Anda di halaman 1dari 20

PULAU REMPANG

PENDIDIKAN GEOGRAFI E-2021


Dosen Pengampu: Dr. Darwin Parlaungan Lubis,S.Si., M.Si
Sendi Permana,S.Pd., M.Sc

DISUSUN OLEH :
Rizsar Pahotan Sinaga (3213331031)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga bisa menyelesaikan makalah ini.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu kami
mengucapkan terimakasih kepada Bapak/ Ibu Dosen mata kuliah Perencanaan Pembelajaran
Geografi yang telah memberikan tugas makalah ini kepada penulis sehingga termotivasi
dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan,
baik dalam hal sistematika maupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca makalah ini, sebagai masukan
yang berharga, tentunya untuk meningkatkan kemampuan dalam menyusun makalah di masa
yang akan datang. Demikianlah makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya, bagi pembaca umumnya, dalam memberikan informasi ``Pulau
Rempang ``

Medan, 19 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
PULAU REMPANG..................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
Latar Belakang...................................................................................................................................4
Rumusan Masalah.............................................................................................................................6
Tujuan................................................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN........................................................................................................................................7
Sebab Utama Konflik Pulau Rempang................................................................................................7
Konflik Agraria Pulau Rempang........................................................................................................10
Campur tangan asing di pulau rempang..............................................................................................18
BAB III..................................................................................................................................................19
PENUTUP.............................................................................................................................................19
Kesimpulan......................................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Rempang dengan luas kurang-lebih 165 km² adalah pulau di wilayah
pemerintahan kota Batam, provinsi Kepulauan Riau yang merupakan rangkaian pulau
besar kedua yang dihubungkan oleh enam buah jembatan Barelang. Pulau ini berada
kira-kira 3 km di sebelah tenggara pulau Batam dan terhubung oleh jembatan
Barelang ke-5 dengan pulau Galang di bagian selatan. Pada saat ini pulau Rempang
banyak dikembangkan untuk wilayah pertanian dan perikanan Sembulang, selain juga
mempunyai beberapa buah pantai yang bagus.

Saat ini, Pulau Rempang lebih dikembangkan untuk wilayah pertanian dan
perikanan Sembulang. Belakangan ini, nama Pulau Rempang sedang ramai
diperbincangkan karena seluruh penduduk di Pulau Rempang yang berjumlah sekitar
7.500 orang akan direlokasi. Tujuan relokasi ini adalah untuk mendukung rencana
pengembangan investasi di Pulau Rempang yang rencananya akan dibangun kawasan
industri, jasa, dan pariwisata bernama Rempang Eco City. Sayangnya, rencana ini
mendapat penolakan keras dari warga Rempang sehingga bentrok terjadi pada Kamis
lalu(7/9/2023).menurut data Badan Pusat Statistik, Pulau Rempang dihuni oleh 7.512
penduduk. Menurut salah satu warga di sana, yaitu Gerisman Ahmad, di Pulau
Rempang terdapat 16 kampung permukiman warga asli. Warga asli Pulau Rempang
adalah suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat, yang diyakini sudah
tinggal di Pulau Rempang sejak 1834.
Rumusan Masalah

1. Penyebab Utama Terjadinya Konflik di Pulau Rempang


2. Konflik Agraria yang terjadi di pulau Rempang
3. Campur tangan Asing di pulau Rempang

Tujuan

1. Mengetahui penyebab utama terjadinya konflik di pulau rempang.


2. Mengidentifikasi alasan konflik d pulau rempang.
3. Menyelidiki alasan di balik campur tangan asing atas konflik di pulau rempang.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebab Utama Konflik Pulau Rempang

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),


Bahlil Lahadalia, memberikan gambaran jelas mengenai tiga isu utama yang menjadi
akar permasalahan dalam konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan
Riau. Bahlil, yang ditugaskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menangani
konflik tersebut, mengungkapkan masalah-masalah ini dalam rapat kerja dengan
Komisi VI DPR RI pada Rabu (13/9/2023).Pertama-tama, Bahlil menyoroti
kurangnya komunikasi dan sosialisasi yang efektif antara pemerintah daerah dan
penduduk Pulau Rempang. konflik ini sebagian besar dipicu oleh ketidakseimbangan
komunikasi dan pemahaman antara dua belah pihak.

