Anda di halaman 1dari 16

PERAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

DALAM MENYELESAIKAN KASUS SENGKETA TANAH ANTARA

MASYARAKAT DENGAN PERUSAHAAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

Di susun oleh :

Salsabila Thania Islami

NIM. 11000120140278

Dosen Pengampu

Dr, Ana Silviana S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi bangsa Indonesia, tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan kekayaan nasional. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah
bersifat abadi. Oleh karena itu tanah harus dikelola secara cermat pada masa sekarang
maupun untuk masa yang akan datang. Begitu pentingnya kedudukan tanah bagi
manusia dan juga negara, tak jarang menyebabkan terjadinya sengketa pertanahan.1
Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks dan menyangkut kepentingan
banyak instansi. Dalam aspek ini koordinasi sangat dibutuhkan dan Badan Pertanahan
Nasional (BPN) hingga saat ini telah melaksanakan koordinasi antara sektor sesuai
dengan permasalahannya, misalnya dalam kegiatan operasional di daerah.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015, Badan Pertanahan
Nasional tidak hanya memiliki fungsi administratif saja, melainkan juga fungsi
perumusan kebijakan yang berkaitan dengan pertanahan, baik dalam UUPA maupun
perturan perundang-undangan lain.2 Akan tetapi pada faktanya kasus mengenai
pertanahan di Indonesia masih banyak yang belum terselesaikan, bahkan permasalahan
mengenai pertanahan semakin meningkat. Pada umumnya motif dan latar belakang
penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan tersebut sangat bervariasi, misalnya,
kurang tertibnya administrasi pertanahan dimasa lampau, harga tanah yang semakin
meningkat dengan cepat, kondisi masyarakat yang menyadari dan mengerti akan
kepentingan dan hak-haknya, masih adanya oknum pemerintah yang belum dapat
memahami aspirasi dari masyarakat, dan adanya pihak-pihak yang memanfaatkan
keadaan untuk mencari keuntungan materiil yang tidak wajar atau menggunakannya
untuk kepentingan pribadi semata.
Kasus pertanahan juga timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan dari
masyarakat (perseorangan/badan hukum) yang berisi keberatan dan tuntutan terhadap
suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh
pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional karena keputusan

1
Rusmadi Murad, 1991, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, hal. 22
2
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 20 Tahun 2015 Pasal 3
pejabat tersebut dirasa merugikan hak-hak mereka atas sebidang tanah tersebut. Dengan
adanya klaim itu, masyarakat ingin mendapat penyelesaian secara administrasi dengan
apa yang disebut koreksi serta merta dari pejabat yang berwenang. Kewenangan untuk
melakukan koreksi terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan
(sertifikat/surat keputusan pemberian hak atas tanah) dimiliki oleh kepala Badan
Pertanahan Nasional. Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain mengenai
masalah status tanah, masalah kepemilikan, masalah bukti-bukti perolehan yang
menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya.
Khusus di Kabupaten Kotawaringin Barat, ada 3 kasus yang melibatkan
masyarakat dengan perusahaan kelapa sawit yaitu sengketa lahan antara warga Desa
Pandu Senjaya dengan PT. Surya Sawit Sejati di Kecamatan Pangkalada, warga Desa
Suka Jaya dengan PT. Bumitama Gunajaya Abadi di Kecamatan Kotawaringin Lama
dan sengketa lahan antara warga Desa Palih Baru dengan PT. Sukses Karya Mandiri.
Akan tetapi kasus sengketa tanah yang melibatkan warga Desa Pandu Senjaya dengan
PT. Surya Sawit Sejati dan juga warga Desa Suka Jaya dengan PT. Bumitama Gunajaya
Abadi telah dinyatakan selesai.
Terdapat beberapa hal yang menjadi latar belakang terjadinya sengketa lahan
antara masyarakat dengan perkebunan kelapa sawit saat ini yaitu:3
1. Pendudukan tanah perkebunan maupun non perkebunan, atau tanah kehutanan
dan atau tanah aset negara/pemerintah yang dianggap tanah terlantar;
2. Tuntutan pengembalian tanah perkebunan atas dasar ganti rugi yang belum
selesai mengenai tanah-tanah perkebunan, tanah non perkebunan, tanah bekas
patikelir, tanah bekas hak Barat, tanah kelebihan maksimum dan pengakuan hak
ulayat;
3. Tumpang tindih status tanah perkebunan atas dasar klaim bekas eigendom,
tanah milik adat dengan bukti girik, dan atau Veponding Indonesia, tanah obyek,
landreform dan lain-lain;
4. Tumpang tindih putusan pengadilan mengenai sengketa tanah perkebunan.

