Anda di halaman 1dari 15

KAJIAN KONFLIK AGRARIA DI PROVINSI JAWA TIMUR

ANTARA TAHUN 1998 S/D 2020 DAN


CARA MENGATASINYA

Oleh

Ananda Dermawan
1815013023

Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika


Fakultas Teknik Universitas Lampung
Bandar Lampung
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1. Latar Belakang.............................................................................
1.2. Rumusan Masalah........................................................................
1.3. Tujuan..........................................................................................

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN..................................................................


2.1. Konflik Pertanahan di Provinsi Jawa Timur................................
2.2. Penyelesaian Konflik...................................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................


3.1. Kesimpulan..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
penulisan makalah ini bisa diselesaikan tanpa ada kendala. Tak lupa saya ucapkan
terimakasih kepada Dosen Pembimbing Bapak Ir. Fauzan Murdapa S.T., M.T.
yang telah memberikan arahan dalam proses penyelesaian makalah.
Makalah ini saya buat sebagai Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah
Survei Kadastral Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika Universitas Lampung
Tahun ajaran 2020/2021 yang berjudul ”Kajian Konflik Agraria di Provinsi Jawa
Timur Antara Tahun 1998 s/d 2020 dan Cara Mengatasinya”.
Saya berharap pembaca dapat mendapatkan manfaat dan wawasan dari isi
makalah ini. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah, saya menerima segala masukan berupa kritik dan saran dari pembaca.

Palembang, 8 Desember 2020

Ananda Dermawan
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia,


hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan
memanfaatkan tanah untuk sumber kehidupan dengan menanam tumbuh-
tumbuhan yang menghasilkan makanan. Mengingat begitu pentingnya tanah
karena dapat menghasilkan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi
orang banyak maka perlu diatur oleh pemerintah.

Tanah merupakan modal dasar pembangunan, dalam kehidupan


masyarakat pada umumnya menggantungkan kehidupannya pada manfaat
tanah dan memiliki hubungan yang bersifat abadi dengan negara dan rakyat.
Oleh karena itu hukum keagrariaan di Indonesia secara umum telah diatur
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (UUPA), yang merupakan pelaksanaan Pasal 33 ayat 3 UUD
1945 yang menyatakan bahwa :
”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”.

Tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari,


bahkan dapat dikatakan setiap saat manusia berhubungan dengan tanah.
Setiap orang memerlukan tanah tidak hanya pada masa hidupnya, Oleh sebab
itu tanah adalah merupakan kebutuhan vital manusia.

Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) dimana mereka saling


membutuhkan satu sama lain. Dengan adanya hubungan timbal balik, maka
sering kali timbul fenomena sosial berupa konflik yang timbul akibat adanya
kepentingan yang berbeda-beda. Dengan timbulnya konflik, maka hukum
memegang peranan penting dalam menyelesaikan konflik tersebut.

Konflik agraria merupakan konflik yang berhubungan dengan tanah.


Konflik agraria terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah penguasaan
atas tanah serta perebutan sumber daya alam. Konflik agraria timbul sebagai
akibat dari adanya ketidakserasian/kesenjangan terkait sumber-sumber agraria
yang tidak lain adalah Sumber Daya Alam (SDA). Pada umumnya konflik
agraria melibatkan banyak pihak serta banyak peraturan, oleh karena itu
konflik agraria merupakan sebuah konflik yang kompleks. Konflik mengenai
persoalan tanah terjadi pada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Menurut Badan Pertanahan Nasional pada tahun 2015 jumlah konflik agraria
yang terjadi di Indonesia mencapai 231 kasus. Angka ini bertambah sekitar
60% dibanding konflik agraria yang terjadi pada tahun 2014 sebesar 143
kasus. Konflik tersebar di seluruh wilayah di Indonesia dengan total luas
lahan konflik agraria seluas 770.341 ha2.
Secara garis besar tipologi kasus-kasus di bidang pertanahan dapat dibagi
menjadi lima kelompok :
1. Kasus-kasus berkenaaan dengan penggarapan rakyat atas
tanahtanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
2. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan
landreform.
3. Kasus kasus berkenaan dengan ekses ekses penyediaan tanah
untuk perkebunan.
4. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah.
5. Sengketa berkenaan dengan tanah ulayat.

