Anda di halaman 1dari 28

SEJARAH AWAL HINGGA AKHIR KERAJAAN TARUMANEGARA

TUGAS SEJARAH INDONESIA 1500

O
L
E
H
LUTHFIONA FITRI RAMADHANI S.
190110301062

FAKULTAS ILMU BUDAYA


JURUSAN ILMU SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat waktu. Makalah ini berjudul “Sejarah Awal Hingga Akhir Kerajaan tarumanegara”

Makalah ini berisikan informasi tentang kerajaan Tarumanegara yang diharapkan


dapat memberikan pemahaman kepada kita semua tentang sejarah kerajaan Tarumanegara.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
dari berbagai pihak lain. Oleh karena itu saya ucapkan terima kasih kepada Dra. Latifatul
Izzah, M. Hum selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Indonesia 1500.

Akhir kata saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu saya harapkan semi kesempurnaan makalah ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi usaha-usaha kita.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................3
1.3. Tujuan..................................................................................................................................4
1.4. Manfaat................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Tarumanegara...................................................................5
2.2. Letak dan Kondisi Alam kerajaan Tarumanegara...........................................................7
2.3. Kehidupan Masyarakat Tarumanegara............................................................................8
A. Kehidupan Politik..................................................................................................................8
B. Kehidupan Ekonomi................................................................................................................10
C. Kehidupan Sosial.....................................................................................................................12
D. Kehidupan Budaya...................................................................................................................12
E. Kepercayaan Masyarakat.........................................................................................................13
2.4. Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara.............................................................................15
2.5. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara........................................................17
1. Sumber Prasasti...................................................................................................................17
2. Sumber Berita Cina..............................................................................................................23
3. Sumber-sumber Temuan Arkeologi.....................................................................................24
BAB III...............................................................................................................................................26
KESIMPULAN..................................................................................................................................26
REFERENSI......................................................................................................................................27

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejarah kebudayaan Indonesia dimulai dengan zaman prasejarah, yaitu zaman dimana
manusia belum mengenal tulisan. Kehidupan masyarakat pada masa itu masih sangat
primitif. Sebelum pengaruh kebudayaan India masuk ke nusantara, sudah ada tatanan
kehidupan pada masyarakat. Dalam kehidupan politik misalnya, sudah ada top leader
(kepala suku) yang berperan sebagai pemimpin adat dalam kaumnya. Selain itu, dalam
bidang religi mayarakat sudah menganut kepercayaan dinamisme dan animisme.
Masyarakat percaya bahwa ada kekuatan di luar kemampuan dirinya. Arwah nenek
moyang diyakini telah menjaga dan melindungi mereka sehingga mereka melakukan
pemujaan terhadap arwah nenek moyang.
Baru pada abad pertama tarikh Masehi sampai ± tahun 1500 SM masuk dan
berkembanglah pengaruh Hindu di nusantara. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari
India itu maka berakhirlah zaman prasejarah Indonesia. Dari berbagai bukti-bukti
peninggalan tertulis maupun peninggalan benda-benda sejarah yang ditemukan telah
membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia telah mengalami perubahan besar. Dari
yang dahulunya manusia belum mengenal tulisan kemudian mulai mengenal tulisan.
Pengaruh Hindu bukan saja mengantarkan bangsa nusantara memasuki zaman Sejarah,
tetapi juga membawa perubahan dalam susunan masyarakat. Tibulnya kedudukan raja
dalam bentuk pemerintahan kerajaan dan kepercayaan dalam bentuk keagamaan baru
dengan sendirinya mengubah kebiasaan dan tradisi dalam masyarakat.
Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu kerajaan Hindu yang ikut mewarnai sejarah
kerajaan-kerajaan di nusantara. Kerajaan tertua di pulau Jawa ini memiliki banyak hal
menarik dari segi peninggalannya maupun sejarahnya. Maka dari itu, penulis tertarik
untuk mengupas kerajaan tarumanegara dalam menyusun makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Tarumanegara?
2. Bagaimana letak dan kondisi alam kerajaan Tarumanegara?

3
3. Bagaimana kehidupan masyarakat Tarumanegara?
4. Bagaimana keruntuhan kerajaan Tarumanegara?
5. Bagaimana bukti-bukti kerajaan Tarumanegara?

1.3. Tujuan
1. Mendeskripsikan bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Tarumanegara.
2. Mendeskripsikan bagaimana letak dan kondisi alam kerajaan Tarumanegara.
3. Menjelaskan kehidupan masyarakat Tarumanegara.
4. Menjelaskan keruntuhan kerajaan Tarumanegara.
5. Menjelaskan bukti-bukti kerajaan Tarumanegara.

1.4. Manfaat
1. Dapat menanbah wawasan tentang kerajaan Tarumanegara.
2. Dapat mengetahui sejarah kerajaan Tarumanegara.
3. Dapat mengetahui letak dan kondisi alam kerajaan Tarumanegara.
4. Dapat mengetahui kehidupan masyarakat Tarumanegara.
5. Dapat mengetahui bagaimana keruntuhan kerajaan Tarumanegara.
6. Dapat mengetahui bukti-bukti kerajaan Tarumanegara.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Tarumanegara

Ahli ilmu bumi Yunani purba yang bernama Claudius Ptolemaeus, dalam bukunya yang
berjudul Geographike Hyphegesis menyebutkan bahwa daerah-daerah di Timur jauh,
terdapat sebuah kota bernama Argyre yang terletak di ujung barat pulau Iabadiou. Nama
Iabadou ini dapat disesuaikan dengan nama dalam bahasa Sansekerta, yaitu yawadwipa
yang berarti pulau pulau jelai. Menurup para sejarawan, besar sekali kemungkinan bahwa
yang dimaksudkan adalah Pulau Jawa. Argyre yang berarti perak, dengan demikkian juga
diduga terjemahan dari Merak yang memang etrletak di sebelah barat Pulau Jawa.
Namun, juga ada pendapat yang mengatakan bahwa Iabadiou tidak mengacu pada pulau
Jawa, namun kepada Pulau Sumatra, karena di Sumatra juga didapatkan jelai atau bahkan
juga di Kalimantan Baratdaya.1