3
Dust Ningky, “Aspek Penyelesian Sengketa Sertipikat Ganda atas Tanah Pasca Kerusuhan di Kec. Sirimau Kota
Ambon”, http://ppsgmmi.blogspot.com/2008/05/skripsi.html
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat dalam
penyelesaian kasus sengketa tanah antara masyarakat dengan perusahaan kelapa
sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat?
2. Apa kendala yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin
Barat dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah antara masyarakat dengan
perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mengkaji Peran Kantor Pertanahan Kabupaten
Kotawaringin Barat dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah antara
masyarakat dengan perusahaan kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi kantor Pertanahan Kabupaten
Kotawaringin Barat dalam penyelesaian kasus sengketa tanah antara
masyarakat dengan perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Badan Pertanahan Nasional


1. Definisi Badan Pertanahan Nasional.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah lembaga pemerintah non
kementerian di Indonesia yang mempunyai tugas yaitu melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada awalnya dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 1988 sebagai
peningkatan dari Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada
Presiden.4
2. Tugas Badan Pertanahan Nasional
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, dalam melaksanakan tugasnya untuk
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan dan Badan Pertanahan
Nasional menyelenggarakan fungsinya.
3. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional
Kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam mengemban tugas
sebagai instansi vertikal tetap melaksanakan tugas–tugas pemerintah di bidang
pertanahan sesuai TAP MPR Nomor: IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang perlu mewujudkan konsepsi
kebijakan dan sistem pertanahan nasional yang utuh dan terpadu. Dalam rangka
mewujudkan konsepsi kebijakan dan sistem Pertanahan Nasional yang utuh dan
terpadu. Dikeluarkanlah Keppres Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka
percepatan pembangunan nasional dan daerah, dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi penyusunan rancangan
penyempurnaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

4
Ibid., hlm. 9
Pokok-pokok Agraria, dan rancangan undang-undang tentang hak atas tanah
serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan.
Adapun kewenangan yang dimiliki Badan Pertanahan Nasional (BPN)
berdasarkan Pasal 1 Keppres Nomor 34 Tahun 2003 dalam rangka mewujudkan
konsepsi, kebijakan dan sistem pertanahan nasional yang utuh dan terpadu, serta
pelaksanaan Tap MPR Nomor IX/MPR/2001.

B. Hak-Hak Atas Tanah


1. Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA
Membicarakan hak-hak atas tanah di Indonesia tidak bisa dilepaskan
dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Undang-Undang Pokok Agraria
karena secara formal UUPA itulah yang telah memberikan landasan hukum dari
adanya berbagai hak atas tanah di Indonesia saat ini. Menurut sistem UUPA,
hak tertinggi atas tanah sebagai salah satu unsur bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah hak bangsa Indonesia. Hak
ini merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa kepada bangsa Indonesia.
Sebelum adanya UUPA, hak-hak tanah di Indonesia bersifat dualitas. Di
satu pihak berdasarkan hukum adat dan di lain pihak berdasarkan hukum Barat.
Tanah-tanah yang berdasarkan hukum adat disebut tanah hak Indonesia,
misalnya tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, tanah gogolan, tanah bengkok
dan lain-lain. Tanah-tanah yang berdasarkan pada hukum Barat disebut tanah
hak Barat, misalnya eigendom, tanah erfpacth, tanah postal, dan lain
sebagainya.
Menurut Pasal 16 jo Pasal 53 UUPA, hak-hak atas tanah yaitu adalah
hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak
membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak gadai, hak usaha bagi hasil hak
menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.

