Anda di halaman 1dari 101

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Tanah merupakan tempat yang istimewah bagi, bermacam-macam mahluk

hidup yang ada didunia ini, karena istimewah nya tanah, sehingga orang-orang

atau masyarakat sekitar saling memperubutkan demi memunuhi hasrat hati nya

tampa harus memandang orang lain di Indonesia khususnya diDesa tanah merah

kebupaten tanah tidung Kalimantan utara, jumlahnya terus semakin meningkat

seiring dengan peningkatan kebutuhan akan penggunaan dan pemanfaatan tanah

sebagai lahan untuk penanaman modal baik untuk perkebunan, industri, maupun

pembangunan perumahan.

Tanah yang seringdiperebutkan sehingga munculnyaberbagai konflik yang

sangat kompleks, karena tidak hanya melibatkan satu atau dua individu saja

melainkan seluruh masyarakat yang terkait dengan tanah yang dimilikinya seperti

kelompok Masyarakat Hukum Adat.

Banyaknya tanah hak ulayat masyarakat hukum Adat yang belum terdaftar

adan (tidak bersertipikat atas nama masyarakat hukum adat) dan sekarang tanah

tersebut dikuasai oleh perusahaan, atau dalam perkembangan investasi ekonomi,

masyarakat Hukum Adat sudah melepaskan hak-haknya terhadap tanah hak

ulayat tersebut melalui pembebasahan lahan dalam memperoleh tanah perusahaan

untuk penanaman modal, dan disisi lain, tanah hak ulayat banyak yang sudah

beralih menjadi hak individu anggota Masyarakat

Hukum Adat dan sudah terdaftar atau bersertipikat atas nama individu-

individu tersebut melalui mekanisme Pengakuan Hak Bekas Tanah Adat.


2

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagai satu kesatuan yang tetap dan teratur

dalam suatu teritorial maupun genealogis, menjadi terpecah-pecah, tidak hanya

subyek tetapi juga obyek dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.

Bagi Bangsa Indonesia, hubungan manusia dengan tanah merupakan hak

yang sangat mendasar dan asasi ini tidak tersusun dengan baik, maka akan lahir

kemiskinan dan ketidak adilan bagi sebagian rakyat Indoneisa.

Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang

angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat

penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita

cita-citakan.

Hukum agraria yang berlaku sekarang ini, seharusnya merupakan salah satu

alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut,

ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat

daripada tercapainya cita-cita di atas. Dengan mengingat ketentuan-ketentuan

dalam pelaksananan hak ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu dari

masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,

harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara,

Boedi Harsono, “Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-

Undang Pokok Agrariaia, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang

lebih tinggi disebutkan bahwa “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi air dan

ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan

nasional dan negara Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia.


3

Dengan demikian, “landasan hukum yang dijadikan sendi-sendi dari Hukum

Agraria Nasional adalah Hukum Adat menurut versi Undang-Undang Pokok

Agraria Jelaslah bahwa keberadaan Tanah Hak Ulayat Masyarakat Adat yang

diakui berdasarkan UUPA masih dapat ditemukan pada masa sekarang.

Pengakuan yang lebih riil diberikan melalui Peraturan Menteri Negara Agraria

atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 1999 tentang Pedoman

Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang merupakan

pengaturan lebih lanjut tentang pengakuan Hak Ulayat Masyarakat

Hukum Adat dalam UUPA.Pemerintah Mewajibkan menyelenggarakan

pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia berdasarkan peraturan

pemerintah. Pendaftaran tanah yang dimaksud adalah merupakan upaya yang

diadakan pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dibidang

hak-hak atas tanah.

Kegiatan pengumpulan data fisik (obyek) dan data yuridis (subyek) dalam

kegiatan Pendaftaran Tanah, bertujuan untuk memperoleh data mengenai letak.

Tanah dan penggunaannya, jenis haknya, siapa pemegang haknya, atau tidak

adanya pihak lain yang membebaninya, sedang kegiatan yang ketiga adalah

penerbitan surat tanda bukti haknya.

Surat tanda bukti hak-hak atas tanah yang sudah didaftar tersebut disebut

sertifikat. Sistem pendaftaran tanah, adalah mempermasalahkan tentang apa yang

harus didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis, serta bentuk tanda

buktinya.

Terdapat dua macam sistem pendaftaran tanah yaitu Berdasarkan uraian di

atas, untuk mengetahui dan mempelajari lebih mendalam tentang prosedur dan
4

mekanisme Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, maka

penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan dalam suatu tulisan dalam bentuk

tesis dengan judul”Dampak konflik tanah terhadap hukum adat ”.

B. Fokus Penelitian

Dari uraian di atas latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka

permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah. Dampak konflik terhadap hukum

adat pada masyarakat dayak tidung di Kalimantan utara Kebupaten Tanah tidung

Desa tanah merah,Permasalahan tersebut dirumuskan sebagaiberikut :

1. Bagaimana latar belakang terjadinya konflik tanah pada masyarakat dayak

tidung Kalimantan utara kebupaten tanah tidung kecamatan tanah lia desa

tanah merah ?

2. Bagaimana proses terjadinya konflik tanah di lingkungan masyarakat

dayak tidung Kalimantan utara kebupaten tanah tidung kecamatan tanah

lia desa tanah merah.?

3. Bagamana proses penyelesaikan konflik tanah terhadap hukum adatpada

masyarakat dayak tidung Kalimantan utara kebupaten tanah tidung

kecamatan tanah lia desa tanah merah.?

4. Apa saja dampak-dampak yang ditimbulkan olehkonflik tanah yang terjadi

masyarakat dayak tidung Kalimantan utara kebupaten tanah tidung

kecamatan tanah lia desa tanah merah.?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas,maka tujuan yang dicapai dalam

penelitian adalah :
5

1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang terjadinya konflik tanah pada

masyarakatdayak tidung Kalimantan utara kebupaten tanah tidung

kecamatan tanah lia desa tanah merah.

2. Untuk mengetahui proses terjadinya konflik tanah di lingkungan

masyarakatdayak tidung Kalimantan utara kebupaten tanah tidung

kecamatan tanah lia desa tanah merah.

3. Untuk mengetahui Bagamanakah proses penyelesaikan konflik tanah

terhadap hukum adat pada masyarakat dayak tidung Kalimantan utara

kebupaten tanah tidung kecamatan tanah lia desa tanah merah.

4. Untuk mengetahui dampak-dampak yang ditimbukan konflik tanah

padamasyarakat dayak tidung Kalimantan utara kebupaten tanah tidung

kecamatan tanah lia desa tanah merah.

D. Kegunaan penelitian

Hasil penelitian mengenai konflik tanah terhadap hukum adat yang terjadi

pada masyarakat dayak tidung khusu Kalimantan utara, kebupaten tanah tidung,

kecamatan tanah lia, desa tanah merah, diharapkan dapat memberi kegunaan :

1. Kegunaan bagi masyarakat

a. Bagi masyarakatsebagai bahan masukan agar tidak memakai kekerasan

dalam menyelesaikan sebuah konflik yang terkait dalam bidang

pertanahaan.

b. Dapat mengambil manfaat dalam mengembangkan lebih lanjut serta

mampu memberi acuan kepada generasi penurus.

