Anda di halaman 1dari 16

KONFLIK TAMBANG PASIR BESI DI DESA PASEBAN,

KECAMATAN KENCONG, KABUPATEN JEMBER

TAHUN 2008-2010

MAKALAH

digunakan sebagai tugas Matakuliah Sejarah Lokal Kelas B

Oleh:

LUTHFIONA FITRI RAMADHANI S.

NIM : 190110301062

JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini tepat
waktu. Makalah ini berjudul “Konflik Tambang Pasir Besi di Desa Paseban, Kecamatan
Kencong, Kabupaten Jember Tahun 2008-2010”.

Makalah ini berisikan informasi tentang konflik pertambangan pasir besi yang terjadi
di desa Paseban, bagian pesisir ujung barat Kabupaten Jember, yang diharapkan dapat
memberikan pemahaman kepada kita semua. Saya menyadari sepenuhnya bahwa penulisan
makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak lain. Oleh karena itu saya
ucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Dewi Salindri M. Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Sejarah Lokal kelas B.

Akhir kata saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa senantiasa meridhoi usaha-usaha kita semua.

Jember, 07 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 3

1.3 Tujuan............................................................................................................................... 3

1.4 Manfaat............................................................................................................................. 3

BAB II........................................................................................................................................ 4

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4

2.1 Kondisi Geografis, Sosial dan Ekonomi di Desa Paseban ............................................... 4

2.2 Proses Terjadinya Konflik Tambang Pasir Besi di Desa Paseban ................................... 5

2.3 Pola Pengembangan Tambang Pasir Besi di Desa Paseban ............................................. 8

2.4 Dampak Konflik Tambang Pasir Besi di Desa Paseban ................................................ 10

BAB III .................................................................................................................................... 12

PENUTUP................................................................................................................................ 12

4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan pertambangan merupakan usaha pemanfatan sumber daya alam. Kegiatan ini
dilakukan pada alam yang mempunyai atau mengandung cadangan mineral maupun bahan
galian lainnya. Kegiatan pertambangan hanya dapat memberikan hasil sekali saja, sehingga
sangat beresiko terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Kegiatan pertambangan di Indonesia sering menimbulkan konflik yang biasa terjadi antara
pemerintah dengan masyarakat, perusahaan dengan masyarakat, pemerintah dengan
perusahaan, maupun antar masyarakat.1

Konflik pertambangan terjadi karena sebagian masyarakat merasa tidak mendapatkan


manfaat kesejahteraan dari keberadaan tambang, melainkan justru dipinggirkan. Kegiatan
pertambangan sering dinilai berdampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya.
Lingkungan yang rusak akan mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya.

Provinsi Jawa Timur adalah salah satu daerah yang memiliki potensi sumber daya alam
berupa hasil tambang yang melimpah dan salah satunya dikawasan pesisir Desa Paseban,
Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember. Paseban, sebuah desa di pesisir ujung barat Kota
Jember yang yang memiliki potensi wisata yang besar dengan mengandalkan pantai indah
dan pengelolaan kearifan lokalnya. Paseban berdekatan dengan wilayah konservasi penyu
Nusa Barong, tambang Wotgaluh, dan penangkatan ikan puger. Potensi wilayah paseban
juga bisa dipandang dari kekayaan sumber daya alamnya terutama pertambangan pasir besi
dan nikel. Hal ini berawal dari terbitnya SIUP eksplorasi pada 2008 oleh Pemkab Jember
melalui Kadisperindag Ir. Hariyanto kepada Sudarsono Sugih Slamet selaku Komisaris
Utama dari PT. ADS, yang tidak melakukan salah satu syarat wajib AMDAL menyebabkan
berbagai respon yang tidak hanya dari masyarakat setempat, tetapi juga dari berbagai pihak

1
Nawiyanto, et.al., “Konflik Pertambangan Pasir Besi di Desa Wogalih, Kecamatan Yosowilangun,
Kabupaten Lumajang Tahun 2010-2011” dalam Historia, Vol. 2, No. 1, 2014, hlm. 85-86.