Ada juga berita lain yang belum dapat dipastikan kebenarannya adalah berita Cina yang
berangka tahun 132 M. Dalam berita tersebut, dikatakan bahwa Raja Ye-tiao yang
bernama Pien, meminjamkan materai mas dan pita ungu kerajaannya kepada Maharaja
Tiao-pien. Menurut dugaan dari sejarawan Prancis G. Ferrand, Ye-tiao dapat disesuaikan
dengan Yawadwipa, sedangkan Tiao-pien adalah lafal Cina yang berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti Dewa Warman.2 Amat disayangkan kita tidak memiliki bukti-
bukti lain mengenai tokoh-tokoh ini, sehingga tidak juga dapat dengan benyak
membicarakan tentangnya.

Berita lainnya dari Cina yang menyebutkan daerah yang belum dapat ditentukan
ketepatan lokasinya berasal kira-kira pada tahun 250 M. Di dalam berita tersebut
dikatakan bahwa ada sebuah daerah yang bernama Tu-po, yang sangat dekat lafalanya
dengan Cho-po. Dalam bahasa Sansekerta berbunyi Jawaka. Juga disebutkan di berita
akhir yaitu Cho-ye, yang oleh Silvain Levi dianggap sama dengan Jawa, tetapi oleh G.
Ferrand disesuaikan dengan kata Sansekerta Jaya, dan karenanya dihubungkan dengan
kerajaan Sriwijaya. Dalam bahasa India sendiri, nama Yawadwipa sudah dikenal dalam
1
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indoesia II, (Balai Pustaka,
1984), hal 37-39.
2
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid

5
Ramayana, pada bagian yang menceritakan pasukan kera mencari sita yang diculik di
daerah-daerah bagian sebelah timur. Sedangkan tentang Yawadwipa, dikatakan bahwa
disana terdapat tujuh buah kerajaan yang menghasilkan kerajaan, pulau emas dan perak,
yaitu negara yang kaya akan tambang emasnya.3

Berita-berita luar yang disebtkan diatas, belum ada satupun yang mengacu kepada
kerajaan Tarumanegara. Bukti-bukti tentang kerajaan ini, terutama didapatkan didaerah
yang diperkirakan menjadi daerah kerajaan tersebut, terutama yang berasal dari berita
Cina.

Sangat jauh sumber-sumber yang berhubungan dengan negara ini, bisa dikatakan
sangat sedikit sekali. Sampai saat ini yang sudah diketahui keberadaannya hanyalah tujuh
buah prasasti batu

Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di pulau Jawa yang berdiri pada
abad ke-4 sampai ke-7 Masehi. Dalam Naskah Wangsekerta dari Cirebon dikatakan
bahwa pendiri kerajaan Tarumanegara adalah Rajadirajaguru Jayasingawarman pada
tahun 358 M. Sayangnya, naskah tersebut masih menjadi polemik bagi para pakar sejarah
sehingga meragukan apakah naskah-naskah tersebut bisa dijadikan sebagai sumber
rujukan. Awal mula terbentuknya kerajaan Tarumanega dikarenakan runtuhnya kerajaan
Salakanegara. Jayasingawarman ketika itu memimpin pelarian keluarga kerajaan
salakanegara yang terus menerus dikejar oleh musuh dan berhasil meloloskan diri dalam
pengasingannya tahun 358 M. Jayasingawarman kemudian mendirikan kerajaan baru di
tepi sungai Citarum, Kabupaten Lebak Banten

Secara etimologi kata Tarumanegara berasal dari kata Taruma dan nagara. Nagara
yang artinya kerajaan atau negara, sedangkan taruma berasal dari kata tarum, yang
merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat, yaitu sungai Citarum. Pada muara
Citarum, ditemukan percandian yang luas, yaitu percandian Batujaya dan percandian
Cibuaya.4 Percandian tersebut diduga merupakan peradaban peninggalan kerajaan
Taruma.

3
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
4
Adi Sudirman, Sejarah Lengkap Indonesia, (Diva Press, 2014), hal 64.

6
2.2. Letak dan Kondisi Alam kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang pertama yang pernah berkuasa di
wilayah barat Pulau Jawa. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara
yang meninggalan beberapa catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak yang ditemukan di sekitar lokasi kerajaan Tarumanegara tersebut, terlihat bahwa
saat itu kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang beraliran Wisnu.

Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa


kerajaan tarumanegara terletak di pulau Jawa bagian Barat. Wilayah kekuasaannya
meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang terbentang dari Banten, Jakarta, Bogor, hingga
perbatasan Cirebon. Belum dapat dipastikan dimana pusat kerajaan Tarumanegara,
namun para ahli menduga bahwa Kali Candrabhaga adalah Kali Bekasi yang terletak di
antara sungai Cisadene dan sungai Citarum.5

5
Adi Sudirman, Ibid, hal 62.

7
2.3. Kehidupan Masyarakat Tarumanegara

A. Kehidupan Politik

Jauh sebelum masuknya kebudayaan India ke nusantara, sebenarnya sudah ada


tatanan dalam kehidupan masyarakat. Kepemimpinan dalam mengatur masyarakat
ada di tangan kepala suku. Kepala suku ini sudah ada sejak zaman neolitikum hingga
zaman logam. Top leader (kepala suku) memegang pengaruh yang penting dalam
kehidupan masyarakat dan dianggap mempunyai kekuatan gaib dalam tubuhnya
sehingga menjadi orang sakti diantara kaumnya. Kepala suku adalah seorang tokoh
yang dihormati dan dipercaya kaumnya dalam memimpin dan menjaga daerah
kekuasaannya. Pengaruh Hindu yang masuk ke nusantara telah mengantarkan
perubahan dalam susunan masyarakat, kepemimpinan kepala suku kemudian berubah
menjadi kepemimpinan seorang raja dalam bentuk pemerintahan kerajaan. Dengan
sendirinya pula penghidupan dan kebiasaan dalam masyarakat ikut berubah.

