Anda di halaman 1dari 30

TUGAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI PULAU


REMPANG BERDASARKAN PERSPEKTIF
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

MAKALAH INI DISUSUN OLEH :


MUHAMMAD HASAN FAUZAN 41033300221197
DANIEL FEBRIAN 41033300221149
FRENGKY MAHULETTE 41033300221152
RESTU NUGRAHA PRAWIRA S.ip 41033300221185
YOHAN IBRAHIM S.E 41033300221106
ROKY 41033300221141
M WALFARA 41033300232003
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat-Nya sehingga makalah yang sudah selesai kami susun

berjudul “ PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI PULAU

REMPANG BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA ” ini dapat tersusun hingga selesai.

Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan

dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan

baik materi maupun pikirannya. Penyusunan makalah ini bertujuan

untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Pengantar

Antropologi. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar

menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Karena

keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin

masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

demi kesempuraan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat

berguna bagi para pembaca.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Rempang adalah salah satu pulau yang berada di Kota Batam,

Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berada sekitar 3 kilometer di

sebelah tenggara Pulau Batam. Saat ini, Pulau Rempang lebih

dikembangkan untuk wilayah pertanian dan perikanan. Belakangan

ini, nama Pulau Rempang sedang ramai diperbincangkan karena

seluruh penduduk di Pulau Rempang yang berjumlah sekitar 7.500

orang akan direlokasi. Tujuan relokasi ini adalah untuk mendukung

rencana pengembangan investasi di Pulau Rempang yang rencananya

akan dibangun kawasan industri, jasa, dan pariwisata bernama

Rempang Eco City. Pulau Rempang memiliki luas wilayah sekitar

16.583 hektar, yang terdiri dari dua kelurahan, yaitu Rempang Cate

dan Sembulang. Sementara itu, menurut data Badan Pusat Statistik,

Pulau Rempang dihuni oleh 7.512 penduduk. Menurut salah satu


warga di sana, yaitu Gerisman Ahmad, di Pulau Rempang terdapat 16

kampung permukiman warga asli.

\
BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

Salah satu akar konflik Pulau Rempang adalah masalah kepemilikan

tanah. Masyarakat setempat telah mengklaim hak kepemilikan atas

sebagian besar pulau ini selama bertahun-tahun, sementara

pemerintah daerah juga memiliki klaim atas wilayah tersebut. Kedua

belah pihak sering kali memiliki pandangan yang berbeda mengenai

legalitas kepemilikan tanah ini, sehingga konflik pun muncul. Selain

itu, Pulau Rempang juga memiliki potensi ekonomi yang signifikan.

Kehadiran pelabuhan internasional dan aktivitas perdagangan yang

tinggi di Batam membuat pulau ini menjadi target investasi dan

pengembangan. Namun, perencanaan pembangunan di pulau ini

sering kali mengabaikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal,

yang juga ingin mengambil bagian dalam manfaat ekonomi yang

mungkin timbul dari pengembangan tersebut. Dalam upaya

penyelesaian konflik Pulau Rempang, penting untuk mengadakan

dialog antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat


setempat. Langkah-langkah transparansi dalam hal kepemilikan tanah

dan proses pembangunan yang melibatkan masyarakat dapat

membantu mengurangi ketegangan. Selain itu, solusi yang adil yang

mempertimbangkan kepentingan semua pihak perlu ditemukan, dan

kompromi mungkin diperlukan untuk mencapai perdamaian.

Saat ini Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau sedang bergejolak

sejak 7 September 2023, bentrok yang terjadi antara warga setempat

dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Direktorat Pengamanan

Aset BP Batam Karena Warga menolak lahannya digunakan untuk

pembangunan Rempang Eco City, lokasi pabrik produsen kaca China,

Xinyi Glass Holdings Ltd. Pemerintah mengharuskan mereka pindah

atau relokasi dari wilayah yang terdampak pembangunan sambil

memberikan lahan baru dan rumah.