C. Penyelesaian Sengketa
1. Pengertian Sengketa
Sengketa adalah segala sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat,
pertikaian atau pembantahan. Timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari
pengaduan sesuatu pihak yang berisi keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik
terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.
Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
1999 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pertanahan, yang
mendefinisikan pengertian sengketa itu sebagai “Perbedaan pendapat antara
pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberi hak atas
tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda
bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai
hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status
hukum tanah tersebut”.
2. Faktor Penyebab Sengketa Pertanahan.
Sengketa pertanahan yang terjadi di masyarakat belakangan ini muncul
dalam beragam bentuk. Pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian konflik
pun tidak sedikit, baik negara maupun institusi seperti lembaga swadaya
masyarakat. Namun dalam proses penyelesaian sengketa sering kali menemui
jalan buntu sehingga menjadikan konflik semakin berlarut-larut. Hal tersebut
dikarenakan masih lemahnya identifikasi terhadap penyebab-penyebab dari
terjadinya sengketa dan pemetaan aspek-aspek sosial, politik, ekonomi, dan
budaya yang terlibat di dalamnya, dan sengketa pertanahan merupakan hal yang
tidak bisa dibilang mudah dalam penyelesaiannya.5
3. Cara Penyelesaian Sengketa
Prosedur penyelesaian sengketa hukum atas tanah belum diatur secara
konkrit seperti halnya mekanisme permohonan hak atas tanah oleh karena itu
penyelesaian kasus tidak dilakukan dengan cara penyelesaian yang seragam
tetapi dari pengalaman cara penanganan yang ada telah kelihatan melembaga
walaupun belum terlalu jelas.
Bentuk suatu penyelesaian sengketa merupakan serangkaian aktivitas
yang diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan
strategi untuk menyelesaikannya. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat
muncul dalam berbagai bentuk. Secara umum media penyelesaian sengketa

5
Rusmadi Murad, Op. Cit., hlm. 22.
yang tersedia dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu melalui pengadilan dan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau sering disebut sebagai alternatif
penyelesaian sengketa.6

6
Mulyo Putro, Op.Cit.,hlm. 188
BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan salah satu kabupaten yang terletak
di Provinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis Kabupaten Kotawaringin Barat
terletak pada 1°19’ sampai dengan 3°36’ Lintang Selatan dan 110°25’ sampai dengan
112°50’ Bujur Timur. Dengan adanya pemekaran wilayah kabupaten sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, Kabupaten Kotawaringin Barat dimekarkan
menjadi tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Sukamara,
dan Kabupaten Lamandau.
Secara administratif luas Kabupaten Kotawaringin Barat adalah 10.759 km²
yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan, 81 (delapan puluh satu) desa dan 13 (tiga belas)
kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Arut Selatan (13 desa dan
7 kelurahan), Kecamatan Kumai (15 desa dan 3 kelurahan), Kecamatan Kotawaringin
Lama (15 desa dan 2 kelurahan), Kecamatan Arut Utara (10 desa dan 1 kelurahan),
Kecamatan Pangkalan Lada (11 desa) dan Kecamatan Pangkalan Banteng (17 desa).
Jumlah perusahaan di Kabupaten Kotawaringin Barat yang bergerak di bidang
perkebunan baik yang dikelola oleh pihak swasta, maupun pemerintah, yang terdiri dari
perusahaan kelapa sawit, karet dan rotan berjumlah 18 perusahaan.7

B. Peran Kantor pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat dalam Menyelesaikan


Kasus Sengketa Tanah antara Masyarakat dengan Perusahaan Kelapa Sawit di
Kabupaten Kotawaringin Barat
Untuk menangani sengketa pertanahan, secara struktural menjadi tugas dan
fungsi sub direktorat penyelesaian sengketa hukum pada Badan Pertanahan Nasional,
seksi penyelesaian masalah pertanahan pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi dan sub seksi penyelesaian masalah pertanahan pada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota. Selain itu berdasarkan PMNA/KBPN No. 1 Tahun 1999,
dibentuk sekretariat penanganan sengketa pertanahan pada Badan Pertanahan Nasional
yang secara fungsional bertugas untuk membantu penanganan sengketa pertanahan.

