Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH QAWAID AL-FIQHIYAH

PENGGUSURAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN GANTI RUGI

Di susun oleh :

Akbar Syahrul Baharuddin 10100119099

DOSA PENGAMPU :

Drs.H.M.Jamal Jamil.M.Ag

Hukum Keluarga Islam

Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2021/2022

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb.

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PENGGUSURAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN GANTI
RUGI” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Qawaid Al-Fikhiyah. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang judul malahan ini yaitu "PENGGUSURAN UNTUK
PEMBANGUNAN DAN GANTI RUGI" bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Drs.H.M.Jamal Jamil.M.Ag selaku Dosen Mata Kuliah
Qawaid Al-Fikhiyah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

MAKASSAR, 28 DESEMBER 2021

AKBAR SYAHRUL BAHARUDDIN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia kerap melakukan pembangunan infrastruktur, khususnya dalam sarana yang mendukung
mobilitas warga dan masyarakat, seperti halnya jalan tol dan revitalisasi jalur kereta api. Sebagai
dampak dari pembangunan yang dilakukan pemerintah, penggusuran lahan merupakan permasalahan
yang dapat menyebabkan konflik di masyarakat.

Pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol dan revitalisasi jalur-jalur kereta api
tentunya membutuhkan lahan luas, dengan demikian seringkali bersinggungan dengan pemilik atau
yang tinggal pada lahan yang tergusur tersebut. Faktor penyebab terjadinya konflik dalam penggusuran
lahan, masyarakat merasa dirugikan dan merasa tidak mendapat perlindungan, karena tidak sedikit
penggusuran dilakukan secara paksa.

Komunikasi dan sosialisasi yang sangat minim dengan pemilik lahan juga merupakan faktor yang
menimbulkan konflik. Upaya untuk mencegah terjadinya konflik dalam penggusuran lahan ini
semestinya bisa dilakukan, diantaranya dengan komunikasi dan sosialisasi kegiatan pembangunan,
penggantian ganti rugi yang layak, membangun mufakat dan membangun partisipasi masyarakat serta
relokasi yang layak. Namun demikian, dengan alasan kecepatan pembangunan yang segera, maka
seringkali masyarakat menjadi korban dari penggusuran lahan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya penggusuran lahan?

2. Bagaimana proses penyelesaian perkara penggusuran lahan?

3. Ganti rugi akibat penggusuran lahan itu seperti apa?

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PENGGUSURAN LAHAN


Penggusuran yakni pengusiran paksa baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang dilakukan
pemerintah setempat terhadap penduduk yang menggunakan sumber daya lahan untuk keperluan
hunian maupun usaha. Penggusuran terjadi di wilayah urban karena keterbatasan dan mahalnya lahan.
Sedangkan di wilayah rural penggusuran biasanya terjadi atas nama pembangunan proyek prasarana
besar seperti misalnya bendungan.

Di kota besar, penggusuran kampung miskin menyebabkan rusaknya jaringan sosial antar tetangga dan
keluarga, merusak kestabilan kehidupan keseharian seperti bekerja dan bersekolah serta melenyapkan
aset hunian. Penggusuran adalah pelanggaran hak tinggal dan hak memiliki penghidupan.

Bila melihat konvensi internasional hak ekonomi sosial dan budaya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sudah menganggap penggusuran ini sebagai pelanggaran atau kejahatan hak asasi manusia yang serius.
Dikatakan sebagai kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) serius karena dalam proses penggusuran terjadi
pelanggaran HAM yang dilakukan secara berlapis. Tidak hanya perampasan hak atas tanah dan
bangunannya, tetapi juga hak asasi kesehatan, hak asasi identitas, bahkan asasi pendidikannya.

Pada dasarnya proses pembangunan infrastruktur dan penegakan HAM ini bisa berjalan beriringan.
Penolakan terhadap relokasi ataupun penggusuran bukan berarti penolakan terhadap pembangunan
yang akan dilakukan oleh pemerintah. Penggusuran menimbulkan kemiskinan struktural, karena orang-
orang yang dirampas lahannya kebanyakan terjebak dalam jurang kemiskinan. Indonesia seharusnya
melihat kembali konvensi internasional hak ekonomi dan sosial budaya, meskipun konvensi ini sudah
diratifikasi dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2005.