2. Kegunaan bagi lembaga pendidikan


6

a. Memberikan sumbangan bagi kepentingan instansi terkaitdinas pertanian

kota tarakan untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai adat.

b. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat dan

perguruan tinggi sebagai bahan penelitian lebih lanjut.

c. Ikut peduli akan eksistensi atau keadaan dalam menyelesaikan konflik

tana tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

3. Kegunaan bagi penelitian

a. Penelitian ini dapat membangkitkan kepekaan kepada generasi pemuda

untuk kembali ikut serta dalam menyelesaikan masalah sengketa tana

b. Menambahkan pengetahuan dan wawasan dalam mengkajikan setiap

konflik yang terjadi dalam masyarakat sekitar dalam kehidupan kita.

c. Penambah pengalaman penelitian dalam hal penelitian ilmiah.

E.Referensi penelitian sebelumnya

1.) Penelitian terdahulu yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh

Wibowo (2010 ). Skripsi yang berjudul Penyelesaian sengketa tanah kecematan

karanganyar melalui mediasi pertanahan kebupaten karanganyar. Tujuan

penelitiannya adalah mengetahui dasar hukum kewenangan kantor pertanahan

kebupaten karanganyar dalam penyelesaian sengketa pertanahan di kecematan

karanganyar.

Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar merupakan lembaga pemerintahan

yang berwenang dibidang pertanahan yang bertugas melaksanakan dan

mengembangkan administrasi pertanahan diKabupaten Karanganyar.

Penyelesaian sengketa pertanahan merupakan salah satu fungsi yang menjadi

kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar sebagai perpanjangan


7

tangan dari tugas dan fungsi kewenangan Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia.

Dari penelitian yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten

Karanganyar dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 31 Mei 2010 dengan

Bp. Witarsono, S.H selaku Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara

Pertanahan, didapat keterangan dan data yang bahwasanya dari setiap sengketa,

konflik dan perkara pertanahan yang masuk dan terdaftar di Kantor Pertanahan

Kabupaten Karanganyar diselesaikan menurut kewenangan Kantor Pertanahan

Kabupaten Karanganyar dalam menangani dan menyelesaikan suatu sengketa

pertanahan di Kabupaten Karanganyar yang mencakup kecamatan-kecamatan di

dalamnya termasuk Kecamatan Karanganyar.

Bersangkutan dengan pengaduan masalah pertanahan yang diterima,

penyelesaian sengketa tanah sendiri menyangkut penanganan masalah pertanahan

oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar sendiri maupun penanganan

tindak lanjut untuk penyelesaian masalah oleh lembaga lain.

Atas dasar pengaduan terhadap masalah pertanahan yang duajukankepada

Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar kemudian pengkajian terhadap

permasalahan bersangkutan oleh Seksi dan Subseksi Konflik, Sengketa dan

Perkara.( Wibowo, 2010: 28 )

2.) Penelitian yang dilakukan oleh Amahorseya skripsi yang berjudul:

penyelesaian sengketa tanah hak ulayat di kabupaten nabire provinsi papua studi

kasus sengketa tanah Bandar nabire Tujuan penelitiannya adalah untuk

mengetahui Penyelesaian sengketa tana hak layat. Dalam penyelesaian sengketa

hak ulayat di Kabupaten Nabire, dilakukan dengan cara musyawarah mufakat,


8

antara masyarakat adat Suku besar Wate dan Suku Yeresiam dengan pihak

Bandara Udara Nabire, dan pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Nabire

bertindak selaku mediator penengah untuk menyelesaikan sengketa pertanahan

ini.

Penyelesaian sengketa pertanahan ini dilakukan melalui cara non litigasi atau

ADR (Alternatif Dispute Resolution), sebenarnya merupakan model penyelesaian

yang cocok dengan karakter dan cara hidup masyarakat yang bersifat

kekeluargaan, dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga

pengadilan yang cenderung bersifat konfrontatif, lebih memperhitungkan menang

dan kalah, lebih memperhitungkan aspek yang bersifat materealistik dan

mengabaikan unsur sosial dalam masyarakat yang bersifat kekeluargaan dan

gotong royong.

Ada berbagai alasan yang mendorong masyarakat adat tersebut lebih

memilih melalui menyelesaikan sengketa tanahnya melalui cara non litigitasi,

antara lain dapat diuraikan sebagai berikut. Penyelesaian sengketa secara alternatif

lebih dipilih oleh masyarakatkarena penyelesaian dengan cara ini biayanya relatif

murah bahkan45 Johni Aduari, Tokoh Masyarakat, Wawancara tanggal 12 mei

2008 cuma-cuma. Mereka menyadari bahwa tidak mungkin mereka

menyelesaikan sengketanya melalui jalur hukum karena biayanya mahal,

sedangkan mereka sebagian bermata pencarian bercocok tanam.

Hal yang mendorong mereka memilih menggunakan cara alternatif, karena

cara ini sudah menjadi kebiasaan dalam lingkungan mereka dimana setiap terjadi

sengketa dalam masyarakat akan diselesaikan secara musyawarah diantara

mereka.
9

Cara seperti ini telah berlangsung selama bertahun-tahun bahkan sudah

secara turun temurun.Waktu penyelesaian yang relatif singkat juga menjadi alasan

yang mendorong masyarakat memilih penyelesaian secara alternatif. Penyelesaian

seneta secara non litigasi atau alternatif relatif lebih mengutamakan

keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.

Disamping itu penyelesaian dengan cara ini juga lebih mengedepankan

aspek kekeluargaan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kepentingan yang

ada dalam masyarakat yang heterogen, yang mana hal ini identik dengan

masyarakat pedesaan yang digambarkan sebagai masyarakat yang

mengedepankan sisi rasa tanpa mengedepankan sisi rasional, sifat komunalistik,

hubungan satu terhadap yang lainnya yang cenderung tanpa pamrih karena

mereka merupakan kelompok masyarakat yang dalam interaksi sosialnya

didasarkan pada kesukarelaan yang tinggi dalam berkorban terhadap anggota

masyarakat lainnya.

Berbeda dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan dimana

penyelesaian dimana penyelesaian dengan cara ini memerlukan biaya yangrelatif

besar dan memerlukan biaya yang relatif lama karena prosesnya cukup panjang

dalam beracara. Karena alasan tersebutlah sehingga masyarakat menghindari

penyelesaian melalui pengadilan. Selain alasan tersebut dalam masyarakat juga

telah tertanam pikiran bahwa penyelesaian melului pengadilan hanya akan

mewujudkan keadilan bagi mereka yang mempunyai kekuasaandan memiliki

materi yang relatif mapan.


10

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dalam penelitian ini penulis tidak

memilah-milah penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada jenis sengketa

tanahnya, yang digunakan cara-cara penyelesaian yang relatif sama.