7
Arsip Badan Statistik Kabupaten Kotawaringin Barat.
Ketentuan tersebut berlaku mutatis-mutatis bagi kantor wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi maupun Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Proses penyelesaian
sengketa antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat setelah adanya pengaduan dari warga Desa
Palih Baru. laporan tersebut berisikan bahwa Lahan Usaha dua (LU2) milik warga Desa
Palih Baru yang telah berstatus hak milik atas tanah, ada sebagian yang ternyata
lahannya telah digarap oleh PT. SKM. Dengan adanya pengaduan tersebut selanjutnya
Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat mengadakan penelitian
data/administrasi seperti mengumpulkan data-data yang menjadi penyebab terjadinya
sengketa antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM, selanjutnya Kantor
Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat juga melakukan penelitian fisik/lapangan
yaitu melakukan pengecekan secara langsung di lahan yang disengketakan. Selain itu
Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat juga melakukan pengukuran ulang
guna mengetahui bahwa tidak ada kesalahan dalam pengukukuran lahan Lahan Usaha
Dua (LU2) warga Desa Palih Baru. Dalam pengukuran ulang tersebut petugas Kantor
Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat yang melakukan pengukuran ulang yaitu
Ferry Sukmanta S.ST sebagai Kepala Subseksi Pengukuran dan Pemetaan, selaku
koordinator pengukuran dan pemetaan, bersama Remon Naohan dan Raden Dani
Fauzan sebagai staf Subseksi Pengukuran dan Pemetaan, selaku petugas pengukuran
dan pemetaan. Pengukuran yang dilakukan di Desa Palih Baru yaitu mengukur dan
memetakan ulang sebagian blok Lahan Usaha dua (LU2), yang dilaksanakan pada
tanggal 7-9 Oktober tahun 2013. Setelah melakukan penelitian data dan juga fisik
Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat kemudian melakukan pencegahan
meluasnya dampak sengketa tanah garapan baik subjek maupun objeknya seperti
menghentikan seluruh aktifitas yang dilakukan oleh pihak PT. SKM maupun warga
Desa Palih Baru selama permasalahan belum terselesaikan untuk menghindari
terjadinya bentrok antara warga desa dengan pihak perusahaan.
Dalam penyelesaian sengketa tanah antara warga Desa Palih Baru dengan PT.
SKM, Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat juga berkoordinasai dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk membantu proses
penyelesaian sengketa sebab dalam sengketa tanah yang terjadi antara warga Desa Palih
Baru dengan PT. SKM mencakup dua Kabupaten yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat
dengan Kabupaten Sukamara. Maka dengan adanya koordinasi tersebut Kantor
Pertanahan berharap Pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Barat dapat bekerja
sama untuk mencari penyelesaian sengketa yang terjadi, seperti mengadakan pertemuan
dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukamara dengan agenda mencari jalan keluar
dari permasalahan yang terjadi. Dalam kasus ini Kantor Pertanahan juga berkoordinasi
dengan kepolisian baik Kapolres Kabupaten Kotawaringin Barat maupun dengan
Kapolsek Kecamatan kotawaringin lama guna melakukan patroli di lapangan untuk
menjaga supaya tidak terjadi perbuataan yang tidak diinginkan. Namun dalam kasus ini
Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat menghimbau kepolisian agar tidak
memihak warga Desa Palih Baru maupun perusahaan, jadi tugas kepolisian hanya
menjaga keamanaan maasing-masing pihak yang bersengketa.
Selain beberapa tindakan yang dilakukan Kantor Pertanahan Kabupaten
Kotawaringin Barat mengenai sengketa lahan antara warga Desa Palih Baru dengan PT.
SKM di atas, Kantor Pertanahan juga memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang
dilakukan oleh Kantor Pertanahan bersama Pemerintah Daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat, PT. SKM, dan warga desa Palih Baru.

