Disusun oleh:
1. Raihan Nasywa Dhiyaul Haq 2010201135
2. Rahma Dewi Yuliani 2010201136
3. Ardinal Frandi Kesumo 2010201145
4. Muhammad Alfito Adiyana 2010201147
5. Nur Azizah Dwijo Susanto 2010201048
6. Putri Hudaya 2010301158
7. Sulbi Yafirrul Huda 2010201066
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
kejadian ini dan banyaknya korban yang berjatuhan, tidak serta merta membuat aparat yang
berwenang untuk segera turun tangan mengatasi. Butuh waktu lama dan para aparat hanya
berhasil meredam tragedi ini dengan hasil yang minim. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya
korban, hingga ratusan yang meregang nyawa.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab dari konflik sampit dan Madura.
2. Untuk mengetahui apa saja efek yang terjadi setelah terjadinya konflik ini.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara konflik ini bisa terselesaikan.
4. Untuk mengetahui bagaimana sikap dari antar-etnis tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
Perpecahan itu sendiri terjadi saat ikatan kolektif yang mempersatukan anggota kelompok
telah hilang. Berdasarkan hal tersebut, disintegrasi sosial dapat dikatakan sebagai terpecahnya
suatu kelompok sosial menjadi beberapa unit sosial yang terpisah. Gejala awal disintegrasi dalam
masyarakat, yaitu:
a. Tujuan yang menjadi pegangan dalam suatu kelompok tidak berdasarkan
keputusan bersama;
b. Tidak membantunya norma sosial dalam mencapai tujuan yang disepakati;
c. Adanya anggapan bahwa norma sosial sudah tidak sesuai;
d. Melemahnya sanksi; dan
e. Masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
norma (dalam Suryana. 2020).
Disintegrasi yang timbul akibat adanya anomie yakni suatu kondisi tanpa adanya norma,
dapat menyebabkan terjadinya masalah sosial seperti kriminalitas. Bentuk kriminalitas tersebut
dapat berupa perampokan, pencurian, penjarahan, pembunuhan, penganiayaan, dan tindak
kejahatan lain yang merugikan. Tanpa adanya norma, maka tindak kejahatan yang dilatar
belakangi beragam faktor dapat dengan mudah terjadi dalam masyarakat. Faktor yang biasanya
melatar belakangi suatu kriminalitas, antara lain krisis ekonomi dan dendam (dalam Suryana.
2020).
3
4
Oleh karena pergolakan daerah atau konflik antar kelompok dapat menimbulkan
permasalahan sosial, maka diperlukan cara untuk meminimalisir terjadinya konflik tersebut. Cara
yang dapat dilakukan yakni dengan menyusun rencana pembangunan yang mengarah pada
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Rencana pembangunan tersebut juga harus
meminimalkan terjadinya konflik. Selain itu, diperlukan pula kontrol sosial dengan
memfungsikan secara optimal lembaga sosial kemasyarakatan (dalam Suryana. 2020).
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut Riwanto (dalam, Sudagung, 2001), mengutip laporan Human Right Watch, 1997
dalam laporan tentang Comunal Conflict di Kalimantan Barat, memberikan tiga argumentasi
yang menjelaskan latar belakang terjadinnya konflik etnis di Kalimantan. Pertama, argumentasi
budaya, yang menganggap bahwa perbedaan budaya antara kedua kelompok etnik, seperti
penyelesaian persengketaan dengan cara kekerasan dan pertingkaian darah dianggap sebagai
alasan seringnya terjadi konflik antara kedua etnik, terutama Dayak dan Madura. Kedua,
argumentasi marginalisasi mengungkapkan bahwa proses marginalisasi yang dialami penduduk
lokal (Dayak) akibat berbagai kebijakan pemerintah yang sangat merugikan penduduk asli
sebagai akar resistensi perlawanan dari penduduk setempat terhadap segala sesuatu yang berasal
dari luar (termasuk pendatang etnis Madura). Ketiga, argumentasi manipulasi politik, yaitu suatu
penilaian yang beranggapan bahwa faktor budaya dan sosial-ekonomi meskipun diakui berperan,
tidak cukup kuat untuk mendorong terjadinya konflik etnik berskala besar seperti yang terjadi di
Kota Sampit, Kalimantan Tengah, apabila tidak ada pihak ketiga yang berusaha memanipulasi
keadaan. (Shohibul. 2002)
Konflik yang terjadi antar suku Dayak dan Madura juga bukan hanya terjadi di tahun
2001. Setidaknya telah tercatat 16 kerusuhan diantara kedua suku ini. Beberapa catatan terkait
kerusuhan yang pernah terjadi, antara lain:
1. Tahun 1972 di Palangkaraya, seorang gadis Dayak diperkosa. Setelahkejadian itu
diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian menurut hukum adat.
2. Tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku Dayak,
pelakunya tidak tertangkap, pengusutan atau penyelesaian secara hukum tidak ada.
5
6
3. Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga Kasongan etnis
Dayak dibunuh. Perkelahian antara satu orang Dayak yang dikeroyok oleh tiga puluh
orang madura. Setelah pembunuhan warga Kasongan bernama Pulai yang beragama
Kaharingan tersebut, tokoh suku Dayak dan Madura mengadakan perdamaian yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak. Isinya antara lain menyatakan apabila orang
Madura mengulangi perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalteng.