Terhadap dasar aturan dalam proses penyelesaian sengketa, yang

menyangkutproses berapa caranya maupun hukum materiil yang berlaku dan

menjadi dasar dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa alternatif. Landasan

aturan penyelesaian sengketa secara alternatif pada sengketa ini tidak semata-mata

bersifat formalistik. Setidaknya ada tiga (3) kelompok aturan yang digunakan

sebagai dasar atau landasan dalam menyelesaikan sengketa tanah yang

terjadisecara damai. Aturan tersebut adalah :

a. Peraturan-Peraturan Negara

Peraturan-Peraturan negara yang dimaksud dalam hal ini meliputi segala

peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh negara atau

pemerintah yang mengatur mengenai tanah. Peraturan yang dimaksud antara lain

Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-undang Otonomi Khusus, Peraturan

Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, Surat Edaran Gubernur yang mengatur

mengenai permohonan hak milik yang berasal dari hak garap dan sebagainya.

b. Peraturan Kelurahan/Distrik

Peraturan kelurahan-distrik dalam hal ini setidaknya meliputi buku induk

tanah, kepemilikan segel tanah oleh pemilik tanah dan sebagainya. Peraturan

tersebut pada dasarnya berisi keterangan dan petunjuk mengenai penguasaan serta

kepemilikan tanah di wilayah kelurahan tersebut.

c. Peraturan Masyarakat Adat Setempat.


11

Peraturan masyarakat setempat pada dasarnya merupakan kebiasaan-

kebiasaan yang sudah sering digunakan sebagai aturan. Kebiasaan tersebut sudah

dibakukan dan dianggap benar danbermanfaat bagi masyarakatnya.

Aturan yang biasa digunakan untuk menyelesaikan sengketa yaitu dengan

cara rapat bersama dengan cara duduk bersama dan saling mengutarakan pendapat

antara para pihak (masyarakat adat dan pihak pengelola Bandara Udara), untuk

dicarikan jalan keluar dari permasalahan yang terjadi. Berdasarkan peraturan-

peraturan tersebut dalam masyarakat tidak menentukan berhasilnya penyelesaian

sengketa tanah terjadi. Salah satu faktor yang menentukan suksesnya atau

berhasilnya suatu sengketa tanah adalah kebijakan seorang tokoh yang sangat

berpengaruh di masyarakat.

Seringkali terjadi sengketa tanah diselesaikan bukan dengan mendasarkan

pada hukum formal yang berlaku, akan tetapi didasarkan pada kebijakan serta

kewibawaan dari juru penengahnya atau mederatornya yang diwujudkan pada

keseganan dari para pihak yang bersengketa untuk menerima hasil-hasil

keputusan. Dalam penyelesaian sengketa alternatif ada tahapan dalam

prosespenyelesaiaannya. Proses penyelesaian sengketa tanah melalui cara non

litigasi atau alternatif secara umum dibagi dua (2) tahap yaitu

1. Tahap Musyawarah.

Pada tahap ini terdapat beberapa proses yang harus dilalui oleh para pihak

yang terlibat. Pihak Pemerintah Daerah melalui Bupati Kabupaten Nabire

menerbitkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Nabire Nomor 37 Tahun 2004

tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum di Kabupaten Nabire.


12

2. Tahap Pelaksanan Hasil Musyarawah

Pada tahap ini maka para pihak akan melaksanakan kesepakatan yang telah

dicapai dalam musyawarah, berdasarkan hasil kesepakatan yang telah 47K.Aris

Purwanto, Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah, Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten Nabire, Wawancara, 14 Mei 2008 dilakukan sebelumnya antara pihak

Pemerintah Daerah, Badan PertanahanNasional, Bandar Udara Nabire dengan

pihak masyarakat adat ( Amahorseya, 2008: 68-75 )

3.) Penelitian terdahulu yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh

Clara Saraswati Bandar Lampung November ( 2016 ). Skripsi yang berjudul

Penyelesaian sengketa tanah yang terletak diperbatasan desa menurut hukum

islam dan hukum positif. Tujuan penelitiannya adalah mengetahui Penyelesaian

sengketa tanah yang terletak diperbatasan desa menurut hukum islsm dan hukum

positif.

a.) Penyelesaian sengketa tanah menurut islam .

1. Ash sulh (Kesempatan damai )

Maka Ash sulh secara bahasa adalah menyelesaikan perselisihan.

Sedangkan, definisinya secara syara adalah akad yang diadakan untuk

mendamaikan dua orang yang berselisih Ash sulh merupakan akad yang sangat

besar faedahnya,kadangkala jika diperlukan sedikit kebohongan untuk

mewujudkannya maka hal itu pun diajurkan. dalam jaman Rasulullah, Rasulullah

juga pernah mendamaikan antara orang-orang yang berselisish.perdamaian yang

dibolehkan adalah adil ( fair ), yang diperhatiakn oleh Allah dan Rasul-nya.

2. Tahkim ( Arbitrase )
13

Dalam perspektif islam Arbitrase dapat dipandahkan dengan istilah

”Tahkim” tahkim itu sendiri bersal dari kata “tahkim” secara etomologi,tahkim

berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa.secara

umum,tahkim memiliki mempunyai pengertian yang sama dengan Arbitrase yang

dikenal dewasa ini yakin pengangkatan seseorang atau lebih sebagai wasiat oleh

dua orang yang berselisih atau guna menyelesaikan perselisihan mereka secara

damai orang yang menyelesaikan disebut dengan” Hakim”.

3. Wilayat Al-Qadha ( Kekuasaan Kehakiman )

Lembaga resmi pemerintah yang diberi wewenang untuk menyelesaikan

masalah pelanggaran- pelanggaran ringan ( perkara sumir ) disebut Al Hisbah

yang menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan dalam penyelesaiannya

Al-hisbah adalah suatu tugas keagamaan dengan misi untuk melakukan amar Ma

ruf Nahyu anil munkar, menyuruh orang berbuat kebaikan dan mencegah orang

melakukan perbuatan buruk.

Ketua lembaga Al-hisbah dapat menerima pengaduan dalam masalah yang

berhubungan dengan hak-hak yang masuk ke dalam bidangnya .seperti penipuan

dalam sukatan,takaran timbangan atau sesuatu penipuan dalam jual beli.

Penyelesaian sengketa tanah perbatasan desa menrut hukum positif Dalam

penyelesaian sengketa tanah yang terletak diperbatasan desa menurut hukum

positif delakukan dengan bukti-bukti sertifikat kepemilikan tanah tersebut.

Apabila dari berbagai pihak dapat menunjukan sertifikat kepemilikan tanah,

maka tidak dapat diselesaikan permasalahan persengketa tanah yang terletak

diperbatasan desa Bandar sakti dan Desa Gunung Agung. Karena bukti yang

penguat dalam penyesesaian sengketa tanah sertifikat .disini penulis menumukan


14

beberapa poin-poin penting dalam penyelesaian sengketa tanah perbatasan desa

yaitu, adanya pengakuaan hak milik tanah antara TRANSAD TNI desa Bandar

sakti dengan suku pribumi dan dengan pihak ketiga dan pemindahan batas

tanah.(Saraswati, 2016: 65-70)


15

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori

a.) Konflik

b.) Pengertian Konflik

Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta

berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada

dimana-mana. Sengketa dan konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang

sifatnya kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu usaha pencegahan, penanganan

dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik hukum maupun

non hukum.

Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap sengketa dan konflik

pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai kepentingan yang

sama-sama penting. Mencari keseimbangan atau win-win solution atas konflik

yang sudah terjadi jelas membutuhkan upaya yang tidak mudah.

Karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik, faktor pendukung

dan faktor pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan

usaha-usaha penyelesaian akar masalah, diharapkan sengketa dan konflik

pertanahan dapat ditekan semaksimal mungkin, sekaligus menciptakan suasana

kondusif dan terwujudnya kepastian hukum dan keadilan agraria yang

mensejahterakan,

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang

atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan

pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.


16

Konflik dapat juga dikatakan sebagai suatu bentuk interaksi sosial ketika dua

individu mempunyai kepentingan yang berbeda dan kehilangan keharmonisan di

antara mereka. Pada dasarnya konflik merupakan hal yang alamiah dan sering

terjadi dalam kehidupan sehari-hari. (Zakie, (2016: 46-47)

c. ) Definisi Konflik

Menurut Robbins.( dalam, Wahyudi 2002:3) menjelaskan bahwa terdapat

banyak definisi konflik.Meskipun makna yang diperoleh definisi itu berbeda-

beda, beberapa tema umum mendasari sebagian besar dari konflik tersebut.

Konflik harus disarankan oleh pihak-pihak yang terlibat, apakah konflik itu ada

atau tidak ada merupakan persoalan persepsi. Jika tidak ada yang menyadari akan

adanya konflik, secara umum lalu disepakati konflik tidak ada. Kesamaan lain dari

definisi-definisi tersebut adalah pertentangan atau ketidakselarasan dan bentuk-

bentuki interakis.

Beberapa faktor ini menjadi kondisi yang merupakan titik awal proses

konflik. Jadi, kita dapat mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah proses

yang dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah

mempengaruhi secara negative, sessuatu yang menjadi kondisi yangmerupakan

titik awal proses konflik. Jadi kita dapat mendefinisikan konflik (conflict) sebagai

sebuah proses yang dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak

lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau

kepentingan pihak pertama.

Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam organisasi

ketidak selarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidak sepahaman yang

disebabkan oleh ekspektasi perilaku Selain itu, definissi lain cukup flekibel untuk
17

mencakup beragam tingkatan konflik dari tindakan terang-terangan dan keras

ssampai ke bentuk-bentuk ketidak sepakatan yang tidak terlihat (Wahyudi,

2002:3-4)

Konflik menurut Susetiawan,( dalam, Zekia, 2016: 34 ) akan terjadi apabila

sebuah kelompok berjuang untuk membela kepentingan-kepentingannya. Dalam

terminology konflik, untuk keuntungan, keamanan ataupun kejayaan, hanya akan

berhenti dalam kematian. Konflik Menurut Max Weber. ( dalam, Zekia, 2016:

46). Mendemonstrasikan bahwa konflik tidak dapat dikeluarkan dari kehidupan

sosial. Perdamaian tidak lebih dari sebuah perubahan dalam bentuk konflik atau

dalam hal antagonis atau objek konflik, atau pada akhirnya dalam kesempatan

seleksi.

Konflik Menurut Dahrendorf, ( dalam, Zekia,2016:47) menyatakan bahwa

seluruh kehidupan sosial adalah konflik, karena ia merupakan perubahan.

Sengketa atau konflik merupakan suatu yang menjadi bagian dari kehidupan

manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesamanya. Konflik

bukan sesuatu yang harus dihindari tetapi dihadapi melalui pengenalan dan

kemampuan mengelola secara baik dan benar. Konflik merupakan warisan

kehidupan sosial yang dapat berlaku dalam berbagai keadaan akibat dari

berbangkitnya keadaan ketidak-setujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua

pihak atau lebih pihak secara berterusan.

Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain,

kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini,

pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang

diekspresikan, diingat, dan dialami.


18

Dari beberapa pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih

banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan

merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik,

maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga sebaliknya. ( Zakie,

2016: 46-47)

Menurut Nurdjana (dalam, Wahyudi, 2002:4.), Mendefinisikan konflik

sebagai akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau

berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya

saling terganggu.

1) Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perorangan maupun kelompok yang

terlibat dalam suatu interaki yang saling bertentangan. Berbagai macam

kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak

dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.

2) Konflik yang mendahului (antecedent condition)

Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum

mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti

timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya. Paling

tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perorangan maupun kelompok

dalam mencapai tujuan, memainkan peran atau adanya nilai-nilai atau norma yang

saling berlawanan.

3.) Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts)

Munculnya akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.

Munculnya interaksi yang sering ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang

direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi dan menekan terhadap pihak


19

lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab,

pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang-pangan, materi dan

keejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, atau pemenuhan

kebutuhan psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan

aktualisasi diri.

4.) Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)

Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik disebab serta akibat yang

ditimbulkannya, individu, kelompok atau organisasi cenderung berbagai

mekanisme pertahanan diri melalui perilaku. Munculnya tindakan yang saling

berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.

5.) Penyelesaian atau tekanan konflik

Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik,

yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah

ditekan. Munculnya ketidak seimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak

yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan,

kekuasaan, harga diri, dan sebagainya. Tahapan-tahapan perkembangan

6.) Akibat penyelesaian konflik

Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat dapat

memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila

tidak, maka bisa berdampak negative terhadap kedua belah pihak sehingga

mempengaruhi produktivitas kerja Dalam hal ini,

approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai

resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal. Pendapat

lain, yang menyebutkan bahwa sumber konflik yaitu:


20

1) Sumber Daya Yang Terbatas Sumber daya dapat meliputi uang, persediaan,

orang atau informasi. Sering kali, unit organisasi berada dalam persaingan

untuk sumber daya yang terbatas atau menurun. Hal ini menciptakan situasi

dimana konflik tidak bisa dihindari.

2) Individu mungkin tidak setuju tentang siapa yang memiliki tanggung jawab

untuk tugas-tugas dan sumber daya.

3) Bentrokan Konflik kepribadian muncul ketika dua orang tidak akur atau

tidakmelihat hal-hal yang sama. Ketegangan kepribadian disebabkan oleh

perbedaan dalam kepribadian, sikap, nilai dan keyakinan.

4) Perbedaan Status dan Kekuasaan Orang-orang mungkin terlibat dalam konflik

untuk meningkatkan kekuasaan mereka atau Perbedaan Tujuan Konflik dapat

terjadi karena orang mencapai tujuan yang berbeda..

d.) Sumber-Sumber Konflik

1.)Konflik dalam Diri Individu(Intraindividual Conflict)

a.) Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)

1) Approach-Approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan

pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan

yang dicapai saling terpisah satu sama lain.

