BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah atau wilayah adalah salah satu unsur penting dalam suatu negara.
Bagi Negara Republik Indonesia yang mempunyai susunan kehidupan rakyat dan
perekonomian yang masih bercorak agraris sehingga bumi, air dan ruang
angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat
penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita
sumber kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia agar tetap bisa hidup.
masyarakat Indonesia, tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek
sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan dan aspek hukum. Tanah
sakral, karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali kepada tanah.1
1
Husein Alting, Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Tanah
(Masa Lalu, Kini dan Masa Mendatang), Ternate:Lembaga Penerbitan Universitas Khairun, 2010, hlm. 6.
2
dan luas tanah yang tersedia dan kebutuhan penggunaan yang semakin
(UUD NRI 1945) adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini
Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
kemakmuran rakyat. Hal ini berarti tanah juga penting dalam pelaksanaan
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 104 tahun 1960
Pokok Agraria, disingkat UUPA. Dengan lahirnya UUPA maka terjadi perubahan
Nasional.2
bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang
pemberian kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat. UUPA
Indonesia pada waktu itu. Perubahan tersebut antara lain mengubah hukum yang
berlaku sebelum UUPA, yaitu hukum adat yang merupakan hukum yang berlaku
hukum yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa adalah hukum agraria
nasional.4
2
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Cet.19, Jakarta: Djambatan, 2008, hlm. 28-29
3
Wantjik Saleh, 1979. Hak Anda Atas Tanah, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 11
4
Teddy Chandra, Kepastian Hukum Sertifikat Kepemilikan Tanah Dihubungkan Dengan Penyelesaian Sengketa
Pertanahan Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase, Bandung: Disertasi Program Pascasarjana
Unisba, 2009, hlm. 4
4
Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa :“Atas dasar hak
menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-
kemakmuran dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur, negara dapat
memberikan tanah kepada sesorang atau Badan Hukum dengan sesuatu hak
Seseorang atau badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah,
oleh UUPA pada Pasal 15 yaitu dibebani kewajiban untuk mengerjakan atau
mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula untuk memelihara, termasuk
”Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah :
3. Hak pakai
4. Hak sewa
5
Ali Achmad Chomzah,2001,Hukum Agraria(Pertanahan Nasional) Jilid 1, Jakarta: Prestasi Pustaka, Hlm. 29
5
satunya adalah Hak Guna Usaha (HGU). HGU secara rinci diatur dalam Pasal 28
sampai Pasal 34 UUPA Jo. Pasal 2 sampai Pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) No.
40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.
Pengertian HGU menurut Pasal 28 yaitu :“Hak guna usaha adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan.”
mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha untuk melaksanakan
Pihak yang dapat menjadi pemegang HGU berdasarkan Pasal 30 (1) UUPA
Indonesia
memperluas subjek hukum yang dapat menjadi pemegang hak atas tanah. Dalam hal
HGU, selain orang perorangan warga Indonesia tunggal, badan hukum yang didirikan
6
juga dimungkinkan untuk menjadi pemegang HGU.6 Dengan ini berarti, dengan tidak
mempertimbangkan sumber asal dana yang merupakan modal dari badan hukum
tersebut, selama badan hukum tersebut memenuhi kedua kriteria tersebut diatas,
Jika dibandingkan dengan Hak milik, HGU tidak sekuat hak milik. Namun
HGU tergolong hak atas tanah yang kuat artinya tidak mudah hapus dan mudah
salah satu hak yang wajib didaftarkan (Pasal 32 UUPA jo. Pasal 9 Peraturan
ini menghasilkan sertifikat hak atas tanah, yang menurut Pasal 19 ayat (2) UUPA
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap hak seseorang atas tanah.
Nasional dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan serta
tersebut, sering terjadi benturan antara apa yang dicita-citakan dalam konstitusi
kepemilikan dan penggunaan tanah terutama yang berkaitan dengan tanah HGU.
6
Kartini Muljadi, Gunawan Widjadja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak-hak Atas Tanah, Jakarta:Kencana,2008,
hlm.31
7
Ibid, hlm.31
8
Eddy Ruchiyat, Sistem Pendaftaran Tanah Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA, Bandung: Armico, 1984,
hlm. 14-15.
