Anda di halaman 1dari 38

1

USULAN PENELITIAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARGA DI DESA KAMPUNG BARU


DALAM SENGKETA LAHAN ATAS PENERBITAN HAK GUNA USAHA
KEPADA PT. REZEKI KENCANA DI KABUPATEN KUBU RAYA
KALIMANTAN BARAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA
BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

A. Latar Belakang

Tanah atau wilayah adalah salah satu unsur penting dalam suatu

negara. Bagi Negara Republik Indonesia yang mempunyai susunan

kehidupan rakyat dan perekonomian yang masih bercorak agraris

sehingga bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang

Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun

masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan.

Tanah merupakan tempat manusia mencari nafkah, membangun

rumah sebagai tempat berlindung, serta tanah juga mengandung

berbagai sumber kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia

agar tetap bisa hidup.

Secara hakiki, makna dan posisi strategis tanah dalam

kehidupan masyarakat Indonesia, tidak saja mengandung aspek fisik,

tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan

keamanan dan aspek hukum. Tanah bagi masyarakat, mengandung


2

makna yang Multidimensional. Pertama, secara ekonomi, tanah

merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan.

Kedua, secara politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam

pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya,

dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat,

tanah bermakna sakral, karena pada akhir hayat setiap orang akan

kembali kepada tanah.1

Dewasa ini, kebutuhan manusia akan tanah semakin meningkat.

Namun permasalahannya ketersediaan tanah yang relatif tetap

sedangkan kebutuhan akan tanah terus meningkat seiring

pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang terus

meningkat pula. Ketidakseimbangan antara jumlah dan luas tanah

yang tersedia dan kebutuhan penggunaan yang semakin

meningkat sehingga dalam mengelola tanah harus berdayaguna untuk

kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Sehingga

negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat berwenang

mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

Namun pada kenyataannya, dalam menjalankan amanat

tersebut, sering terjadi benturan antara apa yang dicita-citakan

dengan pengamplikasiannya dalam masyarakat. Hal ini

1
Husein Alting, Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat
Hukum Adat Tanah (Masa Lalu, Kini dan Masa Mendatang), Ternate:Lembaga Penerbitan
Universitas Khairun, 2010, hlm. 6.
3

mengakibatkan munculnya sengketa pertanahan di Indonesia

khususnya terkait dengan penguasaan atau kepemilikan dan

penggunaan tanah terutama yang berkaitan dengan tanah Hak Guna

Usaha (selanjutnya disebut HGU).

Salah satu sengketa yang terjadi yaitu mengenai penguasaan

terhadap tanah HGU antara pemegang HGU dengan warga

pemegang izin garap lahan tersebut khususnya antara PT. Rezeki

Kencana sebagai Pemegang HGU dengan warga Desa Kampung

Baru sebagai pemegang izin garap lahan tersebut. Sengketa ini timbul

karena adanya kekeliruan terhadap pencatatan letak tanah HGU

dalam sertifikat HGU. Pada Tahun 2013, PT.Rezeki Kencana masuk

dalam 21 perjanjian kerja sama antara perusahaan serta pemerintah

daerah di Indonesia dan Tiongkok yang ditandatangani di hadapan

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden RRT Xi

Jinping. Perjanjianya adalah akuisisi antara Tianjin Julong Jiahua

Investment Group Ltd. dengan PT. Rezeki Kencana dan PT. Grand

Mandiri Utama senilai US$ 200 juta untuk proyek pengembangan

perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat.

Data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum

Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan, kantor perusahaan

tersebut, beralamat di Sungai Deras, Kecamatan Teluk Pakedai,

Kabupaten Kubu Raya. Disebutkan pula, PT. Rezeki Kencana


4

(Division PKS) diresmikan 2011 dengan kapasitas olah CPO 30 ton

per jam, bertempat di Desa Pasir Putih, Teluk Pakedai. 2

Status lahan PT. Rezeki Kencana di Kabupaten Kubu Raya,

Kalimantan Barat berdasarkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)

Nomor 5, tertanggal 23 Desember 2009 dengan luas 4.573, 18 ha

yang terletak di Desa Jangkang I, Jangkang II, Teluk Nangka

Kecamatan Kubu, dan Desa Sungai Dungun Kecamatan Terentang

Kabupaten Kubu Raya, adanya perbedaan wilayah Desa bahwa pada

fakta di lapangan HGU PT. Rezeki Kencana juga berada di Desa

Kampung Baru dan tidak tersebutkan di dalam dokumen HGU

PT.Rezeki Kencana .

Kini PT. Rezeki Kencana telah mengklaim lahan milik dari

masyarakat/Serikat Tani Darat Jaya di wilayah Desa Kampung Baru.

Luasnya tanah yang diklaim oleh PT. Rezeki Kencana yakni 549,05

ha yang ditanami pohon karet, pohon pisang dan lain-lain. PT. Rezeki

Kencana masuk, melakukan land clearing dan perusakan serta

pencabutan tanaman yang mengakibatkan rusaknya ± 20.000 pohon

yang ada di wilayah tersebut. Setelah itu, PT. Rezeki Kencana

menanaminya dengan sawit.

2
Diakses dari https://www.mongabay.co.id/2017/05/30/berlarut-konflik-lahan-
masyarakat-dengan-perusahaan-sawit-di-kubu-raya/ (diakses tanggal 26 April 2017, pukul 19.30
WIB)
5

Sedangkan kelompok tani Darat Jaya yang beranggotakan 700

orang sudah mengantongi izin garap dari pemerintah Desa Kampung

Baru dengan nomor : 101/140/Pem/1991 tanggal 6 Juni 1991 untuk

menggarap dan mengelola lahan di wilayah Desa Kampung Baru

tersebut. Kelompok tani Darat Jaya beranggotakan 700 orang dengan

luasan 3600 Ha pada tahun 2014, 2500 Ha pada tahun 2015 yang

terdiri dari perkebunan sawit individu 170 Ha, 140 Ha swadaya

masyarakat serta 230 Ha kebun karet dengan jumlah total lahan yang

dimiliki kelompok tani Darat Jaya kurang lebih 5100 Ha pada tahun

2017. Dari ribuan lahan masyarakat tersebut, sebagian bahkan telah

bersertifikasi dan sebagian lagi merupakan lahan milik transmigran.

Pemerintah daerah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Kabupaten Kubu Raya, surat Nomor BA 28/BA/SPP/VI/2015

menegaskan bahwa lahan tersebut adalah milik dari masyarakat desa

yang tergabung dalam Serikat Tani Darat Jaya dan surat dari

Pemerintah Kecamatan Kubu No. 102/184/pem tertanggal 3 Mei 2017

tentang peninjauan kembali HGU PT. Rezeki Kencana. Kepemilikan

lahan tersebut dipertegas dengan adanya pengukuran ulang lahan

yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Kubu Raya dan kronologis lahan

yang ditandatangani oleh perangkat desa dari beberapa desa anggota

Serikat Tani Darat Jaya, Selain itu, surat penolakan ijin dan HGU PT.

Rezeki Kencana oleh Kades Teluk Nangka, Kades Jangka II, Pj Kades
6

Kampung Baru, Kades Teluk Bayur, dan tanda tangan penolakan dari

masyarakat 4 Desa.

Ketika masyarakat/Serikat Tani Darat Jaya di wilayah Desa

Kampung Baru memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar oleh PT.

Rezeki Kencana, mereka justru dikriminalisasi. Warga yang sedang

melakukan pemetaaan dan pengecekan ulang patok batas desa

antara Desa Kampung Baru, Kecamatan Kubu dan Desa Teluk Bayur

Kecamatan Terentang dilaporkan ke Kepolisian oleh PT. Rezeki

Kencana dengan dalih tindakan perusakan lahan. Faktanya,

masyarakat yang melakukan pemetaan berdasarkan persetujuan 2

desa dengan surat dari masing-masing Kades, yang keduanya

menolak keberadan PT. Rezeki Kencana.3

Penguasaan tanah tanpa izin yang dilakukan oleh PT.Rezeki

Kencana atas Hak Guna Usaha telah melanggar Pasal 2 Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960

tentang Larangan Pemakain Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau

Kuasanya yang menyatakan bahwa “Dilarang memakai tanah tanpa

izin yang berhak atau kuasanya yang sah.”

Oleh karena itu agar permasalahan ini tidak semakin berlarut-

larut, maka perlu diadakan penelitian terkait data-data ataupun

keterangan mengenai pemberian Hak Guna Usaha Kepada PT.

3
Diakses dari http://elsam.or.id/2017/05/merampas-tanah-tianjin-joulung-group-dan-
wilmar-harus-bertanggung-jawab/ (diakses tanggal 26 April 2017, pukul 19.45 WIB)
7

Rezeki Kencana yang telah mengklaim lahan milik masyarakat/warga

Desa Kampung Baru agar dapat memberikan perlindungan hukum

terhadap hak-hak masyarakat/warga Desa Kampung sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku.

Dilatar belakangi oleh alasan pemaparan yang telah diuraikan

diatas sepanjang sepengetahuan peneliti belum ada yang melakukan

penelitian mengenai perlindungan hukum bagi masyarakat/warga

Desa Kampung Baru terhadap sengketa lahan hak milik yang telah

diklaim sebagai tanah Hak Guna Usaha oleh PT. Rezeki Kencana,

kalau pun ada berbeda dengan pembahasan yang peneliti kaji, yaitu

antara lain:

1. Sengketa Penguasaan Tanah antara Pemegang Hak Guna

Usaha (HGU) dengan Pemerintah Desa Berdasarkan Hukum

Positif di Indonesia, Disusun oleh Ira Tresnawati, Fakultas

Hukum Universitas Pasundan 2017. Skripsi tersebut

memaparkan mengenai pengaturan pemberian Hak Guna

Usaha (HGU) dalam penguasaan hak atas tanah, akibat hukum

sengketa penguasaan tanah antara pemegang Hak Guna Usaha

(HGU) dengan Pemerintah Desa serta penyelesaian sengketa

penguasaan tanah antara pemegang Hak Guna Usaha (HGU)

dengan Pemerintah Desa. Skripsi tersebut tidak membahas

mengenai perlindungan hukum bagi warga dakam sengketa

lahan atas penerbitan Hak Guna Usaha.


8

2. Tinjauan Yuridis terhadap Objek Tanah Terlantar atas Hak Guna

Usaha (HGU) Perkebunan di Kabupaten Gowa, Disususn oleh

Rachmat Abdiansyah, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Makassar 2015. Skripsi tersebut memaparkan mengenai

penetapan objek tanah terlantar atas Hak Guna Usaha

Perkebunan di Kabupaten Gowa. Skripsi tersebut tidak

membahas mengenai lahan garap yang diklaim sebagai Hak

Guna Usaha.

Berdasarkan pemaparan diatas, Penulis tertarik untuk

mengkajinya dalam bentuk Skripsi yang berjudul : “PERLINDUNGAN

HUKUM BAGI WARGA DI DESA KAMPUNG BARU DALAM

SENGKETA LAHAN ATAS PENERBITAN HAK GUNA USAHA

KEPADA PT. REZEKI KENCANA DI KABUPATEN KUBU RAYA

KALIMANTAN BARAT DITINJAU DARI PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA

USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH”

B. Identifikasi Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan

hukum ini adalah sebagai berikut :


9

1. Bagaimanakah penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki

Kencana di Desa Kampung Baru Kabupaten Kubu Raya

ditinjau dari peraturan perundang-undangan terkait?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap warga Desa

Kampung Baru Kabupaten Kubu Raya dalam sengketa

lahan atas penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki Kencana

ditinjau dari peraturan perundang-undangan terkait?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki

Kencana di Desa Kampung Baru Kabupaten Kubu Raya

ditinjau dari peraturan perundang-undangan terkait.

2. Untuk mengkaji perlindungan hukum terhadap warga Desa

Kampung Baru Kabupaten Kubu Raya dalam sengketa

lahan atas penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki Kencana

ditinjau dari peraturan perundang-undangan terkait?

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian yang dituangkan dalam bentuk penulisan hukum

ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut :


10

1. Kegunaan Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap dunia

akademik dan dalam rangka pengembangan ilmu

hukum pada umumnya serta hukum agraria pada

khususnya, terutama yang berkaitan dengan

penguasaan tanah HGU serta penyelesaian yang

dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang

bersangkutan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan

terkait perkembangan ilmu hukum pada umumnya

dan hukum agraria pada khususnya.

2. Kegunaan Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

para praktisi dan instansi terkait, terutama pihak-

pihak yang berhubungan dengan pertanahan seperti

Badan Pertanahan Nasional. Tidak lupa kepada

Pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang

berhubungan dengan pertanahan, juga masyarakat

sebagai sumber daya manusia, khususnya tanah

sebagai sumber perekonomiannya sehingga dapat

tercipta kesepahaman serta kesadaran semua pihak

tentang arti penguasaan tanah HGU.


11

b. Secara khusus dalam tatanan praktis, penulis

berharap penelitian ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pemegang HGU dan

Pemerintah Desa khususnya PT. Rezeki Kencana

dan Pemerintah Desa Kampung Baru di Kabupaten

Kuburaya dalam menyelesaikan sengketa

penguasaan tanah HGU.

E. Kerangka Pemikiran

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tercantum dalam

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Negara hukum adalah

negara berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Dalam

artian bahwa segala kewenangan dan tindakan alat perlengakapan

negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan

kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian akan mencerminkan

keadilan bagi pergaulan hidup warganya.4

Pancasila sebagai dasar falsafat Negara Republik Indonesia

pada sila ke-5 menyatakan bahwa “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia” kemudian ditambahkan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945

yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama dihadapan hukum”. Arti dari kedua pasal tersebut bahwa

4
Didi Nazmi Yunas, Konsepsi Negara Hukum, Padang : Angkasa Raya Padang, 1992,hlm. 20
12

dalam negara hukum kedudukan semua orang sama dihadapan hukum

tanpa adanya perbedaan suku, ras, agama, kedudukan sosial dan

kekayaan.

Hans Kelsen sebagaimana yang dikutip Lili Rosyidi bahwa

memandang hukum sebagai sesuatu yang seharusnya (das sollen),

sehingga terlepas dari kenyataan sosial (das seins). Setiap orang wajib

menaati hukum sebagai suatu kehendak negara. Hukum itu tidak lain

merupakan suatu kaidah ketertiban yang menghendaki orang

menaatinya sebagaimana seharusnya.5

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Hukum adalah keseluruhan

asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam

masyarakat, juga meliputi lembaga dan proses yang mewujudkan

kaidah tersebut dalam masyarakat. Beliau mengatakan bahwa tujuan

utama hukum adalah ketertiban dan tujuan lain dari hukum adalah

tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut

masyarakat dan zamannya. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban

masyarakat yang dijelmakan olehnya, manusia tidak mungkin

mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan

kepadanya secara optimal di dalam masyarakat tempat ia hidup.6

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan

keadilan (rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan

5
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001,
hlm 61
6
Otje Salman dan Eddy Damian (ed), Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan dari
Mochtar Kusumaatmadja, Bandung: Alumni, 2006, hlm. 3
13

kepastian hukum (rechtszekerheid).7 Menurut Gustav Radbruch,

keadilan adalah tujuan hukum yang pertama dan utama, karena hal ini

sesuai dengan hakekat atau ontologi hukum itu sendiri. Bahwa hukum

dibuat untuk menciptakan ketertiban melalui peraturan yang adil, yakni

pengaturan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan

dengan seimbang sehingga setiap orang memperoleh sebanyak

mungkin apa yang menjadi bagiannya. Bahkan dapat dikatakan dalam

seluruh sejarah filsafat hukum selalu memberikan tempat yang

istimewa kepada keadilan sebagai suatu tujuan hukum.8

Selain keadilan, tujuan hukum lainnya adalah kepastian hukum.

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap

tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat

memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan

adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas

menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban

masyarakat.9

Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia pada

dasarnya memiliki tujuan untuk menjadi negara yang sejahtera.Tujuan

7
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Jakarta:PT.
Gunung Agung Tbk, 2002, hlm. 85
8
Ahmad Zaenal Fanani, Berpikir Falsafati Dalam Putusan Hakim, Artikel ini pernah dimuat
di Varia Peradilan No. 304 Maret 2011, hlm 4
9
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988,
hlm 58
14

negara ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

alinea ke 4 yang berbunyi :

“Untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh


tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Hal ini merupakan tanggung jawab nasional untuk mewujudkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana dalam Pasal 33

ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan : ”Bumi air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Pengertian dikuasai dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut

bukanlah berarti dimiliki, tetapi memberi wewenang kepada Negara,

sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia, untuk pada

tingkatan tertinggi berwenang melakukan tindakan-tindakan atau

perbuatan-perbuatan hukum publik.10 John Austin menyatakan bahwa

: “The most essential characteristic of positive law, consists in it’s

imperative character. Law is conceived as a command of the

sovereign”.11 Bahwa hukum adalah perintah dari penguasa negara

dimana hakikat dari hukum itu sendiri terletak pada unsur perintah.

Agar tercapainya kesejahteraan dan kemakmuraan bagi seluruh

rakyat Indonesia perlu adanya suatu pembangunan yang merupakan

10
Supriyadi, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Menemukan Keadilan, Kemanfaatan, dan
Kepastian atas Eksistensi Tanah Aset Daerah, Jakarta:Prestasi Pustakarya, 2010, hlm. 100.
11
I Wayan Adi Sumiarta, “Wewenang Badan Pertanahan Nasional”, Tesis, Megister
Kenotariatan, Universitas Udayana, 2015, hlm. 17
15

proses perubahan terencana dan berjangka dari suatu kondisi menuju

kondisi yang lebih baik dalam rangka untuk kemakmuran rakyat secara

keseluruhan. Menurut teori hukum pembangunan yang dianut oleh

Mochtar Kusumaatmadja, hukum tidak boleh tertinggal oleh proses

perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat, pembangunan yang

berkesinambungan menghendaki adanya konsepsi hukum yang selalu

mendorong dan mengarahkan pembangunan sebagai cerminan dari

tujuan hukum modern, di mana hukum bertujuan sebagai sarana

pembaharuan masyarakat (a tool of social engineering).12

Dalam hal pembangunan di Indonesia secara merata di segala

bidang, khususnya yang berhubungan dengan masalah pertanahan,

mengingat pentingnya pertanahan dalam menunjang pembangunan

nasional baik sebagai wadah produksi maupun sebagai wadah dalam

kegiatan usaha.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai

landasan utama pembagunan nasional dalam bidang pertanahan, perlu

adanya penataan dan penertiban di bidang pertanahan agar fungsi

tanah dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya bagi

kepentingan seluruh rakyat di dalam wilayah yang bersangkutan.

Hukum tanah memegang peranan yang sangat penting yang

bertalian erat dengan masyarakat, di mana jiwa rakyat dengan

tanahnya tidak dapat dipisahkan, setiap perubahan dalam jiwa rakyat

12
Otje Salman dan Eddy Damian (ed), op.cit, hlm. 5.
16

menghendaki juga perubahan dalam hukum tanah, demikian pula

sebaliknya.13 Sehingga dibentuklah suatu Peraturan Perundang-

Undangan yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah yaitu

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA).

Selanjutnya untuk mengatur penguasaan, pemilikan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam , maka

hak menguasai negara dinormatifkan pada ketentuan Pasal 2 UUPA

khususnya ayat (1) dan (2), sebagai berikut :

(1) “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang


Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi,
air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini,
memberi wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat
dipunyai atau dimiliki atas (bagian dari) bumi, air
dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.”

Serta ditambahkan pada Pasal 4 ayat (1) UUPA menyatakan

bahwa :

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud


dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada

13
B.F Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta:
Toko Gunung Agung, 2005, hlm. 51.
17

dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama


dengan orang lain serta badan-badan hukum.”

Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa kepemilikan atas

tanah yang segala sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai sebesar-

besarnya kemakmuran dalam rangka masyarakat yang adil dan

makmur, negara dapat memberikan tanah kepada sesorang atau

Badan Hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan

penggunaanya.14

Seseorang atau badan hukum yang mempunyai sesuatu hak

atas tanah, oleh UUPA pada Pasal 15 yaitu dibebani kewajiban untuk

mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula

untuk memelihara, termasuk menambah kesuburan dan mencegah

kerusakan tanah tersebut. Kedua macam kewajiban itu harus dilakukan

dengan mencegah cara-cara pemerasan dan dengan memperhatikan

pihak ekonomis yang lemah.

