Oleh
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN MEDAN
MEDAN
2020
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah subhana wata’ala
karena berkat kesehatan dan kekuatan yang diberikan sehingga makalah yang
berjudul “Sengketa Hak Tanah di Kota Makassar” bisa diselesaikan dengan lancar
dan tepat waktu.
Medan, 21 – 04 – 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………….i
A. Kesimpulan ................................................................................................ 16
B. Saran........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah dianggap sebagai salah satu yang memiliki nilai tinggi dan aset
strategis serta istimewa mendorong seseorang untuk memiliki menjaga serta
merawatnya, bahkan sampai mempertahankan sampai titik darah penghabisan.
Olehnya itu, tanah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap manusia sebagai tempat
tinggal. Kepemilikan atas tanah dijamin oleh negara dan diatur dalam konstitusi
negara Republik Indonesia, seperti yang terdapat dalam UUD 1945 yang berbunyi
“Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan seberar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.1
1
Harsono, B. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi
dan Pelaksanaannya), Jilid I, Hukum Tanah Nasional. Jakarta: Djambatan, Edisi Revisi 2007. hlm.
22.
2
Yamun, L.M. & Lubis, A.R. Hukum Pendaftaran Tanah. Jakarta: Mandar Maju, 2008. hlm. 207.
1
Munculnya berbagai masalah mengenai tanah menunjukkan bahwa
penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah di negara kita ini masih belum tertib.
Masih banyak penggunaan tanah yang masih tumpang tindih dalam berbagai
kepentingan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Di samping itu, fakta
membuktikan bahwa penguasaan dan pemilikan tanah masih timpang. Sehingga,
dapat dikatakan bahwa sengketa tanah tidak pernah surut, bahkan cenderung
meningkat di dalam kompleksitas permasalahan.
2
Penulis menganggap bahwa persoalan pertanahan, khususnya sengketa hak
tanah menarik untuk dibahas. Sehingga, berdasarkan uraian di atas maka, penulis
tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Sengketa Pertanahan di Kota
Makassar (Studi Kasus Pengadilan Negeri Makassar)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah, yaitu:
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Sengketa Tanah
Sengketa adalah pertentangan, perselisihan, atau persekcokan yang terjadi
antara pihak yang satu dengan pihak lainnya dan/atau antara pihak yang satu dengan
berbagai pihak yang berkaitan dengan sesuatu yang bernilai, baik itu berupa uang
maupun benda.3
3
Salim. Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Mataram: Pustaka Reka Cipta,
2012. hlm. 221.
4
Maggalatung, S. & Siagian, A. Pengantar Studi Antropologi Hukum Indonesia. Jakarta: Press UIN,
2015. hlm.213.
5
Ihromi, T.O. Beberapa Catatan Mengenai Metode Kasus Sengketa yang Digunakan dalam
Antropologi Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993). hlm. 210-211.
4
B. Faktor-faktor Terjadinya Sengketa Tanah
Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam pasal 1 Peraturan
Menteri Negara Agraris/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 1 tahun 1999
tentang Tata Cara penanganan Sengketa Pertanahan, selanjutnya disebut dengan
PMNA/KBPN 1/1999, yaitu “Perbedaan pendapat antara pihak yang
berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, termasuk
peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang
merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan
terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut”.
1. Ketidaksesuaian peraturan,
2. Pejabat pertahanan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah
yang tersedia,
6
Ningky, D. Aspek Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Atas Tanah Pasca Kerusuhan di Kec.
Sirimau Kota Ambo. Ppsgmmi, 05 Mei 2008. (Diakses pada 20 April 2020 di laman:
http:/ppsgmmi.blogspot.com/2008/05/skripsi.html)
7
Sumardjono,M. Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(ADR) di Bidang Pertanahan. Jakarta: Penerbit Kompas Gramedia, 2008. hlm. 38.
5
3. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap,
4. Data tanah yang keliru,
5. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa
tanah,
6. Transaksi tanah yang keliru,
7. Ulah hak pemohon,
8. Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih
kewenangan,
9. Pemindahan/penggeseran tanda batas tanah.
8
Abdurrahman. Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria. Bandung: Alumni, 1995. hlm. 85.
9
Murad, R. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah. Bandung: Mandar Maju, 1991. hlm. 22-23.
6
model penyelesaian sengketa yang dikenal dalam masyarakat tersebut pada
pokoknya, adalah:
1. Non Litigasi
a. Negosiasi
b. Mediasi
10
Kurniati, N. Hukum Agraria Sengketa Pertahanan Penyelesaian melalui Abitrase dalam teori dan
Praktik. Bandung: Refika Aditama, 2016. hlm. 187-190.
7
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan menegaskan
bahwa mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para
pihak dengan dibantu oleh mediator.
c. Konsultasi
d. Konsiliasi
Kata konsiliasi berasal dari bahasa inggris yaitu conciliation yang berarti
perdamaian. Seperti halnya konsultasi, negosiasi, ataupun mediasi UU Nomor 30
Tahun 1999 tidak merumuskan secara eksplisit atas pengertikan atau definisi dari
11
Wulandari, C. Kebijakan Nonpenal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perbankan.