Pada dasarnya sumber konflik pertanahan sekarang ini sering terjadi antara
lain disebabkan oleh :
1. Pemilikan/penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak
merata;
2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan non pertanian;
3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi
lemah;
4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat
atas tanah (hak ulayat);
5. Lemahnya posisi masyarakat pemegang hak atas tanah dalam
pembebasan tanah;
6. Permasalahan pertanahan dalam penerbitan sertifikat yang antara
lain :
a. Proses penerbitan sertifikat tanah yang lama dan mahal.
b. Sertifikat palsu
c. Sertifikat tumpang tindih (overlapping)
d. Pembatalan sertifikat.

Untuk itu berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu


mengupayakan penyelesaian sengketa tanah dengan cepat untuk menghindari
penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan masyarakat misalnya
tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut dalam sengketa.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) dituntut lebih proaktif dalam


penyelesaian konflik pertanahan sesuai dengan sebelas agenda BPN RI
khususnya agenda ke-5 menyebutkan “Menangani dan Menyelesaikan
Perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia
secara sistematis”, serta TAP MPR RI No:IX/MPR/2001 tentang
Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Pasal 4 huruf (d),
menyebutkan :
“Mensejahterakan rakyat terutama melalui peningkatan kualitas
sumber daya manusia di Indonesia”
dan Pasal 5 huruf (d), menyebutkan :
“Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya
agrarian yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi
potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya
penegakan hukum”.

Sehubung dengan latar belakang yang dituliskan, penulis ingin mengkaji


beberapa peristiwa konflik pertanahan yang terjadi di Indonesia khususnya di
Provinsi Jawa Timur antara tahun 1998 hingga tahun 2020.

1.2. Rumusan Masalah

Rangkuman peristiwa konflik pertanahan di Provinsi Jawa Timur antara


tahun 1998 sampai 2020.

1.3. Tujuan

Pembaca dapat mengetahui kasus pertanahan di Indoensia mulai dari


penyebabnya, individu/kelompok yang terlibat, serta bagaimana cara
pemerintah menangani kasus tersebut.
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Konflik Pertanahan di Provinsi Jawa Timur.

a. Sengketa Tanah di Pasuruan (1998).


Pada 30 Mei 2007 terjadi bentrokan antara warga desa Alas
Trogo, Pasuruan, Jawa Timur dengan anggota Marinir yang dipicu oleh
persoalan sengketa tanah sejak tahun 1998. Bentrokan ini
mengakibatkan 4 korban tewas dan 8 orang lainnya luka-luka.
(Sumber : Website Detik News, news.detik.com).

b. Konflik Penguasaan Tanah Perkebunan di Kecamatan Ngancar,


Kabupaten Kediri Tahun 1998.
Konflik ini berawal dari keluarnya Keputusan Badan Pertanahan
Nasional Nomor 66 / HGU / BPN / 2000 yang memutuskan bahwa tanah
yang pernah dikuasai oleh PT SSP seluas 654,92 hektar dinyatakan
sebagai tanah negara dan diusahakan untuk digarap. HMETD seluas
3.842.760 M2 (tiga juta delapan ratus empat puluh dua ribu tujuh ratus
enam puluh meter persegi) kepada PT. SSP dan 2.500.000 (250 Ha)
lainnya ditetapkan sebagai obyek land reform.
Penyelesaian konflik ini awalnya dilakukan dengan pendekatan
dan diskusi yang melibatkan berbagai pihak. Namun cara ini pada
akhirnya tidak dapat menyelesaikan konflik, dan akhirnya
penyelesaiannya dilakukan melalui keadilan. Dalam proses peradilan,
mulai dari putusan PTUN, Pengadilan Perdata hingga MA, semuanya
berpihak pada pihak PT SSP. Namun putusan pengadilan yang sudah
berkekuatan hukum tetap itu tidak bisa dinikmati PT SSP, karena BPN
sebagai pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan tersebut.
Karena belum adanya kepastian, akhirnya penyelesaian kembali
dilakukan melalui beberapa sertifikat kasus oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Kediri. Terakhir, pada tahun 2011, PT SSP merelakan lahan
seluas 250 hektar, untuk dilepas dan ditetapkan sebagai objek Land
reform yang akan didistribusikan kembali kepada petani di tiga desa.
(sumber data data berasal dari Dokumen Organisasi Kelompok Tani
“Tri Sakti” Ngancar)

c. Konflik Tanah di Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang Tahun 1999.