Dalam Penjelasan Umum UUPA (PU II.2) ditegaskan bahwa

untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD

1945, tidak perlu dan tidak pada tempatnya negara sebagai pemilik

tanah. Lebih tepatnya jika negara, sebagai organisai kekuasaan

seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku Badan Penguasa. Penjelasan

UUPA tersebut menegaskan bahwa kata “dikuasai” bukan berarti

14
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Nasional) Jilid 1, Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2001, hlm. 29
18

“dimiliki” sebagaimana pemahaman “milik negara” dalam domein

verklaring di masa pemerintahan Hindia Belanda.15

Menurut Notonegoro sebagaimana dikutip Ida Nurlinda bahwa

negara sebagai Badan Penguasa memiliki hubungan dengan bumi, air

dan ruang angkasa. Hubungan tersebut adalah :16

1. Negara sebagai subyek, diberi kedudukan tidak sebagai

perorangan, tetapi sebagai negara. Dengan demikian negara

sebagai badan kenegaraan, badan yang publiekrechtelijk.

Dalam bentuk ini negara tidak mempunyai kedudukn yang

sama dengan perorangan;

2. Negara sebagai subyek, yang dipersamakan dengan

perorangan sehingga dengan demikian, hubungan antara

negara dengan bumi dan lain sebagainya itu “sama” dengan

hal perorangan atas tanah;

3. Hubungan antara negara “langsung” dengan bumi dan

sebagainya tidak sebagai subyek perorangan dan tidak dalam

kedudukan sebagai negara yang memiliki, tetapi sebagai

negara yang menjadi personafikasi dari seluruh rakyat,

sehingga dalam konsep ini negara tidak lepas dari rakyat.

15
Ida Nurlinda, Monograf Hukum Agraria:Reforma Agraria untuk Kesejahteraan Rakyat
dan Keadilan Agraria, Bandung:LoGoz Publishing dengan Pusat Studi Hukum Lingkungan dan
Penataan Ruang Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,2013, hlm.10
16
Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Perspektif Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, hlm. 55-56.
19

Negara hanya menjadi pendiri dan pendukung kesatuan-

kesatuan rakyat.

Mengacu pada pendapat Notonegoro diatas, maka bentuk

hubungan antara negara dengan bumi, air dan ruang angkasa yang

sesuai dengan makna hak menguasai negara adalah hubungan yang

ke-3. Hal ini karena pada pasal 1 ayat (3) UUPA adalah hubungan yang

abadi, dalam arti bahwa selama bangsa Indonesia masih ada dan

selama bumi, air dan runga angkasa itu masih ada, maka hubungan itu

tidak akan terputus oleh kekuasaan apapun.17

Asas dari hukum Agraria Nasional salah satunya terletak pada

Pasal 6 UUPA yaitu bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi

sosial”. Hal ini berarti, hak atas tanah bahwa hak atas tanah apapun

yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya

itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk

kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian

bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan

keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat baik bagi

kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun

bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara.18

17
Ibid, hlm.56
18
Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: PT.Citra Aditya
Abadi, 1990, hlm.20-21
20

Penjabaran bahwa Negara dapat memberikan tanah kepada

seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut keperluan

dan peruntukkannya salah satunya adalah kebijakan pemberian HGU.

Pengertian HGU terdapat dalam Pasal 28 UUPA yaitu :

“Hak Guna Usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah


yang dikuasai oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana
tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan,
atau perternakan. “

Ketentuan-ketentuan HGU lebih lanjut diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Selanjutnya pada PP No.

40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai Atas Tanah

menambahkan guna perusahaan perkebunan.

Menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut dengan PP No. 24

Tahun 1997), wewenang untuk memberikan hak-hak atas tanah

khususnya terhadap HGU adalah Badan pertanahan Nasional.

Mengenai ketentuan-ketentuan Badan Pertahanan Nasional (BPN)

diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 Tentang Badan

Pertahanan Nasional.

HGU termasuk salah satu hak yang wajib di daftarkan (Pasal 32

UUPA jo. Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997). Berdasarkan Pasal 19 UUPA


21

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria di

dalam menjelaskan bahwa :

(1) “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan


pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.”

Adapun kewenangan negara atau pemeritah dalam menetapkan

pemberian hak atas tanah sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal

2 ayat (4) UUPA dalam implementasinya diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2011

tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak dan Kegiatan

Pendaftaran Tanah Tertentu.

Boedi Harsono merumuskan pengertian pendaftaran tanah

sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa

pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah

tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan,

penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam

rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan,


22

termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.19 Kegiatan

pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

pemerintah secara terus menerus dalam rangka menginventarisasikan

data-data berkenaan dengan hak-hak atas tanah menurut undang-

undang pokok agraria dan peraturan Pemerintah, sedangkan

pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh si pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan

dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak-hak atas

tanah tersebut menurut undang-undang pokok agraria dan peraturan

pemerintah guna mendapatkan sertipikat tanda bukti tanah yang kuat.20

Tujuan pendaftaran tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997 pada

Pasal 3 adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan

hukum, menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Pasal 4 PP No. 24 Tahun 1997 selanjutnya menegaskan bahwa Untuk

memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang

bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.

