sumber daya alam (SDA), dan wilayah kepunyaan rakyat dengan badan usaha raksasa
yang bergerak dalam bidang infrastruktur, produksi, ekstraksi, dan konservasi; dan
maupun tidak menghilangkan klaim pihak lain. Konflik agraria yang dimaksud dimulai
oleh pemberian izin/hak oleh pejabat publik, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri
ESDM (Energi Dan Sumber Daya Mineral), Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional),
Gubernur, dan Bupati, yang memasukkan tanah, SDA, dan wilayah hidup kepunyaan
Produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia terus tumbuh pesat dari tahun ke tahun.
Indonesian Commercial News Letter (Juli 2011) produksi CPO meningkat menjadi 21,0
juta pada 2010 dari tahun sebelumnya 19,4 juta ton. Pada 2011 produksi diperkirakan
akan naik 4,7% menjadi sekitar 22,0 juta ton. Sementara itu, total ekspor juga
meningkat, pada 2010 tercatat sekitar 15,65 juta ton, kemudian diperkirakan akan
melonjak menjadi 18,0 juta ton pada 2011. Dari total produksi tersebut diperkirakan
hanya sekitar 25% sekitar 5,45 juta ton yang dikonsumsi oleh pasar domestik. Produksi
CPO sebanyak itu ditopang oleh total luas konsesi perkebunan kelapa sawit yang terus
bertambah yaitu menjadi 7,9 juta hektar pada 2011 dari 7,5 juta hektar pada 2010.
Domein Verklaring: Pernyataan yang menegaskan bahwa semua tanah yang orang lain
tidak dapat membuktikan bahwa tanah itu miliknya, maka tanah itu adalah milik
(eigendom) negara.
Pada akhir 2013 lalu, DPR dan pemerintah sepakat mengesahkan Undang-Undang (UU)
Desa. UU ini segera menumbuhkan optimisme di kalangan rakyat desa. Tak hanya
mengakui aspek kekhususan desa, UU ini juga memberi kewenangan yang lebih besar
bagi desa dalam perencanaan, penganggaran, dan pengaturan sumber daya untuk
pembangunan desa.
Lebih jauh lagi, UU ini diharapkan bisa mengatasi persoalan kemiskinan di desa.
Maklum, UU ini berjanji akan mengefektifkan pengelolaan aset desa dan peran Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes). Tak hanya itu, UU ini (pasal 72) juga akan mengalokasikan
anggaran dana dari APBN sebesar 10% dari dan di luar transfer daerah dan juga 10 %
dari APBD. Dari hitungan tersebut, setiap desa dari 72 ribu desa di Indonesia akan
mendapat kucuran dana minimal Rp 0,7 milyar hingga Rp 1,4 milyar per tahun.
Namun, ada hal yang luput disinggung oleh UU Desa ini, yakni reforma agraria. Agak
ironis juga, UU yang mendaku berbicara kepentingan rakyat di desa justru tidak
menyinggung soal reforma agraria. Padahal, menurut saya, kehidupan dan kesejahteraan
rakyat di desa sangat berkaitan dengan soal akses mereka terhadap sumber daya
agraria.
Kita tahu, sumber daya agraria, terutama tanah, merupakan faktor produksi yang
penting bagi rakyat di desa. Sektor pertanian menampung 43% dari total angkatan kerja.
Artinya, baik-buruknya penghidupan rakyat di desa sangat bergantung pada akses
rakyat desa terhadap tanah dan sumber daya agraria lainnya. Karena itu, jika berbicara
kesejahteraan rakyat di desa, akses dan kepemilikan tanah yang demokratis harus
terpastikan.