O
L
E
H
LUTHFIONA FITRI RAMADHANI S.
190110301062
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat waktu. Makalah ini berjudul “Sejarah Awal Hingga Akhir Kerajaan tarumanegara”
Akhir kata saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu saya harapkan semi kesempurnaan makalah ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi usaha-usaha kita.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................3
1.3. Tujuan..................................................................................................................................4
1.4. Manfaat................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Tarumanegara...................................................................5
2.2. Letak dan Kondisi Alam kerajaan Tarumanegara...........................................................7
2.3. Kehidupan Masyarakat Tarumanegara............................................................................8
A. Kehidupan Politik..................................................................................................................8
B. Kehidupan Ekonomi................................................................................................................10
C. Kehidupan Sosial.....................................................................................................................12
D. Kehidupan Budaya...................................................................................................................12
E. Kepercayaan Masyarakat.........................................................................................................13
2.4. Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara.............................................................................15
2.5. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara........................................................17
1. Sumber Prasasti...................................................................................................................17
2. Sumber Berita Cina..............................................................................................................23
3. Sumber-sumber Temuan Arkeologi.....................................................................................24
BAB III...............................................................................................................................................26
KESIMPULAN..................................................................................................................................26
REFERENSI......................................................................................................................................27
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
3. Bagaimana kehidupan masyarakat Tarumanegara?
4. Bagaimana keruntuhan kerajaan Tarumanegara?
5. Bagaimana bukti-bukti kerajaan Tarumanegara?
1.3. Tujuan
1. Mendeskripsikan bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Tarumanegara.
2. Mendeskripsikan bagaimana letak dan kondisi alam kerajaan Tarumanegara.
3. Menjelaskan kehidupan masyarakat Tarumanegara.
4. Menjelaskan keruntuhan kerajaan Tarumanegara.
5. Menjelaskan bukti-bukti kerajaan Tarumanegara.
1.4. Manfaat
1. Dapat menanbah wawasan tentang kerajaan Tarumanegara.
2. Dapat mengetahui sejarah kerajaan Tarumanegara.
3. Dapat mengetahui letak dan kondisi alam kerajaan Tarumanegara.
4. Dapat mengetahui kehidupan masyarakat Tarumanegara.
5. Dapat mengetahui bagaimana keruntuhan kerajaan Tarumanegara.
6. Dapat mengetahui bukti-bukti kerajaan Tarumanegara.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Ahli ilmu bumi Yunani purba yang bernama Claudius Ptolemaeus, dalam bukunya yang
berjudul Geographike Hyphegesis menyebutkan bahwa daerah-daerah di Timur jauh,
terdapat sebuah kota bernama Argyre yang terletak di ujung barat pulau Iabadiou. Nama
Iabadou ini dapat disesuaikan dengan nama dalam bahasa Sansekerta, yaitu yawadwipa
yang berarti pulau pulau jelai. Menurup para sejarawan, besar sekali kemungkinan bahwa
yang dimaksudkan adalah Pulau Jawa. Argyre yang berarti perak, dengan demikkian juga
diduga terjemahan dari Merak yang memang etrletak di sebelah barat Pulau Jawa.
Namun, juga ada pendapat yang mengatakan bahwa Iabadiou tidak mengacu pada pulau
Jawa, namun kepada Pulau Sumatra, karena di Sumatra juga didapatkan jelai atau bahkan
juga di Kalimantan Baratdaya.1
Ada juga berita lain yang belum dapat dipastikan kebenarannya adalah berita Cina yang
berangka tahun 132 M. Dalam berita tersebut, dikatakan bahwa Raja Ye-tiao yang
bernama Pien, meminjamkan materai mas dan pita ungu kerajaannya kepada Maharaja
Tiao-pien. Menurut dugaan dari sejarawan Prancis G. Ferrand, Ye-tiao dapat disesuaikan
dengan Yawadwipa, sedangkan Tiao-pien adalah lafal Cina yang berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti Dewa Warman.2 Amat disayangkan kita tidak memiliki bukti-
bukti lain mengenai tokoh-tokoh ini, sehingga tidak juga dapat dengan benyak
membicarakan tentangnya.
Berita lainnya dari Cina yang menyebutkan daerah yang belum dapat ditentukan
ketepatan lokasinya berasal kira-kira pada tahun 250 M. Di dalam berita tersebut
dikatakan bahwa ada sebuah daerah yang bernama Tu-po, yang sangat dekat lafalanya
dengan Cho-po. Dalam bahasa Sansekerta berbunyi Jawaka. Juga disebutkan di berita
akhir yaitu Cho-ye, yang oleh Silvain Levi dianggap sama dengan Jawa, tetapi oleh G.
Ferrand disesuaikan dengan kata Sansekerta Jaya, dan karenanya dihubungkan dengan
kerajaan Sriwijaya. Dalam bahasa India sendiri, nama Yawadwipa sudah dikenal dalam
1
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indoesia II, (Balai Pustaka,
1984), hal 37-39.
2
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
5
Ramayana, pada bagian yang menceritakan pasukan kera mencari sita yang diculik di
daerah-daerah bagian sebelah timur. Sedangkan tentang Yawadwipa, dikatakan bahwa
disana terdapat tujuh buah kerajaan yang menghasilkan kerajaan, pulau emas dan perak,
yaitu negara yang kaya akan tambang emasnya.3
Berita-berita luar yang disebtkan diatas, belum ada satupun yang mengacu kepada
kerajaan Tarumanegara. Bukti-bukti tentang kerajaan ini, terutama didapatkan didaerah
yang diperkirakan menjadi daerah kerajaan tersebut, terutama yang berasal dari berita
Cina.
Sangat jauh sumber-sumber yang berhubungan dengan negara ini, bisa dikatakan
sangat sedikit sekali. Sampai saat ini yang sudah diketahui keberadaannya hanyalah tujuh
buah prasasti batu
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di pulau Jawa yang berdiri pada
abad ke-4 sampai ke-7 Masehi. Dalam Naskah Wangsekerta dari Cirebon dikatakan
bahwa pendiri kerajaan Tarumanegara adalah Rajadirajaguru Jayasingawarman pada
tahun 358 M. Sayangnya, naskah tersebut masih menjadi polemik bagi para pakar sejarah
sehingga meragukan apakah naskah-naskah tersebut bisa dijadikan sebagai sumber
rujukan. Awal mula terbentuknya kerajaan Tarumanega dikarenakan runtuhnya kerajaan
Salakanegara. Jayasingawarman ketika itu memimpin pelarian keluarga kerajaan
salakanegara yang terus menerus dikejar oleh musuh dan berhasil meloloskan diri dalam
pengasingannya tahun 358 M. Jayasingawarman kemudian mendirikan kerajaan baru di
tepi sungai Citarum, Kabupaten Lebak Banten
Secara etimologi kata Tarumanegara berasal dari kata Taruma dan nagara. Nagara
yang artinya kerajaan atau negara, sedangkan taruma berasal dari kata tarum, yang
merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat, yaitu sungai Citarum. Pada muara
Citarum, ditemukan percandian yang luas, yaitu percandian Batujaya dan percandian
Cibuaya.4 Percandian tersebut diduga merupakan peradaban peninggalan kerajaan
Taruma.
3
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
4
Adi Sudirman, Sejarah Lengkap Indonesia, (Diva Press, 2014), hal 64.
6
2.2. Letak dan Kondisi Alam kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang pertama yang pernah berkuasa di
wilayah barat Pulau Jawa. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara
yang meninggalan beberapa catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak yang ditemukan di sekitar lokasi kerajaan Tarumanegara tersebut, terlihat bahwa
saat itu kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang beraliran Wisnu.
5
Adi Sudirman, Ibid, hal 62.
7
2.3. Kehidupan Masyarakat Tarumanegara
A. Kehidupan Politik
6
Adi Sudirman, Ibid, hal 64-67.
7
Adi Sudirman, Ibid
8
mengidentifikasikan dirinya dengan Dewa Wisnu. Selain itu, dalam naskah
Wangsakerta juga dikatakan bahwa Purnawarman adalah raja termasyur di
Tarumanegara. Pada tahun 397 M, ia membangun ibukota kerajaan baru yang terletak
di dekat pantai dan terkenal dengan nama Sundapura. Terdapat 48 kerajaan derah
dibawah tarumanegara yang dikuasai purnawarman. Yang terbentang mulai dari
Pandeglang (rajatapura) hingga purwalingga.8 Purnawarman dikenal sebagai raja yang
adil, cakap dan sangat memperhatikan kesejahteraan taraf hidup seluruh rakyatnya.
Selain itu, ia juga ia juga sangat perhatian kepada kaum brahmana. Rakyat
Tarumanegara hidup dengan aman dan tentram pada masanya.
1. Jayasingawarman (358-382)
8
Adi Sudirman, Ibid
9
Adi Sudirman, Ibid
10
Adi Sudirman, Ibid
9
2. Dharmayawarman (382-395)
3. Purnawarman (395-434)
4. Wisnuwarman (434-455)
5. Indrawarman (455-515)
6. Candrawarman (515-535)
7. Suryawarman (535-561)
8. Kertawarman (561-628)
9. Sudhawarman (628-639)
10. Hariwangsawarman (639-640)
11. Nagajayawarman (640-666)
12. Linggawarman (666-669)
B. Kehidupan Ekonomi
10
Dalam bidang peternakan, juga diberitakan dalam Prasasti Tugu tentang upacara
selamatan yang dilakukan Raja Purnawarman dengan menghadiahkan seribu ekor sapi
kepada kaum Brahmana. Memang belum ada jaminan bahwa pada masa itu sudah ada
peternakan yang memungkinkan hal tersebut terlaksana, namun upacara tersebut
dianggap bernilai tinggi dibandingkan dengan upacara-upacara lainnya.12
Dari berita Cina, dapat diketahui bahwa orang-orang Ho-ling memiliki kepandaian
dalam membuat minuman keras dari mayang (bunga kelapa). Dengan demikian, dapat
dipastikan bahwa tuak sudah dikenal pada masa itu. sayangnya, tidak dapat diketahui
dengan pasti kapan tuak itu di konsumsi, apakah sebagai minuman harian ataukah
pada waktu tertentu saja. Berita Cina juga menyebutkan bahwa orang Ho-ling tidak
menggunakan sendok ataupun sumpit saat makan, sehingga dapat dipastikan bahwa
makanan pokok masyarakat saat itu adalah beras. Di samping itu, jelas masyarakat
juga megkonsumsi buah-buahan serta daging hewan.13
12
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
13
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
14
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
11
C. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Tarumanegara bisa dikatakan sudah teratur dan rapi.
Hal tersebut terlihat dari upaya Raja Purnawarman dalam meningkatkan kesejahteraan
kehidupan rakyatnya. Selain itu, Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan
keudukan kaum Brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap
upacara korban sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.15
D. Kehidupan Budaya
Ditinjau dari segi budaya, terdapat dua golongan masyarakat pada saat itu, yaitu
golongan masyarakat yang berbudaya Hindu dan golongan masyarakat berbudaya
berdasarkan kepercayaan asli. Mengingat bahwasannya kebudayaan India adalah
kebudayaan yang pertama kali masuk ke Nusantara dan memiliki pengaruh dalam
peradaban di nusantara. Golongan kebudayaan pertama terbatas pada lingkungan
kraton saja, sementara golongan masyarakat kedua ialah masyarakat Tarumanegara
pada umumnya.16 Akan tetapi, kedua golongan ini tidak saling terpisah, justru dalam
beberapa hal mereka saling bekerja sama.
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan
sebagai bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara, dapat diketehui bahwa tingkat
kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah cukup tinggi dan mengalami
perkembangan. Dari beberapa buah prasasti yang ditemuakan menunjukkan bahwa
huruf yang digunakan adalah aksara Pallawa dan berbahasa sangsekerta. Menurut
berita Cina ada suatu bahasa dengan nama Kwun-lun yang digunakan baik di Jawa
maupun di Sumatra. Kwun-lun adalah adalah nama yang diberikan orang Cina untuk
menyebut bahasa yang dipergunakan di berbagai di Nusantara, yaitu suatu bahasa
yang tercampur dengan kata-kata Sansekerta.
E. Kepercayaan Masyarakat
15
Adi Sudirman, Ibid, hal 73-74.
16
Adi Sudirman, Ibid
12
nusantara masyarakat di nusantara sudah memiliki kepercayaan, yaitu dinamisme dan
animisme. Masyarakat percaya bahwa ada kekuatan di luar kemampuan dirinya.
Arwah nenek moyang diyakini telah menjaga dan melindungi mereka sehingga
mereka melakukan pemujaan sebagai tanda terima kasih dan rasa hormat mereka.
Teori yang pertama dikemukakan oleh J.L. Moens, C.C. Berg dan Mookerdji,
yaitu teori kesatria. Mengatakan bahwa golongan kesatria yang datang ke nusantara
kemudian menaklukan penduduk pribumi, melakukan perkawinan dengan penduduk
setempat dan akhirnya mendirikan kerajaan yang bercorak Hindu. Namun, teori ini
masih diragukan kebenarannya lantaran suatu peristiwa penting mengenai teori ini
tidak tercatat dalam prasasti-prasasti yang ditemukan baik di India maupun di
Nusantara. Selain itu, golongan kesatria juga bukan anggota masyarakat yang
dominan yang datang ke nusantara.17
Teori yang kedua oleh N.J. Krom, yaitu teori waisya. Menyatakan bahwa para
pedagang merupakan golongan penduduk yang paling banyak berinteraksi dengan
penduduk pribumi. Mayarakat yang berinteraksi dengan penduduk pribumi lambat
laun bermukim dan melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi.18
Teori ketiga oleh J.C. van Leur dan Nilakanta Sastri, yaitu teori brahmana.
Menyatakan bahwa yang berperan dalam proses Indianisasi ke nisantara adalah kaum
brahmana karena hanya kaum Brahmanalah yang menguasai masalah-masalah
keagamaan dan kitab-kitabnya. Kaum Brahmana adalah kaum yang paling dihormati
dalam agama Hindu. Kaum Brahmana juga yang menguasai bahasa sansekerta. Di
India kitab suci dan upacara keagaman menggunakan bahasa sansekerta. Terdapat dua
pendapat mengenai teori ini, yang pertama mereka datang sebagai agamawan
sekaligus sebagai kaum pedagang; kedua, kedatangan mereka karena diundang oleh
17
Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu-Buddha, (Yogyakarta: Ombak, 2016), hal 28-30.
18
Ririn Darini, Ibid
13
penguasa atau raja untuk menambah wawasan karena ajaran dan kearifan yang
dimiliki mereka.19
Teori keempat oleh van Faber, yaitu teori sudra. Mengatakan bahwa pada awal
tarikh Masehi di India banyak mengalami pergolakan politik dan peperangan,
sehingga banyak penduduk di negerinya yang melarikan diri dan mengungsi.20
Namun, banyak para ahli lainnya yang meragukan teori ini karena golongan sudra
merupakan kaum yang tidak menguasai seluk beluk agama Hindu dan tidak juga
menguasai bahasa sansekerta.
Teori kelima oleh F.D.K. Bosch, yaitu teori arus balik. Menyebutkan
terjadinya penyuburan kebudayaan nusantara dengan latar agama Buddha dan budaya
India dengan latar agama Hindu. Sebagian anak negeri yang belajar agama Buddha
kemudian berkunjung ke negeri India untuk memperdalam ajaran Buddha dan ketika
pulang mereka membawa kitab-kitab suci atau kesan-kesan mereka selama di India.21
Sementara itu, ada juga yang berpendapat dan menghubungkan agama kotor
tersebut dengan agama orang Parsi (Majusi) yang mengenal tradisi upacara
19
Ririn Darini, Ibid
20
Ririn Darini, Ibid
21
Ririn Darini, Ibid
22
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid, hal 50
23
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
14
penanaman mayat dengan menempatkannya begitu saja di dalam hutan. Akan tetapi,
menurut Ye-po-ti kepercayaan yang di maksud Fa-hsien bukanlah kebudayaan dari
Jawa melainkan dari Kamboja.24 oleh karena agama tersebut mempunyai upacara-
upacara yang cukup berbeda dengan agama yang ditemui Fa-hsien di Tarumanegara,
maka tidak mustahil jika penamaan agama kotor itu pada dasarnya disebabkan karena
ketidaktahuan Fa-hsien tentang sistem dan kehidupan keagamaan asli masyarakat di
Tarumanegara yang masih dianut oleh penduduknya. Meskipun masuknya pengaruh
kebudayaan India ke nusantara, tidak dapat dipungkiri bahwa tradisi-tradisi yang
sudah mengakar sebelumnya tidak demikian saja hilang dengan masuknya
kepercayaan baru.
24
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
25
Adi Sudirman, Ibid, hal 66-67.
15
kerajaan Tarumanegara di pecah menjadi dua bagian kerajaan, yaitu kerajaan Sunda dan
kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai pembatasnya.26
26
Adi Sudirman, Ibid
16
2.5. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Terdapat dua macam sumber sejarah yang dapat digunakan bagi kerajaan
Tarumanegara, yaitu sumber prasasti dan berita Cina dari masa Dinasti tang pada abad ke
VIII.
1. Sumber Prasasti
Prasasti-prasasti yang ditemukan dari kerajaan tarumanegara berjumlah 7 buah.
Prasasti tersebut antara lain, yaitu prasasti Tugu (dekat Tanjung Priok), prasasti
Cirauteun (Ciampea-Bogor), Prasasti Cidanghiang (kampung Lebak-Mujul), prasasti
Kebon kopi (Muara Hilir-Cibungbulung), prasasti Pasirawi dan Muara Cianten
(daerah Ciampea-Bogor), dan prasasti Pasir Koleangkak atau Jambu (Bogor bagian
barat). Adapun huruf yang digunakan dalam prasasti-prasasti tersebut adalah huruf
Pallawa dan berbahasa Sansekerta dalam bentuk syair (metrum).
a. Prasasti Tugu
27
Adi Sudirman, Ibid, hal 68-71.
17
“Dahulu kali kali yang bernama Candrahaga telah digali oleh maharaja
Purnawarman yang mempunyai lengan kekar dan kuat untuk kemudian
mengalirkannya ke laut, setelah kali tersebut sampai di Intana termasyur
(Tarumanegara). Pada tahun ke-22 dari tahta yang mulia raja Purnawarman
karena kebijaksanaan dan kepandaiannya serta menjadi panji dari segala raja.
Maka sekarang beliau menitahkan juga melakukan penggalian kali yang permai
dan berair jernih, yang bernama Gomati, sehingga setelah itu sungai tersebut
mengalir di tengah-tengah tanah milik yang mulia (Purnawarman). penggalian
tersebut dimulai pada hari yang baik, yaitu tanggal 8 paruh genap bulan
Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paruh terang bulan Caitra. Jadi
penggalian tersebut selesai dalam wahtu 21 hari saja, panjangnya galian tersebut
ialah 6.122 tumbak. Selamatan dilakukan oleh kaum Brahmana disertai 1.000
ekor sapiyang dihadiahkan oleh yang mulia Purnawarman.”28
Sehingga ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari prasasti tersebut, yaitu
sebagai berikut:
Pada prasasti Tugu disebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di
Punjab yaitu sungai Gomati dan Candrabhaga. Dengan adanya keterangan
dari dua buah sungai tersebut menimbulkan beberapa tafsiran dari para
peneliti atau sejarawan, yang salah satunya adalah penafsiran menurut
Poerbatjaraka. Dengan demikian, secara etimologi disimpulkan bahwa
sungai candrabhaga yang dimaksud adalah kali Bekasi.
Dalam prasasti Tugu juga menyebutkan ansir penanggalan bukti adanya
kerajaan Tarumanegara, meskipun angka tahun yang disebutkan tidak
lengkap. Tertulis yaitu pada bulan Phalguna dan Caitra yang diduga sama
dengan bulan Februari dan April.
Prasasti Tugu juga menyebutkan bahwa dilaksanakannya upacara
selamatan oleh kaum Brahmana dengan menghadihi seribu ekor sapi dari
Raja Prnawarman.
b. Prasasti Ciaruteun
28
Suwardono, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Buddha, (Yogyakarta: Ombak, 2019), hal 25.