Konflik ini terjadi antara pihak perkebunan PT Sumber Manggis
dengan petani Jogomulyan. Konflik yang terjadi bermula ketika tahun
1965, tanpa diketahui asal muasalnya, lahan perkebunan yang selama ini
dikelola oleh petani Jogomulyan diambilalih dan menjadi milik PT
Sumber Manggis dengan HGU Nomor 33/HGU/DA/80. Secara de facto,
bahkan secara yuridis konstitusional, seharusnya petani Jogomulyan
mendapatkan prioritas utama untuk memperoleh pemberian hak milik
atas tanah eks perkebunan Belanda seluas 526 hektare.
(sumber : artikel Mohammad Eko Prasetyo. et al.,Konflik Tanah Di
Kecamatan Tirtoyudo Kabupeten Malang Tahun 1999).

d. Sengketa Kepemilikan Tanah Di Batas Wilayah Desa Banjararum,


Kabupaten Malang Tahun 2009.
Kasus ini bermula dari keinginan pembeli yaitu Tuan Achmad
Setiyono untuk mensertifikatkan tanah miliknya yang masih berupa tanah
bekas hak adat. Tanah tersebut dibelinya dari Tuan M. Kholil Hadi
selaku penjual yang dibuktiakan dengan Akta Jual Beli No. 12/7/II/Kec.
Sgs/2009, pada 12 Februari 2009, yang dibuat oleh dan di hadapan Drs.
Cholik MM, selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pada 12 April
2014, Tuan Achmad Setiyono telah mengajukan berkas permohonan
pendaftaran hak milik terhadap objek berupa tanah bekas hak milik Adat
kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Malang, dengan
kelangkapan berkas yang telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah
No.24 Tahun 1997.
Namun, pada tanngal 28 Mei 2015, Kepala Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Malang menerbitkan surat yang pada pokoknya
menyatakan bahwa permohonan Tuan Achmad Setiyono tidak dapat
diproses lebih lanjut dan oleh karena telah terdapat pendaftaran atas
tanah tersebut sebagai berikut : Sertifikat Hak Milik No. 731/Desa
Tunjungtirto, Surat Ukur tanggal 12 Juli 2007, No. 00032/2007, Luas
4.209 meter persegi, diterbitkan tanggal 23 Juli 2007 atas nama
Moehammad Soebadji.
(sumber : artikel Dzia Firdauzy. “Sengketa Kepemilikan Tanah Di Batas
Wilayah Desa”)

e. Sengketa Tanah Jalan Raya Babatan VI Unesa Lidah Wetan Surabaya


(2019).
Kasus ini bermula ketika tanah milik Vivi yang terletak di Jalan
Raya Babatan VI Unesa Lidah Wetan, Kec. Lakarsantri, Kota Surabaya
dipagar oleh orang suruhan Budhi Hartono Sidharta yang beralamat di
Jalan Krembang Barat , RT.04 RW.04 Kelurahan Krembangan Selatan,
Kec. Krembangan, Kota Surabaya. Vivi Melaporkan kasus pemagaran
tanah ke Polrestabes Surabaya. Selain itu Advokad dan Konsultan
Hukum Vivi juga melakukan pemblokiran sertifikat nomor 223 atas milik
Budi Hartono Sidharta kepada Badan Pertanahan Nasional.
(Sumber : website kilasjatim.com)

f. Sengketa Tanah di Lingkungan Perumahan Mewah Pakuwon Indah


(2020).
Konflik pertanahan ini melibatkan antara Ahli Waris alm. Satoewi
(penggugat) dengan PT Artisan Surya Kreasi (tergugat). Penggugat
mengakui bahwa tanah di Lingkungan Perumahan Mewah Pakuwon
Indah, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya itu
adalah milik keluarganya.
(Sumber : website momentum.com)

2.2. Penyelesaian Konflik

Berikut upaya pemerintah dalam mengatasi/meredam konflik pertanahan


yang paparkan pada sub bab 2.2.

a. Sengketa Tanah di Pasuruan (1998).