1
yang memiliki kepentingan masing-masing seperti respon dari LSM dan organisasi
mahasiswa di Jember.2

Masyarakat Paseban bercermin dari peristiwa pencamaran lingkungan yang terjadi di


Cipatuju, Tasikmalaya dengan berdirinya pertambangan pasir besi yang dikelola oleh CV
Putra Mandiri yang mengakibatkan jalanan penuh dengan kabut debu halus pekat yang
berasal dari aktivitas pertambangan. Selain itu, masyarakat yang pro tambang beranggapan
dengan adanya kegiatan pertambangan akan mampu membawa berkah dan meningkatkan
roda perekonomian masyarakat setempat.

Ditengah-tengah adanya pro-kontra masyarakat dalam menanggapi rencana


pertambangan pasir besi di tahun 2008 silam dan tidak ditemukannya kesepakatan, pihak
pemerintah Kabupaten Jember justru tidak menyurutkan niat untuk merealisasikan rencana
pertambangan. Berbagai respon masyarakat menyebabkan konflik semakin luas dan
memanas, di tambah lagi dengan keluarnya SIUP eksploitasi pada tahun 2009 oleh pihak
Pemerintah Kabupaten Jember. Surat tersebut berisi perihal izin untuk keperluan
pengambilan sample testing terakhir sebelum mesin-mesin berat di kirim ke desa. Setelah
selesai uji sampel dan dinyatakan memiliki nilai investasi Kemudian pada tanggal 21
Januari 2009 pemerintah kecamatan dan pihak investor mengundang pihak desa di kantor
kecamatan Kencong untuk melakukan rapat terkait dengan rencana penambangan sekaligus
sosialisasi tata kelola atau sharing hasil tambang dengan pihak desa. Namun, dalam
pertemuan tersebut belum mendapat kesepakatan dan keputusan dari pihak desa dan
investor terkait penambangan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan gerakan masyarakat
paseban dalam menolak tambang pasir besi.3

Masyarakat berpendapat bahwa penambangan hanya akan membawa keuntungan untuk


sementara waktu dan membuat alam rusak selamanya. sehingga, masyarakat paseban
menyatakan dengan tegas menolak tambang dalam berbagai bentuk penolakan, baik fisik
maupun budaya. Dalam hal ini, masyarakat Paseban tidak hanya berjuang sendiri dalam
menolak tambang, lembaga masyarakat serta berbagai organisasi mahasiswa di Jember
turut bergerak bersama dalam menolak tambang pasir besi di desa Paseban.

2
M. Khusna Amal, “ Gerakan Sosial kaum Santri Melawan Rencana Penambangan di Paseban”
dalam jurnal Islamic Education Research, Vol. 08, No. 01, 2018, hlm. 66-67.
3
Ibid.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi geografis, sosial dan ekonomi Desa Paseban?
2. Bagaimana proses terjadinya konflik pertambangan pasir besi di Desa Paseban ?
3. Bagaimana pola pengelolaan tambang pasir besi di Desa Paseban?
4. Bagaimana dampak konflik pertambangan pasir besi di Desa Paseban?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan kondisi geografis, sosial dan ekonomi Desa Paseban.
2. Mendeskripsikan proses terjadinya konflik pertambangan pasir besi di Desa Paseban.
3. Mendeskripsikan pola pengelolaan tambang pasir besi di Desa Paseban.
4. Mendeskripsikan dampak konflik pertambangan pasir besi di Desa Paseban.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui kondisi geografis demografi, dan sosial ekonomi di desa Paseban.
2. Dapat mengetahui proses terjadinya konflik pertambangan pasir besi di Desa Paseban.
3. Dapat mengetahui pola pengelolaan tambang pasir besi di Desa Paseban.
4. Dapat mengetahui dampak konflik pertambangan pasir besi di Desa Paseban.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Geografis, Sosial dan Ekonomi di Desa Paseban


Desa Paseban terletak di wilayah Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, Jawa
Timur. Wilayah Paseban berupa daratan rendah seluas 844,677 hektar, dengan ketinggian 10
meter di atas permukaan laut dan curah hujan mencapai 1,5 mm/tahun. Desa Paseban
merupakan pecahan dari desa Cakru, memiliki 4 dusun yang terdiri dari dusun Bulurejo,
Sidomulyo, Balekambang, dan Paseban. Batas-batas administrasi Desa Paseban yaitu desa
Cukru di bagian Utara, Samudra Indonesia di Selatan, desa Wotgalih di Barat, dan desa
Kapanjen di Timur. Wilayah Paseban merupakan kawasan yang rentan bencana alam seperti
gempa bumi dan tsunami. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut berbatasan langsung dengan
Samudra Indonesia. Pantai Paseban memiliki deburan ombak yang sangat besar karena angin
laut dari Samudra Hindia tidak mendapat penghalang apapun sehingga lajunya pun sangat
kencang dan mampu membuat ombak yang tinggi hingga ke bibir Pantai Paseban.