4. Tahun 1996, di Palangkaraya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop
Panala dan di bunuh dengan kejam dan sadis oleh orang Madura, ternyata
hukumannya sangat ringan
5. Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh
orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, pada akhirnya semua orang
Madura yang megeroyok tewas. Orang Dayak tersebut diserang dan mempertahankan
diri menggunakan ilmu bela diri, dimana semua penyerang berhasil dikalahkan.
Tindakan hukum terhadap orang Dayak adalah dihukum berat.
6. Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah, seorang anak
laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang penjual sate dari suku Madura. Si
belia Dayak tewas secara mengenaskan, terdapat lebih dari 30 tusukan di tubuhnya.
Waldi bisa dikatakan korban salah sasaran. Sebelumnya tukang sate tersebut bertikai
dengan sejumlah anak muda Dayak. Saat mereka kabur, datanglah Waldi dan menjadi
sasaran tukang sate
7. Tahun 1998, di Palangkaraya, orang Dayak dikeroyok oleh empat orang Madura
hingga tewas, pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri, kasus inipun
tidak ada penyelesaian secara hukum
8. Tahun 1999, di Palangkaraya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok
oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangkaraya, namun esok harinya
datang sekelompok suku Madura menuntut agar temannya tersebut dibebaskan tanpa
tuntutan. Ternyata pihak Polresta Palangkaraya membebaskannya tanpa tuntutan
hukum.
9. Tahun 1999, di Palangkaraya, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok oleh
beberapa orang suku Madura karena masalah sengketa tanah. Dua orang Dayak dalam
perkelahian tidak seimbang itu tewas. Sedangkan pembunuhnya lolos, malahan orang
7
Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian fitnah
terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
10. Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin
Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura. Penyebabnya adalah suku
Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas.
Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua belah pihak, tanpa
penyelesaian hukum.
11. Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama
Iba oleh tiga orang Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris
Sylvanus, Palangkaraya. Biaya operasi dan perawatan ditanggung oleh Pemda
Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap.
Kronologis kejadian tiga orang Madura memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih
minta diberi minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu Iba
menuangkan air di gelas, mereka membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di
tikam. Tindakan itu dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi
salah alamat
12. Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak tewas dibantai
oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum.
13. Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh pengeroyok
suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para pelaku lari, tanpa
proses hukum.
14. Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi
pembunuhan terhadap Sendung (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku
Madura, para pelaku kabur, tidak tertangkap, karena lagi-lagi katanya sudah lari ke
Pulau Madura. Proses hukum tidak ada karena pihak berwenang tampaknya belum
mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).
15. Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh
karena dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
16. Tahun 2001, di Palangka Raya (11 Februari 2001) seorang warga Dayak terbunuh
diserang oleh suku Madura. Belum terhitung kasus warga Madura di bagian
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Suku Dayak hidup
8
guna meredam terjadinya konflik tapi tetap saja terjadi. Mendengar kata konflik tentulah muncul
pikiran negatif disetiap benak seseorang bahwa hal tersebut pasti menimbulkan efek tidak baik
bagi siapapun yang mengalami konflik tersebut, karena melihat pengalaman yang sudah-sudah
pasti terjadi dampak buruk bagi siapapun yang merasakan konflik.
4.1 Kesimpulan
Konflik yang terjadi di Sampit disebabkan oleh pergolakan antar etnis masyarakat
Madura sebagai etnis pendatang dengan masyarakat Sampit, Kalimantan Tengah. Adanya
masalah ekonomi, perebutan kekuasaan hingga kurangnya sifat keterbukaan dalam menerima
budaya menjadi sumber konflik yang terjadi antar etnis. Hal tersebut memicu kerusuhan dan
ketegangan antara etnis Madura dan Dayak sehingga menimbulkan kasus-kasus yang tidak
diinginkan. Kasus yang terjadi seperti kasus kerusuhan, pembunuhan, perampokan hingga saling
balas dendam sebagai akibat konflik tidak harmonisnya hubungan antara masyarakat Madura
dengan Masyarakat Dayak Sampit. Hal ini terus menimbulkan kesenjangan dan ketidak
nyamanan antar etnis sehingga sulit untuk membangun hubungan yang baik.
4.2 Saran
Untuk menyelesaikan masalah antar etnis Madura dengan etnis Dayak maka dibutuhkan
turut serta pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas konflik yang terjadi. Mulai
dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah hingga para ketua adat yang berhubungan sehingga
dapat dilakukan pendekatan dan menemukan solusi permasalahan. Sikap saling percaya dan
keterbukaan dalam menerima sesama etnis perlu ditingkatkan sehingga hubungan dapat berjalan
dengan baik, harmonis dan tidak terjadi kasus pergolakan antar etnis lainnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Hidayah, Shohibul. Konflik Komunal dan Resolusi Damai Studi Kasus di Kalimantan Tengah.
PSIKOLOGI Nomor 13 Tahun 2002
http://eprints.uny.ac.id/19304/12/BAB%20IV.pdf
https://repository.maranatha.edu/12791/3/0830172_Chapter1.pdf
Pratama, Andrian. 2018. Makalah Konflik Sampit Antara Suku Dayak dan Suku Madura.
Jakarta.
Sriyana. 2020. Perubahan Sosial Budaya. Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi.
11