7
tanah HGU antara pemegang HGU dengan warga pemegang Hak milik khususnya
antara PT. Rezeki Kencana sebagai Pemegang HGU dengan warga Desa Kampung
Baru sebagai pemegang Hak Milik. Sengketa ini timbul karena adanya kekeliruan
terhadap pencatatan letak tanah HGU dalam sertifikat HGU. Pada Tahun 2013,
PT.Rezeki Kencana masuk dalam 21 perjanjian kerja sama antara perusahaan serta
adalah akuisisi antara Tianjin Julong Jiahua Investment Group Ltd. dengan PT. Rezeki
Kencana dan PT. Grand Mandiri Utama senilai US$ 200 juta untuk proyek
Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya. Disebutkan pula, PT. Rezeki
Kencana (Division PKS) diresmikan 2011 dengan kapasitas olah CPO 30 ton per jam,
Barat berdasarkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No 2, tanggal 12 Maret 2008
seluas 11.180,80 hektare. Namun, terdapat beberapa HGU yang proses. HGU
Pakedai Hulu dan di Desa Selat Remis Kecamatan Teluk Pakedai serta di Desa
14.07-2007 luas 4.686,35 ha terletak di Desa Jangkang I, Jangkang II, Teluk Nangka,
Kecamatan Kubu dan Desa Sungai Dungun Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu
Raya. Terakhir, berdasarkan permohonan HGU bulan Maret 2008 yang sudah di cek
oleh panitia B di lokasi pada 1 Agustus 2008, lokasi HGU di Desa Jangkang I,
Lokasi perusahaan meliputi dua kecamatan yaitu Teluk Pakedai dan Kubu.
Areal tersebut meliputi desa; Sungai Deras, Pasir Putih, Teluk Pakedai I, Teluk Galam
(Kecamatan Teluk Pakedai), Jangkang I, Jangkang II, Teluk Nangka, Sungai Teras,
masyarakat/Serikat Tani Darat Jaya di wilayah Desa Kampung Baru. Luasnya tanah
yang diklaim oleh PT. Rezeki Kencana yakni 2.600 ha. Tanah tersebut sebelumnya
ditanami oleh masyarakat desa, berupa pohon karet, pohon pisang dan lain-lain. PT.
Rezeki Kencana masuk, melakukan land clearing dan perusakan serta pencabutan
tanaman yang mengakibatkan rusaknya ± 20.000 pohon yang ada di wilayah tersebut.
Sedangkan kelompok tani Darat Jaya sudah mengantongi izin garap dari
pemerintah Desa Kampung Baru sejak tahun 1991 untuk menggarap dan mengelola
lahan di wilayah Desa Kampung Baru tersebut. Kelompok tani Darat Jaya
beranggotakan 721 orang dengan luasan 3600 Ha pada tahun 2014, 2500 Ha pada
tahun 2015 yang terdiri dari perkebunan sawit individu 170 Ha, 140 Ha swadaya
masyarakat serta 230 Ha kebun karet dengan jumlah total lahan yang dimiliki
9
kelompok tani Darat Jaya kurang lebih 5100 Ha pada tahun 2017. Dari ribuan lahan
menegaskan bahwa lahan tersebut adalah milik dari masyarakat desa yang tergabung
dalam Serikat Tani Darat Jaya dan surat dari Pemerintah Kecamatan Kubu No.
102/184/pem tertanggal 3 Mei 2017 tentang peninjauan kembali HGU PT. Rezeki
lahan yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Kubu Raya dan kronologis lahan yang
ditandatangani oleh perangkat desa dari beberapa desa anggota Serikat Tani Darat
Jaya, Selain itu, surat penolakan ijin dan HGU PT. Rezeki Kencana oleh Kades Teluk
Nangka, Kades Jangka II, Pj Kades Kampung Baru, Kades Teluk Bayur, dan tanda
ulang patok batas desa antara Desa Kampung Baru, Kecamatan Kubu dan Desa
Teluk Bayur Kecamatan Terentang dilaporkan ke Kepolisian oleh PT. Rezeki Kencana
B. Identifikasi Masalah
terkait?
Hak Guna Usaha PT. Rezeki Kencana ditinjau dari peraturan terkait?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengkaji penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki Kencana di Desa
Kabupaten Kubu Raya dalam sengketa lahan atas penerbitan Hak Guna
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
bersangkutan.
2. Kegunaan Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi dan instansi
b. Secara khusus dalam tatanan praktis, penulis berharap penelitian ini dapat
tanah HGU.
E. Kerangka Pemikiran
berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Dalam artian bahwa
semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal
Pancasila sebagai dasar falsafat Negara Republik Indonesia pada sila ke-
ditambahkan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa
9
Didi Nazmi Yunas, Konsepsi Negara Hukum, Padang : Angkasa Raya Padang, 1992,hlm. 20
12
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Arti dari kedua
pasal tersebut bahwa dalam negara hukum kedudukan semua orang sama
dihadapan hukum tanpa adanya perbedaan suku, ras, agama, kedudukan sosial
dan kekayaan.
sollen), sehingga terlepas dari kenyataan sosial (das seins). Setiap orang wajib
menaati hukum sebagai suatu kehendak negara. Hukum itu tidak lain
sebagaimana seharusnya.10
kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi
lembaga dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat. Beliau
mengatakan bahwa tujuan utama hukum adalah ketertiban dan tujuan lain dari
yang pertama dan utama, karena hal ini sesuai dengan hakekat atau ontologi
10
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001, Hal 61.
11
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2006, hlm. 3
12
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Jakarta:PT. Gunung Agung
Tbk, hlm. 85
13
hukum itu sendiri. Bahwa hukum dibuat untuk menciptakan ketertiban melalui
mungkin apa yang menjadi bagiannya. Bahkan dapat dikatakan dalam seluruh
sejarah filsafat hukum selalu memberikan tempat yang istimewa kepada keadilan
yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam
dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas
tujuan untuk menjadi negara yang sejahtera.Tujuan negara ini tercantum dalam
dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan : ”Bumi
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
13
Ahmad Zaenal Fanani, Berpikir Falsafati Dalam Putusan Hakim, Artikel ini pernah dimuat di Varia Peradilan
No. 304 Maret 2011, hlm 4
14
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988, hlm 58
14
Pengertian dikuasai dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut bukanlah
terencana dan berjangka dari suatu kondisi menuju kondisi yang lebih baik dalam
15
Supriyadi, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Menemukan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian atas
Eksistensi Tanah Aset Daerah, Jakarta:Prestasi Pustakarya, 2010, hlm. 100.
16
H.Mc.Coubrey and N.D.White, 1993, Text Book On Jurisprudensi, London: Blakstone Press Limited, hlm.14.
17
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit, hlm. 5.
15
Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai landasan
Hukum tanah memegang peranan yang sangat penting yang bertalian erat
dengan masyarakat, di mana jiwa rakyat dengan tanahnya tidak dapat dipisahkan,
setiap perubahan dalam jiwa rakyat menghendaki juga perubahan dalam hukum
pemanfaatan tanah dan sumber daya alam , maka hak menguasai negara
dinormatifkan pada ketentuan Pasal 2 UUPA khususnya ayat (1) dan (2), sebagai
berikut :
1. Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan
hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang
seluruh rakyat.
2. Hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini, memberi
wewenang untuk:
18
B.F Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta: Toko Gunung Agung,
2005, hlm. 51.
16
ruang angkasa.”
mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, tidak perlu
dan tidak pada tempatnya negara sebagai pemilik tanah. Lebih tepatnya jika
dengan bumi, air dan ruang angkasa. Hubungan tersebut adalah :20
19
Ida Nurlinda, Monograf Hukum Agraria:Reforma Agraria untuk Kesejahteraan Rakyat dan Keadilan Agraria,
Bandung:LoGoz Publishing dengan Pusat Studi Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran,2013, hlm.10
20
Maria S.W.Sumardjono, Puspita Serangkum: Aneka Masalah Hukum Agraria, Yogyakarta: Andi Offset, 1982,
hlm.12
17
dengan demikian, hubungan antara negara dengan bumi dan lain sebagainya
sebagai subyek perorangan dan tidak dalam kedudukan sebagai negara yang
memiliki, tetapi sebagai negara yang menjadi personafikasi dari seluruh rakyat,
sehingga dalam konsep ini negara tidak lepas dari rakyat. Negara hanya
antara negara dengan bumi, air dan ruang angkasa yang sesuai dengan makna
hak menguasai negara adalah hubungan yang ke-3. Hal ini karena pada pasal 1
ayat (3) UUPA adalah hubungan yang abadi, dalam arti bahwa selama bangsa
Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan runga angkasa itu masih ada,
Negara dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan
sesuatu hak menurut keperluan dan peruntukkannya. Hak-hak atas tanah sebagai
yang dimaksud dalam Pasal 4 UUPA ditentukan dalam Pasal 16 UUPA ialah :
a. Hak Milik,
d. Hak Pakai,
21
Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaruan Agraria:Perspektif Hukum, Jakarta:Raja Grafindo, 2009, hlm.56
18
e. Hak Sewa,
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
sementara…”
Asas dari hukum Agraria Nasional salah satunya terletak pada Pasal 6
UUPA yaitu bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Hal ini
berarti, hak atas tanah bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang
tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak
dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat baik bagi
atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut keperluan dan peruntukkannya
salah satunya adalah kebijakan pemberian HGU. Pengertian HGU terdapat dalam
22
Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: PT.Citra Aditya Abadi, 1990, hlm.20-21
19
40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai Atas Tanah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
HGU termasuk salah satu hak yang wajib di daftarkan (Pasal 32 UUPA jo.
tersebut meliputi :
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.”
angkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk
20
hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh si pemegang
hak atas tanah yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap
ada peralihan hak-hak atas tanah tersebut menurut undang-undang pokok agraria
dan peraturan pemerintah guna mendapatkan sertipikat tanda bukti tanah yang
kuat.24
Sertifikat hak atas tanah sebagai produk akhir dari pendaftaran tanah
sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemilikan tanah.16 Pengertian
sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997: “Sertifikat adalah surat
23
Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 80
24
Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya, Bandung: Alumni, 1993,
hlm 15
21
tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah
susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku
Makna penerbitan sertifikat dapat dilihat pada Pasal 19 ayat (2) UUPA yang
sebagai alat pembuktian yang kuat”. Penerbitan sertifikat dan pemberian kepada
pembuktian kepemilikan hak atas tanah. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan
hukum data kepemilikan tanah akan lebih mudah tercapai apabila pendaftaran
tanah telah dilakukan dengan baik dan benar, sebagaimana tujuan pendaftaran
tanah itu sendiri yaitu untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
22
yang terdapat dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif. Yaitu suatu
menelusuri, mengkaji dan meneliti data sekunder dan bahan pustaka 25, baik
adalah norma, baik yang diidentikan dengan keadilan yang harus diwujudkan
(ius constituendum), ataupun norma yang telah terwujud sebagai perintah yang
eksplisit dan yang secara positif telah terumus jelas (ius constitutum) untuk
menjamin kepastiannya.
2. Spesifikasi Penelitian
a. Studi Kepustakaan
25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali
Press, 2007, hlm. 14
23
Tanah
Pendaftaran Tanah
Pertanahan Nasional
3) Bahan hukum tersier berupa kamus hukum dan kamus lainnya yang
b. Studi Lapangan
4. Tahapan Penelitian
penelitian kepustakaan agar masalah yang ada dapat diteliti dengan baik.
ada sebagai norma hukum positif dan studi lapangan yang kemudian dianalisis
26
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1994, hlm. 59
27
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press),
1986, hlm. 251
25
6. Lokasi Penelitian
Kalimantan Barat
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab dan setiap bab dibagi lagi dalam beberapa
sub – bab. Adapun gambaran umum untuk setiap bab adalah sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi tinjauan umum mengenai Penguasaan Tanah, Hak Guna
BAB III. PENGUASAAN HAK GUNA USAHA ATAS TANAH MILIK NEGARA
Bab ini berisi mengenai gambaran umum PT. Rezeki Kencana, gambaran
BAB IV. ANALISIS PENERBITAN HAK GUNA USAHA KEPADA PT. REZEKI
Bab ini berisi mengenai Penerbitan Hak Guna Usaha PT. Rezeki Kencana
di Desa Kampung Baru, Kabupaten Kubu Raya Barat ditinjau dari peraturan
Kubu Raya dalam sengketa lahan atas penerbitan Hak Guna Usaha PT.
BAB V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran serta