Masyarakat Paseban adalah masyarakat yang majemuk dan harmonis, keberbedaan


terjadi kian massif seiring dengan berjalannya waktu di daerah Paseban. Perbedaan tersebut
terletak dalam beberapa aspek seperti ekonomi dan sosial budaya. Faktor yang mempengaruhi
keberagaman kemampuan ekonomi masyarakat Paseban antara lain yakni mata pencarian.

Kondisi alam Paseban adalah daerah pesisir, oleh karena itu penduduknya banyak yang
bermata pencarian sebagai nelayan. Pertemuan dua sungai besar yakni aliran Sungai Tanggul
dan Bondoyuno bermuara dipantai Paseban. Kondisi alam Paseban yang cukup baik terutama
dari iklim dan kontur tanah Paseban menjadi subur dan penduduk dapat memanfaatkannya
sebagai lahan pertanian. Namun, sebagian kecil yang mungkin tidak memiliki lahan dan perahu
bekerja di kota sebagai karyawan swasta dan pegawai negeri.4

Pesisir yang menjadi kawasan wisata (pantai Paseban), sumber mata pencaharian, dan
sekaligus tradisi bagi warga desa, ternyata memiliki potensi sumberdaya alam terutama pasir
besi yang melimpah. Menurut catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag),

4
Nurul Hidayat dan Fikri Haikal Akbar, “Perjuangan Masyarakat Paseban dalam Menjaga
Kelestarian Pesisir Ujung Barat Kabupaten Jember” dalam jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, Vol. 18, No. 01,
2017, hlm. 83-84.

4
Kabupaten Jember sejatinya memiliki potensi tambang yang cukup beragam. Di antara yang
sangat potensial dan menarik minat para investor nasional adalah tambang emas, mangan dan
bijih pasir besi. Di sepanjang wilayah pegunungan dan hutan lindung mulai dari Silo, Ambulu,
Wuluhan dan sebagian pesisir Selatan, termasuk Paseban, terdapat kandungan emas, mangan,
dan bijih pasir besi yang cukup besar.5
Di sepanjang pantai Selatan tersebut, rata-rata endapan pasir besi terakumulasi dalam
gundukan pasir (sand dune) yang dapat mencapai tinggi hingga 6 meter di atas permukaan laut.
Sedangkan lebarnya mencapai 100 meter sampai 1000 meter dari pantai permukaan. Endapan
ini bersifat material lepas dengan warna umumnya abu-abu kehitaman. Luas laham prospek
pasir ini sekitar 462,5 ha dan mencapai sekitar 23.125.000 mᵌ dengan asumsi kedalaman
penambangan 5 meter. Dari hasil analisis diketahui bahwa besar butir atau fraksi endapan pasir
besi dipantai selatan sebenarnya antara 40-200 mesh dengan kadar masing-masing fraksi antara
30 - 60%. Secara rinci, cadangan pasir besi yang terkandung di pesisir pantai Selatan Jember
yang tersebar di kecamatan Puger, Gumuk Mas dan Kencong (termasuk di dalamnya desa
Paseban).6
Menimbang potensi pasir besi di Paseban itu, maka tidak sedikit investor yang tergiur
untuk mengeksplorasinya. Menurut data Disperindag Kabupaten Jember, sejumlah investor
yang sudah mengajukan investasi penambangan pasir besi di Paseban antara lain ialah PT. Sari
Mapan Sejahtera, PT. Paseban Makmur Sejahtera, PT. Karya Samudra Indonesia, PT. Klan
Asia Mining, PT. Agtika Sejahtera, PT. Indo Modern Mining Sejahtera, PT. Sarang Madu
Perkasa, PT. Surya Mas Jaya Sakti, dan PT. Agung Bogor Perkasa.

2.2 Proses Terjadinya Konflik Tambang Pasir Besi di Desa Paseban


Potensi pertambangan merupakan kekayaan alam Indonesia yang menuntut pemerintah
melalui instrumen kebijakan yang tepat dalam upaya pengelolaannya agar dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dalam
menetapkan suatu kebijakan haruslah mempertimbangkan modal sosial masyarakat dimana
usaha pertambangan tersebut akan dilakukan di samping pertimbangan rasional umum yang
menjadi syarat dikeluarkannya ijin pertambangan.