Langkah perbaikan ditunjang dengan berkembangnya kapasitas Kementerian PPN / Bappenas dalam
memberikan fasilitas penyiapan proyek, serta dilanjutkan oleh PPP Unit di Kementerian Keuangan
dengan memberikan Project Development Fund (PDF) dan Transaction Advisory untuk proyek KPBU,
sehingga diharapkan agar investor tertarik untuk mendanai proyek. Berbagai kebijakan pembangunan
ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun pemerintah juga harus memperhatikan
dampak pembangunan tersebut.

Terkait dengan proses penggusuran, dalam perintah umum konvensi internasional hak ekonomi, sosial,
dan budaya sudah ada arahan dalam pelaksanaannya yang tertuang dalam general command nomor 4
tentang hak atas tempat tinggal yang layak dan nomor 7 tentang hak atas tempat tinggal yang layak:
pengusiran paksa.
2. UANG GANTI RUGI AKIBAT PENGGUSURAN LAHAN

Pemberian uang ganti rugi yang sesuai dengan nilai tanah atau rumah yang digusur sudah sesuai dengan
prinsip HAM. Hal ini karena masalah ganti rugi sebenarnya tidak hanya soal ganti rugi secara fisik, tapi
ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam ganti rugi atas suatu penggusuran lahan.

Penilaian besarnya nilai ganti rugi lahan yang diambil kembali oleh negara untuk kepentingan umum
ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan. Besaran ganti rugi lahan tersebut merupakan nilai pada saat
pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.

Selanjutnya penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik. Berdasarkan Pasal 63 Peraturan Presiden No.
71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.

Setelah ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, nilai ganti kerugian tersebut menjadi dasar
musyawarah penetapan ganti kerugian dengan pihak penyewa tanah yang diambil kebali haknya oleh
negara.

Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang
berhak. Namun jika tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.

Pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling
lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.

Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari
kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Berdasarkan Pasal 5 UU 2/2012, pemilik tanah wajib
melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari
kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Berdasarkan Pasal 5 UU 2/2012, pemilik tanah wajib
melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal itu
dilakukan setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Tentunya, semua terjadi kedua belah pihak telah melakukan
kesepakatan bersama.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kasus penggusuran tanah yang kita bahas pada makalah ini adalah kasus yang juga menjadi
kontroversial menurut penulis karena menimbulkan banyak konflik yang berkelanjutan apabila tidak
diselesaikan di pengadilan. Tinjauan yuridis terhadap pelaksanaan penggusuran pemukiman
berdasarkan perspektif HAM yang dijelaskan pada UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
sudah sesuai dengan Pasal 9 yang berbunyi“

(1) Setiap orang berhak untuk hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.

(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Serta sesuai dengan pasal 36 ayat
(1) yang berbunyi : “Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak
melanggar hukum.” Di dalam kasus ini dalam pelaksanaan penggusuran lahan , pemerintah atau pihak
terkait sudah memenuhi hak yang dijelaskan di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM yang salah satunya dengan memberikan pemukiman baru yang lebih kondusif dan memberikan
rasa nyaman agar terhindar dari banjir untuk bisa mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya. Pada dasarnya mendirikan bangunan di sekitar bantaran sungai tidak dibenarkan, karena
selain menyebabkan banjir juga akan membahayakan para warga yang tinggal disekitar tempat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

https://heylawedu.id/blog/pencegahan-konflik-penggusuran-lahan

Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah.

Perpres No. 30 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum.

https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20210421/47/1384414/pp-19-atur-ganti-rugi-
pembebasan-tanah-untuk-kepentingan-umum

https://www.99.co/blog/indonesia/ganti-rugi-lahan/

Anda mungkin juga menyukai