18
Prasasti Ciaruteun disebut juga dengan nama prasasti Ciampea, ditemukan di
tepi sungai Ciaruteun dekat muara sungai Cisadene, Bogor. Tulisan prasasti
tersebut menggunakan hufuf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4
baris susunan dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di sampaing,
terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja
Purnawarman yang dipahatkan dibagian atas hurufnya. Bentuk pada prasasti ini
mengingatkan adanya hubungan dengan Raja Mahendrawarman I dari keluarga
Palla yang didapatkan dari Dalavanur.29 Bunyi dari prasasti ini sebagai berikut:
“ ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, yaitu kaki yang mulia
sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia.”30
c. Prasasti Jambu
19
serta juga memiliki sifat sebagai dewa Matahari. Dari semua berita itu jelas bahwa
kepercayaan dari Jawa Barat pada zaman Tarumanegara sangat erat kaitannya
dengan kepercayaan Veda. Pada prasasti ini juga disebutkan bahwa perlengkapan
perang Purnawarman berbentuk harnas yang tersembunyi dalam namanya sendiri,
karena dalam bahasa Sansekerta purna berarti sempurna. Sedangkan varmman
berarti harnas, yaitu baju zirah. Menurut cerita dewata India, dewa yang
mengenakan baju zirah yang sempurna hanyalah surya yang dipuja-puja oleh
bangsa Kusna dan Saka. Disana dewa matahari disebut Mithara atau Mithra.31
Bunyi dari prasati Jambu adalahsebagai berikut:
“Gagah, mengagumkan, dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin
manusia yang tiada taranya, yang termasyur Sri Purnawarman yang sekali waktu
memerintah di Tarumanegara dan yang baju zirahnya yang terkenal (varmman)
tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tepak kakinya, yang
senatiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran,
tetapi merupakan duri dalam daging musuh-musuhnya.”32
31
Adi Sudirman, Ibid
32
Suwardono, Ibid
20
bentuk puisi anustubh, dengan bentuk hurufnya lebih kecil jika dibanding dengan
prasasti Raja Purnawarman yang lain.33 Bunyinya sebagai berikut:
“disini tampak sepasang kaki ... yang seperti Airawata, gajah penguasa
Taruma (yang) agung dalam ... dan (?) kejayaan”34
e. Prasasti Cianten
Prasasti Muara Cianten ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang
sampai saat ini belum dapat dibaca atau diterjemahkan oleh para peneliti.
Disamping itu, terdapat lukisan telapak kaki.35
33
Adi Sudirman, Ibid
34
Suwardono, Ibid
35
Adi Sudirman, Ibid
21
f. Prasasti Pasir Awi
g. Prasasti Cidanghiyang
36
Adi Sudirman, Ibid
37
Adi Sudirman, Ibid
22
“Inilah (tanda) keperwiraan, keberanian dan keagungan yang sungguh-
sungguh dari raja dunia, yang mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian
raja.”38
38
Suwardono, Ibid
39
Suwardono, Ibid, hal 28.
23
datang kembali. Nama To-lo-mo ini secara fonetik dapat disamakan dengan
kerajaan Tarumanegara, hal tersebut dikarenakan pada abad ke V kerajaan
tarumanegara sudah mulai berkembang. 40
40
Suwardono, Ibid
41
Suwardono, Ibid
42
Suwardono, Ibid
24
Sejak dilakukannya penelitian 10 tahun terakhir oleh Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional dan Universitas Indonesia, berhasil menemukan 20 lebih titik
situs bangunan candi bata di Desa Batujaya dan Cibuaya. Hasil dari anlisis karbon
yang diteliti menunjukkan bahwa bangunan-bangunan tersebut kira-kira didirikan
pada abad ke-V M.
25
BAB III
KESIMPULAN
Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang pertama yang pernah berkuasa di
wilayah barat Pulau Jawa. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalan beberapa catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan tujuh buah
prasasti yang ditemukan di sekitar lokasi kerajaan Tarumanegara tersebut, terlihat bahwa saat
itu kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang beraliran Wisnu.
Kehidupan sosial masyarakat Tarumanegara bisa dikatakan sudah teratur dan rapi.
Hal tersebut terlihat dari upaya Raja Purnawarman dalam meningkatkan kesejahteraan
kehidupan rakyatnya. Selain itu, Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan keudukan
kaum Brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban sebagai
tanda penghormatan kepada para dewa.
26
REFERENSI
27