5
M. Khusna Amal, Op.cit., hlm. 64-65.
6
Ibid.

5
Secara ekonomis kegiatan pertambangan dianggap memberi kontribusi penting untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penyerapan tenaga kerja baik tenaga ahli
maupun tenaga lapang. Mempertimbangkan keuntungan ini, pemerintah mengeluarkan
kebijakan pemberian ijin pertambangan pasir besi di Desa Paseban, Jember. Ijin ini diberikan
kepada PT Agtika Dwi Sejahtera (ADS).
Pada dasarnya, Desa Paseban adalah sebuah desa yang harmonis, hubungan antar
masyarakat terjalin rukun dan damai. Namun, setelah datangnya investor PT. Agtika Dwi
Sejahtera, dengan rencananya yang akan melakukan ekploitasi pertambangan pasir besi di Desa
Paseban. Keharmonisan antar masyarakat di Desa Paseban semakin memudar karena
perbedaan pandangan dalam masyarakat terkait tambang pasir besi yang akan dilakukan,
sehingga menimbulkan konflik. Sebagian besar masyarakat Paseban menolak tambang pasir
besi sebagian kecil mendukung pertambangan tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkan
keretakan dalam masyarakat Paseban, diantaranya ialah pihak kontra beranggapan bahwa PT.
ADS tidak melakukan salah satu syarat wajib AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) yaitu konsultasi publik secara langsung (meminta persetujuan masyarakat
setempat) atas ijin usaha yang akan dilakukan. Di samping itu, masyarakat Paseban menilai
bahwa PT. ADS mengatasnamakan tambang pasir besi hanya sebagai kedok untuk mencari
kandungan lain yang lebih berharga seperti unsur titanium, serta intan yang terkandung dalam
pesisir yang diyakini masyarakat Paseban sebagai kekayaan alam yang masih tersembunyi
(belum diketahui keberadaannya). Penilaian masyarakat atas hal tersebut didasarkan pada
kegigihan PT. ADS untuk membuka usaha pertambangan pasir besi yang dinilai hanya
memiliki kadar besi + 20%.
Sedangkan pihak pro tambang pasir besi beranggapan bahwa dengan adanya
penambangan pasir besi maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Paseban, karena
akan menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat setempat, juga dapat membantu dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan tentunya pendapatan yang diperoleh Desa
Paseban juga meningkat sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan serta pembangunan
Desa Paseban.
Berawal dari terbitnya SIUP eksplorasi pada tahun 2008 oleh Pemkab Jember melalui
Kadisperindag Ir. Hariyanto kepada Sudarsono Sugih Slamet selaku Komisaris Utama dari PT.
ADS, yang tidak melakukan salah satu syarat wajib AMDAL menyebabkan berbagai respon
yang tidak hanya dari masyarakat setempat, tetapi juga dari berbagai pihak yang memiliki
kepentingan masing-masing seperti respon dari LSM, organisasi mahasiswa seperti GMNI dan
PMII, Kantor Lingkungan Hidup Jember, dan Arif Wibowo selaku anggota DPR RI dari fraksi