Semarang: Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, 2013. hlml. 8.
12
Kurniati, N. Hukum Agraria Sengketa Pertanahan: Penyelesaian melalui Arbitrase dalam Teori
dan Praktik. Bandung: Refika Aditama, 2016, hlm. 186.
8
konsiliasi ini. Konsiliasi sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian
sengketa dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 angka 10 dan alinea ke 9
penjelasan umum Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 yang berbunyi “alternatif
penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli dan arbitrase.
e. Penilaian ahli
13
Widjaja, G. Seri Hukum Bisnis Alternative Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT. Raja Garindo,
2001. hlm. 96.
14
Kurniati, N. Hukum Agraria Sengketa Pertanahan: Penyelesaian melalui Arbitrase dalam Teori
dan Praktik. Bandung: Refika Aditama, 2016, hlm. 199-200.
9
f. Arbitrase
2. Ligitasi
Sengketa perdata yang terjadi antara dua belah pihak, yaitu pihak penggugat
dan pihak tergugat yang bersengketa. Barangsiapa yang merasa hak pribadinya
dilanggar oleh orang lain, maka yang bersangkutan apabila menghendaki
10
penyelesaian melalui pengadilan, menurut pasar 118 HIR/Pasal 142 RBG harus
mengajukan gugatan dengan permohonan agar pengadilan memanggil kedua belah
pihak untuk menghadap di muka sidang pengadilan untuk diperiksa sengketanya
atas dasar gugatan tersebut.
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Faktor Penyebab Timbulnya Sengketa Tanah di Kota Makassar
Tabel 1. Jenis Pekara Pengadilan Negeri Makassar Tahun 2019-April 2020
No Jenis Perkara Jumlah
1 Sengketa waris 4
2 Jual beli kerkali-kali 3
3 Penguasaan tanpa hak 11
4 Akta jual beli palsu 1
5 Sertifikat ganda 4
6 Sengketa batas 2
Sumber: http://sipp.pn-makassar.go.id/
12
Kasus sengketa tanah 209-April, 2020, jenis kasus yang tertinggi adalah
penguasaan tanpa hak yang umumnya dilakukan oleh kantor-kantor pemerintahan
di Kota Makassar dengan total 11 perkara dan jenis kasus penguasaan tanpa hak
dan yang paling rendah adalah akta jual beli palsu dengan 1 perkara
13
ditemukan titik terang diantara kedua belah pihak. Jadi, kasus perkara berlanjut
sampai di Pengadilan Kota Makassar dengan amar putusan sebagai berikut.
14
Secara garis besar, kasus sengketa tanah di Kota Makassar sudah menempuh
secara litigasi melalui mediasi oleh kedua belah pihak. Baik tergugat maupun
penggugat dalam mediasi tersebut sudah saling terbuka satu sama lain. Akan tetapi,
perkara tersebut masih belum dapat terselesaikan karena kedua belah pihak merasa
bahwa hasil dari mediasi tersebut masih menemukan titik terang. Akhirnya, jalur
hukum pun ditempuh, walapun telah banyak upaya yang telah dilakukan
sebelumnya.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
B. Saran
Setelah menguraikan bab-bab sebelumnya, dan kesimpulan yang diperoleh,
maka dapat diberikan beberapa saran berupa:
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1995. Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria. Bandung:
Alumni.
Harsono, B. 2007. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-
undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Jilid I, Hukum Tanah
Nasional. Jakarta: Djambatan.
Ihromi, T.O. 1993. Beberapa Catatan Mengenai Metode Kasus Sengketa yang
Digunakan dalam Antropologi Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kurniati, N. 2016. Hukum Agraria Sengketa Pertahanan Penyelesaian melalui
Abitrase dalam teori dan Praktik. Bandung: Refika Aditama.
Maggalatung, S. & Siagian, A. 2015. Pengantar Studi Antropologi Hukum
Indonesia. Jakarta: Press UIN.
Murad, R. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah. Bandung: Mandar
Maju.
Ningky, D. Aspek Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Atas Tanah Pasca
Kerusuhan di Kec. Sirimau Kota Ambo. Ppsgmmi, 05 Mei 2008. (Diakses
pada 20 April 2020 di laman:
http:/ppsgmmi.blogspot.com/2008/05/skripsi.html)
Salim. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Mataram:
Pustaka Reka Cipta.
Sumardjono, M. 2008. Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan. Jakarta: Penerbit
Kompas Gramedia.
Wulandari, C. 2013. Kebijakan Nonpenal dalam Penanggulangan Tindak Pidana
Perbankan. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Widjaja, G. 2001. Seri Hukum Bisnis Alternative Penyelesaian Sengketa. Jakarta:
PT. Raja Garindo.
Yamun, L.M. & Lubis, A.R. 2008. Hukum Pendaftaran Tanah. Jakarta: Mandar
Maju.
17