Bahlil sendiri telah melakukan kunjungan ke Pulau Rempang dan berdiskusi


dengan warga setempat. Dia mencatat bahwa sebagian penduduk telah lama tinggal di
sana, sementara yang lain baru datang setelah tahun 2004. Akibat ketidakjelasan
perizinan, tanah yang mereka tempati kini dianggap sebagai milik negara melalui BP
Batam. Upaya mediasi telah dilakukan, dan pemerintah telah menawarkan solusi
dengan memberikan pembiayaan kepada penduduk untuk membangun rumah dengan
ukuran 45 meter persegi, dengan kompensasi sekitar Rp120 juta.masalah izin juga
menjadi perhatian Bahlil. Sebelumnya, wilayah Pulau Rempang telah mengeluarkan
izin kepada enam perusahaan. Namun, setelah dilakukan investigasi, ditemukan
pelanggaran prosedur izin yang menyebabkan pencabutan izin tersebut

Kendati demikian, masih terdapat kebingungan mengenai peristiwa di balik


pembatalan izin-izin tersebut.Ketiga, Bahlil menyoroti kemungkinan campur tangan
pihak asing dalam konflik ini. Hal ini berkaitan dengan rencana besar pemerintah
untuk mengembangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. Bahlil
mempertanyakan peran dan agenda asing dalam situasi ini, khususnya mengingat
Pulau Rempang direncanakan untuk menjadi wilayah yang bersaing dengan
Singapura.Bahlil mencatat bahwa meskipun beberapa langkah telah diambil untuk
menyelesaikan konflik ini, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Sarmuji berharap ada proses rekonsiliasi
yang tuntas untuk menyelesaikan permasalahan investasi yang terjadi di Pulau
Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Ia meminta Menteri Investasi/BKPM untuk segera
melakukan komunikasi dengan masyarakat sekitar, untuk mengurai permasalahan
yang terjadi selama ini. "Kami berharap ada proses rekonsiliasi yang tuntas dan
komunikasi yang selama ini mungkin agak rumit bisa diurai dengan Pak Menteri
datang ke Pulau Rempang. Dan saya yakin dengan kemampuan komunikasi pak
menteri, segala keruwetan bisa diatasi. koordinasi menjadi soal yang harus
dituntaskan karena kalau koordinasinya kemarin itu tuntas mestinya tidak terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan," ujarnya dalam Raker Komisi VI dengan Menteri
Investasi/Kepala BKPM di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Ia menilai, konflik di Pulau Rempang terjadi karena masih ada persoalan yang
mungkin belum terkomunikasikan dengan baik. Sehingga menjalin komunikasi
dengan masyarakat dan berusaha mengakomodir keinginan masyarakat serta
memahami sosial budaya yang dimiliki masyarakat penting untuk dapat mengatasi
permasalahan investasi yang masih ada."(Jika) pemerintah sudah menyediakan
sekian-sekian itu terkomunikasikan dengan baik, rumah sudah sediakan, tanah sudah
juga disediakan, bahkan saya dengar juga uang pengganti sudah disediakan, uang
sampai bangunan rumahnya bisa ditempati juga sudah disediakan. Andaikan itu
terkomunikasikan dengan baik, mestinya kan tuntas enggak ada persoalan," jelas
Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Diketahui, peristiwa bentrokan antara aparat dengan masyarakat adat Pulau
Rempang dipicu oleh rencana penggusuran pemukiman warga untuk dijadikan
Rempang Eco City. Warga Rempang masih menolak rencana relokasi yang akan
dilakukan oleh pemerintah. Sebab mereka mengklaim sudah menempati wilayah
tersebut hampir dua abad.

Konflik Agraria Pulau Rempang

Definisi Konflik Agraria - Selain disebabkan oleh sistem tanah yang


bermasalah, konflik agraria berdasarkan artikel ilmiah berjudul Konflik Agraria Dalam
Pengelolaan Tanah Perkebunan Pada Pt Hevea Indonesia (Pt Hevindo) Dengan Masyarakat
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Oleh Suharto dan Basar, menjelaskan bahwa konflik
agraria juga disebabkan adanya kesenjangan antara sumber-sumber agraria. Seperti
kesenjangan penguasaan dan kebijakan yang saling bertentangan
Konflik agraria biasanya berfokus pada pneguasaan dan pengelolaan agriaria yang
mencakup tanah, air, dan udara. Pengelolaan agraria oleh negara untuk kepentingan
masyarakat biasanya dalam kenyataannya masih jauh dari apa yang diamanatkan dalam
undang-undang. Hal itu menimbulkan beragam konflik agraria.Keadilan agraria yang
menjadi tanggung jawab negara tercantum dalam mandat UUD 1945 dalam Pasal 33 yang
implementasinya sudah di atur dalam Peraturan Pokok-Pokok Agraria atau lebih dikenal UU
Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.
Mengapa Konflik Agraria Terjadi?
Berdasarkan artikel ilmiah berjudul Kritik Atas Penanganan Konflik Agraria Di
Indonesia yang ditulis Lilis Muryani, setidaknya ada empat kenapa konflik agraria terjadi.
1. Berulangnya kejadian konflik agraria menandakan penanganan yang tidak efektif
Menurut Lilis terlalu banyak mekanisme penanganan konflik di agraria melalui berbagai
lembaga negara yang tidak optimal dalam menyelesaikan konflik. Beberapa rekomendasi dari
lembaga yang menangani konflik sering berpihak pada salah satu pihak.
2. Akar sumber konflik agraria belum diperbaiki
Kasus pidana atau kekerasan yang muncul merupakan gejala dari akar konflik agraria yang
telah berlangsung lama. Akar atau sumber konflik kemudian menjadi tenggelam di dalam
kasus pidana.
3. Semakin meningkatnya intensitas menggunakan kekerasan
Pada awalnya, penggunaan kekerasan adalah langkah terakhir dari para pihak yang
bersengketa jika proses penyelesaian buntu. Namun dalam konflik agraria, penggunaan
kekerasan selalu digunakan oleh pihak yang memiliki kekuatan (posisi yang didukung
pemerintah, Polri, sampai TNI, atau memiliki dana). Penggunaan kekerasan itu akan
menimbulkan pihak korban yang haknya dilanggar merasa putus asa. Ini yang membuat
konflik agraria kadang berkepanjangan karena melanggar hak asasi manusia.
4. Ada sesuatu yang salah dalam kebijakan pengelolaan sumber daya agraria
Di level negara sebagai bentuk pelaksana pemerintahaan sebenarnya ditujukan untuk
mensejahterakan rakyat. Namun, dalam kenyatannya tidak demikian. Hal ini kemudian yang
juga menjadi salah satu penyebab munculnya konflik agraria. Di samping memang konflik
agraria ini merupakan konflik yang kompleks dan multi-dimensi.

Konflik agraria di Pulau Rempang pada 8 September 2023, tidak terlepas dari
sistem pengelolaan tanah di Batam yang berbeda dari wilayah di Indonesia lain.
Dilansir dari Koran Tempo, hal itu bermula sejak hadirnya Otorita Batam yang juga
dikenal sebagai Badan pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas
Batam (BP Batam), memiliki hak pengelolaan atas seluruh tanah di wilayah
tersebut.Presiden Soeharto menetapkan Batam sebagai wilayah strategis. Kemudian
dikeluarkannya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 41 Tahun 1973 yang
menetapkan Batam jadi kawasan industri dan mempertegas aturan tentang tanah di
Batam yang dikelola oleh BP Batam.

Adapun perusahaan PT Mega Elok Graha (MEG) merupakan anak perusahaan


milik Tomy Winata, Artha Graha Network (AG Network). Perusahaan ini dikabarkan
akan melakukan pembangunan di kawasan Pulau Rempang, Batam. PT MEG
merupakan perusahaan yang mendapatkan hak pengelolaan terhadap 17.000 hektare
lebih lahan di kawasan Rempang sejak 2004 hingga kini.“Bahwa lahan yang kita
sepakati diberikan ke PT MEG dari 2004 sampai hari ini, itu adalah lebih kurang
17.600 hektare dan khusus buat PT MEG di atas 17 ribu ada hutan lindung 10.028
hektare, sisanya 7.572 hektare itu yang akan dikembangkan,” kata Kepala BP Batam,
Muhammad Rudi, Jumat, 15 September 2023.

Sedangkan Xinyi Glass Holdings Ltd merupakan anak perusahaan Xinyi


Group. Perusahaan ini disebut akan menggelontorkan duit investasi sebesar Rp 381
triliun hingga 2080. Di awal kerja sama, perusahaan asal Cina itu memberi komitmen
investasi senilai sekitar Rp 175 triliun. Sekitar 2.000 hektare lahan di Pulau Rempang
akan dijadikan sebagai lokasi pabrik kaca perusahaan ini. Wacananya, pabrik kaca itu
akan menjadi yang terbesar kedua di dunia.Xinyi rencananya bakal membangun
pabrik kaca dan panel surya dengan bahan baku pasir kuarsa dari Kepulauan Riau,
seperti Pulau Lingga dan Natuna. Untuk proyek itu, dibutuhkan kesiapan tanah
prioritas seluas 1.154 hektare dengan penyerahan tanah clear and clean selama 30
hari. Namun, tampaknya pembangunan Rempang Eco City tidak berjalan
mulus.Ribuan warga Pulau Rempang menolak direlokasi. Pada 7 September 2023
aparat gabungan dari TNI, Polri, dan BP Batam memaksa masuk ke kampung adat
Rempang untuk pemasangan patok proyek. Warga menolak dan berupaya
menghadang aparat sehingga terjadi bentrok.
Pemerintah pusat masih berupaya membangun komunikasi dengan warga adat
untuk melancarkan proyek ini.kasus Rempang merupakan imbas dari konflik agraria
yang sejak Orde Baru atau ketika pemerintah memberikan otonomi khusus kepada
badan otorita Batam yang sekarang menjadi BP tidak kunjung diselesaikan."Di posisi
sekarang, pemerintah abai pada masalah struktural yang terjadi di Rempang itu.
Seolah-olah bahwa masyarakat tidak punya legalitas dan hanya BP Batam yang punya
legalitas dengan mengantongi HPL (Hak Pengelolaan). Tapi kalau ditarik ke belakang,
dia sekarang itu menjadi HPL itu kan ada urutan-urutannya, yang itu tata caranya
mengabaikan keberadaan masyarakat," ujar Dewi kepada CNNIndonesia.com, Senin
(11/9).Dewi juga menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait
bentrokan yang terjadi di Rempang pada Kamis (7/9) bukan imbas dari upaya
penggusuran, melainkan pengosongan lahan oleh pemegang hak.
C. Campur Tangan Asing di Pulau Rempang

Kericuhan sebagai buntut berkepanjangan dari penolakan relokasi warga


16 Kampung Tua Pulau Rempang menjadi sorotan dan memunculkan berbagai
spekulasi. Termutakhir, Pemerintah mengakui ada kekuatan asing di konflik
Pulau Rempang, Batam. Devide et Impera ala Belanda? Hal itu dikonfirmasi
oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja
dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (13/9/2023). Terlebih Proyek Balerang
(Batam, Rempang, Galang sudah tercetus sejak Era BJ habibie. Bahlil
menegaskan ada campur tangan asing dalam konflik tersebut, mengingat
rencana besar pemerintah dalam membangun proyek strategis nasional (PSN)
Rempang Eco-City. “Tidak semua negara itu senang jika (PSN) ini jalan," kata
Bahlil Lahadalia. “Dulu waktu zaman BP batam dibuat untuk menjadikan kawasan
ini mengimbangi Singapura, apa yang terjadi sekarang? Harusnya kita berpikir ada
apa di balik ini semua. Setiap kita mau bangun besar di sana, ada saja,” kata Bahlil.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga menemukan adanya persoalan ketidakberesan
persoalan perizinan. Bahlil menjelaskan di wilayah Rempang pernah dikeluarkan
sebanyak 6 izin perusahaan. Tapi, setelah diusut, ditemui adanya kekeliruan prosedur.
“Maka izin itu dicabut. Ya, kita tidak tahu apa yang terjadi dibalik itu semua,”
jelasnya. Sementara itu, wali kota setempat telah mengeluarkan surat edaran agar
tidak dikeluarkan lagi izin atau alasan apa pun kepada rakyat yang akan tinggal di
sana. Oleh karenanya, tanah yang ditempati warga tersebut memang dikuasai negara
melalui BP Batam.

Rempang Eco City untuk Xinyi Glass Holdings sendiri hanya akan memanfaatkan
lahan seluas 2.000 hektare (ha) dari total 17.600 ha lahan yang dikelola PT MEG (Makmur
Elok Graha) selaku pemegang hak pengelolaan wilayah di Pulau Rempang itu sejak
2004. Oleh sebab itu, Rudi mengatakan, potensi Rempang untuk menyerap investasi masih
sangat besar."Kalau Rempang ini jalan di atas 2.000 ha maka yang 5.000 ha bisa jalan lebih
lancar karena yang 2.000 ha saja investasi lebih kurang US$ 11,5 miliar, dan itu kalau di
rupiah kan mungkin sekitar Rp 170-an triliun," tutur Rudi.