C. Hambatan yang Dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin


Barat dalam Menyelesaikan Kasus Sengketa Tanah antara Masyarakat dengan
Perusahaan Kelapan Sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Setiap sengketa tanah masing-masing memiliki karakteristik yang berbedabeda
antara yang satu dengan yang lainnya sehingga hal tersebut menjadi tantangan
tersendiri bagi Badan Pertanahan Nasional dalam setiap penyelesaiannya. Dalam proses
penyelesaian sengketa lahan antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM, Kantor
Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat banyak menemui hambatan diantaranya
yaitu:
1. Faktor dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat
Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat tidak bisa hanya
fokus dengan kasus sengketa lahan yang melibatkan warga Desa Palih Baru
dengan PT. SKM. Hal ini dikarenakan pegawai yang ada di sub seksi sengketa,
konflik dan perkara di Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat
jumlahnya sangat terbatas. Hambatan yang berasal dari Kantor Pertanahan
Kabupaten Kotawringin Barat juga dikarenakan banyaknya laporan sengketa
tanah yang masuk tiap tahunnya.
2. Letak Objek Sengketa
Faktor selanjutnya yang menjadi penghambat dalam proses
penyelesaian sengketa lahan antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM
yaitu letak dari objek sengketanya. Lahan yang disengketakan tersebut berada
di perbatasan antara Kabupaten Kotawaringin Barat dengan Kabupaten
Sukamara dimana hingga saat ini lahan yang disengketakan antara warga Desa
Palih Baru dengan PT. SKM masih belum jelas masuk wilayah Kabupaten
Kotawaringin Barat atau wilayah Kabupaten Sukamara. Bapak Guntur S.H,
selaku Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Kantor Pertanahan
Kabupaten Kotawaringin Barat, menyatakan bahwa,
“hingga saat ini kasus sengketa lahan antara warga Desa Palih Baru
dengan PT. SKM belum terselesaikan itu disebabkan karena Kantor
Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat tidak bisa menentukan siapa
pemilik sah dari lahan yang di sengketakan tersebut”.
Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa Kantor Pertanahan
Kabupaten Kotawaringin Barat kesulitan dalam proses penyelesaian sengketa
antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM selama belum ada kepastian
dari letak obyek yang disengketakan tersebut berada di wilayah Kabupaten
Kotawaringin Barat atau wilayah Kabupaten Sukamara.
3. Faktor dari PT. Sukses Karya Mandiri
Faktor lain yang menghambat proses penyelesain sengketa yaitu PT.
SKM itu sendiri karena PT. SKM jarang hadir dalam setiap musyawarah yang
lakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat maupun Pemerintah
Kabupaten Sukamara. Selain jarang mengikuti musyawarah PT. SKM juga tidak
pernah mau menerima opsi penyelesaian dari musyawarah yang dilakukan oleh
Kantor Peratanahan maupun Pemerintah Daerah.
4. Tidak ada itikad baik dari masing-masing pihak yang bersengketa
Kunci keberhasilan dari upaya penyelesaian sengketa tanah antara
warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM adalah adanya itikad baik dari masing-
masing pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
melalui musyawarah. Tidak adanya itikad baik dari para pihak itu dapat dilihat
dengan adanya sifat saling ngotot, dan bentuk yang sangat emosional dalam
mempertahankan kepentingan masing-masing
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian serta analisis dalam proses penyelesaian sengketa
tanah antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat dalam proses penyelesaian
sengketa antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM memilih jalur
musyawarah, dengan mempertemukan pihak-pihak yang berkaitan dengan
sengketa yang terjadi, seperti warga Desa Palih Baru, pihak manajemen PT.
SKM, pihak dari Kecamatan Kotawaringin Lama, Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Barat dan juga Pemerintah Kabupaten Sukamara guna mencari
jalan keluar terbaik dari permasalahan sengketa tanah yang terjadi agar tidak
ada yang merasa dirugikan.
Dalam kasus ini Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat juga
mengadakan penelitian data/administrasi seperti mengumpulkan data-data yang
menjadi penyebab terjadinya sengketa antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM
dan melakukan penelitian fisik/lapangan yaitu melakukan pengecekan secara langsung
di lapangan. Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat juga melakukan
pengukuran ulang lahan warga Desa Palih Baru agar mengetahui keabsahan atas
kepemilikan lahan usaha dua (LU2) warga Desa Palih Baru.
2. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Kotawringin Barat dalam
proses penyelesaian sengketa antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM
diantaranya adalah kuranganya jumlah pegawai yang ada di kantor pertanahan
dan juga banyaknya kasus sengketa tanah yang yang masuk ke kantor
pertanahan. Selain itu juga letak objek sengketanya yang masuk dalam wilayah
Kabupaten Kotawaringin Barat atau Kabupaten Sukamara, sehingga Kantor
Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Barat harus selalu berkoordinasi dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat guna mencari penyelesaian
kasus yang terjadi antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM yang hingga
saat ini belum dapat terselesaiakan.
B. Saran
1. Dalam proses penyelesaian sengketa, diperlukan adanya pihak mediator yang
netral tanpa memihak dari pihak masyarakat maupun pihak perusahaaan, supaya
dalam proses penyelesaian sengketa dapat dirasa adil bagi para pihaknya.
2. Dalam kasus sengketa tanah antara warga Desa Palih Baru dengan PT. SKM,
Kantor Pertanahan maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat
hendaknya serius tanpa mengulur waktu dalam menyelesaikan kasus yang
terjadi, agar pihak warga Desa Palih Baru maupun PT. SKM segara mndapatkan
kepastian mengenai lahan yang disengeketakan tersebut milik warga Desa Palih
Barua tau milik PT. SKM.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Bushar Muhammad, 1983, Pokok-pokok Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Pramita.