Pemerintah pun mengklaim mayoritas warga tidak memiliki sertifikat

atau surat bukti yang menunjukkan penguasaan lahan di Pulau

Rempang. Selain itu, bentrokan juga pemerintah anggap melibatkan

orang-orang di luar masyarakat Rempang yang tak terdampak

relokasi. Berikut ini 8 fakta masalah tyang terjadi di Pulau Rempang:


1. Lahan Milik Anak Perusahaan Tomy Winata

Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, lahan pembangunan

Rempang Eco City seluas 2.000 hekatre (ha), yang merupakan hasil

kesepakatan antara PT MEG (Makmur Elok Graha) dengan Xinyi

Glass Holdings Ltd., Juli 2023.

Sejak 2004, PT MEG telah dipilih oleh Pemerintah Kota (Pemko)

Batam dan BP Batam untuk mengelola 17.600 ha lahan di Pulau

Rempang hingga hari ini. Termasuk 10.028 ha hutan lindung di

dalamnya. Perusahaan itu mendapat konsesi selama 80 tahun.

"Sisanya 7.572 ha itu yang akan akan dikembangkan. Perjanjian atau

tanda tangan MoU antara PT MEG dan Xinyi di China itu hanya

2.000 ha, ini yang akan kita kembangkan duluan dan bebaskan duluan

dari saudara-saudara kita, masyarakat kita di sana," kata Rudi dalam

program Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Senin (18/9/2023).

PT MEG disebut-sebut anak usaha Artha Graha Network (AG

Network), perusahaan yang dibangun dan dimiliki oleh Tomy Winata.

Tomy Winata juga kerap terlihat hadir dalam prosesi pengembangan


di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)

Batam yang melibatkan PT MEG.

Misalnya, saat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

menyelenggarakan acara Launching Program Pengembangan

Kawasan Rempang KPBPB Batam pada 12 April 2023. Tomy

nampak ikut berfoto sambil mengenakan kemeja biru bersama Menko

Perekonomian Airlangga Hartarto.

2. Tiga Kampung Terdampak Pembangunan Rempang Eco City

Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, dari total 2.000 ha

lahan, ada tiga perkampungan yang tercakup dalam kawasan

pembangunan pabrik, sehingga harus direlokasi. Oleh sebab itu, sejak

Juni 2023 BP Batam sudah sosialisasi kepada masyarakat yang akan

direlokasi terkait hak-haknya yang akan diberikan pemerintah.

"Jadi tidak 16 kampung yang mau kita relokasi dalam waktu dekat ini,

tapi hanya 3 kampung yang kita relokasi, yaitu Kampung Sembulang

Hulu, Sembulang Tanjung, dan Pasir Panjang, dengan jumlah

penduduknya 700 KK lebih kurang," ucap Rudi.


3. Beberapa Warga Sepakat Relokasi

Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, 91 warga di tiga

kampung yang terdampak pembangunan 2.000 ha Rempang Eco City

telah sepakat relokasi. Adapun total warga di tiga kampung itu secara

keseluruhan sebanyak 700 KK.

"tim kita sudah di sana, sudah ada 91 warga di tiga kampung tadi. 91

sudah siap pindah dan 168 masih konsultasi ke kita. Konsultasinya

mereka ingin tahu kalau pindah dapat apa dari pemerintah," ucap

Rudi.

4. Dapat Rumah Baru Serta Lahan 500 m2

Bagi masyarakat yang bersedia direlokasi akan diberikan sejumlah

hak-haknya, di antaranya lahan seluas 500 m2 per kepala keluarga

yang telah disertifikatkan pemerintah, dan rumah tipe 45. Relokasi ini

BP Batam pastikan tak akan mengganggu kehidupan dan mata

pencaharian mereka yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan.

"Sesuai perintah presiden, ini kita tidak boleh ganti rugi, karena

tujuan investasi bagaimana hidup mereka lebih baik," kata Rudi.


Adapun hak yang akan diberikan pertama bagi masyarakat Rempang

yang akan direlokasi pertama adalah lahan seluas 500 m2 per kepala

keluarga. Lahan itu pun akan langsung diberikan sertifikat karena

menurut Rudi selama ini hanya kurang dari 1-2% masyarakat

rempang yang punya sertifikat tanah.