6
PDIP yang terpilih sebagai Dapil IV (Jember-Lumajang) serta dari NU. Berbagai respon
tersebut menyebabkan konflik semakin luas dan memanas, di tambah lagi dengan keluarnya
SIUP eksploitasi pada tahun 2009 oleh pihak Pemerintah Kabupaten Jember. Kemudian pada
tanggal 21 Januari 2009 pemerintah kecamatan dan pihak investor mengundang pihak desa di
kantor Kecamatan Kencong untuk melakukan rapat terkait dengan rencana penambangan
sekaligus sosialisasi tata kelola atau sharing hasil tambang dengan pihak desa.
Pasca rapat di kantor kecamatan Kencong, sebelum investor mengambil sampel, tidak
ada tindak lanjut semacam pertemuan ataupun sosialisasi membahas rencana penambangan
dari pihak pemerintah kabupaten Jember. Keberadaan PT. Agtika Dwi Sejahtera menimbulkan
kecurigaan masyarakat dan akibatnya mulai muncul desas desus, obrolan, rasan-rasan,
pembicaraan-pembicaraan sampai menjadi topik sehari-hari masyarakat. Dalam obrolan
keseharian itu, warga masyarakat menunjukkan ketidaksepakatan, kekhawatiran dan bahkan
kecurigaan terhadap keluarnya izin eksploitasi pasca pertemuan bulan Januari 2009 yang
membahas rencana penambangan dan sharing penghasilan yang tidak menghasilkan
kesepakatan. Kecurigaan warga bukan tanpa alasan mengingat dalam bangan dan sebagian
lainnya cenderung mengambil sikap diam, namun sebagian besarnya justru bersikap tegas
dengan menolak keberadaan aktivitas penambangan. Kecurigaan dan kekhawatiran masyarakat
memuncak dengan melakukan tuntutan kepada perangkat desa untuk melakukan rapat
koordinasi. Pada tanggal 20 Oktober 2009, aparat desa, Badan Pemberdayaan Desa (BPD) dan
tokoh masyarakat melakukan rapat koordinasi menyikapi kekhawatiran masyarakat terhadap
rencana penambangan yang dilakukan investor. Rapat koordinasi tersebut menghasilkan
kesamaan sikap, yaitu menolak penambangan pasir besi. Selanjutnya, pada 22 oktober 2009,
kepala desa mengundang masyarakat luas untuk mensosialisasikan hasil rapat sebelumnya.
Dalam rapat multipihak tersebut (pemerintah kebupaten, kecamatan dan desa), belum
menghasilkan dan mencapai titik kesepakatan, namun izin eksplorasi tetap saja diterbitkan.
Masyarakat setempat mencurigai adanya permainan antara pihak investor dan aparat
pemerintah (termasuk pemerintah desa), sehingga izin eksploitasi dikeluarkan.7
Meskipun pada pertemuan antara PT. ADS dan masyarakat yang kontra terhadap
tambang tersebut belum ada kesepakatan dan keputusan terkait penambangan, pihak
pemerintah Kabupaten Jember tidak menyurutkan niat untuk merealisasikan rencana
penambangan. Akibatnya, menyebabkan kekecewaan yang mendalam terutama bagi pihak
yang menolak penambangan pasir besi, karena mereka merasa aspirasi yang mereka berikan

7
Ibid, hlm. 66-68.

7
tidak di respon oleh Pemerintah kabupaten Jember, sehingga menimbulkan rasa kecewa dalam
masyarakat yang diaktualisasikan dalam aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat
serta pihak-pihak yang kontra terhadap kegiatan penambangan. Aksi unjuk rasa tersebut
dilakukan di depan Kantor Pemkab Jember, Kantor DPRD Jember dan Kantor Disperindag
Jember pada 19 Desember 2009, serta beberapa aksi juga dilakukan di depan Kantor Desa
Paseban dan salah satunya dilakukan pada 15 Februari 2010. yang dilakukan tidak hanya aksi
unjuk rasa tetapi juga melakukan aksi-aksi anarkis seperti perusakan basecamp dan patok milik
PT. ADS yang berada di pesisir Desa Paseban. Aksi mereka tidak hanya sampai di situ saja,
tetapi juga meluas pada aksi memaksa Kepala Desa Paseban Sunanjar dan BPD untuk
menandatangani surat pengunduran diri, karena sikap kepala desa yang tidak konsisten
terhadap penambangan pasir besi. Aksi lainnya yakni perusakan mobil dan penjarahan barang-
barang termasuk uang tunai serta handphone serta barang lainnya milik PT. ADS di pesisir
pantai Paseban, yang pada saat itu melakukan survei. Selanjutnya perusakan 7 rumah milik
warga yang mendukung penambangan termasuk dua diantaranya adalah rumah anggota BPD
yang dilakukan pada akhir Desember 2010. Pada perusakan 7 rumah warga tersebut terjadi
penangkapan atas Surojo dan Suyono yang diduga sebagai profokator pada aksi tersebut.
Sedangkan pada 30 Desember 2010 masyarakat Paseban kembali berunjuk rasa di depan
Mapolres Jember untuk meminta penangguhan tahanan atas Surojo dan Suyono Aksi tersebut
merupakan berakhirnya aksi-aksi masyarakat, dan awal dari meredanya konflik karena
kegiatan penambangan di vakumkan oleh pihak PT. ADS.8
Tidak hanya pihak yang kontra terhadap penambangan pasir besi, tetapi pihak yang pro
juga melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Jember guna memberikan dukungann
terhadap pemerintah atas penambangan pasir besi. Aksi tersebut dilakukan pada 7 Mei 2009
yang didampingi oleh 24 LSM pendukung tambang yang tergabung dalam Forum Lintas LSM.

