Anda di halaman 1dari 12

TUGAS AKHIR MAKALAH KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN

KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT PESISIR


PENAMBANGAN PASIR LAUT
DI PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG

Dosen Pengampu:
PRATAMA DIFFI SAMUEL, S.Pi, M.Ling

Oleh:

Lydia Prenita Damanik 185080101111020


Putri Fransionita S 185080101111022

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .....................................................................................................................................2


KATA PENGANTAR .......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................4
1. 1 Latar Belakang.................................................................................................................4
1. 2 Rumusan Masalah...........................................................................................................5
1. 3 Tujuan ...............................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................................7
2.1 Penyebab Terjadi Konflik Sosial Masyarakat terhadap Penambangan Pasir Laut .7
2.2 Bentuk-bentuk Konflik pada Masyarakat Nelayan ......................................................7
2.2.1 Perbedaan Antar Individu .......................................................................................7
2.2.2 Perbedaan Kepentingan..........................................................................................8
2.2.3 Perubahan Sosial dan Ekonomi .............................................................................9
2.3 Solusi Konflik Sosial Masyarakat................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 11
3. 1 Kesimpulan .................................................................................................................... 11
3.2 Saran............................................................................................................................... 11
REFERENSI................................................................................................................................... 12
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan

bagi kami sebagai penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Makalah

ini merupakan tugas dari mata kuliah Konservasi, yang mana dengan tugas ini kami sebagai

mahasiswa dapat mengetahui lebih jauh dari materi yang diberikan dosen pengampu. Makalah

yang berjudul tentang “Konflik Sosial Masyarakat Pesisir Penambangan Pasir Laut di Pantai Labu

Kabupaten Deli Serdang”. Mengenai penjelasan lebih lanjut kami memaparkannya dalam bagian

pembahasan makalah ini.

Dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat, maka kami mengucapakan terima kasih

kepada semua pihak yan telah membantu menyelesaikan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Saran

dan kritik yang membangun dengan terbuka akan di terima untuk meningkatkan kualitas makalah

ini.

Malang, 31 Mei 2021

Penyusun
BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Negara Indonesia kaya akan sumber daya alamnya, khususnya pada pertambangan.

Pertambangan merupakan serangkaian aktifitas dalam pencarian, pengambilan, pengolahan

hingga penjualan bahan galian seperti batubara, pasir besi, biji timah, tembaga, emas dan lain

sebagainya. Kegiatan pengolahan hasil pertambangan tidak termasuk aktifitas pertambangan

melainkan digolongkan ke dalam kegiatan industri. Kegiatan ini merupakan salah satu sektor

besar yang memberikan peluang yang menjanjikan untuk pembangunan suatu daerah.

Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya perubahan yang direncanakan secara sadar

dan berkelanjutan yang memiliki tujuan yang lebih baik dan bernilai. industri pertambangan selain

mendatangkan devisa bagi negara, juga dapat membuka lapangan kerja bagi kabupaten dan kota

yang mana sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penambangan pasir adalah salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang

dilakukan untuk mengambil sejumlah besar pasir di pantai yang memiliki nilai jual tinggi. Kegiatan

penambangan bersifat strategis bagi suatu daerah dalam meningkatkan sektor industri dan

perekonomian. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan adanya aktivitas penambangan pasir di

Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang menimbulkan kerusakan lingkungan seperti abrasi dan

merusak biota laut. Hal ini berdampak pada menurunnya pendapatan masyarakat pesisir pantai

yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.

Dibalik banyaknya manfaat industri pertambangan yang mendatangkan keuntungan bagi

negara, maraknya kegiatan ini di Indonesia justru menimbulkan dampak negatif pada lingkungan

yaitu kerusakan lingkungan. kegiatan pertambangan sangat beresiko terhadap lingkungan fisik

maupun lingkungan sosial. Secara fisik kerusakan tersebut disebabkan adanya kegiatan

pertambangan yang kian bertambah, sebagai contoh penambangan pasir di pantai yang akan
menyebabkan abrasi dan merusak biota laut, dapat didefenisikan abrasi sebagai, “Kerusakan

garis pantai akibat lepasnya material pantai yang terus menerus dihantam oleh gelombang laut

atau terjadinya perubahan keseimbangan angkutan sedimen di perairan pantai atau hilangnya

daratan di wilayah pesisir”. Mereka juga menambahkan bahwa fenomena abrasi disebabkan oleh

faktor alami dan manusia.