Bernhard Limbong, 2012, Konflik Pertanahan, Jakarta, Margaretha Pustaka

Erna Sri Wibawanti, 2013, Hak-hak Atas Tanah dan Peralihannya,Yogyakarta,

Liberty Yogyakarta, hlm.

Edi Prajoto,2006, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah oleh
Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan Nasional, Bandung, CV. Utomo.

G.Kartasapoetra, A. Setiady, 1985, Hukum Tanah, Jaminan Undang-undang Pokok Agraria


Bagi Keberhasilan Pendayagunanaan Tanah, Jakarta, Bina Aksara.

Irwan Surajo, 2003, Kapasitas Hukum Atas Tanah di Indonesia, Surabaya, Arkola

Maria S.W. Sumardjono. 2008. Tanah dalam Prspektif Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Jakarta. Kompas

Moh. Hatta, 2014, Bab-bab Tentang Perolehan dan Hapusnya Hak Atas Tanah, Yogyakarta,
Liberty Yogyakarta

Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai Tanah oleh Negara, Jakarta, Citra Media

Mulyo Putro, 2002, Pluralisme Hukum dan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan,
Bandung, Fokusmedia.

Rusmadi Murad, 1991, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung, Mandar Maju.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta, Liberty Yogyakarta

Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum dan Politik Agraria, Jakarta, karunika universitas
terbuka.

Supriadi, 2012, Hukum Agraria, Jakarta, Sinar Grafika

Takdir Rahmadi, 2011, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melaui Pendekatan Mufakat, Jakarta,
Rajawali Pers
Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria, Jakarta, Kencana Prenanda Media Group.

Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1990 tentang Abritase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.

R.I., Peraturan Presiden Republik Indonesia, No. 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan
Nasional.

R.I., Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003, Tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan.

Internet
Dust Ningky, “Aspek Penyelesian Sengketa Sertipikat Ganda atas Tanah Pasca Kerusuhan di
Kec. Sirimau Kota Ambon”, http://ppsgmmi.blogspot.com/2008/05/skripsi.html.

Borneo News, “Surat Kesepakatan Hilang Sengketa LU2 Mengambang”,


http//www.borneonews.co.id/berita/2071-surat-kesepakatan-hilangsengketa-lu2-
ngambang

Anda mungkin juga menyukai