Pihak yang terkait dalam kasus ini yaitu Warga Desa Alas Trogo,
Pasuruan, Jawa Timur, dengan anggota mariner TNI AL.
Berdasarkan informasi dari Dinas Informasi dan Komunikasi
Pemprov Jatim sengketa tanah itu bermula ketika pada tahun 1960 TNI
AL membeli tanah di Grati Pasuruan seluas 3.569 hektar.Tanah itu
tersebar di 11 desa dan 2 kecamatan, yakni Kecamatan Nguling dan
Lekok. Sedangkan 11 desa yakni Sumberanyar, Sumberagung,
Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Branang, Gejugjati,
Tamping dan Alastelogo. Dana yang dikeluarkan TNI AL untuk membeli
tanah tandus kering ekstrim dan sulit air itu sebesar Rp. 77.658.210.
Pembayaran tanah dan penggantian bangunan diselesaikan tahun 1963,
namun masih ada sebagian kecil penduduk yang belum melaksanakan
pemindahan rumahnya.
Pada tahun 1966 agar tidak terlantar, tanah TNI AL Grati dikelola
oleh Puskopal untuk ditanami pohon jarak dan palawija sampai dengan
tahun 1982.Kemudian pada tahun 1984 keluar Surat Keputusan KSAL
No. Skep/675/1984 tanggal 28 Maret 1984 yang menunjuk Puskopal
dalam hal ini Yasbhum (Yayasan Sosial Bhumyamca) untuk
memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan perkebunan produktif,
dengan memanfaatkan penduduk setempat sebagai pekerja.Upaya-upaya
penyelesaian sertifikasi tanah yang dilaksanakan Lantamal III Surabaya
sejak 20 Januari 1986 dapat terealisir oleh BPN pada tahun 1993 dengan
terbitnya sertifikat sebanyak 14 bidang dengan luas 3.676 hektar. Lalu 3
Februari 1997 TNI AL melaksanakan ruislag berdasarkan surat
persetujuan Menteri Keuangan dengan PT PLN seluas 43,8 hektar berupa
20 unit rumah jabatan TNI AL di Kenjeran Surabaya, dan PT Pasuruan
Power Company (PPC) seluas 57,2 hektar berupa tanah seluas 40,1
hektar di Desa Mondoluku, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten
Gresik.Lalu 20 November 1993 Bupati Pasuruan mengirimkan surat
kepada Komandan Lantamal III Surabaya perihal usulan pemukiman
kembali non pemukim TNI AL di daerah Prokimal Grati. Kemudian
Bupati Pasuruan mengajukan surat kepada KSAL pada 3 Januari 1998
untuk mengusulkan bahwa tanah relokasi untuk penduduk non pemukim
TNI AL agar diberikan seluas 500 meter persegi per KK.
Pada 19 Agustus 1998 terjadi unjuk rasa para warga pemukim non
TNI AL (bekas pemilik tanah Desa Alastlogo, Sumberanyar dan Pasinan
yang dikoordinir Pengacara Probolinggo atas nama MS Budi Santoso,
SH dan Pengacara Madang atas nama Ismail Modal, SH dengan
memberikan surat terbuka menuntut pengembalian tanah yang telah
dibeli TNI AL.Mereka menggugat PN Pasuruan pada 4 November 1999
dan sengketa tanah diputus dengan putusan bahwa gugatan warga tidak
dapat diterima. Hal ini mengingat secara formal TNI AL telah
mempunyai sertifikat hak atas tanah Grati hasil pembebasan tanah
melalui Panitia Pembebasan Tanah Untuk Negara (PTUN) pada tahun
1960-1963, sementara warga masyarakat penggugat tidak memiliki bukti
apapun. Setelah kalah di Pengadilan, warga mulai melakukan perlawanan
pada September 2001 dengan menebang 12.000 pohon mangga siap
panen, merusak pompa dan jaringan pengairan perkebunan, penutupan
jalan pantura, penyerobotan lahan.
Karena untuk merehabilitasi kerusakan perkebunan produktif dan
sistem pengairan membutuhkan biaya besar TNI AL memutuskan pada
tanggal 16 Mei 2001 untuk menjadikan wilayah Grati menjadi Pusat
Latihan Tempur Marinir. Pada 5 Februari 2007 Bupati Pasuruan Jusbakir
Aljufri didampingi Ketua DPRD Pasuruan Ahmad Zubaidi beserta unsur
Muspida Pasuruan mengadakan pertemuan dengan Pangarmatim di
Surabaya. Dalam pertemuan itu disepakati masing-masing pihak akan
mengangkat permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi.Armatim akan
membawa masalah ini ke Mabes TNI AL dan Mabes TNI, sedangkan
Bupati Pasuruan mengupayakan ke Gubernur Jawa Timur dan Mendagri