Konflik sosial menjadi isu yang perlu diangkat sebagai topik mengingat setiap individu

dalam masyarakat memiliki sikap berbeda dalam menghadapi sebuah masalah. Penyebab konflik

sosial (resistensi masyarakat) yang mungkin paling berpengaruh pada masalah penambangan

pasir laut di pantai labu adalah perbedaan kepentingan terutama antara pihak perusahaan yang

cenderung berorientasi pada keuntungan dengan masyarakat yang merasa dirugikan. Perbedaan

antar individu, budaya, kepentingan, sosial dan ekonomi merupakan penyebab terjadi resistensi

sosial masyarakat. Resistensi dalam sosiologi adalah suatu perlawanan yang dilakukan secara

terang-terangan ataupun diam-diam atas kebijakan maupun aktivitas yang dilakukan dalam suatu

pihak di dalam masyarakat. Masalah seperti konflik sosial seperti ini perlu dikaji mengingat bahwa

diadakannya pertambangan di sekitar suatu daerah juga atas izin pemerintah maupun

masyarakat sekitarnya, Akan tetapi, yang terjadi di lapangan, tidak sesuai dengan harapan.

Masyarakat dirugikan, kelestarian lingkungan diabaikan. Maka dari itu, masyarakat yang merasa

dirugikan akan mengambil tindakan atau melakukan perlawanan (resistensi) dengan maksud

keluhan mereka dapat didengar dan perusahaan ataupun pihak yang melakukan pertambangan

dapat mempertimbangkan kegiatan tersebut dihentikan.

1. 2 Rumusan Masalah

1. Penyebab terjadinya konflk sosial masyarakat terhadap penambangan pasir laut di Pantai

Labu Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana bentuk-bentuk konflik pada masyarakat nelayan di Pantai Labu Kabupaten

Deli Serdang ?
3. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meminimalisir konflik?

1. 3 Tujuan

1. Mengetahui latar belakang terjadinya konflik pada masyarakat nelayan di Pantai Labu

Kabupaten Deli Serdang.

2. Mengetahui bentuk-bentuk konflik pada masyarakat nelayan di Pantai Labu Kabupaten

Deli Serdang.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dilakukan oleh nelayan untuk meminimalisir

konflik.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Terjadi Konflik Sosial Masyarakat terhadap Penambangan Pasir Laut

Dampak kerusakan lingkungan yang timbul pasca penambangan pasir mendorong

timbulnya konflik sosial antara penduduk setempat dengan perusahaan penambang pasir,

dampak lingkungan akibat penambangan pasir di wilayah pantai (mine of coast are) yaitu

menimbulkan degradasi lingkungan pesisir dan abrasi pantai seperti air menjadi sangat tidak

stabil dan keruh, rusaknya ekosistem pesisir, terganggunya peningkatan ekonomi penduduk dari

hasil pertanian dan perikanan, berkurangnya hutan, mengurangi ketahanan pagan, dan dapat

menjadi sumber penyakit.

Konflik sosial memiliki dampak paling besar pada masyarakat yang terlibat langsung

seperti tinggal di lokasi konflik, bekerja atau pekerjaannya berhubungan dengan konflik, Pada

konflik ini tidak ditemukan adanya perbedaan budaya sebagai penyebab terjadi konflik sosial

masyarakat karena budaya antara masyarakat dan perusahaan penambang pasir masih sama

atau tidak ada perbedaan budaya. Penyebab konflik sosial masyarakat terhadap penambangan

pasir laut yang terjadi di Pantai Labu dilatarbelakangi oleh perbedaan antar individu, perbedaan

kepentingan, perubahan sosial dan ekonomi.

2.2 Bentuk-bentuk Konflik pada Masyarakat Nelayan

2.2.1 Perbedaan Antar Individu

Setiap dasarnya individu memiliki pendirian dan perasaan berbeda yang mungkin akan

melahirkan bentrokan antar individu khususnya dalam menyikapi masalah penambangan pasir.