Jayasingawarman sebagai pendiri kerajaan Tarumanegara berkuasa dari tahun


358-382 M. Sebagai seorang petapa, jayasingawarman memiliki gelar Rajaresi. Nama
dan gelarnya menjadi Maharesi Rajadirajaguru Jayasingawarman. Dalam sejarahnya
dikatakan bahwa jayasingawarman meloloskan diri dari musuh yang terus-menerus
menyerang kerajaan Salakanegara dan kemudian dalam pengasingannya ia
mendirikan kerajaan baru di tepi sungai Citarum yang diberi nama kerajaan
Tarumanegara. Setelah memasuki usia lanjut, jayasingawarman kemudian menjalani
kehidupan kepanditaan (mensucikan diri) sehingga digantikan oleh putranya yang
bernama Dharmayawarman.6

Masa pemerintahan raja Dharmayawarman sangat singkat yaitu sejak 382-395


M. Namanya juga tercantum dalam naskah Wangsakerta. Dharmayawarman adalah
ayah dari Purnawarman. ia dipusarakan di tepi kali Candrabhaga.7

Puncak kejayaan kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada pada tahun 395-


434 M, yaitu pada masa kekuasaan raja Purnawarman. Nama Purnawarman tertera
pada beberapa prasasti yang ditemukan, dalam prasasti tersebut purnawarman

6
Adi Sudirman, Ibid, hal 64-67.
7
Adi Sudirman, Ibid

8
mengidentifikasikan dirinya dengan Dewa Wisnu. Selain itu, dalam naskah
Wangsakerta juga dikatakan bahwa Purnawarman adalah raja termasyur di
Tarumanegara. Pada tahun 397 M, ia membangun ibukota kerajaan baru yang terletak
di dekat pantai dan terkenal dengan nama Sundapura. Terdapat 48 kerajaan derah
dibawah tarumanegara yang dikuasai purnawarman. Yang terbentang mulai dari
Pandeglang (rajatapura) hingga purwalingga.8 Purnawarman dikenal sebagai raja yang
adil, cakap dan sangat memperhatikan kesejahteraan taraf hidup seluruh rakyatnya.
Selain itu, ia juga ia juga sangat perhatian kepada kaum brahmana. Rakyat
Tarumanegara hidup dengan aman dan tentram pada masanya.

Suryawarman adalah raja Tarumanegara yang ke tujuh. Ayah Suryawarman


memberikan kepercayaan kepadanya untuk melanjutkan pemerintahan. Suryawarman
merupakan raja yang bijak, ia tidak hanya memfokuskan mengurus pemerintahannya
sendiri, tetapi ia juga mengalihkan perhatiannya pada daerah bagian timur.
Manikmaya, menantu dari Suryawarman, ia percayai untuk mendirikan kerajaan baru
di Kendan, antara daerah Bandung dan Limbangan, Garut. Perkembangan daerah
bagian timur menjadi lebih berkembang ketika cicit manikmaya pada tahun 612 M
mendirikan kerajaan Galuh.9

Raja Tarumanegara ke delapan yaitu Kertawarman, memerintah sejak tahun


561-628 M. Suatu skandal besar terjadi pada masa pemerintahannya. Kertawarman
menikah dengan seseorang dari golongan sudra yang bernama Setyawati. Tenyata
Setyawati berpura-pura hamil, padahal Kertawarman diketahui mandul sehingga
keadaan semakin rumit. Raja Kertawarman kemudian mengangkat anak angkat
Brajagiri yang juga berasal dari golongan sudra untuk menutupi skandal tersebut.
Suasana kerajaan semakin memanas dikarenakan manuver yang dilakukan tersebut
gagal. Namun sampai akhir hayatnya, Kertawarman tetap menjadi seorang Raja.

Kemudian Kertawarman digantikan oleh adiknya yang bernama


Sudhawarman. Sudhawarman memerintah dari tahun 628-639 M. Sudhawarman
digantikan oleh anaknya, Hariwangsawarman.10

Raja-raja kerajaan Tarumanegara

1. Jayasingawarman (358-382)
8
Adi Sudirman, Ibid
9
Adi Sudirman, Ibid
10
Adi Sudirman, Ibid

9
2. Dharmayawarman (382-395)
3. Purnawarman (395-434)
4. Wisnuwarman (434-455)
5. Indrawarman (455-515)
6. Candrawarman (515-535)
7. Suryawarman (535-561)
8. Kertawarman (561-628)
9. Sudhawarman (628-639)
10. Hariwangsawarman (639-640)
11. Nagajayawarman (640-666)
12. Linggawarman (666-669)

B. Kehidupan Ekonomi

Berdasarkan sumber prasasti-prasasti yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa


masyarakat Tarumanegara pada saat itu sudah terdapat peningkatan dalam bidang
perburuan, pertanian, pelayaran, perniagaan, perikanan, dan pertambangan.

Diketahui dalam pemberitaan prasasti di bidang perburuan tentang adanya


komoditas kerajaan Tarumanegara yaitu gading gajah dan cula badak yang
diperdagangkan. Seperti yang kita ketahui bahwasannya gajah dan badak adalah
binatang yang sangat sulit untuk diburu. Selain itu, dalam perikanan ada juga
penangkaran penyu untuk diproduksi kulitnya yang digemari oleh saudagar-saudagar
Cina. Dibidang pertambangan perdagangan emas dan perak disebutkan sebagai hasil
dari negeri Taruma, hanya saja para sejarawan tidak dapat mengetahui secara pasti
bagaimana teknologi yang digunakan dalam mata pencarian mereka.11

Dalam Prasasti Tugu disebutkan bahwa sistem pertanian dan peternakan


masyarakat Taruma sudah mulai maju. Dilakukannya pembuatan saluran irigasi pada
tahun ke-22 pemerintahan Raja Purnawarman. hal tersebut dimaksudkan sebagai
usaha untuk mengatasi banjir yang sering melanda daerah pertanian di Tarumanegara.
Di samping itu, ditemukannya beberapa alat yang terbuat dari batu semakin
memperkuat bukti bahwa pertanian dan perladangan di Taruma sudah mulai maju
ketika itu.
11
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid, hal 45-48.