Sertifikat hak atas tanah sebagai produk akhir dari pendaftaran

tanah sebagaimana diperintahkan oleh UUPA dan PP No. 24 Tahun

19
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid I, Edisi Revisi, Cetakan Kesebelas, Jakarta : Djambatan,
2007, hlm.72
20
Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya,
Bandung: Alumni, 1993, hlm. 15
23

1997, telah mengikat para pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN)

untuk menerbitkan sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat atas

pemilikan tanah. Pengertian sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 PP

No. 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa :

“Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud


dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun
dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan
dalam buku tanah yang bersangkutan.”

Makna penerbitan sertifikat dapat dilihat pada Pasal 19 ayat (2)

huruf c UUPA yang menyebutkan bahwa :

“Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat”.

Penerbitan sertifikat dan pemberian kepada yang berhak

dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan

haknya. Sedangkan fungsi sertifikat adalah sebagai alat pembuktian

kepemilikan hak atas tanah. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan

dikeluarkannya PP No. 24/1997.

Sejak berlakunya UUPA yang mengatur tentang pertanahan,

kepastian hukum data kepemilikan tanah akan lebih mudah tercapai

apabila pendaftaran tanah telah dilakukan dengan baik dan benar,

sebagaimana tujuan pendaftaran tanah itu sendiri yaitu untuk

memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum

kepada pemegang hak atas tanah. Keberadaan sertifikat sebagai


24

produk akhir dari pendaftaran tanah merupakan alat pembuktian

pemegang hak atas tanah.

Berdasarkan kedudukannya tanah terbagi menjadi tanah yang

bersertipikat dan tanah yang belum bersertipikat. Tanah yang

bersertipikat adalah tanah yang memiliki hak dan telah terdaftar di

kantor pertanahan sedangkan tanah yang belum bersertipikat

merupakan tanah yang belum memiliki hak tertentu dan status

tanahnya masih merupakan tanah negara.21 Biasanya tanah-tanah

milik negara yang telah dikuasai dan digarap oleh masyarakat secara

turun temurun memiliki bukti surat keterangan tanah dari kepala desa

atau lurah sebagai bukti awal sebelum bersertipikat.

Penerbitan bukti-bukti pengusaan tanah tersebut ada yang

dibuat di atas tanah yang belum dikonversi maupun tanah-tanah yang

dikuasai oleh Negara dan kemudian tanah tersebut diduduki oleh

masyarakat baik dengan sengaja ataupun diatur oleh Kepala Desa

dan disahkan oleh Camat, seolah-olah tanah tersebut telah

merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak-hak adat.


22

21
Helena, “Eksistensi Dan Kekuatan Alat Bukti Alas Hak Berupa Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti
Rugi Yang Dibuat Dihadapan Notaries Atau Camat Studi Di Kabupaten Deli Serdang”, Tesis,
Magister Kenotariatan, Universitas Sumatra Utara, 2007, hlm. 23
22
Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, CV. Mandar
Maju, Bandung, 2010, hlm. 240-241
25

F. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan beberapa

metode penelitian, antara lain :

1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam membahas

permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah

secara yuridis normatif. Yaitu suatu penelitian yang

menekankan pada ilmu hukum dan berusaha menelaah,

menelusuri, mengkaji dan meneliti data sekunder dan bahan

pustaka23, baik berupa peraturan dasar, peraturan

perundang-undangan, asas-asas hukum dan pengertian-

pengertian hukum. Selain itu, dalam konsep normatif hukum

adalah norma, baik yang diidentikan dengan keadilan yang

harus diwujudkan (ius constituendum), ataupun norma yang

telah terwujud sebagai perintah yang eksplisit dan yang

secara positif telah terumus jelas (ius constitutum) untuk

menjamin kepastiannya.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif

analitis yaitu mengambarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek

23
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Rajawali Press, 2007, hlm. 14
26

pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan

yang diteliti. Bersifat deskriptif analitis karena penulis

menggambarkan Peraturan PerundanganUndangan yang

berlaku dikaitkan dengan teori teori hukum menyangkut

penguasaan tanah HGU.

3. Tahap Penelitian

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian Kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan

untuk mendapatkan data yang bersifat teoritis, dengan

mempelajari sumber-sumber bacaan yang erat

hubungannya dengan permasalahan dalam penelitian

skripsi ini. Penelitian ini dilakukan untuk menghimpun data

sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapun data hukum

sekunder di bidang hukum tersebut antara lain:

1) Bahan Hukum Primer berupa peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan objek penelitian

diantaranya:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Amandemen ke-4 (empat)

b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok Agraria


27

c) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

dan Hak Pakai Atas Tanah

d) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah

e) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang

Badan Pertanahan Nasional

f) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011

tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak

Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah

Tertentu

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang erat

hubungannya dengan bahan-bahan hukum primer

yang dapat menunjang penulisan skripsi ini dan dapat

membantu melengkapi bahan hukum primer, misalnya

buku-buku, tulisan para ahli dan hasil karya para ilmuan

yang berbentuk makalah atau karya tulis.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan yang

memberikan informasi tentang bahan hukum primer


28

dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus bahasa

dan kamus hukum, ensiklopedia .

4. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan tahapan penelitian yang sudah dijelaskan

sebelumnya, teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

a. Studi Dokumen

Menganalisis dokumen, membaca serta mempelajari dokumen-

dokumen seperti artikel-artikel, buku-buku, laporan-laporan dan

peraturan serta Undang-Undang yang ada hubungannya dengan

masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

b. Wawancara

Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi yang

tidak diperoleh melalui studi dokumen. Adapun wawancara

tersebut dilakukan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Sosial dan

Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kubu Raya dan

Kelompok Serikat Tani Darat Jaya. Adapun wawancara yang

digunakan dalam bentuk wawancara terbuka yaitu responden

diajukan pertanyaan-pertanyaan sedemikian rupa sehingga

responden tidak terbatas dalam memberikan keterangan

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

dilakukan secara yuridis kualitatif yaitu data yang diperoleh


29

kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis

secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan

dibahas dengan tidak menggunakan rumus maupun data statistik.24

6. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan data dan bahan dalam rangka melaksanakan

penelitian guna penulisan skripsi ini.

a. Penelitian Kepustakaan

1) Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja (Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran), jalan Dipatiukur

No. 35, Bandung, Jawa Barat

b. Penelitian Lapangan

1) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi

Kalimantan Barat, Jl. Sutan Syahrir No.12, Sungai Bangkong,

Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat

2) Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa,

Komplek Perkantoran Pemda Kubu Raya, Jl. Adi Sucipto

Km.15, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

3) Kantor Desa Kampung Baru, Sungai Raya, Kabupaten Kubu

Raya, Kalimantan Barat

24
Ronny H.Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1998,
hlm.116
30

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam lima bab dan setiap bab dibagi lagi

dalam beberapa sub – bab. Adapun gambaran umum untuk setiap bab

adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang

memberikan ilustrasi guna memberi informasi yang

bersifat umum dan menyeluruh secara sistematis

yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUASAAN

TANAH, HAK GUNA USAHA DAN MEKANISME

PENERBITAN HAK GUNA USAHA

Bab ini berisi tinjauan umum mengenai Hak Atas

Tanah, Hak Guna Usaha dan Mekanisme

Penerbitan Hak Guna Usaha.

BAB III. PENGUASAAN HAK GUNA USAHA ATAS

TANAH MILIK NEGARA OLEH PT. REZEKI

KENCANA DI KABUPATEN KUBU RAYA

Bab ini berisi mengenai gambaran umum PT.

Rezeki Kencana, gambaran umum Desa Kampung


31

Baru, gambaran umum Kelompok Tani Darat Jaya

serta uraian kasus.

BAB IV. ANALISIS HAK GUNA USAHA KEPADA PT.

REZEKI KENCANA DI KABUPATEN KUBU

RAYA

Bab ini berisi mengenai Penerbitan Hak Guna

Usaha PT. Rezeki Kencana di Desa Kampung

Baru, Kabupaten Kubu Raya Barat ditinjau dari

peraturan terkait serta Perlindungan hukum warga

Desa Kampung Baru, Kabupaten Kubu Raya

dalam sengketa lahan atas penerbitan Hak Guna

Usaha PT. Rezeki Kencana ditinjau dari peraturan

terkait.

BAB V. PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang akan

membahas kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian.
32

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku:

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
Jakarta:PT. Gunung Agung Tbk, 2002

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Nasional) Jilid 1,


Jakarta: Prestasi Pustaka, 2001

Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan


Pelaksanaannya, Bandung: Alumni, 1993

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid I, Edisi Revisi,
Cetakan Kesebelas, Jakarta: Djambatan, 2007

B.F Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah


Indonesia, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2005

Didi Nazmi Yunas, Konsepsi Negara Hukum, Padang: Angkasa Raya


Padang, 1992

Eddy Ruchiyat, Sistem Pendaftaran Tanah Sebelum dan Sesudah


Berlakunya UUPA, Bandung: Armico, 1984

Husein Alting, Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak


Masyarakat Hukum Adat Tanah (Masa Lalu, Kini dan Masa
Mendatang), Ternate:Lembaga Penerbitan Universitas Khairun, 2010

Ida Nurlinda, Monograf Hukum Agraria:Reforma Agraria untuk


Kesejahteraan Rakyat dan Keadilan Agraria, Bandung:LoGoz
Publishing dengan Pusat Studi Hukum Lingkungan dan Penataan
Ruang Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2013

__________, Prinsip-Prinsip Pembaruan Agraria: Perspektif Hukum,


Jakarta: Raja Grafindo, 2009

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjadja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak-
hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2008

Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT Citra


Aditya Bakti, 2001

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi
Revisi, CV. Mandar Maju: Bandung, 2010
33

Otje Salman dan Eddy Damian (ed), Konsep-konsep Hukum dalam


Pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja, Bandung: Alumni, 2006

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,


Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), Yogyakarta:


Liberty, 1988

Supriyadi, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Menemukan Keadilan,


Kemanfaatan, dan Kepastian atas Eksistensi Tanah Aset Daerah,
Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2010

Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung:


PT.Citra Aditya Abadi, 1990

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu


Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 2007

B. Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen ke-4 (empat)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok


Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,


Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan


Nasional

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan


Nasional Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan
Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Tertentu

C. Sumber-sumber lain :
Ahmad Zaenal Fanani, “Berpikir Falsafati Dalam Putusan Hakim“, Artikel ini
pernah dimuat di Varia Peradilan No. 304 Maret 2011
34

“Berlarut Konflik Lahan Masyarakat dengan Perusahaan Sawit di Kubu


Raya“, diakses melalui https://www.mongabay.co.id/2017/05/30/
berlarut-konflik-lahan-masyarakat-dengan-perusahaan-sawit-di-kubu-
raya/ , pada tanggal 26 April 2017

Helena “Eksistensi Dan Kekuatan Alat Bukti Alas Hak Berupa Akta
Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Yang Dibuat Dihadapan Notaries
Atau Camat Studi Di Kabupaten Deli Serdang”, Tesis, Magister
Kenotariatan, Universitas Sumatra Utara, 2007

I Wayan Adi Sumiarta, “Wewenang Badan Pertanahan Nasional”, Tesis,


Megister Kenotariatan, Universitas Udayana, 2015.

“Merampas Tanah Tianjin Joulung Group Dan Wilmar Harus Bertanggung


Jawab“, diakses melalui http://elsam.or.id/2017/05/merampas-tanah-
tianjin-joulung-group-dan-wilmar-harus-bertanggung-jawab/ , pada
tanggal 26 April 2017
35

LAMPIRAN OUTLINE

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARGA DI DESA KAMPUNG BARU


DALAM SENGKETA LAHAN ATAS PENERBITAN HAK GUNA USAHA
KEPADA PT. REZEKI KENCANA DI KABUPATEN KUBU RAYA
KALIMANTAN BARAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 40 TAHUN 1996TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA
BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah penerbitan Hak Guna Usaha PT.


Rezeki Kencana di Desa Kampung Baru,
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
ditinjau dari peraturan terkait?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap
warga Desa Kampung Baru, Kabupaten Kubu
Raya, Kalimantan Barat dalam sengketa lahan
atas penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki
Kencana ditinjau dari peraturan terkait?
C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

E. Kerangka Pemikiran

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulisan
36

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUASAAN

TANAH, HAK GUNA USAHA DAN MEKANISME

PENERBITAN HAK GUNA USAHA

A. Tinjauan umum mengenai Penguasaan Tanah

1. Pengertian Penguasaan atas tanah

2. Hak Atas Tanah

B. Tinjauan Umum Hak Guna Usaha

1. Pengertian Hak Guna Usaha

2. Subyek Hak Guna Usaha

3. Objek Hak Guna Usaha

4. Terjadinya dan Jangka Waktu Hak Guna Usaha

5. Kewajiban dan Pemegang Hak Guna Usaha

6. Hapusnya Hak Guna Usaha

C. Mekanisme penguasaan Hak Guna Usaha atas

Tanah Milik Negara

1. Syarat-syarat Permohonan HGU

2. Tata Cara Pemberian HGU

3. Pejabat yang berwenang memberikan HGU

4. Pendaftaran Tanah

5. Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali

BAB III PENGUASAAN HAK GUNA USAHA ATAS TANAH

MILIK NEGARA OLEH PT. REZEKI KENCANA DI

KABUPATEN KUBU RAYA


37

A. Gambaran umum PT. Rezeki Kencana

1. Riwayat berdirinya PT. Rezeki Kencana

2. Kedudukan PT.Rezeki Kencana dan HGU

perkebunannya

3. Kegiatan Usaha PT.Rezeki Kencana

4. Susunan Organisasi PT.Rezeki Kencana

B. Gambaran umum Desa Kampung Baru

1. Profil Pemerintah Desa Kampung Baru

2. Letak Administratif dan luas wilayah

3. Komposisi Penduduk

4. Luas Penggunaan Tanah

5. Tanah Hak Guna Usaha PT.Rezeki

Kencana guna perkebunan Kelapa sawit di

Desa Kampung Baru

C. Gambaran Umum Kelompok Tani Darat Jaya

1. Profil Kelompok Kelompok Tani Darat Jaya

2. Kedudukan Kelompok Tani Darat Jaya

3. Kegiatan Kelompok Tani Darat Jaya

4. Tujuan Kelompok Tani Darat Jaya

D. Kasus

BAB IV ANALISIS PENERBITAN HAK GUNA USAHA

KEPADA PT. REZEKI KENCANA DI KABUPATEN

KUBU RAYA
38

A. Penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki

Kencana di Desa Kampung Baru, Kabupaten

Kubu Raya, Kalimantan Barat ditinjau dari

peraturan terkait

B. Perlindungan hukum warga Desa Kampung

Baru, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

dalam sengketa lahan atas penerbitan Hak

Guna Usaha PT. Rezeki Kencana ditinjau dari

peraturan terkait

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai