Anda di halaman 1dari 6

MATA KULIAH : POLITIK PERTANAHAN DI INDONESIA

NO. PRESENSI : 73
JUDUL : SANGKETA TANAH MASYARAKAT ADAT TELUK
JAMBE DENGAN PERUSAHAAN RAKSANA AGUNG PODOMORO LAND DI
JAWA BARAT

A. TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab konflik pertanahan di Indonesia menurut Christodolous yaitu
ketidakserasian peruntukan sumber-sumber agraria, khususnya tanah – tata guna tanah,
ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah, ketidakserasian persepsi konsepsi mengenai
agrarian, dan ketidakserasian produk hukum akibat hasil kebijakan yang bersifat sektoral1.
Konflikdapat disebabkan pertentangan bermacam kepentingan, kebencian,
kecurigaan, rasa minder, dominasi pihak lemah oleh pihak kuat 2.Menurut para ahlia kardari
timbulnya konflik yaitu karna adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah
perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial dan kekuasaan yang jumlah
ketersediannya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di masyarakat3.
Sebelumnya maslah tanah adat dan batas wilayah adat memang pernah di
musyawarakan di kuala kapuas oleh parakepala adat seluruh kapuas, kahayan, ruang dan
Manunghing pada tanggal 3 september 1928 bersama pemerintahan Hindia4.

B. PEMBAHASAN
Sengketa tanah antara masyarakat setempat dengan pemilik modal alias perusahaan
yang menggunakan lahan atas tanah tersebut, kembali terjadi kali ini sangketa tanah terjadi di
daerah teluk jambe, karawang, Jawa Barat. Masyarakat Teluk Jambe mengklaim bahwa hak
tanah mereka seluas 350 Ha di rampas properti pelaksana agung Podomoro Land (APLN).
Advokat Jhoson Panjaitan merespon hal ini. “Apa yang dilakukan APLN dan aparat hukum
selain justru mencederai hukum kita, mengandung unsur melawan HAM (Hak Asasi

1 Muntaqo,Firman .2010.Karakter Politik Hukum Pertanahan Era Orde Baru Dan Era Reformasi, ( Semarang:
Universitas Diponegoro, 2010), hal.18
2 Supriyadi, Bambang Eko. 2013. Hukum Agraria Kehutanan, Jakarta: Rajawali Pers. hal. 128
3 ElzaSyarief, penyebabSengketa Tanah MelaluiPengadilanKhususPertanahan, PT Gramedia, Jakarta, 2014
4 Budi,susanto.2007.masih(kah) indonesia,penisius.yogyakarta.
Manusia), bahkan melawan konstitusi negara. Dengan cara itu pun, negara ikut mendorong
proses pemiskinan terhadap warganya,” kata Johnson melalu siaran pers, di Jakarta.
Akibatnya, perlawanan warga terus berlanjut dan kasus sengketa tanah yang telah
terjadi sejak 1991 itu masih terkatung-katung. Menurut Johnson, semua pihak harus berpijak
pada kebenaran, bukan malah suka kesewenang-wenangan."Padahal sebagai perusahaan
besar yang go public dan menghimpun dana masyarakat harusnya bertindak benar, jujur dan
transparan. Penjualan tanah bermasalah dapat menyebabkan kerugian bagi publik khususnya
para calon konsumen5.
Sedangkan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karawang menegaskan tidak
akan mengeluarkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas lahan di Telukjambe Barat
kepada PT Sumber Air Mas Pratama (PT SAMP)-PT Agung Podomoro Land
(APLN).Demikian disampaikan koordinator aksi petani Karawang yang tergabung dalam
Selasa Satu Maret (Sesama), Hilman Tamimi, seusai menemui utusan dari Kantor BPN
Karawang.“BPN Karawang tidak akan pernah mengeluarkan sertifikat HGB PT
SAMP/APLN di atas tanah tiga desa, yakni Wanasari, Wanakerta, Margamulya, karena
sampai hari ini PT SAMP/APLN tidak mampu membuktikan kepemilikannya atas tanah di
tiga desa tersebut,” tegas Tamimi6.
Selain petani, aksi Sesama didukung beberapa lembaga swadaya masyarakat, yakni
Serikat Petani Karawang (Sepetak), Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), dan
Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk). Sesama meminta BPN mengeluarkan kebijakan
yang prorakyat.“Kalau BPN mengeluarkan kebijakan yang tidak memihak rakyat kecil, kami
akan melawan,” tambahnya.Sebelumnya, Kasubsi Perkara BPN Karawang, Wagita, pernah
mengatakan pihaknya belum mengeluarkan sertifikat hak atas tanah yang diajukan PT SAMP
yang saat ini sudah berubah menjadi PT Buana Makmur Indah (PT BMI).
"Meskipun sudah ada keputusan pengadilan kami belum keluarkan, sehingga hak tanah
belum atas nama PT SAMP," katanya7.
aparat kepolisian dan 5000 preman menyerang rakyat tiga desa di Kecamatan
Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, dalam eksekusi lahan 350 hektare milik rakyat.
Mereka menyerbu rakyat Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya dengan water canon,
peluru karet, gas air mata, dan persenjataan lain. Belasan petani dan buruh terluka akibat

5 https://nasional.sindonews.com/read/1081950/13/sengketa-tanah-johnson-panjaitan-minta-perusahaan-
taat-hukum
6 http://www.beritasatu.com/nasional/352457-bpn-karawang-tak-akan-keluarkan-hgb-bagi-agung-
podomoro.html
7 ibid
dianiaya dan ditembus peluru aparat pada siang berdarah 24 Juni itu. Tragedi itu menjadi
klimaks puluhan tahun sengketa agraria antara rakyat tiga desa dengan perusahaan PT
Sumber Air Mas Pratama (PT SAMP, kini anak perusahaan raksasa properti Agung
Podomoro Land). Sengketa sejak tahun 1970-an ini telah meresahkan dan menguras emosi
rakyat tiga desa. Selain dijebak dalam drama prosesi hukum formal yang melelahkan dan
sesat, sehari-hari para petani juga dihantui oleh teror dan intimidasi.
Eksekusi lahan secara brutal yang dipimpin oleh Juru Sita Pengadilan Negeri
Karawang itu merupakan pelaksanaan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung
No.160.PK/PDT/2011 (tertanggal 25 Mei 2011, selanjutnya disebut PK 160). PK 160 telah
memenangkan PT SAMP untuk mengusai lahan seluas 350 hektare dari rakyat. Meskipun
sempat ditunda lantaran berada pada sengketa yang rumit, PK 160 akhirnya dilaksanakan
berdasarkan surat Ketua Muda Perdata MA No.04/PAN.2/XII/357SPK/PDT/2012 tanggal 15
Januari 2013, surat Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 28 November 2012, surat Plt Ketua
PT Bandung tanggal 12 Februari 2013, surat Ketua PT Bandung tanggal 11 April 2013, serta
hasil pemeriksaan Badan Pengawas MA, yang semuanya berisi petunjuk dan perintah
pelaksaan eksekusi. Eksekusi dilaksanakan setelah melalui proses hukum formal yang kuat
diduga melibatkan perselingkuhan antara mafia tanah dengan preman, pengusaha, aparat
hukum, instansi pajak, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah Daerah, dan lembaga
pengadilan. Selain diwarnai dengan putusan hukum yang tumpang-tindih, tak heran kalau
proses hukum tersebut senantiasa memojokkan subjek hukum bernama rakyat jelata. Tak
hanya melukai secara fisik rakyat tiga desa, eksekusi brutal tersebut semakin menguatkan
banalnya perselingkuhan antara korporasi dan negara dalam merenggut ruang hidup rakyat.
Manipulasi Sejarah Keadilan Agraria
Tanah sengketa seluas 350 hektare itu merupakan bagian dari tanah bekas Partikelir
Eigondem Verponding No. 53 NV. Tegal Waroe Landen milik Mij Tot Exploitatie pada masa
kolonial. Setelah kemerdekaan, seiring dengan nasionalisasi aset, tanah tersebut diserahkan
kepada pemerintah Indonesia pada 1949. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun
1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir, tanah ex Tegal Waroe Landen berstatus
sebagai tanah negara. Setelah UU Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 berlaku, tanah itu
ditetapkan sebagai objek Landreform dan menjadi hak milik rakyat melalui Redistribusi
berdasarkan Surat Keputusan Panitia Landreform Daerah Tingkat II Karawang No.
29/PLD/VIII-52/1965 dan SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Barat atas nama Menteri Agraria
Jawa Barat No. 228/C.VIII/52. Sekitar 1972–1973, Girik/Ipeda sebagai bukti kepemilikan sah
rakyat atas tanah Redistribusi diterbitkan oleh Kantor Dinas Luar Cirebon dan dicacat dalam
Buku Letter C di desa. Awal 1974, kepada desa di sekitar Telukjambe Barat meminta Girik
kepada rakyat untuk keperluan sewa PT Dasa Bagja (PT DB). Dengan sewa tiga tahun
(1994–1977) dan tarif Rp1,- per meter, rencananya lahan tersebut akan digunakan PT DB
untuk penghijauan seperti penanaman pohon Kapuk (Randu). PT DB lalu mengajukan Hak
Guna Usaha (HGU) kepada Menteri Dalam Negeri cq. Dirjen Agraria dan Kantor Wilayah
Agraria Jawa Barat atas tanah tersebut. Namun PT DB tidak pernah mendapatkan HGU.
Setelah masa sewa habis, rakyat pun menggarap kembali lahan tersebut sekaligus meminta
kembali Girik kepada kepala desa setempat. Namun kepala desa tidak memberikan Girik-
girik kepada rakyat. Berpegang pada Buku Letter C di desa, rakyat terus menggarap dan
membayar pajak atas tanah mereka.Kejahatan korporasi dan negara beroperasi secara diam-
diam ketika pada 1986 PT DB malah mengalihkan prioritas pengajuan HGU lahan itu kepada
PT Makmur Jaya Utama (PT MJU). Padahal jelas-jelas masa sewanya telah kaduwarsa. PT
MJU pun tidak mendapatkan HGU. Tanpa sepengetahuan rakyat pemilik, pada 1990 PT MJU
mengalihkan sewa lahan itu kepada PT SAMP. Modus kejahatan pengalihan sewa lahan ini
pun dilengkapi dengan Akta Pelepasan Alih Garapan dengan Notaris Sri Mulyani Syafe’i, SH
di Bogor. Dengan bekal Akta tersebut, PT SAMP sempat melakukan pengukuran tanah
dengan menurunkan alat berat dan aparat keamanan untuk mengeksekui lahan dari rakyat.
Rakyat pun melawan tindakan sewenang-wenang itu8
Wagita mengatakan, BPN punya tata cara pendaftaran hak atas tanah dan tidak
semata-mata tunduk kepada pengadilan. Atas dasar ini, Pemkab Karawang punya alasan
untuk membongkar kantor pemasaran dan reklame yang dibangun PT. SAMP-APLN tanpa
melewati prosedur resmi dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu.
Sementara itu, Sekretaris Sepetak Engkos Kosasih mengecam pencaplokan tanah milik petani
tiga desa di Kecamatan Telukjambe Barat oleh APLN. Dalam kasus ini, oknum perangkat
desa ditengarai melakukan kerja sama dengan pihak swasta memanipulasi bukti kepemilikan
tanah dengan cara menghilangkan bukti hak kepemilikan tanah adat milik petani di Desa
Margamulya."Oleh karena itu, kami juga mendesak Pemkab segera menyelesaikan semua
konflik agraria dengan keberpihakan yang jelas terhadap kaum tani,"9.
Ketua Pengadilan Negeri Karawang Marsudin Nainggolan mengatakan kasus
sengketa lahan di wilayah Telukjambe, Kabupaten Karawang, antara warga dengan PT
Sumber Air Mas Pratama (SAMP) sudah dimenangkan oleh perusahaan dari grup PT Agung
Podomoro tersebut sejak tahun 2007. Perkara perdata tersebut telah melibatkan 48 orang

8 http://selamatkanbumi.com/id/english-tragedi-telukjambe-barat-ketidakadilan-agraria-kian-memuncak/
9 https://www.rmol.co/read/2016/03/02/237975/BPN-Karawang-Tidak-Keluarkan-HGB-Bagi-Podomoro-Land-
warga dengan PT SAMP."PT SAMP telah memenangkan perkara tersebut mulai dari
pengadilan tingkat pertama, banding hingga kasasi," ujarnya kepada Tempo saat dihubungi,
Rabu, 26 Juni 2014.

permohonan eksekusi dari PT SAMP telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.
Sehingga, pengadilan mengabulkan eksekusi tersebut dengan terlebih dahulu melakukan
teguran kepada warga, delapan hari sebelum eksekusi. "Putusan telah diberi tahu secara
patut," ucap dia.PT SAMP juga bersedia memberikan uang kerohiman Rp 40 juta, namun
ada beberapa orang yang tidak setuju. "Mereka meminta ganti rugi dengan harga yang
tinggi”.

Diberitakan sebelumnya, ratusan warga yang menolak eksekusi di atas tanah seluas
350 hektare kemarin terlibat bentrok dengan ribuan aparat keamanan dari Polres Karawang
dan Polda Jabar. Massa berunjuk rasa dengan memblokir tiga titik jalan. Aparat mencoba
membubarkan massa hingga terjadi bentrokan. Tercatat 8 korban dari warga terluka.Ketua
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar, Dadan Ramdhan, menilai tindakan
represif aparat dalam membubarkan aksi massa merupakan pelanggaran HAM. Sebab
penyelesaian sengketa tidak seharusnya dilakukan dengan cara represif. Kali ini,
pemerintah Karawang abai dalam memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan
kaum tani."Kami mengutuk tindakan keras ini. Tarik Brimob dari wilayah sengketa dan
mendesak Komnas HAM turun tangan segera,"

C. KESIMPULANNYA
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa penyebab sangketa tanah
masyarakat adat Teluk Jambe, dengan Perusahaan Raksana Agung Pomoro Land di Jawa
Barat, yaitu perlawanan warga terus berlanjut dan kasus sengketa tanah yang telah terjadi
sejak tahun 1991 itu masih terkatung-katung. Adapun beberapa aksi yang dilakukan yakni:
aksi petani, aksi Sesama didukung beberapa lembaga swadaya masyarakat.
Petani Karawang (Sepetak), Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), dan
Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk). Sesama meminta BPN mengeluarkan kebijakan
yang prorakyat.“Kalau BPN mengeluarkan kebijakan yang tidak memihak rakyat kecil, kami
akan melawan,” tambahnya.Sebelumnya, Kasubsi Perkara BPN Karawang, Wagita, pernah
mengatakan pihaknya belum mengeluarkan sertifikat hak atas tanah yang diajukan PT SAMP
yang saat ini sudah berubah menjadi PT Buana Makmur Indah (PT BMI).
D. DAFTAR PUSTAKA
Muntaqo,Firman .2010.Karakter Politik Hukum Pertanahan Era Orde Baru Dan Era Reformasi, ( Semarang:
Universitas Diponegoro, 2010), hal.18

Supriyadi, Bambang Eko. 2013. Hukum Agraria Kehutanan, Jakarta: Rajawali Pers. hal. 128

Syarief,elza, penyebabSengketa Tanah MelaluiPengadilanKhususPertanahan, PT Gramedia, Jakarta, 2014

Budi,susanto.2007.masih(kah) indonesia,penisius.yogyakarta.

https://nasional.sindonews.com/read/1081950/13/sengketa-tanah-johnson-panjaitan-minta- perusahaan-
taat-hukum- ?fbclid=IwAR0ho14iAX_jNg_Oo9M8mGFzHMCShIqqMkcJO8x519IZhrF63kww6K7xEXw

http://www.beritasatu.com/nasional/352457-bpn-karawang-tak-akan-keluarkan-hgb-bagi-agung-
podomoro.html
http://selamatkanbumi.com/id/english-tragedi-telukjambe-barat-ketidakadilan-agraria-kian-memuncak/

https://www.rmol.co/read/2016/03/02/237975/BPN-Karawang-Tidak-Keluarkan-HGB-Bagi-Podomoro-Land

Anda mungkin juga menyukai