Hak kedua bagi mereka adalah rumah tipe 45. Namun, ia

mengingatkan, untuk rumah itu bukan hanya akan dibangun sebanyak

700 rumah sesuai KK di tiga kampung itu, melainkan juga akan

dibuatkan perkampungan baru dengan rumah 2700 unit di atas lahan

pemindahan mereka di lahan 17.600 ha beserta infrastruktur lainnya

seperti sekolah dan rumah ibadah.

"Ini kita akan jadikan kampung baru supaya mereka lebih leluasa

hidup di sana. Kehidupan di sana nelayan khususnya, pertanian juga

ada perkebunan ada juga tapi kita anggap yang besar nelayan," ucap

Rudi.

Karena mayoritas profesi masyarakat tiga kampung yang terdampak

relokasi adalah nelayan, Rudi menekankan, BP Batam juga akan


membangunkan pelabuhan khusus bagi mereka untuk bongkar muat

barang dan menyimpan sampannya.

5. Butuh Rp 1,6 Triliun Relokasi Warga

BP Batam harus menyiapkan dana sekitar Rp 1,6 triliun untuk

merelokasi 700 KK di tiga kampung yang terdampak pembangunan

Rempang Eco City. Proyek seluas 2.000 hektare itu akan menjadi

tempat pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holdings Ltd.

Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, total nilai dana itu

untuk membangun tempat relokasi masyarakat Rempang di kawasan

Dapur 3 Sijantung. Di dalamnya akan disiapkan rumah type 45 senilai

Rp 120 juta dengan luas tanah maksimal 500 m2 untuk 700 KK itu,

berikut dengan berbagai fasilitas pendukungnya.

Selain itu, akan dibangunkan juga rumah ibadah pengganti mereka,

baik masjid maupun gereja. Seluruh akses jalan di lingkungan sendiri

dan akses jalan ke Jalan Trans Barelang juga harus disiapkan, beserta

pelabuhan untuk mereka bisa ke laut dan pelabuhan bongkar muat

untuk kebutuhan kampung baru itu sendiri.


"Maka uang kita perhitungkan Rp 1,56 triliun untuk selesaikan semua

itu, artinya kita butuh waktu maka kita minta bantuan pusat," ucap

Rudi.

Rudi mengaku, sudah berkonsultasi dan meminta persetujuan Komisi

VI DPR untuk mendapat dukungan dana itu dari Menteri Keuangan

Sri Mulyani Indrawati pusat melalui APBN. Namun, ia menganggap,

anggaran yang dibutuhkan BP Batam ini belum bisa terpenuhi.

"Sehingga mungkin kami akan gunakan atau talangan dana lain dulu,"

ujar Rudi.

Karena dukungan dana dari pemerintah pusat belum ada hilalnya,

Rudi mengatakan, akan memanfaatkan setoran uang wajib tahunan

(UWT) dari pengelola 17.600 ha wilayah Rempang, yakni PT MEG

(Makmur Elok Graha). PT MEG sudah menjadi pengelola sejak 2004.

"Kalau lahan ini kita bisa berikan, kan ada kewajiban pengusaha

bayar uang wajib tahunan Otorita Batam atau BP Batam. Per

meternya sudah ada hitungannya, sehingga kalau kita kali 7.000-an

kita bisa dapat Rp 1,4-1,5 triliun, artinya Rp 1,6 triliun kita tinggal

tambah Rp 100 miliar," kata Rudi.


"Tapi lokasi yang kita mau tagih UWT nya harus clear and clean, jadi

tidak boleh ada penguasaan oleh masyarakat, perusahaan, atau yang

lain," tegasnya.

6. Jokowi Minta Proyek Terus Jalan

Di tengah pertentangan oleh warga Rempang Presiden Joko Widodo

meminta supaya Rempang Eco Park sebagai Proyek Strategis

Nasional (PSN) terus berlanjut. Xinyi Glass Holdings Ltd, pun telah

berkomitmen membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai

US$11,5 miliar di lahan tersebut.