b. Konflik Penguasaan Tanah Perkebunan di Kecamatan Ngancar,


Kabupaten Kediri Tahun 1998.
Pihak yang terlibat dalam konflik ini yaitu PT Sumber Sari Petung
dengan Warga Masyarakat Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa
timur. Timbulnya konflik antara petani dengan perusahaan perkebunan
disebabkan karena negara memberikan Hak Guna Usaha kepada PT.
Sumber Sari Petung. Padahal telah ditemukan Fotokopi Letter C yang
berisi tentang kepemilikan tanah tersebut.
Penyelesaian konflik tersebut pada awalnya dilakukan pendekatan
dan musyawarah dengan melibatkan berbagai pihak. Akan tetapi, cara ini
tidak dapat menyelesaikan konflik, akhirnya penyelesaian dilakukan
melalui peradilan. Mulai dari Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTUN) sampai putusan Mahkamah Agung semuanya dimenangkan
pihak PT. SSP. Tetapi pihak BPN selaku tergugat dan pihak yang
dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Akhirnya,
penyelesaian kembali melalui mediasi oleh Kantor Pertanahan Kediri
dengan dilakukan beberapa kali gelar perkara intern. Pada tahun 2011,
PT. SSP merelakan tanahnya seluas 250 Ha untuk dilepas dan dinyatakan
sebagai tanah objek landreform yang akan diredistribusikan kepada para
petani tiga desa tersebut.

c. Konflik Tanah di Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang Tahun 1999


Konflik tersebut melibatkan Para Petani Jogomulyan dengan PT.
Sumber Manggis. Sengketa tanah bermula ketika PT. Sumber Manggis
secara sepihak melakukan pengajuan Hak Guna Usaha lahan perkebunan
seluas 526 Ha dengan HGU Nomor 33/HGU/DA/80 tanpa meminta izin
pada petani Jogomulyan sebagai penggarap pertama.
Upaya penyelesaian konflik ini yaitu melakukan kajian ulang
penerbitan HGU Nomor 33/HGU/DA/80. Berdasarkan hasil investigasi,
usaha untuk mendapatkan HGU tersebut ternyata banyak terjadi
penyelewengan. Hasil dari proses yang panjang, dalam hal ini pihak
terkait seperti BPN Malang, Pemerintah Daerah Malang, dan Mendagri
untuk pertama kalinya mengeluarkan sertifikat HGU kepada Petani
Jogomulyan yang diwakili oleh Panitian P3T tertanggal 15 Desember
2011.

d. Sengketa Kepemilikan Tanah Di Batas Wilayah Desa Banjararum,


Kabupaten Malang Tahun 2009.
Individu yang terlibat dalam kasus ini yaitu Bapak Achmad
Setiyono (penggugat) dengan Moehammad Soebadji (tergugat).
Berdasarkan kronologi yang telah di jelaskan pada sub bab 2.2. Lanjutan
Bapak Achmad Setiyono dalam upaya menyelesaikan kasus tersebut
yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal yang
menjadi sengketa yaitu Sertifikat Hak Milik No. 731/Desa Tunjungtirto, Surat
Ukur tanggal 12 Juli 2007, No. 00032/2007, Luas 4.209 meter persegi,
diterbitkan tanggal 23 Juli 2007 atas nama MOEHAMMAD SOEBADJI.

e. Sengketa Tanah Jalan Raya Babatan VI Unesa Lidah Wetan Surabaya


(2019).
Konflik ini melibatkan Vivi Damayanti (penggugat) dengan Budhi
Hartono Sidharta (tergugat). Upaya hukum yang dilakukan Vivi yaitu
memohon perlindungan hukum dan melaporkan kasus pemagaran tanah
milih Vivi ke Polrestabes Surabaya. Selain itu Vivi beserta tim kuasa
hukumnya mengajukan pemblokiran sertifikat nomor 223 atas nama
Budhi Hartono Sidharta.

f. Sengketa Tanah di Lingkungan Perumahan Mewah Pakuwon Indah


(2020).
Sengketa lahan tersebut melibatkan Tujuh ahli waris Almarhum
Satoewi(penggugat) dengan PT. Artisan Surya Kreasi(tergugat). Konflik
ini ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
PTUN menggelar siding pemeriksaan setempat yang dihadiri pihak
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya, Pak Somo
(perwakilan tujuh ahli waris) serta tergugat intervensi dari PT. Artisan
Surya Kreasi. Kemudian diadakan agenda selanjutnya yaitu siding
mendengar keterangan dari saksi penggugat yang di gelar tanggal 1
September 2020 di PTUN Surabaya. Hingga saat ini masih menunggu
hasil.
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Peristiwa konflik pertanahan terus terjadi setiap tahunnya. Bahkan terdapat


banyak sekali kasus yang belum terpecahkan. Dalam hal ini, Pemerintah
Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kasus demi
kasus yang beredar tetapi masih belum bisa menunjukkan hasil yang
maksimal hingga sekarang.
Berdasarkan peristiwa konflik pertanahan yang telah dipaparkan
sebelumnya, beberapa diantaranya disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat
kecil akan system pertanahan sehingga pihak individu maupun perusahaan
yang tidak bertanggungjawab dengan mudahnya memanfaatkan
ketidaktahuan tersebut untuk kepentingan mereka pribadi.
Oleh sebab itu, untuk memajukan System Pertanahan sekaligus
mengurangi konflik-konflik pertanahan yang terjadi di Indonesia. kita sebagai
masyarakat Indonesia juga harus memiliki kesadaran diri untuk belajar
mengenai system pertanahan di Indonesia, dengan begitu kita bisa
meminimalisir terjadinya persengketaan tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Arief S. UUPA: Hukum Agraria, dan Hukum Tanah di Indonesia. Surabaya:


Pustaka Tinta Mas, 2011.

Arifin, Edy B. “Konflik Antara Petani dengan PTP XXVII (1970-1979)”, Skripsi
pada S-1 Universitas Gajah Mada, 1992.

Badan Pertanahan Nasional, 2007, Reforma Agraria: Mandat Politik,Konstitusi,


dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan “Tanah untuk Keadilan dan
Kesejahteraan Rakyat”,BPN, Jakarta.

Clark, Samuel. 2004. Sepuluh Studi Kasus Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam
dari Jawa Timur dan Flores. Jakarta, penerbit : The Conflict and
Community Development Research and Analytical Team.

Firdausy, Dzia, dkk._____. Sengketa Kepemilikan Tanah Di Batas Wilayah Desa.


Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Prasetyo, Mohammad Eko, dkk. 2013. Konflik Tanah Di Kecamatan Tirtoyudo


Kabupaten Malang Tahun 1999. Universitas Jember, Artikel Imiah
Mahasiswa.

Wibawanti, Erna Sri dan Suswoto. 2017. Konflik Penguasaan Tanah Perkebunan.
Universitas Janabadra, Jurnal Kajian Hukum Volume 2 Nomor 1.

Internet

Detik News. 2007. Riwayat Sengketa Tanah di Pasuruan Versi Pemprov Jatim.
Diakses pada : https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-
787229/riwayat-sengketa-tanah-di-pasuruan-versi-pemprov-jatim.

Kilas Jatim. 2020. PTUN Surabaya Menggelar Sidang Pemeriksaan Setempat


Kasus Sengketa Tanah di Salah Satu Perumahan Mewah di Surabaya.
Diakses pada : http://kilasjatim.com/ptun-surabaya-menggelar-sidang-
pemeriksaan-setempat-kasus-sengketa-tanah-di-salah-satu-perumahan-
mewah-di-surabaya/.
Momentum. 2019. Sengketa Tanah Jalan Raya Babatan VI Unesa Lidah Wetan.
Diakses pada : https://memontum.com/101315-advokad-sai-rangkuti-
blokir-sertifikat-budi-hartono-sidarta-sengketa-tanah-jalan-raya-babatan-
vi-unesa-lidah-wetan.

Anda mungkin juga menyukai