Disusun oleh :
1. Amar Prawijo (2102016106)
2. Fakhri Alwafi Madjid (2102016112)
3. Wafa Aulia (2102016117)
4. Nailiyatul Izza (2102016121)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum Agraria yang berjudul
“Konsepsi Hubungan Antara Bangsa, Negara dan Perseorangan dengan Objek Hukum Agraria”
ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda
kita Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan mu’jizat Al-Qur’an sebagai pedoman
hidup yang menuntun ke jalan yang benar sepanjang masa bagi umat manusia.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memnuhi tugas Bapak Dosen
Muhammad Shoim pada mata kuliah Hukum Agraria. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang “Konsepsi Hubungan antara Bangsa, Negara dan Warga
Negara dngan Objek Hukum Agraria” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Selesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan lahir batin dari berbagai
pihak. Sehingga penulis bermaksud untuk menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga
kepada yang terhormat.
1. Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag., selaku Rektor UIN Walisongo Semarang
2. Dr. H. Mohammad Arja Imroni, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Walisongo Semarang
3. Hj. Nur Hidayati Setyani, SH., M.H., selaku Kaprodi Hukum Keluarga Islam
4. Muhammad Shoim, S.Ag., M.H., selaku Dosen mata kuliah Hukum Agraria
5. Teman-teman yang telah membantu secara moral maupun material dalam penulisan
makalah ini
6. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan saran dan dukungan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
Sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai akhir.
Semoga Allah senantiasa meridhoi urusan kami. Aamiin .
Kata Pengantar
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..
A. Latar Belakang……………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………..
D. ffhgjh...............................................................................................................................
E. gyysgu.............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………
A. Aliran Mengenai Manusia dan Tanah……………………………………………………
B. Hubungan Bangsa dengan Tanah……………………………………........
C. Hubungan Negara dengan
Tanah...................................................................................................
D. Hubungan Warga Negara dengan
Tanah……………………………….......................................
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………
A. Kesimpulan………………………………………………………………………….
B. Saran…………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah hukum/peraturan hidup yang mengatur
masalah tanah. Dalam setiap hukum pun terdapat beberapa asas yang terkandung di
dalamnya sebagai pedoman dan syarat yang harus dipenuhi agar hukum tersebut dapat
terpenuhi. Seperti asas nasionalisme, asas dikuasai negara, asas hukum adat yang
disaneer dan asas fungsi sosial. Menurut Pasal 1 UUPA, ruang lingkup bumi adalah
permukaan bumi, dan tubuh bumi di bawahnya permukaan bumi sebagai bagian dari
bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksud bukan dalam pengaturan di segala aspek,
tetapi hanya mengatur salah satunya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut
hak-hak penguasaan atas tanah.
Dalam Hukum Agraria terdapat beberapa asas di dalamnya yaitu, asas fungsi sosial
ialah asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh melanggar maupun
bertentangan dengan norma kesusilaan maupun keagamaan yang berlaku serta tidak
boleh melanggar hak-hak orang lain termasuk untuk kepentingan umum, terdapat juga
asas nasionalisme, maka tidak ada orang di Indonesia yang tidak memiliki hak dalam
memiliki sebuah tanah, sehingga semua orang berhak memiliki kepemilikan pada
sebidang tanah asal membelinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Aliran Mengenai Manusia dan Tanah?
2. Bagaimana Hubungan Bangsa dengan Tanah?
3. Bagaimana Hubungan Negara dengan Tanah?
4. Bagaimana Hubungan Warga Negara dengan Tanah?
C. Tujuan
1. Untuk mengatahui apa saja aliran mengenai manusia dan tanah
2. Untuk mengatahui hubungan bangsa dengan tanah
3. Untuk mengatahui hubungan negara dengan tanah
4. Untuk mengatahui hubungan warga negara dengan tanah
BAB II
PEMBAHASAN
3. Aliran Teoritis1
Menurut Notonagoro ada beberapa faktor penyebab pertimbangan aliran
teoritis, ialah:
a. Faktor Manusia
Manusia mempunyai sifat dwi tunggal yaitu sebagai mahluk individu dan
mahluk social yang tidak dapat dipisahkan.
Hubungan manusia dengan tanah bersifat relative artinya kekuasaan manusia
atas tanah yang dimiliki itu harus ada batasannya yaitu kepentingan sosial
masyarakat.
b. Faktor Tanah
Perbandingan jumlah manusia dengan tanah sangat tidak seimbang.
