Anda di halaman 1dari 4

Awal mula terjadinya konflik lahan di Pulau Rempang sudah terjadi sejak puluhan tahun silam.

Kawasan ini sejatinya sudah dihuni masyarakat lokal dan pendatang jauh sebelum terbentuknya
BP Batam. Namun masyarakat yang tinggal di pulau tersebut selama ini tidak memiliki sertifikat
kepemilikan lahan. Ini karena sebagian besar lahan di pulau tersebut awalnya merupakan
kawasan hutan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). BP Batam
sendiri baru terbentuk pada Oktober 1971 yang diinisisasi BJ Habibie dengan berdasarkan
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1973. Kala itu, Habibie mencetuskan konsep
Barelang (Batam Rempang Galang).
Di mana ketiga pulau besar itu saling terhubung untuk menggeliatkan ekonomi, terlebih
Kepulauan Riau nantinya memisahkan diri dari Provinsi Riau. Ketiga pulau ini letaknya sangat
strategis karena berada di Selat Malaka. Pada awalnya, Barelang digadang-gadang bisa
menyaingi Singapura sebagai pusat perdagangan dan industri, meski dalam perkembangannya
kawasan ini justru malah menjadi pendukung da n pelengkap penggerak ekonomi Singapura.
Agar pengelolaannya bisa lebih profesional, pemerintah pusat memutuskan membentuk Otorita
Batam yang terpisah dengan pemerintah daerah, kini berubah menjadi BP Batam. Badan inilah
yang kemudian mengelola kawasan Batam dan pulau sekitarnya, termasuk Pulau Rempang.
Dibandingkan Pulau Batam yang ekonominya tumbuh pesat, perkembangan Rempang dan
Galang memang lebih lambat. Namun kedua pulau ini mulai menggeliat terutama sejak dibangun
Jembatan Barelang pada 1998.
Konflik lahan di Pulau Rempang mulai terjadi pada tahun 2001. Kala itu, pemerintah pusat dan
BP Batam menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada perusahaan swasta. HPL itu
kemudian berpindah tengan ke PT Makmur Elok Graha. Praktis masalah status kepemilikan
lahan masyarakat yang sudah terlanjur menempati di kawasan tersebut semakin pelik. Sementara
masyarakat nelayan yang puluhan tahun menempati Pulau Rempang sulit mendapatkan sertifikat
kepemilikan lahan.
Konflik lahan memang belum muncul kala itu hingga beberapa tahun kemudian, karena
perusahaan menerima HPL belum masuk untuk mengelola bagian Pulau Rempang. Konflik
mulai muncul saat pemerintah pusat, BP Batam, dan perusanaan pemegang HPL PT Makmur
Elok Graha mulai menggarap proyek bernama Rempang Eco City, proyek yang digadang-gadang
bisa menarik investasi besar ke kawasan ini. lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City
seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare
merupakan HPL dari BP Batam.

Menko Polhukam Moh. Mahfud MD menegaskan kasus di Rempang itu bukan penggusuran,
tetapi pengosongan lahan, karena hak atas tanah itu telah diberikan oleh negara kepada entitas
perusahaan sejak 2001 dan 2002. Menurut pak Mahfud MD terkait masalah hukum, tanah pulau
rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara ke sebuah perusahaan untuk digunakan dalam
hak guna usaha.

Namun pada 2004, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain. Sebelum investor
masuk, tanah ini belum digarap dan tidak pernah ditengok sehingga pada 2004 dan seterusnya
menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk
ditempati. Tetapi, SK haknya itu sudah dikeluarkan pada 2001, 2002 secara sah.

situasi menjadi rumit ketika investor mulai masuk ke Pulau Rempang pada 2022. kemarin pada
tahun 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak itu datang ke pulau rempang, ternyata
tanahnya sudah ditempati. Setelah diusut ternyata terdapat kekeliruan dari pemerintah. Oleh
karena itu, kekeliruan tersebut pun diluruskan sehingga hak atas tanah itu masih dimiliki oleh
perusahaan sebagaimana SK yang dikeluarkan pada 2001 dan 2002. Proses pengosongan tanah
inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna
usahanya. Tapi proses, karena itu sudah lama, sudah belasan tahun orang di situ tiba-tiba harus
pergi. Meskipun, menurut hukum tidak boleh, karena itu ada haknya orang, kecuali lewat dalam
waktu tertentu yang lebih dari 20 tahun. Tetapi sebelum terjadi konflik di Pulau Rempang,
pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Sebagai bentuk
kompensasi, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, mengatakan pemerintah akan menyediakan
rumah tipe 45 dengan harga Rp120 juta dan luas tanah 500 meter persegi untuk mereka.
Kerusuhan
Kerusuhan terjadi Pada Kamis 7 September 2023, Rempang di Kota Batam, Kepulauan Riau.
Bentrokan antara warga Rempang dengan petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam BP Batam,
dan Satpol PP terjadi selama proses pengukuran lahan untuk pengembangan kawasan oleh BP
Batam. Ketegangan meningkat saat tim gabungan datang ke lokasi dan dihadapkan dengan
demonstrasi warga yang menentang pengembangan kawasan.
Masyarakat adat di 16 kampung tua Pulau Rempang menentang relokasi akibat pembangunan
Eco City. Bagi mereka, kampung-kampung tersebut memegang arti historis dan kultural yang
mendalam, bahkan sebelum era kemerdekaan Indonesia. Meski demikian, warga bukan
menentang pembangunan itu sendiri, namun menentang jika harus direlokasi.
Gerisman Ahmad, Ketua Keramat Rempang dan Galang, menekankan bahwa warga tidak
keberatan dengan pembangunan selama kampung-kampung lama tidak terganggu.
Menurut Gerisman, warga Pulau Rempang dan Galang yang terdiri dari Suku Melayu, Suku
Orang Laut, dan Suku Orang Darat, telah menetap di sana sejak lama, bahkan lebih dari seratus
tahun yang lalu.
Sejak waktu itu, menurut Gerisman, pemerintah pusat tidak pernah benar-benar memberikan
perhatian kepada masyarakat adat di Rempang, termasuk soal legalitas tanah yang mereka huni.

Kasus pulau rempang jika di tinjau berdasarkan nilai-nilai Pancasila yaitu


1. Nilai Pancasila yang pertama yaitu ketuhanan yang maha esa.
Berdasarkan kasus pulau rempang ini dimana terjadinya kerusuhan karena pengosongan
lahan dengan cara yang berlebihan sangat lah bertolak belakang dengan nilai Pancasila
yang pertama ini, sebaiknya kita harus bisa saling membantu dan peduli terhadap sesama
manusia dan juga menjaga lingkungan sebagai ciptaan tuhan jangan lah di rusak demi
kepentingan negara tanpa memerhatikan pihak pihak yang di rugikan.
2. Nilai Pancasila yang kedua yaitu tentang kemanusiaan yang adil dan beradab.
Terkait nilai Pancasila yang ke 2 yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab dimana
didalam kejadian kerusuhan ini tindakan aparat kepolisian yang berlebihan seperti
penggunaan gas air mata yang membahayakan orang dewasa maupun anak-anak. Gas air
mata yang masuk ke ruangan kelas sekolah dengan beralasan bahwasanya ketiup angin
adalah tindakan yang cukup berbahaya yang menyebabkan terganggu nya kegiatan
pembelajaran di sekolah. Selain penggunaan gas air mata yang berbahaya tindakan
kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan ketika melakukan pengukuran
lahan.
3. Nilai Pancasila yang ke tiga yaitu persatuan Indonesia
Berdasarkan konflik kerusuhan yang terjadi ada baik nya bisa dibicarakan baik-baik tidak
dengan cara yang berlebihan supaya bisa tetap menjaga persatuan didalam bangsa ini,
apabila konflik ini terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan perpecahan bangsa
yang dimana hal ini sangat bersimpangan sekali dengan nilai Pancasila yang ketiga.
4. Nilai Pancasila yang ke empat yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sebaiknya sebelom adanya pengosongan lahan pemerintah berdiskusi terlebih dahulu
dengan para warga dan memberikan solusi yang terbaik bagi para warga yang wilayahnya
terdampak proyek rempang eco city ini, tidak perlu adanya konflik yang mengakibatkan
kerugian bagi para warga.
5. Nilai Pancasila yang ke lima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
berkaitan dengan nilai Pancasila yang kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, pemerintah harus memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat pulau
rempang karena masyarakat disitu sulit untuk mendapatkan sertifikat tanah jauh sebelum
adanya investor yang datang untuk membuat rempang eco-city. Apabila memang terjadi
penggusuran di tanah rempang ini pemerintah seharusnya memberikan kompensasi yang
adil bagi masyarakat pulau rempang sebab masyarakat pulau rempang ini sudah ada dari
tahun 1834. Pemerintah seharusnya mementingkan masyarakat pulau rempang terlebih
dahulu di bandingkan mementingkan para investor yang akan membuat rempang eco-city
apabila masyarakat nya di gusur begitu saja lantas masyarakat pulau rempang harus di
pindahkan kemana. Pemerintah harus memberikan solusi yang terbaik untuk masalah
kasus pulau rempang ini.
Kasus pulau rempang ini juga berkaitan dengan nilai nilai UUD 1945, Adapun pasal-pasal yang
bersimpangan yaitu :
a. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
Rencana pembangunan di Rempang Eco-City wajib menjamin adanya pengakuan dan
penghormatan atas masyarakat hukum adat Rempang beserta hak-hak tradisionalnya
terutama keberadaan 16 kampung tua di Rempang-Galang, dimana warganya memiliki
ikatan kuat dengan tanah leluhur mereka dan memiliki tradisi serta budaya yang telah
berlangsung turun-temurun. Pulau Rempang dengan tanah yang dimiliki masyarakatnya
memiliki ikatan historis yang panjang diatur dengan hukum adat yang dianut beserta hak-
haknya haruslah dilihat dengan cara pandang konstitusi sebagaimana diamanatkan Pasal
Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan tidak boleh dihilangkan dengan alasan kepentingan
investasi
b. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
Konstitusi kita juga mengatur penguasaan tanah oleh negara untuk kesejahteraan
rakyatnya yang secara tegas dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah haruslah dengan tetap mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18B ayat (2) UUD
1945

Kesimpulan dari kasus pulau rempang ini adalah sebaiknya pemerintah menggunakan
tindakan yang tidak bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah
juga harus menjamin keamanan masyarakat pulau rempang apabila pengosongan lahan masih
terus di lanjutkan dan pemerintah harus memberikan kompensasi bagi masyarakat pulau
rempang yang terdampak dari adanya pengosongan lahan dari proyek rempang eco-city.

https://newsfaktahukumdanham.co.id/pengamat-internasional-sentuhan-tangan-asing-pada-
kasus-pulau-rempang/
https://www.jambione.com/kolom/1362997011/kasus-rempang-dalam-keterkaitannya-dengan-
filsafat-hukum-pancasila?page=2
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230912131358-92-997907/dpr-ingatkan-jokowi-soal-
pasal-33-uud-1945-di-kasus-rempang
https://www.tvonenews.com/berita/153275-mui-pertanyakan-pemerintah-soal-kasus-pulau-
rempang-apa-sudah-memenuhi-pasal-33-ayat-3-uud-1945

Anda mungkin juga menyukai