Rudi menjelaskan, sebetulnya investasi di Rempang, termasuk wilayah Batam secara


keseluruhan sangat menarik bagi para investor karena aksesnya sudah terbuka secara
keseluruhan, mulai dari darat, laut, dan udara. Bandara sendiri kata dia sudah akan diperluas
dan pada Oktober 2023 akan ada peletakan batu pertama untuk pembangunan terminal dua
Bandara Internasional Batam."Kita ingin ada penerbangan langsung dari luar ke Kota Batam,
sehingga mereka bisa langsung tidak via sana via sini lagi. Kedua, akses daratnya sudah
sangat sempurna. Ketiga, pelabuhan laut, kalaupun dia harus lewat Singapura maka
pelabuhannya berstandar internasional," ucap Rudi.

Dikutip dari laman BP Batam, Rempang Eco City merupakan salah satu
proyek yang terdaftar dalam PSN 2023 yang pembangunannya diatur dalam
Permenko Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang ditandatangani pada tanggal 28
Agustus 2023. Proyek Rempang Eco City merupakan kawasan industri, perdagangan,
hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan negara
tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia. Proyek tersebut rencananya digarap oleh PT
Makmur Elok Graha (MEG), dengan target investasi mencapai Rp381 triliun pada
tahun 2080. PT MEG merupakan rekan BP Batam dan Pemkot Batam. Nantinya,
perusahaan itu akan membantu Pemerintah menarik investor asing dan lokal dalam
pengembangan ekonomi di Pulau Rempang. Investasi China Dalam proyek Rempang
Eco City, 17.000 hektare (ha) lebih lahan di kawasan Rempang sejak 2004 hingga kini
masuk dalam hak pengelolaan yang nantinya digarap oleh MEG. Sekitar 2.000 ha dari
lahan itu lalu dijadikan sebagai tempat pembangunan Rempang Eco City, lokasi
pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holdings Ltd.

Perusahaan itu pun telah berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan


pasir kuarsa senilai US$11,5 miliar di kawasan tersebut dan menjadikannya sebagai
pabrik kaca kedua terbesar dunia setelah di China.

"Bahwa lahan yang kita sepakati diberikan ke PT MEG dari 2004 sampai hari
ini itu adalah lebih kurang 17.600 ha dan khusus buat PT MEG di atas 17 ribu ada
hutan lingdung 10.028 ha, sisanya 7.572 ha itu yang akan akan dikembangkan," kata
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, Jumat (15/9/2023). "Perjanjian atau tanda
tangan MoU antara PT MEG dan Xinyi di China itu hanya 2.000 ha ini yang akan kita
kembangkan duluan dan bebaskan duluan dari saudara-saudara kita, masyarakat kita
di sana," ungkap Rudy. Baca Juga : Rencana investasi yang dilakukan oleh PT MEG
di kawasan Rempang secara keseluruhan sampai dengan 2080 sebesar Rp 381 triliun,
dan mampu menyerap tenaga kerja langsung sejumlah 306.000 orang. Dalam website
BP Batam, MEG menyampaikan pengembangan kawasan Rempang ini dipastikan
lebih mengutamakan masyarakat Rempang dalam proses pembangunan ke depannya.

"Kita (PT MEG) bersama BP Batam dan Pemko Batam sangat


memperhatikan, bagaimana kepentingan dari warga disana," ujarnya dikutip dari
bpbatam.go.id. Balon Kemakmuran Habibie Jauh ke belakang, melihat proyek
Rempang sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari impian besar Bapak
Teknologi BJ Habibie. Tokoh penting dalam sejarah Indonesia, yang lama bermukim
di Eropa itu melihat bahwa kawasan Barelang (Batam-Rempang-Galang) mulai dapat
dibangun jadi satu kesatuan ekonomi secara terintegrasi, mirip Benelux (Belgia-
Netherlands-Luxemburg). Dari situ, muncul pemikiran untuk menarik ekonomi
perdagangan dan pariwisata dari Singapura melalui konsep "Teori Balon” yang ia
usung saat membesarkan "Batam" sejak 1971. Sebagai persiapan, Habibie
membangun enam Jembatan Barelang untuk menghubungkan pulau Batam, Rempang,
Galang (Barelang) dan pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Tonton, Pula
Nipah, Pulau Setoko, dan Pulau Galang Baru.

Eks Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengecam tindakan


kekerasan dan dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam upaya
pengosongan lahan di Pulau Rempang.Beka menilai polisi belum bisa menghadirkan
wajah yang lebih humanis seperti komitmen yang disampaikan dalam berbagai
peristiwa yang sebelumnya sempat menyita perhatian publik.
"Apalagi dampaknya selain beberapa orang terluka, gas air mata yang digunakan juga
berdampak pada anak sekolah dan anak-anak. Polisi seperti tidak belajar dari
peristiwa-peristiwa sebelumnya dan komitmen mereka sendiri untuk lebih humanis,"
kata Beka saat dihubungi CNNIndonesia.com.Beka mengatakan seharusnya aparat
hukum juga menggunakan pendekatan sosiologis dan budaya dalam menyelesaikan
persoalan yang berdampak pada warga. Apalagi, kata dia, warga sudah tinggal selama
puluhan tahun di tempat tersebut.Selain itu, Beka menilai pemerintah wajib
menggelar forum dialog setara dengan warga, sehingga diperoleh solusi yang
disepakati kedua belah pihak.

Adanya dugaan pelanggaran HAM’ di Pulau Rempang: 20 orang


terluka, aparat gunakan 'kekuatan berlebih' dan 'serampangan'
tembakkan gas air mata. Berdasarkan investigasi yang dilakukan
pada 11-13 September 2023, organisasi-organisasi yang tergabung
dalam Solidaritas Nasional Untuk Rempang ini menyebut aparat
telah menggunakan “kekuatan berlebih” dan secara “serampangan”
menembakkan gas air mata.Sedikitnya 20 warga mengalami luka
berat maupun ringan akibat kerusuhan tersebut.
“Kami bisa memastikan bahwa kejadian 7 September itu menimbulkan korban
dari kalangan anak-anak, perempuan, dan lansia,” kata Kepala Divisi Riset dan
Dokumentasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Rozy Brilian Sodik, dalam konferensi pers di Jakarta pada Minggu (17/9).Selain itu,
kehadiran posko-posko aparat dan “sosialisasi” untuk membujuk warga mendaftarkan
diri dalam program relokasi disebut telah “membuat masyarakat ketakutan”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Akibat ketidakjelasan perizinan, tanah yang mereka tempati kini dianggap


sebagai milik negara melalui BP Batam. Upaya mediasi telah dilakukan, dan
pemerintah telah menawarkan solusi dengan memberikan pembiayaan kepada
penduduk untuk membangun rumah dengan ukuran 45 meter persegi, dengan
kompensasi sekitar Rp120 juta. Sebelumnya, wilayah Pulau Rempang telah
mengeluarkan izin kepada enam perusahaan. Namun, setelah dilakukan investigasi,
ditemukan pelanggaran prosedur izin yang menyebabkan pencabutan izin tersebut.

Konflik agraria di Pulau Rempang pada 8 September 2023, tidak terlepas dari
sistem pengelolaan tanah di Batam yang berbeda dari wilayah di Indonesia lain.
Dilansir dari Koran Tempo, hal itu bermula sejak hadirnya Otorita Batam yang juga
dikenal sebagai Badan pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas
Batam (BP Batam), memiliki hak pengelolaan atas seluruh tanah di wilayah
tersebut.Presiden Soeharto menetapkan Batam sebagai wilayah strategis. Kemudian
dikeluarkannya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 41 Tahun 1973 yang
menetapkan Batam jadi kawasan industri dan mempertegas aturan tentang tanah di
Batam yang dikelola oleh BP Batam.

Kericuhan sebagai buntut berkepanjangan dari penolakan relokasi warga


16 Kampung Tua Pulau Rempang menjadi sorotan dan memunculkan berbagai
spekulasi. Termutakhir, Pemerintah mengakui ada kekuatan asing di konflik
Pulau Rempang, Batam. Devide et Impera ala Belanda? Hal itu dikonfirmasi
oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja
dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (13/9/2023). Terlebih Proyek Balerang
(Batam, Rempang, Galang sudah tercetus sejak Era BJ habibie.
Daftar Pustaka

1. cnnindonesia.com/nasional/20230912132651-12-997915/rempang-gas-air-mata-dan-
cerita-konflik-agraria-yang-terulang-kembali.
2. Duduk Perkara Konflik Pulau Rempang
CNN Indonesiahttps://www.cnnindonesia.com/nasional/20230912125946-12-
997897/duduk-perkara-konflik-pulau-rempang.
3. Tempo - Konflik di Pulau Rempang, Pengamat Ingatkan Pemerintah soal Kualitas
Investasi di Atas Capaian Angka

Anda mungkin juga menyukai