Usaha yang harus dilakukan ialah bagaimana menjalin hubungan sebanyak
mungkin manusia dengan tanah.
Bagi manusia yang tidak dapat memiliki tanah harus diberi kemungkinan untuk
memperoleh manfaat atau menikmati hasil dari tanah tersebut.
c. Faktor masyarakat (Negara)
Konsep negara disini adalah Negara yang memperhatikan kedua sifat kodrat
manusia yang disebut sebagai Negara kebudayaan.
Tugas negara ini meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan
individu dan masyarakat.
Pemilikan tanah diserahkan pada masing-masing individu tetapi Negara berhak
menentukan kewajiban sosial yang dibebankan kepada hak milik perseorangan
tersebut.
d. Faktor Hukum2
Indonesia merupakan Negara hukum kebudayaan
1
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ismaya Yogyakarta:2011, hlm. 56.
2
_Op.cit_, hlm.2 www.academia.edu (https://www.academia.edu/36811103/RANGKUMAN_HAK_ATAS_TANAH)
RANGKUMAN HAK ATAS TANAH Academia.edu is a platform for academics to share research papers
Kaitannya hubungan manusia dengan tanah, hukum harus mengatur tentang
pengalokasian tanah untuk kepentingan Negara, masyarakat dan perseorangan
serta kepentingan perdamaian.
3
Abdurachman, Masalah Pencabutan Hak dan Pembebanan Atas Tanah di Indonesia, Seri Hukum Agraria I, Alumni,
Bandung, 1978, hlm. 11
4
Urip santoso, S.H.,M.H. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, PT Fajar Interpratama offset, Jakarta, hlm.10.
1) Dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain,
2) Dapat dijadikan jaminan suatu hutang,
3) Dapat dibebani hak tanggungan.5
Tanah merupakan salah satu kebutuhan primer manusia untuk sarana berlindung
serta melakukan berbagai aspek kegiatan, manusia tidak bisa terlepas dari tanah, karena
dengan tanah manusia dapat melakukan pembangunan atau melakukan perekonomian
seperti melakukan penanaman saham, baik dari aspek pertanian maupun pembangunan
ruko lainnya. Dalam pembangunan nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai
keperluan akan meningkat baik untuk keperluan pemukiman maupun kegiatan usaha.
Sebagai capital asset, tanah telah tumbuh.
Sebagai benda ekonomi yang sangat penting, tidak saja sebagai bahan perniagaan
tapi juga sebagai objek spekulasi. Disatu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan disisi lain harus dijaga
kelestariannya.6 Salah satu hak kebendaan atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1)
UUPA adalah hak milik hak atas tanah yang paling kuat dan terpenuh.terkuat
menunjukan bahwa jangka waktu hak milik tidak terbatas, serta hak milik juga terdaftar
dengan adanya “tanda bukti hak” sehingga memiliki kekuatan.
Terpenuh maksudnya hak milik memberi wewenang kepada empunya dalam hal
peruntukannya tidak terbatas. Dalam Pasal 19 Ayat 2 huruf c UUPA bahwa pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Maksud
bunyi pasal diatas dengan adanya sertifikat menentukan kepemilikan bidang tanah dan
merupakan alat bukti yang kuat. Menurut teori kepastian hukum yang dianut oleh Otto
teori kepastian hukum dibagi kedalam tiga poin, dimana salah satunya menyebutkan
“Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan- aturan tersebut”.
Perolehan hak atas tanah lebih sering dilakukan dengan kepemilikan hak, yaitu
dengan melalui jual beli. Perkataan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan,
jika seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara
sukarela. Selanjutnya Pasal 1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan
5
Bachsan Mustafa, Hukum Agraria dalam Perspektif, Cet. II, Remadja Karya CV Bandung, Bandung, 1985, hlm. 39.
6
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia,Malang, 2007, hlm. 1
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain (pembeli) untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.
Perjanjian jual beli saja tidak lantas menyebabkan beralihnya hak milik atas barang
dari tangan penjual ke tangan pembeli sebelum dilakukan penyerahan (levering). Pada
hakekatnya perjanjian jual beli itu dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap kesepakatan
kedua belah pihak mengenai barang dan harga yang ditandai dengan kata sepakat (Jual
beli) dan yang kedua, tahap penyerahan (levering) benda yang menjadi objek perjanjian,
dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik dari benda tersebut. Berdasarkan UUPA jual
beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas
tanah. Dalam pasal–pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi
disebut sebagai dialihkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka