Anda di halaman 1dari 14

SENGKETA TANAH PARTIKELIR

Luthvi Febryka Nola


Peneliti Bidang Hukum Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR RI
Email: febi_80@yahoo.com.

Abstract
This paper describes the cause, typology and settlement partikelier dispute. The causes of dispute could
be related with direct and indirect partikelier land. The typology of dispute divided based on problem and
actor. The settlement of dispute can be through administrative settlement, alternative dispute resolution or
the courts. Administrative settlement could be applied to vertical simple dispute. While alternative dispute
resolution was applied to the horizontal dispute. For vertical and triangular disputes were resolved in court.

Kata Kunci: tanah partikelir, sengketa

I. PENDAHULUAN tanah usaha adalah tanah yang tidak dikuasai


A. Latar Balakang secara langsung oleh tuan tanah melainkan
Tanah partikelir adalah tanah eigendom merupakan tanah desa atau milik masyarakat
dengan hak-hak pertuanan (landheerlijke adat yang diatasnya terdapat hak penduduk
rechten).1 Tanah eigendom sendiri bersifat turun temurun.4
maksudnya adalah tanah dengan hak milik Terkait dengan tanah partikelir di atas
mutlak sebagaimana diatur dalam Pasal 570 tanah usaha, konsep kepemilikan oleh para
Burgerlijk Wetboek (BW). Sedangkan hak-hak tuan tanah merupakan bagian dari konsep
pertuanan adalah hak untuk mengangkat dan penjajahan yang mengambil atau menguasai
memberhentikan aparat desa, menuntut adanya secara paksa tanah masyarakat. Terlebih lagi
kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja dengan adanya hak-hak pertuanan yang dimiliki
paksa, menarik pungutan-pungutan, mendirikan oleh para tuan tanah sangat memberatkan
pasar, memungut biaya pembukaan jalan dan penyewa maupun pemilik tanah dengan
berbagai hak sederajat lainnya.2 berbagai aturan dan pungutan yang ditetapkan
Pemilik tanah partikelir dikenal dengan secara sepihak oleh tuan tanah. Kekuasaan
sebutan tuan tanah. Penguasan tuan tanah para tuan tanah yang begitu besar ini tentunya
atas tanah partikelir dibagi ke dalam dua menyengsarakan masyarakat yang berada di
konsep yaitu tanah kongsi dan tanah usaha. kawasan tanah partikelir. Sehingga sejarah
Tanah kongsi merupakan tanah yang dikuasai mencatat, setidaknya beberapa kerusuhan
langsung oleh tuan tanah dan apabila diatasnya pernah terjadi, seperti kerusuhan Cikandi Udik
terdapat usaha atau perumahan rakyat, (1845); Pondok Gedeh (1864); Bekasi (1869);5
didasarkan kepada konsep sewa.3 Sedangkan dan Ciomas (1886).6
1
Pasal 1 ayat 1 huruf a UU No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir.
2
Pasal 1 ayat 1 huruf b, Ibid.
3
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta:
Djambatan, 2003, hal.99.
4
Ibid.
5
Marwati Djoened Poesponegoro et.al, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hal.424.
6
Mohammad Iskandar, Hak-Hak Pemilikan Tanah dan Kerusuhan Sosial: Kasus Tanah Partikelir Ciomas Tahun 1886, Laporan
Penelitian UI.

LUTHVI FEBRYKA NOLA: Sengketa Tanah Partikelir... 183


Setelah Indonesia mereka, secara bertahap Jakarta Pusat. Saat ini di atas tanah itu telah
keberadaan tanah partikelir mulai dihapuskan. berdiri perkampungan, tempat ibadah, jalan
Penghapusan dilakukan karena konsep pemilikan bahkan ada yang telah memiliki setifikat hak
oleh tuan tanah bertentangan dengan hak milik, HGU, HGB dan hak pakai.10
asasi manusia (HAM). Selain itu keberadaan Selain itu terdapat juga konflik di
tanah partikelir juga sangat menganggu proses wilayah Patunjang, Karawang. Konflik ini
pembangunan karena berada di areal strategis bermula dari klaim masyarakat setempat yang
dengan luas tanah yang begitu besar namun menyatakan bahwa mereka telah memiliki
hanya dimiliki oleh segelintir orang.7 hak milik atas tanah bekas tanah partikelir di
Diawali dengan penghapusan konsep kerja daerah tersebut. Akan tetapi kemudian secara
paksa dan pungutan oleh tuan tanah. Kemudian sepihak diambil oleh penguasa orde baru dan
secara tegas tahun 1958 dilakukan penghapusan saat ini oleh penguasa ditetapkan sebagai
terhadap semua tanah partikelir melalui UU bagian dari kawasan hutan.11 Konflik lainnya
No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah terkait putusan pengadilan terkait beralihnya
Partikelir (UU No. 1 Tahun 1958). Penghapusan gedung dan tanah kantor lama Walikota
tersebut didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945 Jakarta Barat ke Yayasan Sawerigading. Padahal
(saat itu berlaku UUD RIS) yang dimaknai terdapat putusan pengadilan yang berbeda atas
secara imperatif sebagai perintah kepada negara tanah lainnya yang masih dalam satu bagian
supaya bumi, air dan kekayaan yang terkandung pengelolaan tanah eks partikelir.12
didalamnya, diletakkan dalam penguasaan Dari beberapa konflik yang terjadi, para
negara dan dipergunakan untuk mewujudkan pihak yang terlibat sengketa terlebih dahulu
kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.8 berusaha menyelesaikan perkara melalui
Pembentuk UU No. 1 Tahun 1958 tidak mekanisme penyelesaian sengketa di luar
sewenang-wenang menghapus tanah partikelir pengadilan berupa negosiasi, mediasi atau
akan tetapi memberikan jaminan ganti kerugian konsolidasi. Akan tetapi sebagian besar justru
kepada bekas pemiliknya. Maksud baik dari tidak selesai-selesai, malah kemudian berlanjut
pembentuk UU No. 1 Tahun 1958 ternyata tidak menjadi perkara di pengadilan. Namun, ironisnya
mudah dalam prakteknya karena hingga kini ketika perkara sudah memiliki kekuatan hukum
setelah UU ini berumur lebih dari setengah abad, tetappun belum tentu dapat dieksekusi.
konflik dan sengketa berkaitan tanah partikelir Sengketa apabila dibiarkan berlarut-larut
masih terus terjadi. Bahkan Badan Pertanahan dapat berkembang menjadi konflik yang cenderung
Nasional (BPN) menjadikan sengketa atas tanah berdampak luas secara sosial-politik.13 Contoh
partikelir sebagai salah satu permasalahan dari sengketa yang berkembang menjadi konflik
delapan tipologi konflik pertanahan.9 adalah kasus PT Marba. Saat ini kasus PT
Beberapa contoh sengketa yang terjadi Marba telah sampai ke DPR yang merupakan
terkait tanah partikelir adalah sengketa yang suatu lembaga politik yang dianggap memiliki
melibatkan PT Marba yang menguasai kurang
lebih 887.591 M2 luas tanah partikelir yang 10
Surat BPN Jakarta Pusat No. 468/PT/P/VII/2000 tanggal
berada di kawasan strategis yaitu Kemayoran, 24 Juli 2000.
11
Agus Pranata, “Merebut Kembali Tanah Garapan”,
7
Mirda Juniasri, Proses Permohonan Hak Atas Tanah Bekas http://www.berdikarionline.com/ kabarrakyat/20120816/
Tanah Partikelir di Kelurahan Cipinang Kecamatan Pulo merebut-kembali-tanah-garapan.html, diakses tanggal 15
Gadung Jakarta Timur, Tesis, Semarang: Universitas Juli 2013.
Diponegoro, 2004, hal.10. 12
“20 Pengacara Dukung Anggota DPD, SBY Usut Kasus
8
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, Kantor Lama Walikota Jakbar”, http://poskota.co.id/
Jakarta: Kencana, 2009, hal.36. berita-terkini/2010/03/28/sby-usut-kasus-kantor-lama-
9
Sumarto, Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan walikota-jakbar, diakses tanggal 15 Juli 2013.
dengan Prinsip Win Win Solution oleh Badan Pertanahan 13
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
Nasional RI, Direktorat Konflik Pertanahan Badan 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan
Pertanahan Nasional RI, 2012, hal.6-7. Kasus Pertanahan.

184 NEGARA HUKUM: Vol. 4, No. 2, November 2013


kekuatan untuk menekan BPN menyelesaikan hukum alam bernilai universal yang hidup di
masalah ganti kerugian. setiap sanubari manusia, masyarakat, maupun
Beberapa tulisan telah membahas mengenai negara serta tunduk pada batasan-batasan
tanah partikelir seperti tulisan Mirda Juniasri moral.17 Moralitas tersebut kemudian yang
tentang “Proses Permohonan Hak atas Tanah menentukan bahwa hukum tersebut telah adil
Bekas Tanah Partikelir di Kelurahan Cipinang atau tidak.18 Sehingga apabila terdapat hukum
Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur”.14 yang bertentangan dengan aturan-aturan hukum
Mirda lebih memfokuskan tulisannya kepada alam akan muncul sengketa atau anarkis dalam
proses permohonan hak. Kemudian adapula masyarakat.19
tulisan dari Edwin dalam bentuk tesis yang
berjudul “Eigendom Sebagai Alat Bukti yang B. Teori Penegakan Hukum
Kuat dalam Pembuktian Kepemilikan Tanah Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan
pada Hukum Tanah Indonesia”.15 Tulisan Edwin hukum merupakan penegakan ide-ide atau
membahas politik hukum tanah partikelir dan konsep-konsep yang abstrak, dan usaha
tanah eigendom secara umum. Sedangkan untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi
penulis dalam tulisan ini lebih menitikberatkan kenyataan.20 Penegakan hukum dipengaruhi
penulisan pada sengketa atas tanah partikelir oleh faktor hukum itu sendiri, penegak hukum,
dihubungkan dengan 4 kasus tanah partikelir masyarakat, budaya, sarana dan fasilitas.21
yaitu kasus PT Marba, Patujang, Mbah Periok Gangguan yang berasal dari hukum seperti:
dan kantor walikota lama Jakarta Barat. tidak diikuti asas-asas berlakunya hukum, belum
adanya aturan pelaksana dari suatu ketentuan
B. Perumusan Masalah dalam UU dan ketidakjelasan arti kata-kata dalam
Berdasarkan latar belakang diatas, peraturan, mengakibatkan kesimpangsiuran
penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dalam penafsiran dan penerapan.22 Sedangkan
permasalahan berkaitan sengketa atas tanah halangan-halangan yang dijumpai dari penegak
partikelir. Adapun permasalahan tersebut adalah: hukum adalah:23
1. Apakah penyebab munculnya sengketa atas 1. Keterbatasan kemampuan berinteraksi.
tanah partikelir? 2. Tingkat aspirasi yang rendah.
2. Bagaimana tipologi sengketa atas tanah 3. Gairah yang terbatas untuk memikirkan
partikelir? masa depan sehingga kurang proyeksi.
3. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa 4. Belum adanya kemampuan untuk menunda
atas tanah partikelir? pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama
kebutuhan materiel.
II. KERANGKA PEMIKIRAN 5. Kurangnya daya inovatif dan cenderung
A. Teori Hukum Alam konservatif.
Hukum alam adalah hukum yang lahir dari
hakekat kebendaan atau hakikat manusia, dari
penalaran manusia, atau dari kehendak tuhan
seperti: hak milik.16 Hukum menurut teori 17 “Aliran Pemikiran Hukum: Hukum Alam”, http://
arsyadshawir.blogspot.com/2012/11/aliran-pemikiran-
14
Mirda Juniasri, Proses Permohonan Hak Atas Tanah Bekas hukum-hukum-alam.html, diakses tanggal 17 September
Tanah Partikelir. 2013.

15
Edwin, Eigendom Sebagai Alat Bukti yang Kuat dalam 18
Ibid.
Pembuktian Kepemilikan Tanah pada Hukum Tanah Indonesia, 19
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara..., hal. 9-11.
Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 588/PK/ 20
Y. Sri Putyatmoko, Perizinan: Problem dan Upaya
Pdt./2002, Tesis, FHUI-Magister Kenotariatan, Depok, 2012. Pembenahan, Grasindo: Yogyakarta, 2009, hal.111.

16
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar 21
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004, hal.8.
terjemahan dari “General Theory of Law and State” oleh 22
Ibid., hal.17-18.
Somardi, Jakarta: Bee Media Indonesia, 2007, hal. 9. 23
Ibid., hal.34-35.

LUTHVI FEBRYKA NOLA: Sengketa Tanah Partikelir... 185


C. Teori Hukum Responsif sesuatu.30 Berdasarkan pengertian dari asal kata
Menurut Philippe Nonet dan Philip tipologi maka dapat disimpulkan tipologi sengketa
Selznick, terdapat tiga tipe hukum yaitu hukum adalah ilmu yang mempelajari tentang impresi,
represif, otonom dan responsif. Menurut teori gambaran, bentuk, jenis dan karakter suatu
hukum perkembangan, hukum represif, otonom sengketa. Penulisan ini cenderung menggunakan
dan responsif merupakan tahapan-tahapan pendekatan tipologi untuk menganalisa tipe atau
evolusi dalam hubungan dengan tertib sosial jenis sengketa atas tanah partikelir.
dan tertib politik.24 Sengketa tanah partikelir ini sangat penting
Hukum represif adalah hukum yang untuk digolongkan atas beberapa jenis dengan
digunakan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan, tujuan untuk memudahkan menemukan upaya
mengawal otoritas, mengamankan hak-hak yang penyelesaian sengketa yang tepat. Tipologi sengketa
bersifat istimewa dan memenangkan kepatuhan tanah bukan merupakan hal baru, telah banyak
sehingga hukum represif memunculkan penelitian sebelumnya yang membahas mengenai
diskresi pejabat yang tidak terkontrol.25 Untuk tipologi ini. Tipologi sengketa setidaknya dapat
mengantisipasi kelemahan hukum represif dibagi atas 2 penggolongan besar yaitu berdasarkan
maka lahir hukum otonom yang membentuk permasalahan dan berdasarkan aktor.31
otoritas hukum otonom dan terspesialisasi Berdasarkan permasalahan, tipologi sengketa
yang dapat mengklaim bahwa suatu superemasi tanah dapat dilihat setidaknya dari pendapat
telah memenuhi syarat sesuai kompetensi yang Maria S. W. Sumardjono dan BPN. Menurut BPN
ditentukan.26 Kemudian muncul ide untuk ada 8 tipologi sengketa tanah, yaitu penguasaan
menyempurnakan hukum otonom dengan dan pemilikan tanah; sengketa prosedur
melahirkan tipe hukum responsif yaitu tipe penetapan dan pendaftaran tanah; sengketa
hukum yang tidak hanya melahirkan hukum yang batas/letak bidang tanah; sengketa ganti rugi eks
kompeten akan tetapi juga mampu memberikan partikelir; sengketa tanah ulayat; sengketa tanah
keadilan yang substantif.27 Keadilan substantif objek landreform; sengketa pengadaan tanah;
(substansial justice) merupakan keadilan yang dan sengketa pelaksanaan putusan.32 Sedangkan
diberikan sesuai dengan aturan-aturan hukum menurut Maria S. W. Sumardjono, setidaknya
substantif, tanpa melihat kesalahan-kesalahan ada 5 tipologi sengketa tanah yaitu kasus-kasus
prosedural.28 Keadilan substantif berarti hakim yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak
bisa mengabaikan undang-undang yang tidak rakyat; kasus berkenaan dengan pelanggaran
memberi rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman peraturan; kasus yang berkenaan dengan ekses-
pada formal prosedural undang-undang yang ekses penyediaan tanah untuk pembangunan;
sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin sengketa perdata berkenaan dengan masalah
kepastian hukum.29 tanah; dan sengketa berkenaan tanah ulayat.33

D. Teori Tipologi Sengketa Tanah


30
Gatot Suharyanto, “Ulasan Keterkaitan Tipologi dengan
Fungsi dan Bentuk-nya (Studi Kasus bangunan masjid”,
Tipologi berasal dari kata typos (yunani) dan
http://issuu.com/gats.id/docs/keterkaitan_tipologi_dengan_
logy. Typos berarti impresi, gambaran, bentuk, fungsi_dan_bentuk, diakses tanggal 19 Agustus 2013.
jenis atau karakter suatu objek, sedangkan logy 31
Hasil Seminar dan Lokakarya Nasional Konflik Agraria
merupakan ilmu yang mempelajari tentang “Konflik Perkebunan: Mencari Solusi Yang Berkeadilan
dan Mensejahterakan Rakyat Kecil”, http://pphafh.ub.ac.
id/hasil-seminar-dan-lokakarya-nasional-konflik-agraria-
24
Philippe Nonet et al., Hukum Responsif, Bandung: konflik-perkebunan-mencari-solusi-yang-berkeadilan-
Nusamedia, 2010, hal. 23. dan-mensejahterakan-rakyat-kecil/, diakses tanggal 17
25
Ibid., hal. 57. September 2013.
26
Ibid., hal. 59.
32
Lampiran 01/Juknis/D.V/2007 Keputusan Kepala Badan
27
Ibid., hal. 84. Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk
28
“Antara Keadilan Substantif dan Keadilan Prosedural”, Teknis Penanganan Dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
diakses tanggal 19 September 2013. 33
Maria SW. Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah, Jakarta:
29
Ibid. PT. Kompas Media Nusantara, 2008, hal.110.

186 NEGARA HUKUM: Vol. 4, No. 2, November 2013


Berdasarkan aktor yang terlibat sengketa 38; S.1912-54; S.1912-480; dan S.1912-481.
maka terdapat tiga tipe sengketa tanah yaitu Namun kebijakan pembelian terhenti karena
sengketa vertikal, horizontal dan segitiga. terkendala keuangan negara.36
Sengketa vertikal adalah sengketa antara Setelah Indonesia merdeka, kekuasaan para
masyarakat dengan negara, sengketa horizontal tuan tanah semakin dibatasi karena konstitusi
adalah sengketa tanah antara masyarakat negara Indonesia yang sangat menjunjung
dengan masyarakat sedangkan sengketa tanah tinggi HAM, kebebasan untuk mengeluarkan
segitiga adalah sengketa tanah antara masyarakat pendapat bagi masyarakat dan menentang
dengan masyarakat dan negara.34 Tipologi adanya praktik kerja paksa serta pungutan-
sengketa tanah ini dijadikan referensi dalam pungutan liar. Sehingga setelah Indonesia
membahas tipologi sengketa atas tanah merdeka praktis hak-hak istimewa yang dimiliki
partikelir dihubungkan dengan beberapa kasus oleh tuan tanah semakin berkurang dan pada
atas tanah partikelir. akhirnya tersisa berupa hak-hak kepemilikan
saja.
III. PEMBAHASAN Kepemilikan terhadap tanah partikelir
A. Penyebab Munculnya Sengketa Tanah sebagian besar meliputi area yang sangat luas dan
Partikelir berada pada area yang strategis. Pemanfaatan
Keberadaan tanah partikelir bermula dari oleh masyarakat banyak terhadap areal ini
kebijakan Gubernur Jenderal Belanda Herman tentunya lebih menguntungkan dibandingkan
Willem Daendles yang berinisiatif menjual apabila hanya dimiliki oleh segelintir pihak.
tanah-tanah rakyat kepada orang-orang Cina, Oleh sebab itu pemerintah sejak tahun 1953,
Arab maupun bangsa Belanda. Tanah yang berusaha melakukan pembebasan terhadap
dijual ini yang kemudian dikenal dengan sebutan tanah-tanah partikelir. Akan tetapi proses
tanah partikelir.35 Namun kemudian penyerahan pembebasan tanah ini mengalami hambatan
tanah partikelir tersebut kepada perorangan karena para tuan tanah menginginkan ganti
dan badan hukum malah menyulitkan penjajah kerugian yang besar.
Belanda sendiri karena kekuasaan tuan tanah Tekanan untuk segera melakukan
menjadi begitu besar, sehingga memunculkan nasionalisasi terhadap tanah-tanah partikelir
negara di dalam negara. Oleh sebab itu di akhir juga semakin meningkat seiring berkembangnya
abad 18, dikeluarkanlah Agrarische Wet yang paham nasionalisasi terhadap perusahaan-
melarang gubernur jendral untuk menciptakan perusahaan asing pada era tahun 1950-an
tanah-tanah partikelir baru. tersebut. Sehingga akhirnya diundangkan UU
Pada awal abad 19, berkembang pula No. 1 Tahun 1958 yang menghapuskan semua
pemikiran tentang HAM dan keadilan di tanah partikelir yang ada dan menjadikannya
Belanda. Sehingga beberapa tokoh mendorong tanah negara. Penghapusan tanah partikelir
pemerintah Belanda untuk mengurangi tidak hanya terhadap tanah eigendom yang
kekuasaan para tuan tanah, sehingga kemudian memiliki hak istimewa. Akan tetapi juga
muncul kebijakan yang membatasi kekuasaan terhadap tanah eigendom biasa yang jumlahnya
para tuan tanah. Pada tahun 1910 dan 1920, diatas 10 bau.
Belandapun mengeluarkan aturan untuk Menurut UU No. 1 Tahun 1958, semua
pembelian kembali tanah partikelir secara tanah partikelir hapus serentak pada saat UU ini
damai dan jika tidak bisa baru digunakan mulai berlaku, setelah itu baru ditentukan soal
hukum acara tertentu melalui wet S.1911- ganti kerugian. Adapun proses penghapusan
dimulai dengan dikeluarkannya surat keputusan
34
Farkhani, “Mengenal Hak Atas Tanah dan Konflik
Menteri Agraria (Menteri) tentang penegasan
Pertanahan di Indonesia”, http://stainsalatiga.ac.id/
mengenal-hak-atas-tanah-dan-konflik-pertanahan-di- penghapusan tanah partikelir lengkap dengan
indonesia/, diakses tanggal 19 September 2013.
35
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak…, hal.17. 36
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah..., hal.97.

LUTHVI FEBRYKA NOLA: Sengketa Tanah Partikelir... 187


luas, batas dan kepemilikannya. Setelah itu 1958 yang mengatur bahwa tanah partikelir
barulah ditetapkan mengenai bentuk dan besar tidak hanya tanah eigendom yang diatasnya
ganti rugi. terdapat hak pertuanan akan tetapi juga tanah
Permasalahannya adalah penetapan luas, eigendom yang tidak memiliki hak pertuanan
batas dan kepemilikan tanah sangat bergantung yang jumlahnya diatas 10 bau. Masalah
kepada data administrasi pertanahan yang muncul karena terdapat banyak kepemilikan
ternyata tidak semua data benar. Akibatnya atas beberapa EV dimana luas masing-masing
seperti yang terjadi pada PT Marba, penetapan EV tidak sampai 10 bau akan tetapi jika
kepemilikannya masih menggunakan data digabungkan baru mencapai lebih dari 10 bau.
pemilik lama. Padahal tanah tersebut telah Terhadap mereka tidak ada aturan yang jelas
berpindah kepemilikan dan berganti nama. dalam UU No. 1 Tahun 1958. Menteri kemudian
Akibatnya Surat Keputusan (SK) penegasan menafsirkan bahwa kepemilikan atas beberapa
penghapusan tanah partikelier yang dikeluarkan tanah EV jika berada dalam satu kompleks dan
oleh Menteri masih atas nama pemilik yang ditotalkan melebihi 10 bau termasuk sebagai
lama. Selain itu terdapat pula masalah terkait tanah partikelir.40
nomor eigendom verponding (EV) yang berbeda SK penghapusan tanah partikelir oleh
pada SK penegasan dengan data sebenarnya Menteri yang dikeluarkan bukan atas nama
sebagai akibat mengacu kepada data administrasi pemilik juga membawa masalah lain terkait
pertanahan yang tidak valid. EV adalah tanda proses keberatan dan permohonan ganti rugi
bukti pembayaran pajak atas tanah eigendom.37 terhadap putusan. Oleh karena SK ditujukan
Data administrasi pertanahan sehubungan kepada pemilik lama sedangkan kepemilikan
dengan tanah partikelir zaman penjajahan saat ini sudah beralih dan diperparah dengan
memang bermasalah. Hal ini terlihat dari kasus tidak jelasnya keberadaan pemilik lama.
tanah partikelir makam Mbah Periok. Makam Akibatnya tentu ketika SK dikeluarkan tidak
yang berada di area seluas 5,4 hektar ini memiliki ada keberatan dari pemilik sehingga oleh negara
sertifikat ganda dengan kepemilikan berbeda ditetapkan sebagai tanah tak bertuan.
antara pemilik tanah partikelir dengan pemilik Permasalahan di atas merupakan
surat izin bangunan (Verklering Recht Building) permasalahan pertanahan yang secara langsung
yang dikeluarkan pemerintah Belanda.38 Pada berkaitan dengan proses penghapusan tanah
tahun 1987, sehubungan tanah partikelir BPN partikelir. Penyebab sengketa secara langsung
mengabulkan permohonan Hak Pengelolaan tersebut setidaknya ada tiga macam yaitu
(HPL) oleh Pelindo, sedangkan atas dasar ketidakjelasan aturan, kurang cermatnya
Verklering Recht Building ahli waris Mbah Menteri sebagai pejabat pembuat kebijakan dan
Priok telah mengantongi Surat Keterangan data administrasi pertanahan yang tidak valid.
Pendaftaran Tanah (SKPT) No.847 pada Ketiga faktor ini memang termasuk faktor yang
tahun 1999.39 Dampak kepemilikan ganda ini mempengaruhi penegakan hukum menurut
kemudian melahirkan konflik antara Pelindo Soerjono Soekanto, khususnya dalam kasus ini
dengan ahli waris Mbah Priok pada tahun 2010. berkaitan dengan masalah penghapusan tanah
Selain itu terdapat juga permasalahan partikelir sehingga UU No. 1 Tahun 1958 sulit
berkaitan dengan ketentuan UU No. 1 Tahun ditegakkan.
Ketidakjelasan aturan terkait aturan
37
Rochmad Sumitro, dalam Abdurrahman, Tebaran
Pemikiran mengenai Hukum Agraria, Bandung: Alumni, tentang luas tanah 10 bau yang terdiri atas
1985, hal. 232. beberapa EV merupakan bagian dari gangguan
38
Mutia Resty, “Sengketa Mbah Priok Karena Dua Pihak terhadap penegakan hukum yang berasal
Punya Sertifikat Tanah”, http://www.tempo.co/read/news/
dari undang-undang, sehingga menimbulkan
2010/04/23/057242825/Sengketa-Mbah-Priok-Karena-
Dua-Pihak-PunyaSertifikat-Tanah, diakses tanggal 29 Juli
2013. 40
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah...,
39
Ibid. hal.102.

188 NEGARA HUKUM: Vol. 4, No. 2, November 2013


kesimpangsiuran penafsiran. UU No. 1 Tahun masyarakat atas tanah pada kawasan tersebut.
1958 tidak mengatur secara jelas mengenai Kasus tanah partikelir di wilayah Patunjang ini
posisi tanah 10 bau tersebut apakah harus dalam menunjukkan permasalahan pertanahan timbul
1 EV atau bisa berbeda EV. Sehingga akhirnya akibat perubahan politik hukum pemerintah.
Menteri memutuskan untuk memberikan Menurut teori hukum alam, hukum yang
penafsiran tersendiri bahwa 10 bau dapat juga ditetapkan dengan tidak memperhatikan dan
berbeda EV selama masih dalam satu kompleks. menjamin hak milik pribadi masyarakat tidak
Kurang cermatnya Menteri dalam akan bertahan lama karena bertentangan
mengeluarkan keputusan juga merupakan sikap dengan hukum alam dan rentan memunculkan
dari penegak hukum yang kurang berorientasi sengketa.42 Oleh sebab itu tidak mengherankan
masa depan dan kurang mengumpulkan apabila kemudian muncul keberatan dari
informasi. Menteri sebetulnya dapat lebih masyarakat Patunjang karena merasa hak milik
berhati-hati dengan mengecek data dengan atas tanah mereka direnggut secara paksa dan
turun langsung kelapangan dan membuat apabila dibiarkan dapat memicu terjadi sengketa
pengumuman. Akibatnya, sikap ini menjadi salah bahkan konflik.
satu faktor penyebab kegagalan dari penegakan Masalah perwarisan juga merupakan
hukum penghapusan tanah partikelir. Data masalah tidak langsung yang dapat menimbulkan
administrasi tanah yang tidak valid sehubungan masalah sengketa tanah partikelir. Hal ini
dengan kepemilikan, luas, batas dan nomor EV biasanya disebabkan karena tanah partikelir
juga merupakan faktor yang dapat menganggu merupakan tanah dengan hak milik yang
penegakan hukum. Data termasuk sarana yang sudah berumur cukup tua sehingga melahirkan
harusnya dapat membantu penegakan hukum penguasaan yang turun temurun. Akibatnya
terkait penghapusan tanah partikelir. rentan terjadi peralihan hak yang tidak
Selain permasalahan yang secara langsung disetujui oleh semua ahli waris sehingga ketika
terdapat pula masalah yang secara tidak ditetapkan sebagai tanah partikelir dan kemudian
langsung berkaitan dengan proses penghapusan dihapuskan, gugatan dari ahli waris yang
tanah partikelir, seperti: pada kasus tanah keberatan sehubungan peralihan hak dapat
partikelir di wilayah Patunjang. Kawasan ini saja muncul. Keberatan ahli waris ini pada
sebelumnya pada tahun 1954 ditetapkan bukan dasarnya bukan karena proses penghapusan
sebagai kawasan hutan oleh Menteri Pertanian tanah partikelirnya akan tetapi karena proses
pada waktu itu. Sehingga di atas tanah bekas peralihan hak atas tanahnya. Permasalahan
partikelir ini rakyat diberikan kesempatan ini terdapat dalam kasus PT Murba, dimana
untuk memiliki hak milik. Setelah rakyat tanah yang ditetapkan Menteri sebagai bagian
mendapatkan hak milik kemudian secara dari ganti rugi penghapusan tanah partekelir
sepihak penguasa orde baru pada tahun 1967 milik PT Murba ini ternyata memiliki sengketa
memasukkan Patunjang ke dalam kawasan perwarisan. Sehingga ganti rugi terhadap PT
hutan dan pada tahun 1970 Direktur Jenderal Murba terhambat.
Kehutanan mengesahkannya.41
Setelah orde baru berakhir, kepemilikan B. Tipologi Sengketa Tanah Partikelir
tidak otomatis dikembalikan kepada masyarakat Pada kasus PT Marba terlihat adanya
yang memilikinya. Akan tetapi oleh penguasa permasalahan pemilikan tanah karena perubahan
saat ini ditetapkan sebagai bagian dari kepemilikan atas tanah tidak diketahui
kawasan hutan. Penetapan kawasan ini sebagai oleh pejabat terkait. Terdapat pula sengketa
kawasan hutan membuat hapusnya hak milik penetapan tanah sehubungan adanya surat
penetapan penghapusan tanah partikelir atas
41
Agus Pranata, “Merebut Kembali Tanah Garapan”,
http://www.berdikarionline.com/kabarrakyat/20120816/ nama pemilik lama. Sengketa kepemilikan dan
merebut-kembali-tanah-garapan.html, diakses tanggal 15
Juli 2013.
42
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara…, hal. 9-11.

LUTHVI FEBRYKA NOLA: Sengketa Tanah Partikelir... 189


penetapan tanah ini bertipe vertikal karena partikelir yang pada awalnya telah diserahkan
melibatkan pemilik baru (PT Marba) dengan pada masyarakat kemudian dicabut kembali.
pejabat terkait. Tindakan secara sepihak oleh pemerintah ini
Kasus PT Marba juga berkaitan dengan merupakan pelanggaran hak-hak rakyat oleh
masalah sengketa ganti kerugian. Sengketa penguasa. Oleh sebab itu saat ini sedang terjadi
terjadi ketika Menteri menetapkan ganti gugatan yang diajukan masyarakat Patunjang
kerugian atas penghapusan tanah partikelir terhadap pemerintah. Sengketa yang terjadi ini
bagi pemilik baru. Ganti rugi tersebut berupa adalah sengketa vertikal.
sebagian tanah partikelir lama. Ketika pemilik Kasus ketiga, sengketa tanah kantor
baru akan mengeksekusi ganti rugi tersebut, lama walikota Jakarta Barat. Pada kasus ini
ahli waris pemilik lama mengklaim bahwa tanah terdapat putusan pengadilan yang berbeda atas
tersebut adalah milik mereka. Akibatnya terjadi tanah lainnya yang masih dalam satu bagian
sengketa horizontal antara pemilik baru dengan pengelolaan tanah eks partikelir.43 Akan tetapi
ahli waris pemilik lama sehubungan masalah hakim pengadilan tentunya tidak dapat dijadikan
perdata berupa pewarisan. Sengketa tersebut aktor sehubungan penentuan tipologi sengketa.
berakhir di pengadilan perdata. Hal ini dikarenakan hakim harusnya bebas dan
Pengadilan perdata memutuskan bahwa tidak punya kepentingan sehubungan dengan
pemilik baru merupakan pemilik sah atas tanah kasus ini. Apabila terdapat putusan pengadilan
tersebut. Namun permasalahannya pemilik yang berbeda berarti permasalahannya ada
baru sulit untuk melakukan eksekusi. Kesulitan di proses penegakan hukum karena hakim
eksekusi ini menandakan telah terjadi sengketa merupakan penegak hukum.
horizontal antara pemilik baru dengan penguasa Berdasarkan hubungan penyebab sengketa
tanah saat ini. Berarti yang terjadi tidak hanya dengan teori tipologi sengketa pertanahan
sengketa ganti rugi juga sengketa putusan maka dapat digambarkan tipologi sengketa
pengadilan. tanah partikelir dalam tabel 1.
Permasalahan lainnya adanya bagian
tanah partikelir milik PT Marba yang belum C. Upaya Penyelesaian Sengketa atas Tanah
mendapatkan ganti rugi hingga saat ini, Partikelir
sedangkan atas tanah tersebut telah berdiri UU No. 1 Tahun 1958 memenuhi kriteria
bangunan dengan bukti kepemilikan baru pada peraturan yang represif menurut Philippe
pihak lainnya. Kondisi ini menciptakan konflik Nonet dan Philip Selznick44 karena tujuan
segitiga antara PT Marba dengan pihak ketiga pembentukannya adalah untuk menciptakan
terkait penguasan tanah, serta BPN yang ikut ketertiban karena kerasnya tekanan politik
terbawa karena belum dibayarkannya ganti untuk segera menasionalisasi aset-aset asing.
kerugian atas tanah partikelir tersebut. Peraturannyapun bersifat keras dan tegas
Sengketa terkait PT Marba masih berlanjut karena tidak memberikan kesempatan kepada
berkaitan dengan letak dan batas tanah. Hal pemilik untuk menolak kebijakan penghapusan
ini dikarenakan adanya data yang berbeda tersebut. Peraturan yang represif berpotensi
mengenai nomor-nomor EV. Akhirnya terhadap memicu terjadinya sengketa karena banyak
sengketa perbedaan data ini diselesaikan melalui pihak yang merasa dirugikan sehubungan
fatwa atau penyelesaian secara administratif dengan pengaturan ini terutama pemilik tanah
internal di tubuh BPN. Terhadap permasalahan partikelir.
ini terlihat telah terjadi sengketa secara vertikal
antara pemilik baru dengan pejabat BPN.
43
“20 Pengacara Dukung Anggota DPD, SBY Usut Kasus
Kasus kedua, sengketa di wilayah Patunjang.
Kantor Lama Walikota Jakbar”, http://poskota.co.id/
Sengketa ini merupakan sengketa penguasaan berita-terkini/2010/03/28/sby-usut-kasus-kantor-lama-
dan pemilikan rakyat atas tanah bekas tanah walikota-jakbar, diakses tanggal 15 Juli 2013.
44
Philippe Nonet et al., Hukum Responsif…, hal. 19.

190 NEGARA HUKUM: Vol. 4, No. 2, November 2013


Tabel 1. Tipologi Sengketa atas Tanah Partikelir
Tipologi Sengketa Berdasarkan Tipologi Sengketa Berdasarkan Aktor
No.
Permasalahan Sengketa Vertikal Sengketa Horizontal Sengketa Segitiga
Sengketa batas atau letak bidang
1. √
tanah
Sengketa penguasaan dan
2. √ √
kepemilikan
3. Sengketa ganti rugi tanah √ √ √
4. Sengketa pelaksanaan putusan √
5. Sengketa perdata √
Sengketa Pelanggaran Hak-Hak
6. √
Rakyat
Sengketa Penetapan dan
7. √
Pendaftaran tanah
Hukum yang bersifat represif biasanya juga instansi pembuat kebijakan, instansi tersebut akan
mendorong munculnya penolakan-penolakan melakukan penelitian. Selama data administrasi
dan apabila dibiarkan akan mendatangkan tersebut dapat dilakukan perbaikan maka
krisis dan kekacauan akibat tertutupnya saluran sengketa dapat selesai dengan cara memperbaiki
untuk menyatakan keberatan, partisipasi dan data administratif.46 Permasalahannya adalah
perubahan.45 Untungnya dalam kasus tanah apabila kesalahan administratif tersebut telah
partikelir ini sebagian besar tanah dimiliki oleh menyebabkan kerugian pada pihak tertentu.
warga negara asing. Pada masa 1950-an suasana Terhadap pihak-pihak yang dirugikan
anti asing tentunya membuat posisi asing di tersebut dapat lebih dahulu menyelesaikan secara
Indonesia melemah. Namun, pada era reformasi musyawarah atau menurut UU No. 30 Tahun 1999
ini disaat berbagai kebijakan berorientasi tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
responsif dan berusaha menciptakan suatu Sengketa (UU No. 30 Tahun 1999), melalui
keadilan yang bersifat substantif membuat jalur penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
berbagai pihak yang pada masa represif merasa Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini
tertekan kembali bersemangat memperjuangkan lazim disebut alternative dispute resolution (ADR),
keadilan termasuk para pemilik tanah partikelir bentuknya mulai dari negosiasi dengan melibatkan
ini. Sehingga tidak mengherankan apabila hanya pihak yang bersengketa sampai dengan
sengketa tanah partikelir saat ini kembali arbitrase dengan menunjuk pihak ketiga untuk
mengemuka. membantu memutuskan penyelesaian terbaik bagi
Berdasarkan pembahasan tentang penyebab para pihak. Jalur penyelesaian sengketa alternatif
konflik jelas terlihat bahwa masalah utamanya ini dapat dipergunakan pada semua tipologi
adalah masalah data pertanahan yang menjadi sengketa partikelir.
acuan Menteri tidak valid. Masalah data pertanahan Permasalahannya adalah pihak ketiga
yang tidak valid merupakan permasalahan bersifat yang ditunjuk sebagai mediator atau fasilitator
administratif karena berkaitan dengan pencatatan ini terkadang turut terbawa dalam kasus yang
dan pendataan maka dapat diselesaikan secara terjadi, seperti BPN yang seringkali menjadi
administratif pula. Sengketa bertipe vertikal mediator namun akhirnya justru BPN malah
sederhana, seperti masalah batas atau letak bidang ikut terlibat. Untuk itu, pihak ketiga yang
tanah merupakan tipologi sengketa yang sesuai ditunjuk oleh para pihak dalam membantu
untuk diselesaikan secara administratif. menyelesaikan perkara harus pihak yang benar-
Penyelesaian secara administratif dilakukan benar netral.
dengan cara melakukan pengaduan kepada
46
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah,
45
Ibid. Bandung: Alumni, 1991, hal.24.

LUTHVI FEBRYKA NOLA: Sengketa Tanah Partikelir... 191


Kasus tanah partikelir biasanya melibatkan yang terjadi. Maksud pembuat UU No. 1 Tahun
tanah yang amat luas dengan ganti rugi yang 1958 dalam menghapuskan tanah partikelir juga
cukup besar. Oleh karena itu banyak pihak tidak tercapai karena tidak mensejahterakan
yang tidak puas dengan jalur penyelesaian masyarakat malah menciptakan konflik yang
sengketa alternatif di luar pengadilan sehingga berdampak luas.
yang terjadi kasus diteruskan ke pengadilan. Permasalahan lainnya terkait keberadaan
Berkaitan dengan keputusan Menteri tentang PTUN adalah adanya pembatasan jangka
penetapan penghapusan maka jalur pengadilan waktu gugatan terhadap KTUN menurut Pasal
yang dapat ditempuh adalah jalur Peradilan 55 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu pada Tata Usaha Negara, diberikan batas waktu
sengketa partikelir lainnya yang bertipe vertikal hanya 90 hari terhitung sejak saat diterimanya
dapat diajukan kepada PTUN karena berkaitan atau diumumkannya putusan tersebut. Namun
dengan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). untuk mengantisipasi belum diterimanya atau
Sebelum terbentuknya PTUN, kasus diumumkannya KTUN terutama untuk kasus
administrasi diselesaikan melalui jalur peradilan pada masa lampau kemudian muncul SEMA No.
umum dengan menggunakan hukum acara 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan
perdata.47 Penyelesaian kasus administratif Beberapa Ketentuan Dalam UU No. 5 Tahun
dengan menggunakan hukum acara perdata 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang
ini sempat menghadapi beberapa masalah mengatur bahwa pengaturan 90 hari tersebut
terutama terkait pembuktian. Setelah PTUN berlaku sejak yang bersangkutan mengetahui
dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 jo keputusan dan merasa kepentingannya
UU No. 9 tahun 2004 dan UU No. 51 Tahun dirugikan berdasarkan keputusan TUN.
2009, tidak berarti masalah berakhir. Kasus Dibandingkan gugatan perdata, jangka
tanah partikelir yang usia penyelesaiannya waktu gugatan TUN memang sangat terbatas.
lebih dari setengah abad ini biasanya dapat Tenggang waktu untuk mengajukan gugatan
pula mengarah kepada kasus perdata terutama perdata menurut Pasal 1967 BW adalah 30
masalah pewarisan. Kalau sudah masuk areal tahun. Sehingga wajar apabila sebagian besar
perdata biasanya sengketa akan berlarut larut, kasus tanah partikelir diajukan ke peradilan
bahkan dapat memunculkan sengketa baru. umum. Namun peradilan umum sendiri memiliki
Hal ini disebabkan terkadang untuk satu objek kelemahan karena yang dapat dijadikan dasar
tanah yang sama diputus secara berbeda oleh tuntutan adalah hak perdata para pihak yang
PTUN dan peradilan perdata/umum. dilanggar, bukan KTUNnya. Padahal sumber
Terhadap putusan pengadilan yang berbeda permasalahan dari tanah partikelir adalah
ini tentunya akan menyulut sengketa antara SK Menteri. Akibatnya kebenaran materil
para pihak karena masing-masing merasa terkait SK menteri dalam kasus ini sulit untuk
benar dengan mengantongi putusan-putusan didapatkan. Kelemahan lainnya adalah hakim
pengadilannya sendiri-sendiri. Akibatnya pengadilan perdata memiliki keterampilan yang
yang terjadi tanah tidak dapat di eksekusi, terbatas terkait masalah KTUN. Permasalahan
kepemilikan kembali menjadi tidak jelas dan ini telah menjadi isu sentral semenjak dulu pada
yang terburuk tanah tidak dapat dikelola saat kasus KTUN diajukan ke peradilan umum.
dengan baik akibat dihambat satu sama lain Dari tipologi sengketa yang muncul, tidak
oleh pihak yang bersengketa. semua sengketa perlu dibawa ke pengadilan.
Kondisi ini jelas merugikan para pihak yang Ada tipe-tipe sengketa tertentu yang dapat
bersengketa. Bahkan tidak hanya mereka yang diselesaikan antara para pihak baik secara
dirugikan, masyarakat sekitarnya juga akan langsung ataupun melalui pihak ketiga di
merasakan akibat tidak langsung dari sengketa luar pengadilan. Seperti penyelesaian sengketa
melalui jalur mediasi sangat sesuai apabila
47
Ibid., hal. 45.

192 NEGARA HUKUM: Vol. 4, No. 2, November 2013


diterapkan pada kasus-kasus yang segi hukumnya IV. PENUTUP
kurang mengemuka dibandingkan dengan segi A. Kesimpulan
kepentingan (interest) para pihak.48   Penyebab sengketa partikelir dapat bersifat
Tipologi sengketa yang sesuai untuk langsung dan tidak langsung berhubungan
penyelesaian secara mediasi adalah sengketa dengan penghapusan tanah partikelir. Penyebab
yang bertipe horizontal seperti sengketa sengketa secara langsung ada tiga yaitu data
perdata, ganti rugi dan sengketa penguasaan administrasi pertanahan yang tidak valid,
dan pemilikan. Namun harus diperhatikan ketidakjelasan aturan dan kurang cermatnya
beberapa prinsip berhasilnya mediasi di beberapa Menteri sebagai pejabat pembuat kebijakan.
negara yaitu sesuai untuk diterapkan dalam Sedangkan penyebab tidak langsung adalah
kasus-kasus yang menyangkut kelangsungan masalah politik hukum pemerintah dan masalah
hubungan antara para pihak, keseimbagan pewarisan.
kekuatan antara kedua belah pihak, sengketa Tipologi sengketa partikelir terbagi atas
yang berjangka waktu singkat, atau sengketa 2 kelompok besar yaitu tipologi berdasarkan
yang tidak pasti hasil akhirnya bila dibawa ke permasalahan dan berdasarkan aktor. Berdasarkan
pengadilan.49 Namun ada kasus tertentu yang permasalahan, tipologi sengketa partikelir
menurut para ahli sebaiknya langsung ditempuh meliputi sengketa batas atau letak bidang
jalur peradilan saja. Kasus-kasus tersebut tanah; penguasaan dan kepemilikan; ganti
biasanya bercirikan adanya pertentangan hak rugi; pelaksanaan putusan; masalah perdata;
atas tanah maupun hak-hak lainnya.50 Dengan pelanggaran hak-hak rakyat; dan penetapan
kata lain, kasus yang masalah hukumnya serta pendaftaran tanah. Sedangkan berdasarkan
lebih mengemuka. Penyelesaian di pengadilan aktor, tipologi sengketa partikelir meliputi sengketa
justru akan mempercepat proses penyelesaian vertikal, horizontal dan segitiga. Kedua kelompok
sengketa dari pada harus melalui jalur alternatif besar tipologi ini saling berkaitan karena
yang hanya akan membuat kasus ini menjadi permasalahan tidak mungkin muncul tanpa
semakin berbelit-belit. Hal ini dikarenakan adanya aktor atau pihak yang bersengketa.
pada akhirnya proses penyelesaian perkara Upaya penyelesaian sengketa terlebih dahulu
ini lebih berdasarkan kepada peraturan yang hendaknya menempuh jalur administrasi dan
berlaku, sangat memperhatikan keseimbangan penyelesaian sengketa alternatif setelah itu baru
kepentingan antara para pihak dan menegakkan menempuh jalur pengadilan umum atau PTUN.
keadilan.51 Penyelesaian administratif dapat diterapkan pada
Penyelesaian kasus melalui peradilan sengketa vertikal sederhana, seperti masalah
ini sesuai untuk penyelesaian tipe sengketa batas/ letak tanah. Sedangkan Penyelesaian jalur
vertikal dengan permasalahan penguasaan dan alternatif cocok untuk kasus-kasus yang segi
pemilikan; ganti rugi; pelanggaran hak-hak hukumnya kurang mengemuka dibandingkan
rakyat; dan penetapan serta pendaftaran tanah. dengan segi kepentingan (interest) para pihak
Selain itu sesuai pula untuk sengketa segitiga biasa untuk sengketa bertipe horizontal, seperti
dengan permasalahan ganti rugi, pengadaan sengketa perdata. Untuk kasus yang masalah
tanah dan penetapan serta pendaftaran tanah. hukumnya lebih mengemuka lebih baik menempuh
jalur peradilan, seperti masalah penetapan dan
pendaftaran tanah.

48
Husnayadi Herliza, “Mediasi Sengketa Tanah”, http:// B. Saran
kot-banjarmasin.bpn.go.id/ Propinsi/Kalimantan-Selatan/ Peraturan terkait penghapusan tanah partikelir
Kota-Banjarmasin/Artikel/Mediasi-Sengketa-Tanah.aspx,
telah membuktikan bahwa peraturan yang bersifat
diakses tanggal 20 September 2013.
49
Ibid. represif hanya akan menciptakan ketertiban
50
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa..., hal. 28. yang bersifat sementara. Setelah diredam
51
Ibid.

LUTHVI FEBRYKA NOLA: Sengketa Tanah Partikelir... 193


begitu lama, kasus tanah partikelir kembali DAFTAR PUSTAKA
mengemuka bahkan BPN memasukkannya
kedalam tipologi sengketa tanah. Maraknya
kasus partikelir dikarena penghapusan dilakukan
tanpa menggunakan data pertanahan yang valid. Buku
Kondisi ini harusnya menjadi salah satu faktor Harsono, Budi, Hukum Agraria Indonesia:
pendorong segera dibentuk peta pertanahan. Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Selain peta pertanahan, peradilan Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta:
pertanahan juga perlu dibentuk sehingga dapat Djambatan, 2003.
dihindari perbenturan putusan antara peradilan Kelsen, Hans, Teori Umum Hukum dan Negara,
umum dengan PTUN. Jalur penyelesaian Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai
sengketa alternatif juga perlu dikembangkan Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, terjemahan
dan dibentuk suatu kelembagaan seperti, lembaga dari “General Theory of Law and State” oleh
arbitrase atau mediasi pertanahan. Hal ini dapat Somardi, Jakarta: Bee Media Indonesia,
menghindari konflik kepentingan jika perkara 2007.
melibatkan BPN karena seringkali selama ini
BPN menjadi mediator tapi kemudian ikut Murad, Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum
terlibat dalam perkara. Atas Tanah, Bandung: Alumni, 1991.
Nonet, Philippe, et al., Hukum Responsif,
Bandung: Nusamedia, 2010.
Poesponegoro, Marwati Djoened et.al, Sejarah
Nasional Indonesia IV, Jakarta: Balai
Pustaka, 2008.
Putyatmoko, Y. Sri, Perizinan: Problem dan Upaya
Pembenahan, Grasindo: Yogyakarta, 2009.
Santoso, Urip, Hukum Agraria & Hak-hak Atas
Tanah, Jakarta: Kencana, 2009.
Sumitro, Rochmad, dalam Abdurrahman,
Tebaran Pemikiran mengenai Hukum Agraria,
Bandung: Alumni,1985.
Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2004.
Sumardjono, Maria S. W., Mediasi Sengketa Tanah,
Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008.

Hasil Penelitian/Tugas Akhir


Edwin, Eigendom Sebagai Alat Bukti yang Kuat
dalam Pembuktian Kepemilikan Tanah pada
Hukum Tanah Indonesia, Analisis terhadap
Putusan Mahkamah Agung No. 588/PK/
Pdt./2002, Tesis, Depok: FHUI-Magister
Kenotariatan, 2012.

194 NEGARA HUKUM: Vol. 4, No. 2, November 2013


Iskandar, Mohammad, Hak-Hak Pemilikan Tanah Pranata, Agus, “Merebut Kembali Tanah
dan Kerusuhan Sosial: Kasus Tanah Partikelir Garapan”, http://www.berdikarionline.com/
Ciomas Tahun 1886, Laporan Penelitian, kabarrakyat/20120816/merebut-kembali-
UI, Depok. tanah-garapan.html, diakses tanggal 15 Juli
Juniasri, Mirda, Proses Permohonan Hak Atas 2013.
Tanah Bekas Tanah Partikelir di Kelurahan Resty, Mutia, “Sengketa Mbah Priok Karena Dua
Cipinang Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Pihak Punya Sertifikat Tanah”, http://www.
Timur, Tesis, Semarang: Universitas tempo.co/read/news/2010/04/23/057242825/
Diponegoro, 2004. Sengketa-Mbah-Priok-Karena-Dua-Pihak-
Sumarto, Penanganan dan Penyelesaian Konflik Punya-Sertifikat-Tanah, diakses tanggal 29
Pertanahan dengan Prinsip Win Win Solution Juli 2013.
oleh Badan Pertanahan Nasional RI, Jakarta: Suharyanto,Gatot, “Ulasan Keterkaitan
Direktorat Konflik Pertanahan Badan Tipologi dengan Fungsi dan Bentuk-nya
Pertanahan Nasional RI, 2012. (Studi Kasus bangunan masjid”, http://
issuu.com/gats.id/docs/keterkaitan_
Internet tipologi_dengan_fungsi_dan_bentuk,
“Aliran Pemikiran Hukum: Hukum Alam”, diakses tanggal 19 Agustus 2013.
http://arsyadshawir.blogspot.com/2012/11/ “20 Pengacara Dukung Anggota DPD, SBY Usut
aliran-pemikiran-hukum-hukum-alam. Kasus Kantor Lama Walikota Jakbar”, http://
html, diakses tanggal 17 September 2013. poskota.co.id/berita-terkini/2010/03/28/
“Antara Keadilan Substantif dan Keadilan sby-usut-kasus-kantor-lama-walikota-jakbar,
Prosedural”, http://sergie-zainovsky.blogspot. diakses tanggal 15 Juli 2013.
com/2012/10/antara-keadilan-substantif-dan-
keadilan.html, diakses tanggal 19 September Peraturan
2013. UU No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan
Farkhani, “Mengenal Hak Atas Tanah dan Tanah Partikelir (Lembaran Negara
Konflik Pertanahan di Indonesia”, http:// Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor
stainsalatiga.ac.id/mengenal-hak-atas- 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
t a n a h - d a n - ko n f l i k- p e r t a n a h a n - d i - Indonesia Nomor 1517).
indonesia/, diakses tanggal 19 September UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
2013. Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara
Herliza, Husnayadi, “Mediasi Sengketa Tanah”, Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
http://kot-banjarmasin.bpn.go.id/Propinsi/ 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Kalimantan-Selatan/KotaBanjarmasin/ Indonesia Nomor 2043).
Artikel/Mediasi-Sengketa-Tanah.aspx, UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
diakses tanggal 20 September 2013 Tata Usaha Negara (Lembaran Negara
“Konflik Perkebunan: Mencari Solusi Yang Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor
Berkeadilan dan Mensejahterakan 77, Tambahan Lembaran Negara Republik
Rakyat Kecil”, Hasil Seminar dan Indonesia Nomor 3344).
Lokakarya Nasional Konflik Agraria, UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
http://pphafh.ub.ac.id/hasil- seminar- dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
dan-lokakarya-nasional-konflik-agraria- (Lembaran Negara Republik Indonesia
konflik-perkebunan-mencari-solusi-yang- Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan
berkeadilan-dan-mensejahterakan-rakyat- Lembaran Negara Republik Indonesia
kecil/, diakses tanggal 17 September 2013. Nomor 3872).

LUTHVI FEBRYKA NOLA: Sengketa Tanah Partikelir... 195


UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 160,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5079).
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan.
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun
1963 tentang Gagasan Menganggap
Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-
Undang.
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun
1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Beberapa Ketentuan Dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara
Surat BPN Jakarta Pusat No. 468/PT/P/
VII/2000 tanggal 24 Juli 2000.
Lampiran 01/Juknis/D.V/2007 Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penanganan Dan Penyelesaian Masalah
Pertanahan.

196 NEGARA HUKUM: Vol. 4, No. 2, November 2013

Anda mungkin juga menyukai