Ada kelompok individu yang merasa dirugikan karena merasa lingkungannya rusak akibat

penambangan pasir tetapi ada juga kelompok individu yang tidak merasa dirugikan. Perbedaan

individu terkait permasalahan kerusakan lingkungan khususnya abrasi, terlihat perbedaan antar

individu yaitu ada individu yang sejak awal menyatakan sikap netral, tidak ingin terlibat dalam
konflik yang bekerja sebagai petani sehingga tidak merasakan dampak langsung dalam

kerusakan lingkungan.

Perubahan garis pantai menunjukkan beberapa wilayah di Pantai Labu mengalami abrasi,

perubahan garis pantai mengalami lonjakan kenaikan pada tahun 2008 sebesar 35,22% pada

saat mulai beroperasinya aktivitas penambangan pasir. Hal ini berarti abrasi yang terjadi

dikarenakan aktivitas penambangan pasir. Abrasi di Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang juga

pernah diteliti dalam analisis spasial dampak kenaikan muka laut terhadap kerentanan pesisir di

pantai timur Sumatera Utara. Abrasi akan berdampak pada berkurangnya massa daratan di

wilayah pesisir, kerusakan ekosistem pesisir, berkurangnya jarak antara pemukiman penduduk

dengan lautan. Perubahan garis pantai akan berdampak pada kerusakan habitat yang

disebabkan oleh proses-proses di pesisir sehingga perlu mendapat

2.2.2 Perbedaan Kepentingan

Konflik sosial antara masyarakat dengan penambang pasir secara nyata terlihat bahwa

kepentingan sebagian masyarakat adalah menuntut ganti rugi atas kerusakan lingkungan dan

penurunan hasil tangkapan laut yang berdampak pada penurunan pendapatan. Sedangkan pihak

penambang pasir memiliki kepentingan bisnis sebagai upaya menguntungkan perusahaan

penambang pasir. Sehingga terjadi konflik sosial antara kedua belah pihak yang cukup alot dan

berkepanjangan.

penelitian, perbedaan kepentingan dapat diamati dalam empat kasus sebagai berikut :

a) Kapal keruk ketika melakukan aktivitas pengerukan tidak melakukan pengelolaan lumpur

sehingga berdampak terhadap nelayan seperti terjadinya alat tangkap nelayan yang

tertimbun lumpur, kemudian lumpur berserakan sehingga menimbulkan pengeruhan air laut

dan busuknya air laut. Akhirnya biota laut berkurang dan hasil laut berkurang signifikan.
b) Pihak pemrakarsa tidak memberikan rambu-rambu ketika melakukan aktivitas pengerukan

pasir laut serta tanda-tanda lain bahwa sedang ada proyek pekerjaan di laut sehingga banyak

terjadi pelanggaran alat tangkap nelayan baik berupa jaring maupun yang lainnya.

c) Kemudian pemrakarsa tidak menyerap tenaga kerja lokal seperti masyarakat nelayan yang

mampu mengawasi ketika kapal beraktivitas. Contoh tidak adanya perwakilan masyarakat di

Kapal KM. HAM 310 sehingga diduga terjadinya pencurian pasir laut di luar titik kordinat dan

kemungkinan pemrakarsa lebih leluasa dalam melebihi kubikasi sesuai dengan kebutuhan

sesuai kontrak

d) Ketika masyarakat meminta ganti rugi akibat kapal keruk menabrak alat tangkap nelayan

rentang waktunya terlalu lama dan harus sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).

Sementara pihak pemrakarsa tidak pernah menyosialisasikan bagaimana SOP-nya.

2.2.3 Perubahan Sosial dan Ekonomi

Perubahan sosial yang terjadi yaitu perubahan kebiasaan musyawarah yang biasa

dilakukan oleh Kepala Desa tetapi tiba-tiba berubah. Hal ini yang memicu terjadinya konflik sosial

antara masyarakat. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemangku kebijakan menjadi

menurun dengan adanya perubahan tersebut. Masyarakat menjadi khawatir bahwa pemangku

kebijakan telah berpihak kepada perusahaan penambang pasir. Kesepakatan dibuat tanpa

sepengetahuan masyarakat dan sosialisasi tidak pernah sampai kepada masyarakat.

Berdasarkan studi yang dilakukan pada pilot project rencana penambangan pasir besi di Desa

Banaran Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo rencana penambangan tersebut berdampak

pada kerukunan antar warga akibat pro dan kontra yang terjadi.

Tekanan yang paling menyulut emosi masyarakat yang menjadi penyebab terjadi konflik

sosial masyarakat adalah perbedaan ekonomi. Masyarakat merasa tingkat pendapatannya

menurun akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh penambangan pasir. Sudah ada
upaya damai dari perusahan dengan memberikan ganti rugi tetapi tidak sampai secara merata

kepada masyarakat

2.3 Solusi Konflik Sosial Masyarakat

Permasalahan konflik sosial masyarakat penambangan pasir laut di Pantai Labu

Kabupaten Deli Serdang membutuhkan kerjasama yang baik antara pemangku kebijakan, pihak

penambang, dan masyarakat. Upaya penanganan permasalahan lingkungan khususnya masalah

abrasi sangat diperlukan. Pengelolaan kembali lingkungan pasca penambangan pasir dapat

dilakukan dengan beberapa tindakan yang nyata sebagai berikut :

a) Pertemuan antara Tim Perwakilan Masyarakat dan pembangku kebijakan dengan pihak

perusahaan untuk mengambil kesepakatan. TPM sebaiknya merupakan perwakilan setiap

desa yang memang aktif, amanah, dan berpengaruh dalam masyarakat. Sehingga tidak ada

pihak yang merasa tidak dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan dengan pihak perusahaan.

Setiap pertemuan sebaiknya bersifat akuntabel dan transparan sehingga menghasilkan

kesepakatan yang dapat bermanfaat bagi setiap pihak. Salah satu bentuk akuntabel dan

transparan yang dibutuhkan masyarakat adalah sosialisasi hasil keputusan atau

kesepakatan pertemuan antara pemangku kebijakan, TPM dan pihak penambang.

b) CSR atau tanggung jawab sosial masyarakat telah disalurkan tetapi beberapa kelompok

masyarkat merasa tidak tepat sasaran dan masih ada nelayan yang tidak mendapatkan ganti

rugi sehingga perlu dilakukan evaluasi penyaluran dana tersebut. Bentuk CSR tidak hanya

ganti rugi kerusakan akibat penambangan pasir saja tetapi pembangunan fasilitas umum

yang bermanfaat bagi masyarakat seperti penerangan atau lampu jalan dan rehabilitasi

pantai. Masyarakat bekerjasama dengan pihak penambang, dinas keluatan dan perikanan,

kecamatan melakukan budidaya pembibitan mangrove.


BAB III PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Latar belakang terjadinya konflik ini bukan karena adanya perbedaan budaya sebagai

penyebab terjadi konflik sosial masyarakat karena budaya antara masyarakat dan perusahaan

penambang pasir masih sama atau tidak ada perbedaan budaya. Namun, penyebab konflik sosial

masyarakat terhadap penambangan pasir laut yang terjadi di Pantai Labu dilatarbelakangi oleh

perbedaan antar individu, perbedaan kepentingan, perubahan sosial dan ekonomi. Pertemuan

antara Tim Perwakilan Masyarakat dan pembangku kebijakan dengan pihak perusahaan untuk

mengambil kesepakatan. Masyarakat bekerjasama dengan pihak penambang, dinas keluatan

dan perikanan, kecamatan melakukan budidaya pembibitan mangrove.

3.2 Saran

Dalam penyelesaian konflik diketahui terlebih dahulu menemukan akar masalah dari

konflik tersebut. Sehingga mudah untuk menemukan solusi untuk memperbaiki setiap kegiatan

yang ada di pantai tersebut.


REFERENSI

Awan, F.N., Badaruddin., M.B.Mulya. 2020. Faktor penyebab konflik sosial masyarakat pesisir
penambangan pasir laut di Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Niara. 13(1):
252-259.

Anda mungkin juga menyukai