesaian.

c. Pemanggilan

Selanjutnya pemangilan para pihak yang bersengketa untuk melakukan proses

mediasi yang akan dilaksanakan di Kantor Pertanahan. Pemanggilan para pihak

dilakukan dengan pengirim undangan kepada para pihak. Jika salah satu pihak

menilak untuk melakukannya mediasi atau mediasi batal karena sudah 3 kali tidak

memenuhi undangan atau telah melampaui waktu 30 hari, maka Kepala Kantor

Pertanahan membuat surat pemberitahuan kepada pihak pengadu bahwa pengaduan

atau mediasi telah selesai disertai dengan penjelasan.

d. Upaya mediasi

Apabila para pihak bersedia melakukan mediasi maka mediasi dilaksanakan

berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat bagi kebaikan semua pihak.

e. Negosiasi akhir

13
Para pihak melakukan megosiasi final yaitu klarifikasi ketegasan mengenai

opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa dimaksud. Hasil dari

tahap ini adalah putusan penyelesaian sengketa yang merupakan kesepakatan para

pihak yang bersengketa. Kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi opsi yang

diterima, hak dan kewajiban para pihak.

f. Kesepakatan

Setiap kegiatan mediasi dituangkan dalam Berita Acara Mediasi. Kesepakatan

para pihak dituangkan dalam perjanjian tertulis, dan ditandatangani oleh para pihak

dan mediator. Jika para pihak diwakili kuasa hukum harus ada pernyataan tertulis

dari para pihak yang berisi persetujuan atas kesepakatan tersebut. Kesepakatan

perdamaian dapat dikuatkan dengan akta perdamaian sehingga mempunyai kekuatan

hukum mengikat para pihak. Akta perdamaian ini dibuat dihadapan notaris.

Perjanjian perdamaian didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri

setempat senhingga mempunyai kekuatan hukum mengikat. Setiap mediasi perlu

dibuat laporan hasil mediasi yang berlangsung. Jika pada proses mediasi yang telah

dilakukan tidaj mencapai kata sepakat, maka para pihak mempunyai dan diberikan

hak untuk mengajukan permasalahan sengketa tersebut kemuka pengadilan.

14
BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis yang dilakukan maka penulis menarik

kesimpulan sebagai berikut.

1. Peranan Kantor Perhanan dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur

mediasi adalah sebagai mediator. Adapun peranan sebagi mediator pada saat mediasi

yaitu memimpin diskusi, memlihara atau menjaga aturan-aturan perundangan,

mendorong para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan pertarungan yang

harus dimenangkan tetapi diselesaikan, mendengar, mencatat dan mengajukan

pertanyaan, membantu para pihak mencapai titik temu.

2. Prosedur dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur mediasi yaitu adanya

pengaduan oleh para pihak yang bersengketa ke Kantor Pertanahan selanjutnya

pengaduan diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk mendisposisi kepada

Kepala Seksi Penanganan Konflik Sengketa dan Perkara untuk mempelajari

kelengkapan administrasi atas pengaduan yang dimaksud. Selanjutnya pengaduan

tersebut ditangani oleh subseksi penangana sengketa, konflik dan perkara dengan

melakukan pengumoulan data, analisis, dan pengkajian pengaduan tersebut. Lalu

dilakukan pemanggilan para pihak yang bersengketa untuk melakukan proses

mediasi. Pada tahap memulai mediasi mediator melakukan hubungan personal antar

para pihak untuk menghambat perselisihan antar para pihak, mencairkan suasana

diantara para pihak dan menjelaskan persn mediator.

3. Selanjutnya dilakukan klarisikasi para pihak. Setelah itu menyamakan oemahaman

antar oara pihak yang bersengketa dan menetapkan agenda musyawarah. Selanjutnya

dilakukan pemecahan/pemetaan masalah antar para pihak yang bersengketa.

Negosiasi akhir untuk menentukan putusan penyelesaian sengketa yang meruoakan

15
kesepakatan para pihak yang bersengketa. Kesepakatan para pihak. Jika para pihak

mencapai kata sepakat maka dituangkan dalam perjanjian tertulis, sedangkan yang

tidan mencapai kata sepakat makan para pihak mempunyai hak untuk mengajukan

permasalahan sengketa tersebut ke pengadilan.

B. Saran

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah ilmu para pembaca termasuk

saya sendiri, makalah ini memang belum sempurna, belum tersusun dengan baik. Maka

dari itu saya berharap para pembaca bisa memberikan saran agar ke depannya saya bisa

membuat makalah yang lebih baik lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, 2010 Penyelesaiaan Sengketa (alternatif Dispute Resolution) Bandung: Citra
Aditya Bakti
Abdurrahman, Kedudukan Hukum adat dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia,
Jakarta: Akademik Persindo, 1992
Darwin Ginting, 2010. Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis, Bogor:
Ghalia Indonesia
Felix MT. 2002. Sitorus, Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria,
Bandung:Yayasan Akatiga:2002
Rachmadi Usman, 2003 Pilihan Pemnyelesaiaan Sengketa Di Luar Pengadilan, Bandung:
Citra Aditya Bakti
Husein Alting, “Konflik Penguasaan Tanah di Maluku Utara: Rakyat Versus Penguasa dan
Pengusaha”, Jurnal dinamika Hukum, Vol.13, No. 2, Mei 2013
Pahlefi, Analisis Bentuk-Bentuk Sengketa Hukum atas Tanah Manurut Peraturan
PerundangUndangan di Bidang Agraria, “Majalah Hukum Forum Akademika, Vol.25,
Maret 2014
Sumardji. “dasar dan Ruang Lingkup wewenang dalam Hak Pengelolaan” Majalah Yuridika,
Vol. 21, No.3, Mei 200

17

Anda mungkin juga menyukai