2.3 Pola Pengembangan Tambang Pasir Besi di Desa Paseban


Luas prospek tambang pasir besi di Desa paseban direncanakan yaitu 491.8 Ha dan
pasir besi yang dihasilkan mencapai 23.125.000 m3, dengan asumsi kedalaman 5 m. Dari hasil

8
Ibid.

8
analisis diketahui bahwa besar butir atau fraksi endapan pasir besi antara 40-200 mesh dengan
kadar masing-masing fraksi antara 30-60%.9
Penambangan pasir besi yang akan dilakukan oleh PT. ADS adalah menggunakan
metode yang dipakai di Cilacap. Hal ini dilakukan sebagai contoh bahwa walaupun pesisir
ditambang namun di sana tidak Penambangan pasir besi yang akan dilakukan oleh PT. ADS
adalah menggunakan metode yang dipakai di Cilacap. Hal ini dilakukan sebagai contoh bahwa
walaupun pesisir ditambang namun di sana tidak merugikan masyarakat setempat dan
lingkungan, serta tanah semakin bagus serta dapat ditanami. Mesin yang diturunkan ke pesisir
Paseban adalah mesin magnetik separator. Jika eksploitasi berjalan, mesin yang diturunkan
sejumlah 100-200 unit, per unitnya akan dipegang oleh 5 orang dari warga setempat. Teknik
pengambilan pasir besi tersebut menggunakan alat pemisah antara pasir dengan pasir besi yang
kandungannya sekitar 20% dari kedalaman 5 meter. Pasir akan dikembalikan ke tempat semula,
guna menutup kembali lubang yang telah digali. Pasir besi tersebut akan diangkut melalui jalur
laut selatan oleh kapal Tongkang yang akan dibawa ke kapal induk (Tanker) yang mampu
menampung sekitar 30.000 ton pasir besi yang berada di tengah laut. Diperkirakan hasil yang
dihasilkan per hari mencapai 1000 sampai 2000 ton pasir besi yang akan dijual ke Cina, Korea,
dan sekitarnya. Jika rencana tersebut terealisasikan maka PT. ADS akan menjadi pihak
pengelola dalam penambangan pasir besi di Paseban, dan mengubah nilai penting pasir besi
Paseban.10
Menurut Rudi selaku manager PT. ADS bahwa pada tahun 2008 sampai 2010 harga
pasir besi mencapai $ 50 per ton. Ia juga menuturkan bahwa penambangan yang akan dilakukan
tidak akan merusak lingkungan sekitar lokasi tambang, karena mesin yang akan digunakan
yakni Magnetik Separator yang menggunakan air tawar untuk pencucian material pasir besi
dan merupakan mesin ramah lingkungan.Dalam pengambilan sample pasir besi, Rudi
menyatakan bahwa sample yang diambil + 15 ton, karena telah mendapat ijin dari pihak
Pemkab Jember. Pengambilan sample dalam jumlah besar tersebut dilakukan karena alat untuk
mendeteksi kandungan besi tersebut besar, sehingga memerlukan sample yang besar. Sample
tersebut langsung dibawa ke Cina, karena alat yang digunakan untuk memisahkan konsentrat
dari biji besi dan titanium masih berada di Cina. Mengenai pengambilan sample sebesar 15 ton
ini, pihak PT. ADS mengaku mengalami kerugian, karena sample yang diambil salah. Para

9
Anisatul Mufarrohah, “ Konflik Kepentingan dalam Penambangan Pasir Besi: Studi Kasus di Desa
Paseban Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember” Skripsi pada Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Jember, 2013, hlm. 58-63.
10
Ibid.

9
pekerja yang ditugaskan mengambil sample dinilai asal-asalan karena ternyata sample yang
diambil tidak dari tempat yang telah ditentukan oleh pihak PT. ADS. Akhirnya pengambilan
sample diulang kembali sebanyak 1 container (+ 20 ton).11
Rudi juga mengajak beberapa perwakilan masyarakat yang kontra tambang untuk studi
banding ke Cilacap. Tujuannya agar mereka sadar bahwa penambangan pasir besi tidak
seburuk yang dibayangkan, dan juga dapat melihat langsung bahwa setelah dilakukan
penambangan di Cilacap, lingkungan semakin baik tidak mengalami kerusakan, bahkan tanah
di sana menjadi lebih subur dan rakyat menjadi makmur. Setelah pulang dari Cilacap Rudi
berharap ke 9 orang tersebut akan mensosialisasikan yang mereka pelajari dan ketahui di
Cilacap kepada masyarakat Paseban terutama yang kontra terhadap penambangan.

2.4 Dampak Konflik Tambang Pasir Besi di Desa Paseban


Terkait dengan adanya rencana penambangan pasir besi di Desa Paseban oleh PT. ADS,
dampak lingkungan fisik secara nyata memang belum terlihat, karena kegiatan penambangan
pasir besi di Desa Paseban hanya sampai pada tahap eksplorasi. Meskipun SIUP eksploitasi
telah diterbitkan pada 2009, tetapi kegiatan penambangan (eksploitasi) belum dapat
dilaksanakan, karena gejolak yang terjadi dalam masyarakat sangat besar sehingga
menyebabkan kevakuman pada 2010. Menurut Miskan, SIUP berakhir pada 2012, jika
eksploitasi tidak segera dilakukan maka pihak investor harus melakukan perpanjangan SIUP
dan diprediksi mengalami kerugian finansial yang cukup besar.
Konflik yang tejadi juga tidak terlepas dari peran serta Pemerintah Kabupaten Jember
dan Pemerintah Desa Paseban, yang dalam permasalahan ini kurangnya sosialisasi yang lebih
spesifik kepada masyarakat secara langsung. Selain itu juga kurang tegasnya pemerintah desa
menanggapi persoalan ini, terbukti dengan sikap kepala desa Paseban yang lebih
mengutamakan finansial dengan memperlihatkan sikap yang tidak konsisten mengenai
tanggapannya terhadap adanya penambangan pasir besi di Paseban.
Dampak yang terjadi akibat konflik mengakibatkan kerusuhan yang dilakukan oleh
masyarakat terhadap PT. ADS. Kerusuhan yang dilakukan di antaranya perusakan basecamp
milik PT. ADS yang berada dipesisir Paseban pada 22 Oktober 2009. Masyarakat melakukan
perusakan mobil milik Rudi, menejer PT. ADS, ketika datang ke pesisir pada akhir 2010 dan
masyarakat anti tambang juga melakukan penjagaan ketat dipesisir Paseban. Hal tersebut

11
Ibid.

10
membuat pihak investor (PT. ADS) mengalami kerugian yang cukup besar, sehingga PT. ADS
menghentikan penambangan pada akhir 2010, agar kerugian yang ditanggung tidak bertambah
besar, selain itu juga mengakibatkan trauma bagi Rudi, manajer PT. ADS, serta agar konflik
yang terjadi tidak semakin meluas. 12
Beberapa peristiwa lain yang terjadi karena rencana penambangan pasir besi oleh PT.
ADS menimbulkan berbagai dampak yang dapat menyebabkan ketidakstabilan terhadap
masyarakat setempat, serta ketidakstabilan yang terjadi pada Kantor Desa Paseban yang
menyebabkan kantor Desa Paseban mengalami ketidakstabilan, sering terjadi kekosongan pada
hari-hari aktif pada 2009-2010.
Ketidakpuasan atas kinerja pemerintah, baik Pemerintah Kabupaten Jember maupun
Pemerintah Desa Paseban menyebabkan konflik semakin memanas dan masyarakat semakin
melakukan aksi-aksi anarkis, sehingga berimbas pada kehidupan sehari-hari yakni masyarakat
yang menolak penambangan melarang (memboikot) warga yang pro beribadah di masjid,
masyarakat yang menolak juga melarang masyarakat yang pro berbelanja ke toko-toko milik
masyarakat yang kontra, sebaliknya, masyarakat yang kontra juga melarang untuk berbelanja
di toko milik warga yang pro. Masyarakat yang pro menyebut orang-orang yang kontra sebagai
kaum abangan. Hal ini terjadi pada tahun 2009-2010, ketika situasi dan kondisi konflik sedang
memanas. Pada akhir 2010 terjadi peristiwa anarkis yang dilakukan oleh masyarakat yang
kontra yakni dengan melakukan perusakan 7 rumah warga yang pro terhadap penambangan
pasir besi. Selain itu, juga berdampak pada salah satu anggota BPD, Miskan, selain rumahnya
dihancurkan oleh warga, sawah yang ditanami sengon juga dirusak, dengan menebang seluruh
pohon sengon miliknya.13
Setelah aksi perusakan 7 rumah warga yang pro terhadap penambangan pasir besi pada
akhir 2010, menyebabkan vakumnya kegiatan penambangan oleh PT. ADS, serta keikutsertaan
pemerintah desa untuk menolak penambangan, membuat Desa Paseban berangsur-angsur
stabil, dan tidak ada aksi-aksi anarki seperti sebelumnya.

12
Ibid, hlm. 100-102.
13
Ibid.

11
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Konflik sosial tambang pasir besi yang terjadi di Desa Paseban disebabkan oleh adanya
rencana penambangan pasir besi oleh PT. Agtika Dwi Sejahtera. Kurangnya perhatian
Pemkab Jember terhadap rakyat yang dalam kaitannya dengan konflik yang terjadi di Desa
Paseban menunjukkan kurang terbukanya pihak Pemkab atas usaha untuk menaikkan taraf
hidup masyarakat Paseban melalui rencana penambangan pasir besi oleh PT. ADS.
Kecerobohan Pemkab Jember dalam mengeluarkan SIUP eksplorasi pasir besi kepada PT.
ADS tanpa adanya satu kesepakatan antara seluruh masyarakat Paseban dengan Pemkab
dan PT. ADS. Hal tersebut kemudian menumbuhkan perpecahan di kalangan masyarakat
Paseban, sehingga menimbulkan konflik. Perpecahan tersebut ternyata tidak
mengurungkan niat Pemkab untuk memberhentikan kegiatan eksplorasi, tetapi malah
menerbitkan SIUP eksploitasi pada 2009. Terbitnya SIUP tersebut semakin menjadi
pemicu utama dalam meluasnya konflik. Kekecewaan masya- rakat Paseban yang semakin
mendalam mendorong mereka untuk melakukan aksi unjuk rasa dan tindakan anarkis.
Konflik yang terjadi tidak hanya merugikan banyak pihak, tetapi juga menyebabkan
keretakan bagi kerukunan antara masyarakat Paseban yang mendukung penambangan
dengan masyarakat yang menolak penambangan pasir besi. Konflik juga berdampak pada
kestabilan pemerintahan desa, yakni selama konflik memanas antara 2009-2010, kegiatan
di kantor desa menjadi tidak stabil, kantor sering kosong di hari-hari aktif. Hal ini terjadi
karena perangkat-perangkat desa takut terhadap aksi anarkis warga yang sering tiba-tiba
menyerang. Selain itu konflik juga berdampak pada berhentinya kegiatan penambangan
sebelum masa berlaku SIUP habis. Hal tersebut menyebabkan banyak kerugian yang harus
ditanggung oleh pihak PT. ADS. Gerakan sosial penentangan terhadap penambangan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Paseban secara kasat mata bisa dikatakan berjalan dengan
perencanaan yang matang dan terorganisir dengan baik. Rangkaian gerakan yang mereka
lakukan menunjukkan bahwa kesadaran untuk menentang penambangan memang sudah
menjadi kesadaran kolektif mereka.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anisatul Mufarrohah. “Konflik Kepentingan dalam Penambangan Pasir Besi: Studi Kasus di
Desa Paseban Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember” dalam Skripsi Jurusan Ilmu
Sejarah Universitas Jember. 2013

Hidayat, Nurul dan Fikri Haikal Akbar. “Perjuangan Masyarakat Paseban dalam Menjaga
Kelestarian Pesisir Ujung Barat Kabupaten Jember” dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial.
Volume 18 No. 01. 2017.

Suantika,Khusna, M. Amal. “Gerakan Sosial Kamun Santri Melawan Rencana Penambangan


di Paseban” dalam Jurnal Islamic Education Reserch. Volume 08 No. 01. 2018.

Nawiyanto. Dkk. "Konflik Pertambangan Pasir Besi di Desa Wogalih, Kecamatan


Yosowilangun, Kabupaten Lumajang Tahun 2010-2011" dalam Historia, Volume 2
No. 1. 2014.

13

Anda mungkin juga menyukai