"Dan saya optimis PSN-PSN yang ada bisa diselesaikan karena bapak

ibu semuanya juga sudah terlatih bahwa menyelesaikan masalah yang

ada, juga ini tinggal meneruskan saja dari yang belum selesai," ucap

Jokowi.

Menurut Jokowi, hak-hak masyarakat harus segera terpenuhi dengan

sangat baik. KArena selama ini masyarakat hanya enggan direlokasi

karena jauh dari tempat mereka mencari nafkah selama ini sebagai

nelayan.
"Bukan ganti rugi tapi ganti untung, karena memang harga diberikan

memang yang terbaik, karena saya tekankan PSN ini tujuannya

memberi manfaat untuk rakyat bukan justru membuat rakyat

menderita," ucapnya.

"Saya sampaikan urusan di Rempang, tadi malam tengah malam saya

telpon Kapolri, ini hanya salah komunikasi di bawah, salah

mengkomunikasikan saja. Mau diberi ganti rugi diberi lahan rumah

tapi mungkin lokasinya belum tepat itu harus diselesaikan. Masa

urusan gitu sampe presiden," tegas Jokowi.

7. Banyak Pihak Asing Tak Senang Batam Maju

Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM) Bahlil Lahadalia menilai setidaknya ada tiga poin yang

menyebabkan masalah Rempang seperti saat ini. Pertama ialah

kurangnya sosialisasi yang baik oleh otoritas Batam, seperti para

pejabat daerahanya hingga BP Batam.

Kedua, akibat wilayah itu pernah diberi izin terhadap enam

perusahaan. Namun, izin itu setelah diusut ditemukan ada kekeliruan


prosedur, maka selanjutnya dicabut dan hingga kini belum ketahuan

apa yang terjadi di baliknya.

"Kalau yang punya hak kita apresiasi tapi kalau yang tidak punya hak,

merasa lebih berhak, negara enggak boleh kalah juga dari begini-

begini, enggak bisa dong. Kalau kita mau pakai rayuan terus, manis

terus, kita pakai seminar saja semua," tegas Bahlil.

Ketiga, menurut Bahlil harus diakui juga bahwa permasalahan

Rempang ada keterlibatan pihak asing. Ia menilai ini karena tidak

semua negara senang dengan Indonesia jika terus menerus mampu

mengelola ekonominya dengan baik hingga cepat jadi negara maju.

Salah satunya dengan hilirisasi.

Pada saat pemerintah membentuk Batam sebagai daerah industri

sesuai sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 74 Tahun 1971

untuk menyaingi Singapura, menurut Bahlil juga sudah banyak sekali

gangguan di wilayah itu. Maka, ia mengaku aneh bila faktor asing

dikesampingkan saat ini.

"Saya coba untuk memakai analisis itu dalam konteks ini jadi menurut

saya dan ini sudah viral ada bule yang ngomong tentang itu agak
merisaukan kita juga ngapain bule ngurus negara kita, ini lembaga

politik kajian kita tidak boleh administratif," ucapnya.

8. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat

kerja dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk membahas

perkembangan investasi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Setelah berlangsung sekitar 3 jam, rapat kerja pun akhirnya diakhiri

dengan 5 poin kesimpulan, antara lain:

- Komisi VI DPR RI menerima penjelasan dari Kementerian

Investasi / Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPM) RI dan Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Batam (BP Batam) terkait tindak lanjut permasalahan lahan di Pulau

Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

- Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Investasi / Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI dan Badan Pengusahaan

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP


Batam) agar membuat skema penyelesaian masalah lahan di Pulau

Rempang secara menyeluruh yang bisa diterima semua pihak.

- Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Investasi / Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI dan Badan Pengusahaan

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP

Batam) dalam melakukan sosialisasi, pendataan dan pendaftaran

masyarakat terdampak dilakukan secara humanis, dengan melibatkan

tokoh masyarakat serta aparat pemerintah daerah.

- Komisi VI DPR meminta Kementerian Investasi / Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) RI dan Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dalam

pelaksanaan implementasi mengundang investor asing ke Indonesia

menggunakan azas equal treatment.

- Komisi VI DPR RI memberikan waktu kepada Kementerian

Investasi / Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPM) RI dan Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Batam (BP Batam) untuk memberikan jawaban tertulis dalam waktu


paling lama 5 (lima) hari kerja atas pertanyaan Anggota Komisi VI

DPR RI.

Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM) Bahlil Lahadalia, mengungkapkan 50% warga Rempang,

Batam, sudah siap digeser ke Tanjung Banon. Ia pun memastikan,

investor yang akan membangun pabrik kaca di kawasan Rempang

Eco City, yakni Xinyi Group akan tetap menggelontorkan

investasinya.

Dari sisi jumlah, ia mengatakan, setidaknya sudah 500 kartu keluarga

(KK) yang mendaftar untuk pindah rumah, dari total 900 KK yang

terdaftar. Ia menekankan, hingga saat ini tidak ada target khusus

supaya mereka mendaftar, namun menurutnya lebih cepat akan lebih

baik untuk proses pemindahannya.

"Hampir 500 rumah dari 900 KK loh, Jadi sudah 50% lebih yang

bersedia untuk digeser secara sukarela," tegas Bahlil saat ditemui di

kantornya, Jakarta, Jumat (20/10/2023).


Ia mengakui memang masih ada beberapa yang menolak pemindahan.

Namun, ia optimistis, dengan konsistensi komunikasi yang baik,

masyarakat yang masih menolak lama kelamaan akan bersedia pindah

dari kawasan Rempang.

"Memang kita komunikasi sama rakyat ini kan harus baik, harus

butuh waktu, kita bicara baik-baik, Kalau mereka belum mau itu

karena belum ada penjelasan yang mungkin mereka mengerti,"

ucapnya.

Dengan dinamika proses relokasi warga di wilayah pembangunan

Rempang Eco City tersebut, Bahlil memastikan Xinyi Group yang

akan menggelontorkan investasinya sebesar senilai US$ 11,5 miliar

atau setara Rp 175 triliun akan tetap berkomitmen.

"Jadi saya pastikan Xinyi Insya Allah sampai hari ini saya ngomong

ini clear masuk dan saya sudah cek. Sekarang Rempang kita mulai

lakukan pergeseran baik-baik, hak-hak rakyat juga kita berikan dan

kita tarik aparat keamanan, memang terjadi mis di awal," tutur Bahlil.

Adapun untuk realisasi investasinya sendiri, Bahlil mengaku tengah

mengatur strateginya. Opsi yang ia pertimbangkan untuk mengajak


Xinyi segera merealisasikan kucuran investasinya adalah menunggu

hingga proses pergeseran masyarakat Rempang terlebih dahulu atau

dilakukan bertahap sambil proses pemindahan dilakukan.


BAB III

PEMBAHASAN

Terkait adanya masalah yang di paparkan di BAB sebelumnya maka

Berikut ini adalah penyelesaian masalah/solusi atau upaya apa saja

yang kami analisa dalam penelitian ini terkait adanya pembangunan

kawasan industri pulau rempang.

SOSIALISASI

Melakukan Sosialisasi secara transparan dan terbuka dengan baik

antara masyarakat adat dan pemerintah, tanpa melibatkan

Aparat agar tak terjadi persaan intimidasi. Dengan adanya

komunikasi yang baik antara masyarakat adat dan pemerintah ini

maka program pemerintah ini dapat berjalan dengan baik secara

terstruktur. Masyarakat adat adalah masyarakat yang menguasai

suatu daerah yang mempunyai kebudayaan, dan kebiasaan-kebiasaan

tertentu sesuai kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tersebut.


Dengan adanya masyarakat adat setempat di suatu daerah maka

daerah tersebut pasti menganut suatu hukum yang dianut oleh

masyarakat adat tersebut.