10
Dalam bidang peternakan, juga diberitakan dalam Prasasti Tugu tentang upacara
selamatan yang dilakukan Raja Purnawarman dengan menghadiahkan seribu ekor sapi
kepada kaum Brahmana. Memang belum ada jaminan bahwa pada masa itu sudah ada
peternakan yang memungkinkan hal tersebut terlaksana, namun upacara tersebut
dianggap bernilai tinggi dibandingkan dengan upacara-upacara lainnya.12

Tentang usaha pelayaran dan perniagaan, kerajaan Tarumanegara sudah


melakukan perniagaan dengan melakukan pelayaran ke daerah-daerah luar
wilayahnya. Hal tersebut dimungkinkan lantaran letak kerajaan Taruanegara yang
cukup Strategis, yaitu di jalan niaga Nusantara.

Dari berita Cina, dapat diketahui bahwa orang-orang Ho-ling memiliki kepandaian
dalam membuat minuman keras dari mayang (bunga kelapa). Dengan demikian, dapat
dipastikan bahwa tuak sudah dikenal pada masa itu. sayangnya, tidak dapat diketahui
dengan pasti kapan tuak itu di konsumsi, apakah sebagai minuman harian ataukah
pada waktu tertentu saja. Berita Cina juga menyebutkan bahwa orang Ho-ling tidak
menggunakan sendok ataupun sumpit saat makan, sehingga dapat dipastikan bahwa
makanan pokok masyarakat saat itu adalah beras. Di samping itu, jelas masyarakat
juga megkonsumsi buah-buahan serta daging hewan.13

Dengan berkembangnya suatu kebudayaan, maka bertambah pula keinginan untuk


mengadakan hubungan dengan masyarakat luar. Dari berita Cina dijelaskan bahwa
pada saat itu masyarakat sudah melakukan hubungan niaga dengan negeri luar melalui
jalur air maupun darat. Melalui hubungan darat, dapat diperkirakan bahwa lembu
merupakan hewan piaraan yang juga digunakan untuk melakukan hubungan dalam
negeri, dari satu tempat ke tempat lain yang tidak terlalu jauh letaknya.14

Terjalinnya kehidupan masyarakat yang efektif disebut sebagai orgaisasi sosial,


dimana pusat dari segala kegiatan manusia yang hidup didalamnya berupaya untuk
meningkatkan derajat hidup dan untuk mengabadikan dirinya. Berdasarkan sumber-
sumber yang ditemukan, dapat diperkirakan bahwa golongan-golongan masyarakat
pada saat itu ialah kaum tani, pedagang, pelaut, pemburu, peternak, dan nelayan.
Meskipun, tidak dapat dipastikan bagaimana pembagian kerja itu dilaksanakan.

12
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
13
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
14
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid

11
C. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Tarumanegara bisa dikatakan sudah teratur dan rapi.
Hal tersebut terlihat dari upaya Raja Purnawarman dalam meningkatkan kesejahteraan
kehidupan rakyatnya. Selain itu, Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan
keudukan kaum Brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap
upacara korban sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.15

D. Kehidupan Budaya

Ditinjau dari segi budaya, terdapat dua golongan masyarakat pada saat itu, yaitu
golongan masyarakat yang berbudaya Hindu dan golongan masyarakat berbudaya
berdasarkan kepercayaan asli. Mengingat bahwasannya kebudayaan India adalah
kebudayaan yang pertama kali masuk ke Nusantara dan memiliki pengaruh dalam
peradaban di nusantara. Golongan kebudayaan pertama terbatas pada lingkungan
kraton saja, sementara golongan masyarakat kedua ialah masyarakat Tarumanegara
pada umumnya.16 Akan tetapi, kedua golongan ini tidak saling terpisah, justru dalam
beberapa hal mereka saling bekerja sama.

Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan
sebagai bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara, dapat diketehui bahwa tingkat
kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah cukup tinggi dan mengalami
perkembangan. Dari beberapa buah prasasti yang ditemuakan menunjukkan bahwa
huruf yang digunakan adalah aksara Pallawa dan berbahasa sangsekerta. Menurut
berita Cina ada suatu bahasa dengan nama Kwun-lun yang digunakan baik di Jawa
maupun di Sumatra. Kwun-lun adalah adalah nama yang diberikan orang Cina untuk
menyebut bahasa yang dipergunakan di berbagai di Nusantara, yaitu suatu bahasa
yang tercampur dengan kata-kata Sansekerta.

E. Kepercayaan Masyarakat

Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan pertama di Pulau Jawa yang


menerima pengaruh India. Namun, jauh sebelum masuknya pengaruh India ke

15
Adi Sudirman, Ibid, hal 73-74.
16
Adi Sudirman, Ibid

12
nusantara masyarakat di nusantara sudah memiliki kepercayaan, yaitu dinamisme dan
animisme. Masyarakat percaya bahwa ada kekuatan di luar kemampuan dirinya.
Arwah nenek moyang diyakini telah menjaga dan melindungi mereka sehingga
mereka melakukan pemujaan sebagai tanda terima kasih dan rasa hormat mereka.

Mengenai masuknya kebudayaan India atau pengaruh Hindu Buddha ke


Nusantara terdapat berbagai teori. Pada dasarnya, pokok tori-teori tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu teori yang menyatakan bahwa masyarakat di
nusantara yang berlaku pasif dalam proses masuknya pengaruh kebudayaan India,
masyarakat di Nusantara yang berlaku aktif , dan bangsa India dan penduduk
nusantara yang berlaku aktif.

Teori yang pertama dikemukakan oleh J.L. Moens, C.C. Berg dan Mookerdji,
yaitu teori kesatria. Mengatakan bahwa golongan kesatria yang datang ke nusantara
kemudian menaklukan penduduk pribumi, melakukan perkawinan dengan penduduk
setempat dan akhirnya mendirikan kerajaan yang bercorak Hindu. Namun, teori ini
masih diragukan kebenarannya lantaran suatu peristiwa penting mengenai teori ini
tidak tercatat dalam prasasti-prasasti yang ditemukan baik di India maupun di
Nusantara. Selain itu, golongan kesatria juga bukan anggota masyarakat yang
dominan yang datang ke nusantara.17

Teori yang kedua oleh N.J. Krom, yaitu teori waisya. Menyatakan bahwa para
pedagang merupakan golongan penduduk yang paling banyak berinteraksi dengan
penduduk pribumi. Mayarakat yang berinteraksi dengan penduduk pribumi lambat
laun bermukim dan melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi.18

Teori ketiga oleh J.C. van Leur dan Nilakanta Sastri, yaitu teori brahmana.
Menyatakan bahwa yang berperan dalam proses Indianisasi ke nisantara adalah kaum
brahmana karena hanya kaum Brahmanalah yang menguasai masalah-masalah
keagamaan dan kitab-kitabnya. Kaum Brahmana adalah kaum yang paling dihormati
dalam agama Hindu. Kaum Brahmana juga yang menguasai bahasa sansekerta. Di
India kitab suci dan upacara keagaman menggunakan bahasa sansekerta. Terdapat dua
pendapat mengenai teori ini, yang pertama mereka datang sebagai agamawan
sekaligus sebagai kaum pedagang; kedua, kedatangan mereka karena diundang oleh

17
Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu-Buddha, (Yogyakarta: Ombak, 2016), hal 28-30.
18
Ririn Darini, Ibid

13
penguasa atau raja untuk menambah wawasan karena ajaran dan kearifan yang
dimiliki mereka.19

Teori keempat oleh van Faber, yaitu teori sudra. Mengatakan bahwa pada awal
tarikh Masehi di India banyak mengalami pergolakan politik dan peperangan,
sehingga banyak penduduk di negerinya yang melarikan diri dan mengungsi.20
Namun, banyak para ahli lainnya yang meragukan teori ini karena golongan sudra
merupakan kaum yang tidak menguasai seluk beluk agama Hindu dan tidak juga
menguasai bahasa sansekerta.

Teori kelima oleh F.D.K. Bosch, yaitu teori arus balik. Menyebutkan
terjadinya penyuburan kebudayaan nusantara dengan latar agama Buddha dan budaya
India dengan latar agama Hindu. Sebagian anak negeri yang belajar agama Buddha
kemudian berkunjung ke negeri India untuk memperdalam ajaran Buddha dan ketika
pulang mereka membawa kitab-kitab suci atau kesan-kesan mereka selama di India.21

Dari berita Fa-Hsien dikatakan bahwa pada awal abad ke V M di


Tarumanegara terdapat tiga macam penganut agama , yaitu agama Hindu, agama
Buddha dan agama yang “kotor” atau kepercayaan terhadap arwah nenek moyang.
Agama “kotor” yang dimaksud Fa-Hsien disini adalah kepercayaan asli masyarakat
Tarumanegara yang masihbersifat animisme dan dinamisme.22

Berita tentang adanya agama Buddha di Tarumanegara hanya sebatas pada


berita Fa-hsien yang mengatakan bahwa pada saat itu Di Tarumanegara hanya sedikit
ditemui orang-orang yeng beragama Buddha seperti dirinya. Hal yang cukup menarik
untuk diungkap bagi para sejarawan adalah berita Fa-hsien tentang agama kotor. Ada
yang berpendapat bahwa agama kotor yang dimaksud ialah agama Siwa Pasupata.
Berdasarkan berita Huen-tsang abad ke VII M., yaitu seorang keturunan Cina
mengatakan bahwa adanya kaum Brahmana dan pemeluk agama palsu yang tersebar
di Tarumanegara.23

Sementara itu, ada juga yang berpendapat dan menghubungkan agama kotor
tersebut dengan agama orang Parsi (Majusi) yang mengenal tradisi upacara

19
Ririn Darini, Ibid
20
Ririn Darini, Ibid
21
Ririn Darini, Ibid
22
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid, hal 50
23
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid

14
penanaman mayat dengan menempatkannya begitu saja di dalam hutan. Akan tetapi,
menurut Ye-po-ti kepercayaan yang di maksud Fa-hsien bukanlah kebudayaan dari
Jawa melainkan dari Kamboja.24 oleh karena agama tersebut mempunyai upacara-
upacara yang cukup berbeda dengan agama yang ditemui Fa-hsien di Tarumanegara,
maka tidak mustahil jika penamaan agama kotor itu pada dasarnya disebabkan karena
ketidaktahuan Fa-hsien tentang sistem dan kehidupan keagamaan asli masyarakat di
Tarumanegara yang masih dianut oleh penduduknya. Meskipun masuknya pengaruh
kebudayaan India ke nusantara, tidak dapat dipungkiri bahwa tradisi-tradisi yang
sudah mengakar sebelumnya tidak demikian saja hilang dengan masuknya
kepercayaan baru.

2.4. Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara

Raja terakhir kerajaan Tarumanegara bernama Linggawarman, pada tahun 669 M


diakhir kepemimpinanannya ia digantikan oleh menantunya Tarusbawa. Linggawarman
memiliki dua orang putri. Putri pertama bernama Manasih yang diperistri oleh
Tarusbawa, dan yang kedua bernama Sobakancana , yang menjadi istri pendiri kerajaan
Sriwijaya bernama Dapuntahyang Sri Jayanasa. Maka secara otomatis, tahta kerajaan
jatuh ketangan menantu dari putri sulung Raja Linggawarman, yaitu Tarusbawa.25

Tarusbawa memerintah sejak tahun 669-723 M. Ia berasal dari kerajaan Sunda


Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanegara yang ke-13. Pada
saat itu pamor kerajaan Tarumanegara sudah mulai redup, sehingga Tarusbawa berniat
untuk mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang dahulunya berkedudukan di
Purasaba, Ibukota Sundapura. Pada tahun 670, Tarusbawa mengganti nama kerajaan
Tarumanegara menjadi kerajaan Sunda. Peristiwa tersebut dijadikan alasan oleh
Writikandayun, cicit dari manikmaya untuk memisahkan kerajaan Galuh dari kekuasaan
Tarusbawa. Karena (Sena atau Sanna) putra mahkota kerajaan Galuh berjodoh dengan
Sahana, putri dari Maharani Sima di kerajaan Kalingga, Jepara, Jawa Tengah, maka
dengan dukungan dari kerajaan Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa
agar kawasan Tarumanegara dipecah menjadi dua. Tarusbawa menerima tuntutan dari
Kerajaan Galuh, dikarenakan pada saat itu posisi tarumanegara sedang lemah dan
memutuskan untuk menghindari terjadinya perang saudara. Pada tahun 670 M, kawasan

24
Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho Notosusanto, ibid
25
Adi Sudirman, Ibid, hal 66-67.

15
kerajaan Tarumanegara di pecah menjadi dua bagian kerajaan, yaitu kerajaan Sunda dan
kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai pembatasnya.26

Kerajaan Tarumanegara diperkirakan runtuh pada abad ke-7 M. Hal tersebut


berdasarkan sebuah fakta bahwa setelah abad ke-7 M, berita tentang kerajaan ini sudah
tidak pernah terdengar lagi baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa
para ahli berpendapat bahwa keruntuhan kerajaan Tarumanegara kemungkinan besar
disebabkan oleh adanya tekanan dari kerajaan Sriwijaya yang terus melakukan ekspansi
wilayah.

26
Adi Sudirman, Ibid

16
2.5. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Terdapat dua macam sumber sejarah yang dapat digunakan bagi kerajaan
Tarumanegara, yaitu sumber prasasti dan berita Cina dari masa Dinasti tang pada abad ke
VIII.

1. Sumber Prasasti
Prasasti-prasasti yang ditemukan dari kerajaan tarumanegara berjumlah 7 buah.
Prasasti tersebut antara lain, yaitu prasasti Tugu (dekat Tanjung Priok), prasasti
Cirauteun (Ciampea-Bogor), Prasasti Cidanghiang (kampung Lebak-Mujul), prasasti
Kebon kopi (Muara Hilir-Cibungbulung), prasasti Pasirawi dan Muara Cianten
(daerah Ciampea-Bogor), dan prasasti Pasir Koleangkak atau Jambu (Bogor bagian
barat). Adapun huruf yang digunakan dalam prasasti-prasasti tersebut adalah huruf
Pallawa dan berbahasa Sansekerta dalam bentuk syair (metrum).

a. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu ditemukan di daerah Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.


Prasasti ini dipahat pada sebuah batu bulat panjang melingkar. Isi dari prasasti
tugu paling panjang bila dibandingkan dengan prasasti Tarumanegara lainnya
yang ditemukan.27 Adapun bunyi terjemaahan dari prasasti Tugu adalah sebagai
berikut:

27
Adi Sudirman, Ibid, hal 68-71.

17
“Dahulu kali kali yang bernama Candrahaga telah digali oleh maharaja
Purnawarman yang mempunyai lengan kekar dan kuat untuk kemudian
mengalirkannya ke laut, setelah kali tersebut sampai di Intana termasyur
(Tarumanegara). Pada tahun ke-22 dari tahta yang mulia raja Purnawarman
karena kebijaksanaan dan kepandaiannya serta menjadi panji dari segala raja.
Maka sekarang beliau menitahkan juga melakukan penggalian kali yang permai
dan berair jernih, yang bernama Gomati, sehingga setelah itu sungai tersebut
mengalir di tengah-tengah tanah milik yang mulia (Purnawarman). penggalian
tersebut dimulai pada hari yang baik, yaitu tanggal 8 paruh genap bulan
Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paruh terang bulan Caitra. Jadi
penggalian tersebut selesai dalam wahtu 21 hari saja, panjangnya galian tersebut
ialah 6.122 tumbak. Selamatan dilakukan oleh kaum Brahmana disertai 1.000
ekor sapiyang dihadiahkan oleh yang mulia Purnawarman.”28
Sehingga ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari prasasti tersebut, yaitu
sebagai berikut:
 Pada prasasti Tugu disebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di
Punjab yaitu sungai Gomati dan Candrabhaga. Dengan adanya keterangan
dari dua buah sungai tersebut menimbulkan beberapa tafsiran dari para
peneliti atau sejarawan, yang salah satunya adalah penafsiran menurut
Poerbatjaraka. Dengan demikian, secara etimologi disimpulkan bahwa
sungai candrabhaga yang dimaksud adalah kali Bekasi.
 Dalam prasasti Tugu juga menyebutkan ansir penanggalan bukti adanya
kerajaan Tarumanegara, meskipun angka tahun yang disebutkan tidak
lengkap. Tertulis yaitu pada bulan Phalguna dan Caitra yang diduga sama
dengan bulan Februari dan April.
 Prasasti Tugu juga menyebutkan bahwa dilaksanakannya upacara
selamatan oleh kaum Brahmana dengan menghadihi seribu ekor sapi dari
Raja Prnawarman.

b. Prasasti Ciaruteun
28
Suwardono, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Buddha, (Yogyakarta: Ombak, 2019), hal 25.

18
Prasasti Ciaruteun disebut juga dengan nama prasasti Ciampea, ditemukan di
tepi sungai Ciaruteun dekat muara sungai Cisadene, Bogor. Tulisan prasasti
tersebut menggunakan hufuf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4
baris susunan dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di sampaing,
terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja
Purnawarman yang dipahatkan dibagian atas hurufnya. Bentuk pada prasasti ini
mengingatkan adanya hubungan dengan Raja Mahendrawarman I dari keluarga
Palla yang didapatkan dari Dalavanur.29 Bunyi dari prasasti ini sebagai berikut:
“ ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, yaitu kaki yang mulia
sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia.”30

c. Prasasti Jambu

Prasasti Jambu atau prasasti Kolengkak ditemukan di bukit Kolengkak di


perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor. Pada prasasti Jambu raja
Purnawarman disamakan dengan Indra yang selain dikenal sebagai dewa perang
29
Adi Sudirman, Ibid
30
Suwardono, Ibid

19
serta juga memiliki sifat sebagai dewa Matahari. Dari semua berita itu jelas bahwa
kepercayaan dari Jawa Barat pada zaman Tarumanegara sangat erat kaitannya
dengan kepercayaan Veda. Pada prasasti ini juga disebutkan bahwa perlengkapan
perang Purnawarman berbentuk harnas yang tersembunyi dalam namanya sendiri,
karena dalam bahasa Sansekerta purna berarti sempurna. Sedangkan varmman
berarti harnas, yaitu baju zirah. Menurut cerita dewata India, dewa yang
mengenakan baju zirah yang sempurna hanyalah surya yang dipuja-puja oleh
bangsa Kusna dan Saka. Disana dewa matahari disebut Mithara atau Mithra.31
Bunyi dari prasati Jambu adalahsebagai berikut:
“Gagah, mengagumkan, dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin
manusia yang tiada taranya, yang termasyur Sri Purnawarman yang sekali waktu
memerintah di Tarumanegara dan yang baju zirahnya yang terkenal (varmman)
tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tepak kakinya, yang
senatiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran,
tetapi merupakan duri dalam daging musuh-musuhnya.”32

d. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti Kebon kopi ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan


Cibungbulang, Bogor. Adapun yang menarik dari prasasti ini adalah terdapat
gambar dua tapak kaki seekor gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah
Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu. Prasasti ini juga ditulis dalam

31
Adi Sudirman, Ibid
32
Suwardono, Ibid

20
bentuk puisi anustubh, dengan bentuk hurufnya lebih kecil jika dibanding dengan
prasasti Raja Purnawarman yang lain.33 Bunyinya sebagai berikut:
“disini tampak sepasang kaki ... yang seperti Airawata, gajah penguasa
Taruma (yang) agung dalam ... dan (?) kejayaan”34

e. Prasasti Cianten

Prasasti Muara Cianten ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang
sampai saat ini belum dapat dibaca atau diterjemahkan oleh para peneliti.
Disamping itu, terdapat lukisan telapak kaki.35

33
Adi Sudirman, Ibid
34
Suwardono, Ibid
35
Adi Sudirman, Ibid

21
f. Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah 0°10’37,29” BB (dari Jakarta) dan


6°32’27,57”, yang berada di puncak perbukitan Pasir Awi (600 mdpl), Bojong
Honje-Sukamakmur, Bogor. Tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca
disamping itu juga terdapat lukisan sepasang telapak kaki.36

g. Prasasti Cidanghiyang

Prasasti Lebak atau prasasti Cidanghiang ditemukan di Kampung Lebak,


ditepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan Mujul, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Prasasti ini ditemukan pada tahun 1947, dan berisi dua garis huruf yang
merupakan satu Sloka dalam metrum anustubh, kalimat berbentuk puisi dan huruf
Pallawa dan bahasa Sansekerta. Serta huruf yang digunakan mirip dengan prasasti
Tugu.37 Adapun bunyi terjemahan prasasti ini adalah sebagai berikut:

36
Adi Sudirman, Ibid
37
Adi Sudirman, Ibid

22
“Inilah (tanda) keperwiraan, keberanian dan keagungan yang sungguh-
sungguh dari raja dunia, yang mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian
raja.”38

Itulah tujuh prasasti yang membuktikan adanya keberadaan kerajaan


Tarumanegara di Jawa Barat. Dari ketujuh prasasti tersebut, telah terbukti bahwa
kerajaan Tarumanegara memang benar-benar pernah ada di Indonesia sebagai
kerajaan yang bercorak Hindu Wisnu, tertua nomor dua setelah kerajaan Kutai.
Selain ketujuh prasasti tersebut, bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara juga
dapat diketahui (dibuktikan) melalui berbagai sumber yang berasal dari luar
negeri.

2. Sumber Berita Cina


Catatan sejarah tertua mengenai kerajaan di Jawa Barat terdapat dalam Fokuo-
chi (catatan tentang kerajaan-kerajaan Buddhis). Ditulis oleh Fa-Hsien pada tahun
414. Fa-Hsien berangkat dari Cina melalui jalan darat dan kembali ke Cina
melalui jalan laut. Pada tahun 414, dalam perjalanan kembali ke Cina ia singgah
di Jawa yang dalam catatannya disebut Ye-po-ti. Berita cina lainnya berasal dari
dinasti Song awal (Liu Song) yang berangka tahun 420-479. Menyebutkan bahwa
pada tahun 435, Raja Ya-wa-da yang bernama Se-li-pa-da-do-a-la-pa-mo
mengirimkan utusan ke Cina yang bertujuan untuk menyampaikan surat dan
barang persembahan. Oleh beberapa peneliti, Ya-wa-da disamakan dengan catatan
Fa-Hsien, Ya-wa-di. Secara etimologis catatan Fa-hsien adalah hasil transliterasi
Cina dari kata yawadwipa, sedangkan Ya-wa-da dalam catatan sejarah dinasti
Song awal juga merupakan transliterasi dari Yawadwipa.39
I-tsing adalah seorang biarawan Cina pada abad ke VII berlayar dari Cina
menuju derah India. Ia menyebutkan beberapa negara yang terletak di bagian
selatan, diantaranya adalah Mo-ho-sin, sebelah barat Ho-ling. Pada zaman yang
bersamaan, ada pula berita yang menyebut nama sebuah negeri, yaitu To-lo-mo.
Pada tahun 528 M dan 535 M, Dinasti Song mengatakan bahwa datang utusan To-
lo-mo yang terletak di sebelah selatan. Begitu pula dengan berita dari Dinasti
T’ang yang mengatakan behwa pada tahun 666 M dan 669 M utusan To-lo-mo

38
Suwardono, Ibid
39
Suwardono, Ibid, hal 28.

23
datang kembali. Nama To-lo-mo ini secara fonetik dapat disamakan dengan
kerajaan Tarumanegara, hal tersebut dikarenakan pada abad ke V kerajaan
tarumanegara sudah mulai berkembang. 40

3. Sumber-sumber Temuan Arkeologi


Sumber arkeologi yang dapat dijadikan atau digunakan sebagai sumber data
mengenai kerajaan Tarumanegara adalah ditemukannya arca Rajarsi, akan tetapi
tidak dapat diketahui dengan pasti tempat asal ditemukannya arca tersebut, diduga
arca tersebut berasal dari daerah Jakarta. Pada arca Rajarsi menggambarkan
seorang tokoh Rajarsi sebagaimana yang disebutkan dalam prasasti Tugu.
Selain itu ada pula ditemukan arca Wisnu dari Cibuaya. Meskipun arca
tersebut berasal dari abad ke VII, dapat dianggap melengkapi sumber-sumber
sejarah kejayaan Raja Purnawarman. pada arca Cibuaya 1, memperlihatkan bahwa
adanya beberapa persamaan dengana rca yang ditemukan di semenanjung Tanah
Melayu, Siam, dan Kamboja. Arca tersebut diduga dari berasal dari langgam
Pallawa di India bagian Selatan pada abad ke VII-VIII M. Arca Wisnu Cibuaya 2
juga ditemukan di Cibuaya, tetapi tempat asli arca tersebut tidak diketahui.
Berdasarkan persamaan-persamaan yang ada pada arca tersebut dengan arca dari
seni Pala, dapat diduga arca tersebut berasal dari abad VII-VIII. Dalam berita Cina
pada abad VII, masih ada sebuah negara bernama To-lo-mo yang merupakan lafal
Cina dari Taruma.41
Kecuali temuan-temuan arca, di daerah Batujaya Kabupaten Karawang
ditemukan sebuah gundukan tanah yang didalamnya ternyata berisi tumpukan
struktur bata merah. Dari penelitian tersebut dapat dipastikan bahwa struktur
bangunan tersebut ada yang berupa candi dan ada yang berupa kolam. Salah satu
yang sudah diperbaharui dari bagian batur bangunannya adalah candi Jiwa. Selain
itu, temuan-temuan struktur bangunan, ditemukan juga beberapa tablet materai
dari tanah liat yang dibakar. Tablet-tablet bergambar tersebut bentuknya hampir
sama dengan tablet yang ditemukan di Thailand pada abad VI-VII dari periode
Dwarawati.42

40
Suwardono, Ibid
41
Suwardono, Ibid
42
Suwardono, Ibid

24
Sejak dilakukannya penelitian 10 tahun terakhir oleh Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional dan Universitas Indonesia, berhasil menemukan 20 lebih titik
situs bangunan candi bata di Desa Batujaya dan Cibuaya. Hasil dari anlisis karbon
yang diteliti menunjukkan bahwa bangunan-bangunan tersebut kira-kira didirikan
pada abad ke-V M.

25
BAB III

KESIMPULAN

Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang pertama yang pernah berkuasa di
wilayah barat Pulau Jawa. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalan beberapa catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan tujuh buah
prasasti yang ditemukan di sekitar lokasi kerajaan Tarumanegara tersebut, terlihat bahwa saat
itu kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu yang beraliran Wisnu.

Puncak kejayaan kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada pada tahun 395-434 M,


yaitu pada masa kekuasaan raja Purnawarman. Nama Purnawarman tertera pada beberapa
prasasti yang ditemukan, dalam prasasti tersebut purnawarman mengidentifikasikan dirinya
dengan Dewa Wisnu. Selain itu, dalam naskah Wangsakerta juga dikatakan bahwa
Purnawarman adalah raja termasyur di Tarumanegara.

Kehidupan sosial masyarakat Tarumanegara bisa dikatakan sudah teratur dan rapi.
Hal tersebut terlihat dari upaya Raja Purnawarman dalam meningkatkan kesejahteraan
kehidupan rakyatnya. Selain itu, Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan keudukan
kaum Brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban sebagai
tanda penghormatan kepada para dewa.

Kerajaan Tarumanegara diperkirakan runtuh pada abad ke-7 M. Hal tersebut


berdasarkan sebuah fakta bahwa setelah abad ke-7 M, berita tentang kerajaan ini sudah tidak
pernah terdengar lagi baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa para ahli
berpendapat bahwa keruntuhan kerajaan Tarumanegara kemungkinan besar disebabkan oleh
adanya tekanan dari kerajaan Sriwijaya yang terus melakukan ekspansi wilayah.

26
REFERENSI

Djoened Poesponegoro, Marwati & Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional


Indonesia II. Balai Pustaka

Darini, Ririn. 2016. Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu-Buddha. Yogyakarta:


Ombak.

Suwardono. 2019. Sejarah Indonesia Masa Hindu-Buddha. Yogyakarta: Ombak

Sudirman, Adi. 2014. Sejarah lengkap Indonesia. Yogyakarta: DIVA press.

27

Anda mungkin juga menyukai