Contohnya seperti di Daerah Istimewa Aceh. Daerah tersebut

menganut sistem hukum Islam sebagai kepercayaan masyarakat yang

sudah diberdayakan sejak dari sejak zaman dulu turun temurun dari

setiap generasi ke generasi yang baru. Oleh karena itu hukum Islam

ini tidak bisa diberdayakan di daerah Bali yang mana daerah tersebut

menganut sistem hukum yang berbeda pastinya. Karena dengan

adanya turis wisatawan mancanegara yang berdatangan ke Bali maka

pendapatan perkapita masyarakat di daerah Bali tersebut berkembang

sehingga memunculkan dampak positif dan menguntungkan serta

timbal balik yang baik juga bagi masyarakat tersebut. Oleh karena itu

kita tidak bisa mengaplikasikan hukum adat yang dianut oleh Daerah

Istimewa Aceh di daerah Bali, karena akan membuat wisatawan

mancanegara yang berdatangan ke Bali menjadi berkurang dan akan

membuat masyarakat yang tinggal di daerah Bali berteriak kepada

pemerintah, oleh karena itulah pemerintah dengan mengeluarkan


kebijakan itu harus ada perlu melakukan sosialisasi yang Baik dengan

masyarakat adat agar program pemerintah yang dilakukan dapat

terealisasi secara baik dan benar tanpa menyimpang dari kaidah dan

budaya yang dianut oleh masyarakat setempat tersebut. Dengan

adanya sosialisasi yang dilakukan secara transparan dengan

masyarakat maka dapat mengedukasi masyarakat juga agar tidak salah

paham dan salah tangkap atas maksud serta tujuan apa yang

diutarakan dengan dilakukannya program/kebijakan pemerintah ini,

serta operasional seperti apa yang akan dilakukan

Dengan dilakukannya sosialisasi secara transparan juga ini adalah

sebagai perantara jalan Tengah antara keinginan pemerintah dengan

keinginan masyarakat agar tidak saling tumpang tindih. Buruknya

komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat yang sering terjadi

di setiap daerah kota menyebabkan adanya aksi-aksi masyarakat

setempat yang tidak kita inginkan seperti demonstrasi, unjuk rasa,

penolakan umum dsb..., sosialisasi secara transparan ini berfungsi

agar mereduksi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan

tersebut. Dengan pemerintah mengutarakan tujuan kepada


masyarakat, maka selayaknya pemerintah juga harus menghargai

pendapat masyarakat setempat yang menjadi sebagai jalan tengah

antara pemerintah dan masyarakat agar tidak saling tumpang tindih

dan antar pihak tidak terjadi saling egois.

MENGIKUTI ASPIRASI RAKYAT

"Saya menerima aspirasi dari Pasir Panjang. Dari saudara kita di Pasir

Panjang sudah 70 persen mereka setuju untuk dilakukan pergeseran,"

ungkap Bahlil dalam siaran pers, dikutip hari Senin (9/10/2023).

Berbagai banyaknya suatu kebijakan pemerintah 80% nya adalah

suatu aspirasi dari rakyat setempat agar kebijakan pemerintah tersebut

dapat diaplikasikan secara baik tanpa melenceng dari kaidah yang

sudah dipercaya dan dianut oleh masyarakat. Oleh karena itu, aspirasi

rakyat berperan sebagai suatu inspirasi dari masyarakat setempat

dalam pembuatan suatu kebijakan pemerintah.


MERELOKASIKAN MASYARAKAT DENGAN METODE

YANG LEBIH BAIK

Pemerintah telah memutuskan untuk hanya menggeser warga

Rempang dari kampungnya ke lokasi lain tetapi masih berada di pulau

yang sama. “Tadinya kita mau relokasi dari Rempang ke Galang, tapi

sekarang hanya dari Rempang ke kampung yang masih ada di

Rempang,” kata dia memastikan. Menurut Bahlil, sudah ada 300

kepala keluarga dari total 900 KK yang bersedia dipindahkan.

Masyarakat juga akan diberi tanah seluas 500 meter persegi, berikut

sertifikat hak miliknya, serta dibangunkan rumah dengan tipe 45.

Dalam proses transisi untuk “pergeseran” tersebut, kata Bahlil,

masyarakat juga akan mendapatkan uang tunggu sebesar Rp1,2 juta

per orang dan uang kontrak rumah sebesar Rp1,2 juta per KK. Bahlil

mencontohkan, jika dalam satu KK tersebut ada empat orang, maka

mereka akan mendapatkan uang tunggu sebesar Rp4,8 juta dan uang

kontrak rumah Rp1,2 juta sehingga totalnya Rp6 juta.

Sekali lagi ini semua masih di atas kertas, karena hingga laporan ini

disampaikan proses “pergeseran” yang sedianya dilakukan secara

terbuka dan transparan, justru dilakukan secara diam-diam. Tim VOA


yang datang ke lokasi di mana warga “digeser” dilarang mengambil

foto dan video.

Dengan adanya metode seperti ini terlihat cenderung lebih bersifat

ketidak transparansian suatu pemerintah dengan masyarakat adat

setempat. Padahal seharusnya masyarakat Justru lebih berhak

memutuskan atas adanya Setiap tindakan yang berhubungan dengan

apapun yang terjadi di tempat tinggal sekitarnya. Namun hal tersebut

tidak diberlakukan oleh pemerintah dan seharusnya pemerintah dapat

merelokasikan masyarakat dengan metode yang lebih baik.

Contohnya seperti mengadakan pengumuman yang dilakukan oleh

RT & RW warga setempat, dengan adanya pemberitahuan yang

dilakukan secara turun menurun struktural horizontal/dari pemerintah

sampai ke RT / RW maka sosialisasi masyarakat warga setempat yang

dilakukan oleh pemerintah berjalan dengan baik dan sesuai prosedur

pada umumnya. Oleh karena itu diperlukannya metode-metode

pemerintah dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat warga

setempat yang lebih inovatif agar penyampaian informasi yang

dilakukan oleh pemerintah lebih bisa diterima oleh masyarakat

setempat.
MELAKUKAN PERJANJIAN YANG BERKEKUATAN

HUKUM ANTARA MASYARAKAT DENGAN PEMERINTAH

Agar adanya rasa percaya bagi warga atas janji2 yang telah di buat

dan tidak ada timbul "omongan retrorika".


BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Ketika terjadi konflik antara masyarakat dan pemerintah, kedua belah

pihak sebaiknya lebih banyak mendengar dibanding berbicara dan

lebih banyak berkompromi dibanding mementingkan kepentingannya

sendiri. Pembangunan Rempang Eco City yang merupakan salah satu

Proyek Strategis Nasional (PSN) harus dijabarkan secara padat dan

jelas oleh pemerintah kepada masyarakat, baik mengenai latar

belakang, urgensi, maupun solusi dari berjalannya proyek ini. Hal

tersebut untuk menghindari kesalahpahaman antara pemerintah dan

masyarakat, juga mengatasi konflik yang berujung pada kekerasan.

Masyarakat Rempang pun harus mau mendengarkan penjelasan dari

pemerintah, dan juga secara cermat mempertimbangkan dampak

positif dan dampak negatif dari proyek tersebut, baik dalam jangka

pendek maupun jangka panjang. Karena sejatinya PSN atau Proyek


Strategis Nasional memang ditujukan untuk menciptakan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan Pasal 1

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 42 Tahun 2021 yang

berbunyi: Proyek Strategis Nasional adalah proyek dan/atau program

yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,

dan/atau Badan Usaha yang memiliki sifat strategis untuk

pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka upaya

penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.


Referensi

Arianto, T. (2023) Memahami Kasus pulau rempang, kompas.id.

Available at:

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/09/13/memahami-kasus-

pulau-rempang (Accessed: 19 November 2023).

Rachman, A. (2023) Update Rempang Terkini: Setengah Warga

Bersedia Pindah!, CNBC Indonesia. Available at:

https://www.cnbcindonesia.com/news/20231020173359-4-482392/up

date-rempang-terkini-setengah-warga-bersedia-pindah (Accessed: 19

November 2023).

Kompas, R.E.S.L. (2023) Tuntaskan Kasus Rempang Dengan

mengedepankan aspek ham, kompas.id. Available at:

https://www.kompas.id/baca/riset/2023/10/08/menyelesaikan-kasus-

rempang-dengan-mengedepankan-aspek-ham (Accessed: 19

November 2023).

Anda mungkin juga menyukai