2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan

pendekatan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat

mengandung nilai positif dan negative bagi orang yang mengalami konflik

tersebut.

3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari

dua atau lebih hal yang negative tetapi tujuan tujuan yang dicapai saling
21

terpisah satu sama lain. Konflik dapat terjadi karena orang mencapai

tujuan yang berbeda.Konflik tujuan di unit kerja masing-maisng adalah

bagian alami dari setiap organisasi.

Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap pekerjaan

mana yang harus dilakukan, bila berbagai permintaan pekerjaan saling

bertentangan atau individu diharapkan untuk melakukan lebih dari

kemampuannya. Masalah Komunikasi biasanya berasal dari perbedaan gaya

berbicara, gaya penulisan, dan gaya komunikasi nonverbal. Perbedaan gaya ini

sering mendistorsi proses Komunikasi rusak menyebabkan salah satu persepsi dan

kesalah pahaman yang dapat menyebabkan terjadinya konflik.

Hambatan-tambahan untuk komunikasi dapat muncul dari perbedaan lintas

jender dan lintas budaya peserta. Perbedaan mendasar tersebut dapat

mempengaruhi baik cara-cara dimana para pihak mengekspresikan diri mereka

dan bagaimana mereka akan menafsirkan komunikasi yang mereka terima.

Distors, pada gilirannya sering mengakibatkan salah membaca dengan pihak yang

terlibat.

e.) Jenis-Jenis Konflik:

1.) Konflik didalam Individu

Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap pekerjaan

mana yang harus dilakukan, bila berbagai permintaan pekerjaan saling

bertentangan atau individu diharapkan untuk melakukan lebih dari

kemampuannya.

2.) Konflik antar individu dalam organisasi


22

yang sama Konflik ini timbul akibat tekanan yang berhubungan dengan

kedudukan atau perbedaan-perbedaan kepribadian.

3.) Konflik antara individu dan kelompok

Konflik ini berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk

keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Contoh,

seseorang yang dihukum karena norma-norma kelompok.

4.) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Adanya pertentangan

kepentingan antar kelompok.

5.) Konflik antar organisasi

Akibat adanya bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian

suatu Negara. Konflik semacam ini sebagai sarana untuk mengembangkan produk

baru, teknologi, jasa-jasa, harga yang lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya

yang tersedia secara efisien. menarik konsumen, sementara unit produksi

menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.

( Wahyudi, 2002:1- 6 )

f.) Memahami Sifat Konflik Antar Kelompok

Menurut Dahrendorf, ( dalam, Sumartias dan Agus Rahmat, 2013:15)

Mengatakan bahwa secara sederhana, konflik adalah pertentangan antara satu

individu individu lain, atau antara satu kelompok dengan kelompok lain.

Sebetulnya, konflik dapat dilihat dari dua segi.

Dari segi positif, konflik dapat mendinamisasikan kelompok-kelompok

dalam masyarakat. Konflik dapat memacu bagi terjadinya kompetisi yang sehat,

orang berupaya untuk menjadi lebih baik dari yang lainnya. Konflik bisa menjadi
23

tahap awal perubahan sosial. Dari segi negatif, konflik merupakan salah satu

masalah yang perlu diatasi.

Menurut Johnson, ( dalam, Sumartias dan Agus Rahmat, 2013: 15) Oleh

karena konflik di masyarakat merupakan sesuatu yang tak bisa dielakkan, maka

yang perlu diketahui adalah apakah konflik itu ada atau tidak ada, tapi bagaimana

intensitas dan tingkat kekerasannya, dan dalam bentuk apa konflik itu, apakah

menyangkut masalah fundamental atau isuisu sekunder, bertentangan tajam atau

sekadar perbedaan pandangan.

Intensitas konflik menunjuk pada tingkat pengeluaran energi dan

keterlibatan dari pihak-pihak (kelompok-kelompok) yang berkonflik, sedangkan

kekerasan konflik menyangkut alat atau sarana yang digunakan dalam situasi

konflik, mulai dari negosiasi hingga saling menyerang secara fisik.

Konflik antar kelompok yang menyangkut masalah prinsip dasar

(fundamental) akan menimbulkan pertentangan antar kelompok yang lebih serius

dibandingkan bila masalahnya sekadar bersifat sekunder atau dinilai tak penting

Konflik dapat dibedakan antara konflik realistik dan konflik nonrealistik.

Konflik realistik merupakan suatu alat untuk suatu tujuan tertentu, yang

kalau tujuan itu tercapai mungkin akan menghilangkan sebab-sebab dasar dari

konflik itu. Sebaliknya, konflik nonrealistik adalah ungkapan permusuhan sebagai

tujuannya sendiri Konflik realistik adalah kompetisi untuk memperoleh sumber

daya langka dan terbatas. adanya mediator.

Mediator haruslah orang atau lembaga yang dapat diterima oleh semua

kelompok, dan mampu mengakomodasi pelbagai kepentingan kelompok.

Mediator harus mampu merumuskan superordinategoals sebagai kepentingan


24

bersama semua kelompok, mengajak kelompok-kelompok duduk bersama dalam

pertemuan langsung (face to face), pertemuan mana perlu dilakukan beberapa

kali. (Sumartias dan Agus Rahmat, 2013:15 )

g.) Pengertian Konflik Pertanahan

Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik

serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu

ada dimana-mana.Sengketa dan konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan

yang sifatnya kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu usaha pencegahan,

penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik

hukum maupun non hukum.Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap

sengketa dan konflik pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai

kepentingan yang sama-sama penting.

Mencari keseimbangan atau win-win solution atas konflik yang sudah terjadi

jelas membutuhkan upaya yang tidak mudah. Karena itu dibutuhkan pemahaman

mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya sehingga dapat

dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan usaha-usaha penyelesaian akar

masalah, diharapkan sengketa dan konflik pertanahan dapat ditekan semaksimal

mungkin, sekaligus menciptakan suasana kondusif dan terwujudnya kepastian

hukum dan keadilan agraria yang mensejahterakan.

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang

atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan

pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.


25

Konflik dapat juga dikatakan sebagai suatu bentuk interaksi sosial ketika

dua individu mempunyai kepentingan yang berbeda dan kehilangan keharmonisan

di antara mereka.Pada dasarnya konflik merupakan hal yang alamiah dan sering

terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Konflik menurut Susetiawana, (dalam, Zakie, 2016 : 46 ) terjadi apabila

sebuah kelompok berjuang untuk membela kepentingan-kepentingannya. Dalam

terminology, konflik untuk keuntungan, keamanan ataupun kejayaan, hanya akan

berhenti dalam kematian. konflik tidak dapat dikeluarkan dari kehidupan

sosial.Perdamaian tidak lebih dari sebuah perubahan dalam bentuk konflik atau

dalam hal antagonis atau objek konflik, atau pada akhirnya dalam kesempatan

seleksi.

Menurut Dahrendorf (dalam, Zakie, 2016: 46 ) menyatakan bahwa seluruh

kehidupan sosial adalah konflik, karena ia merupakan perubahan. Sengketa atau

konflik merupakan suatu yang menjadi bagian dari kehidupan manusia sebagai

makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesamanya.

Konflik bukan sesuatu yang harus dihindari tetapi dihadapi melalui

pengenalan dan kemampuan mengelola secara baik dan benar.Konflik menjadi

bagian penting yang kerap kali dihadapi ketika berinteraksi dalam masyarakat.

Para ahli, praktisi dan akademisi memiliki cara pandangan yang beragam dalam

memahami konflik. Berikut dikemukakan beberapa pengertian konflik;

Konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang dapat berlaku dalam

berbagai keadaan akibat dari bangkitnya keadaan ketidak-setujuan, kontroversi

dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. Konflik

merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok


26

dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian

menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang

diekspresikan, diingat, dan dialami.

Dari beberapa pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya

lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan

merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai

konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga

sebaliknya.

B. Pengertian Sengketa

a.) Pengertian Sengketa/ Konflik Agraria

Konflik pertanahan dapat diartikan sebagai konflik yang lahir sebagai akibat

adanya hubungan antar orang atau kelompok yang terkait dengan masalah bumi

dan segala kekayaan alam yang terdapat di atas permukaan maupun di dalam

perut bumi. Istilah sengketa dan konflik pertanahan sering kali dipakai sebagai

suatu padanan kata yang dianggap mempunyai makna yang sama..

b.) Sengketa Pertanahan.

Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang

perseorangan, badan hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas secara

sosio-politis. Penekanan yang tidak berdampak luas inilah yang membedakan

definisi sengketa pertanahan dengan definisi konflik pertanahan. Sengketa tanah

dapat berupa sengketa administratif, sengketa perdata, sengketa pidana terkait

dengan pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan, pemanfaatan, penguasaan

dan sengketa hak ulayat.


27

c.) Konflik Pertanahan.

Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang

perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga

yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio

politis.

d.) Perkara Pertanahan.

Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya

dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih

dimintakan penanganan perselisihannya di BPN RI.

e.) Tipologi Konflik Pertanahan.

Tipologi konflik pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau

perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani. Tipologi

konflik pertanahan yang ditangani Badan Pertanahan Nasional RI dapat

dikelompokkan menjadi 8 (delapan), terdiri dari masalah yang berkaitan dengan:

1) Penguasaan dan Pemilikan Tanah, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau

pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang

tidak atau belum dilekati hak (tanah negara), maupun yang telah dilekati hak

oleh pihak tertentu.

2) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau

pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak dan pendaftaran tanah

yang merugikan pihak lain sehingga menimbuikan anggapan tidak sahnya

penetapan atau perijinan di bidang pertanahan.

3) Batas atau letak bidang tanah, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan

mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang teiah
28

ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang

masih dalam proses penetapan batas.

4) Pengadaan Tanah, yaitu perbedaan pendapat, kepentingan, persepsi atau nilai

mengenai status hak tanah yang perolehannya berasal proses pengadaan tanah,

atau mengenai keabsahan proses, pelaksanaan pelepasan atau pengadaan tanah

dan ganti rugi.

5) Tanah obyek Landreform, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,

kepentingan mengenai prosedur penegasan, status penguasaan dan pemilikan,

proses penetapan ganti rugi, penentuan subyek obyek dan pembagian tanah

obyek Landreform.

6) Tuntutan Ganti Rugi Tanah Partikelir, yaitu perbedaan persepsi, pendapat,

kepentingan atau nilai mengenai Keputusan tentang kesediaan pemerintah

untuk memberikan ganti kerugian atas tanah partikelir yang dilikwidasi.

7) Tanah Ulayat, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan

mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat di atas areal tertentu baik

yang telah diterbitkan hak atas tanah maupun yang belum, akan tetapi dikuasai

oleh pihak lain.

8) Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,

kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek

atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah

tertentu.

Jika diamati secara seksama, apa yang pernah diidentifikasi oleh pengkaji

pertaanahan sebelumnya terkaait dengan sengketa agrarian, dalam beberapa hal


29

ada benarnya. Di samping itu, dalam berbagai sengketa agraria, terdapat berbagai

unsur yang acapkali terlibat di dalamnya, utamanya adalah:

a) Adanya aktor ekonomi, aktor politik ataupun aktor sosial yang kuat.

b) Administrasi yang bermasalah, termasuk di dalamnya proses ajudikasi

yang tidak tertata baik.

c) Melibatkan warga masyarakat yang sangat awam terhadaap hokum positif

namun dalam realitanya sudah menguasai tanah tersebut dalam waktu

lama, dan bahkan secara turun temurun.

Adapun sebab yang lebih detail dari munculnya sengketa agraria adalah

faktor-faktor seperti

a) Tidak meratanya distribusi pemanfaatan dari sumber daya agrarian yang

ada.

b) ekspansi wilayah oleh suatu kelompok, dan ini lebih banyak terjadi di

perkotaan.

c) adanya kegiatan ekonomi sebagian dari masyarakat.Tentu ini adalah

kegiatan ekonomi yang dapat mengganggu masyarakat sekitarnya.

d) adanya kepadatan penduduk yang menuntut penyediaan lahan yang

semakin luas. Jika dianalisa terkait posisi para pihak yang terlibat

sengketa, maka ada konflik vertikal dalam arti konflik antara masyarakat

dengan pemerintah atau pihak yang berwenang, horizontal ialah konflik

antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, dan konflik antara

masyarakat melawan investor. (Zakie, 2016 : 45-51)

C.) Pengertian Hukum


30

Menurut Apeldoorn, (2003: 42) dalam buku yang berjudul.Pengantar Ilmu

Hukum ) Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa dengan tiada

berkesudahan ia mengatur hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh pergaulan

masyarakat manusia hubungan yang timbul dari perkawinan,

keturunan, kerabatan darah, keketanggan tempat kediaman, kebangsaan dari

perdagangan, dan pemberian perbagai jasa dan dari perkara-pekara lainnya, dan

hal itu dilakukannya dengan menentukan batas kekuasaan-kuasaan dan

kewajiban-kewajiban tiap-tiap orang terhadap mereka dengan siapa ia

berhubungan,

Hukum misalnya mengatur hubungan antara orang yang meminjamkan uang

dengan orang yang menerima dan itu lah dilakukan antar lain dengan membentuk

peraturan-peraturan siapa yang meminjamkan uang kepada orang lian. Berhak

meminta kembali uangnya sejumlah yang sama dan pihak yang lain wajib

memenuhinya. Tiap-tiap hubungan hukum, mempunyai dua segi yaitu. Untuk

menyatakan peraturan atau kaidah yang mengatur hubungan antar dua orang atau

lebih, Untuk menyatkan poeraturan hubungan yang di atur oleh hukum objektif

berdasarkan mana yang satu mempunyai hak. Yang lain mempunyai kewajiban

terhadap sesuatu.

Hukum terdiri dari pada peraturan-peraturan tingkah laku tetapi masih ada

peraturan-peraturan tingkah laku lain, dari pada peraturan-peraturan tingkah laku

hukum. Segala peraturan itu yang mengandung petunjuk-petunjuk bagaimana

manusia hendaknya bertindak-tunduk jadi peraturan-peraturan yang menimbulkan

kewajiban-kewajiban bagi manusia kita tangkap dengan nama etika. Etika

meliputi aturan-aturan tentang agama kusilaan, hukum adat. Hukum Kesusilaan


31

menyakut manusia sebagai perseorangan, hukum dan adat menyakut masyarakat,

memberi peraturan untuk seseorang.

Kuesusilaan di turunkan kepada manusia dengan tuntutannya hendak lah

kamu menyepernakan perkata lain ia mengajakan bagaimana manusia seharus nya

agar ia dapat memenuhi tujuannya, antar Hukum dan adat pada satu pihak dan

kesusilaan pada pihak lain terutama terdapat perbedan tujuan hukum adalah ialah

penyempernaan seseorang Walapun menimbulkan juga akibat-akibat untuk hidup

bersama, karena perbaikan manusia tentunya turut membantu tercapainya tata

tertib masyarakat yang lebih baik. (Apeldoorn, 2003: 21-41)

1) Pendapat para sarjana tentang Hukum

Penulis-penulis Ilmu pengetahuan Hukum di Indonesia juga sependapat

dengan Apeldoorn, seperti Kartodiprojo,( dalam Kansil, 1983: 33) menulis

sebagai berikut." Jika kalau kita menanyakan apakah yang dinamakan Hukum,

maka kita akan menjumpai tidak adanya persamaan pendapat. Berbagai

perumusan telah dikemukakan ".

2. Definisi Hukum menurut para ahli

a.) Meyers

Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,

ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi

pedoman bagi Penguasa-Penguasa Negara dalam melakukan tugasnya. (

Kansil,1983:34)

b.) Krabbe

hukum adalah penjelmaan dari pada salah satu bagian dari perasaan

manusia. Terhadap banyak hal manusia mengulurkan perasaan nya, sehingga


32

orang dapat menbedakan adanya bermacam-macam norma,dan norma-norma itu

sebulumnya terlpas dari kehendak kita, oleh karena itu kita lalu mau tidak mau

tentu menguluarkan reaksi, untuk mentapkan mana yang baik, mana yang adil dan

sebaginya. ( Soehino,1998:157)

c.) Duguit

" Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang

daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai

jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi

bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu".

d.) Immanuel Kant

"Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas

dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang

yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan". Sebab dari mengapa

hukum itu sulit didefinisikan adalah karena hukum itu mempunyai segi dan

bentuk yang sangat banyak sehingga tak mungkin tercakup keseluruhan segi dan

bentuk hukum itu.di dalam satu definisi,seperti kata bekan seorang guru besar

Universitas van Indonesia selajutnya,

Ppeldoorn mengatakan bahwa barang siapa hendak mengenal sebuah

gunung maka seharunya iy melihat sendiri gunung itu, demikian pula barang siapa

yang inggin mengenal hukum ia pun harus melihat pula namun jika kita ingin

melihat hukum kita lalu berhadapan dengan kesulitan.

Oleh karena itu gunung dapat dilihat hukum tidak dapat pula dilihat

sesunggunya kita dapat mengetahui ada nya hukum itu apa bila kita telah

melangar norma-norma yang berlaku dinegara ini. Akan tetapi walapun hukum itu
33

tidak dapat kita lihat degan kepal kita sendiri tapi ia sangat penting bagi

kehidupan bermasyarakat.

karena hukum itu mengatur berhubungan antara anggota masyarakat itu

dengan masyarkatnya artinya hukum itu mengatur hubungan antar manusia

perseorangan dengan masyarakat berhubungan itu bermacam-macam bentuknya

seperti yang kita ketahui berhubungan dengan perkawinan, tempat kediaman,

perkerjaan, perjanjian dalam perdaganggan dan lain-lain.

Semua berhubungan degan beraneka ragam itu dinamakan perhubungan

kemasyarakatan yang telah diatur oleh apa yang disebut hukum itu dan karena

lapangan hukum itu luas sekali menyebapkan hukum itu tidak dapat diadakan

suatu definisi singkat yang meliputi segala nya

e.) Menurut pudjosewojo,

selajutnya hendak diperhatikan bahwa untuk dapat dimengerti sungguh-

sungguh segala sesuatu tentang hukum dan mendapat pandagan yang

selengkapnya tidak dapat hanya mempelajari buah karangan satu atau dua orang

terrentu saja.Setiap pengarang hanya mengemukan segi-segi tertentu sebagaimana

yang dilihatnya. Kiranya perlu pula diperhatikan ucapa Menurut Seholten,( dalam

Kansil,1983:35) bahwa hanyalah siapa yang berkali-kali belajar menimbang

pendapat hukum yang satu terhadap hukum yang lainnya. Dengan menginsafi

bahwa dalam kedua-duanya pendapat itu ada juga sesuatu yang dapat dibenarkan.

Hanya dialah yang dapat menjadi sarnana hukum.

Berhubungan dengan itu menimbulkan konsekwensi, hakim harus

memenuhi kekesongan yang ada sistim hukum, asalkan penambahan itu tidak lah

membawa perubahan prinsipiil pada sisten hukum yang berlaku.


34

f.) Menurut Amin,

Dirumuskan bahwa Hukum adalah: "Kumpulan peraturan-peraturan yang

terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu

adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan

dan ketertiban terjaga"

g.) Simorangkir dan Sastropranoto,

Ia merumuskan, "Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat

memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat

yang dibuat oleh badan badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap

peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum

tertentu".

h.) Tirtaamidjaja,

Ia merumuskan Hukum adalah :"Hukum ialah semua aturan (norma) yang

harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan

ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan ituakan

membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan

kemerdekaannya, didenda dan sebagainya".( Kensil, 1983: 36)

i.) Menurut Rahardjo

Ia mengatakan bahwa hukum adalah pikian mengenai adanya keadilan yang

mutlak menyebapkan kehidupan hukum itu mempunyai dinamika. Hukum positif,

yaitu yang hidup dibuat dan dijalankan suatu wilayah tertentu senitiasa

dihidupkan kepada tentutan keadilan yang demikain itu dan ini mennimbulkan

hukum yang denamis. Berbagai konsep yang menyatakan, bahwa kehidupan

hukum tidak pernah finaln, melaikan sesuatu perjuangan, pada hakikatnya adalah
35

pencerminan dari adanya hukum ala mini. Oleh karena ada hukum yang diangap

ideal, konsep keadilan yang bersifat mutlak, maka kehidupan hukum yang

sekarang yang didasarkkan pada hukum positif, senantiasa diuji oleh ideal-edeal

tersebut. ( Syahrani, 2004:41)

3. Ciri-Ciri Hukum

Menurut Kensil dalam Buku nya yang berjudul, Pengantar Ilmu Hukum dan

Tata Hukum Indonesia. Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat

mengenal ciri hukum yaitu :

1.) Adanya perintah dan larangan

2.) Perintah dan atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang. yang

menentukan masyarakat dan mengatur masyarakat itu pula Setiap orang wajib

bertindak sedemikian rupa dalam bermasyarakat sehingga tata tertib berjan

dengan lancar dan silaturahmi juga dapat terjaga dengan baik oleh karena itu lah

hukum sebagai pelaturan yang menentukan masyarakat dan mengatur masyarakat

itu pula. Barang siapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu Kaedah Hukum

akan dikenakan Sanksi (sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum) yang

bernama Hukuman.

Hukum pokok yang terdidri dari

1.) Hukum mati

2.) Hukum penjara

3.) Hukuman kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya

satu tahun

4.) Hukum denda sebagai penganti hukuman kurungan Hukum tambahan

yang terdiri dari


36

1.) Pencabutan hak-hak tertentu

2.) Perampasan barang-barang tertentu

3.) Pengumuman keputusan hakim

4.) Sifat dari hukum

Telah dijelaskan diatas bahwa agar tata-tertib dalam masyarakat itu tetap

terpelihara, maka harus lah kaidah-kaidah hukum itu ditaati tapi tidak lah semua

manusia yang inggin menataati peraturan-peratun yang telah ditetapkan oleh yang

berjawib. maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus dilengkapi dengan

unsur mekasa Hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa.Ia merupakan

peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya

mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas

(hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya.

5.) Tujuan Hukum

Bila Membicarakan perubahan dalam sayarakat dan pencapaian Hukum

Berati mengkaji perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat yang berorentasi

kepan proses pembentukan hukum dan pencapaian tujuannya oleh karena itu,

objek pembahasan berfokus pada An Engineering Interpretation atau interpretasi

terhadap adanya perubahaan Norma Hukum sehingga fungsi hukum sebagai

Cocial Control dan Social Engineering, dapat terwujud.

a) Interpretation adalah usaha untuk mengali, menemukan, dan memahami Nilai-

nilai dan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam

b) Engineering adalah perubahan-perubahan norma,dan nilai-nilai yang terjadi

dalam masyarakat seiring dengan terjadinya perubahan kebudayaan dalam

masyarakat itu sendiri


37

c) An Engineering Interpretation hukum dalam menyelesaikan dan mengambil

kebijakan terhadap, konflik yang terjadi ditengah-tengah masyarakat dengan

mengacu kepada tercapainya cita-cita dan tujuan hukum itu sendiri.

( Zainuddin, 2005:41)

Subekti,( dalam Kensil, 1983: 39) Mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi

pada tujuan negara yang dalam pokonya adalah mendatangkan kemakmuran dan

kebahagian pada rakyatnya. Hukum menurut Subakti, ( dalam, kansil,1983:39,

melayani tujuan negara tersebut dengan menyelagarakan keadilan dan ketertiban,

syarat-syarat yang pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagian

ditegaskan selanjutnya, bahwa keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai

suatu kesimbagan yang akan membawa keterteraman di dalam hati orang dan jika

diusik dan dilangar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncagan.

Keadilan selalu mengadung unsur penghargan penilain atau

pertimbangan dan karena ia lazim dilambangkan sebagai sesuatu neraca keadilan

dikatakan bahwa keadilan itu menurut bahwa “ dalam keadaan yang sama tiap

orang harus menerima bagian yang sama pula” dari mana asal keadilan itu berasal

dari tuhan yang maha esa, tetapai manusia diberikan kecakapan atau kemapuan

untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan adil itu, dan segala

kejadian didalam dunia ini pun sudah semestinya menumbuhkan dasar-dasar

keadilan itu pada manusia dengan demikian maka dapat kita lihat.

bahwa hukum tidak saja harus mencari keseimbangann antara kepentingan

yang bertentangan satu sama yang lain, untuk mendapatkan keseimbangan lagi

antara tentutan keadilan tersebut dengan “ ketertiban” atau “ kepastian hukum”

a.) Apeldoorn
38

Mengatakan bahwa tujuan hukam adalah mengatur pergaulan hidup manusia

secara damai, hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian diantara manusia

dipertahankan oleh hukum yang dilindungi kepentingan-kepentingan hukum

manusia tentu sehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang

merugikan.

Kepentingan perseorangan selalu bertentangan dengan kepentingan

golongan-golongan manusia.Pertentangan kepentingan ini dapat menjadi

pertakaian bahkan dapat menjelma menjadi peperangan seandainya hukum tidak

bertindak sebagai pelantara untuk mempertahankan perdamaian.

Adapun hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbangkan

kepentingan yang bertentangan itu secara teliti dan mengadakan keseimbangan

diantaranya, hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia menuju peraturan yang

adil. Artinya peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara-antara

kepentingan yang dilindungi, pada setiap orang memperoleh sebanyak mungkin

yang menjadi sebagianya. Keadilan tidak dipandang sama arti dengan

persamarataan.

Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang

sama Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama

banyaknya dengan tidak mengingat Jasa-jasa perseseorangan ia memegang

peranan dalam tukar menukar pada pertukaran barang-barang dan jasa dalam

mana sebanyak mungkin harus terdapat persamaan apa yang dipertukarkan .

Keadilan Komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antar perseorangan

khusus, sedangkan keadilan distibutif terutama menguasai hubungan antara

masyarakat ( khususnya negara) dengan perseorangan khusus. ( Kansil, 1983:


39

32-40 )

Menurut Teori etis ( “etische theorie”), hukam hanya semata-mata

bertujuan mewujudkan keadilan, Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh filsuf

Yunani, Aristoteles, dalam karyanya Ethica Nicomachea dan Rhetorika, yang

menyatkan bahwa: Hukum mempunyai tugas yang suci, yaitu memberi kepada

setiap orang yang ia berhak menerimanya.

Untuk ini tentu saja peraturan hukum dibuat untuk setiap orang atau untuk

menyelesaikan suatu kasus tertuntu. Hal ini jelas tidak mungkin, dilakukan,

karena peraturan hukum tidak mungkin dibuat untuk mengatur setiap orang atau

setiap kasus, tetapi dibuat untuk umum, yang sifatnya abstrak dan hipotetis.

Pertimbangan terhadap hal-hal yang konkret diserahkan kepada hakim, kelemahan

lain teori ethis ini adalah bahwa hukum tidaklah selalu mewujudkan keadilan.

Peraturan hukum lalu lintas misalnya yang menetukan orang yang mengendarai

kendaraan harus mengambil disebelah kiri jangan ambil sebelah kanan, bukan

dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan. Akan tetapi, untuk menjaga kelancaran

dan keteraturan lalu lintas, sehingga tidak terjadi tabrakan antara-pemakai jalan

dan dengan demikian kepentingan orang terlindung.

Menurut teori utilities hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa

yang berfaidah saja. Hukum bertujuan untuk menjamin kebahgian sebanyak-

banyaknya teori ini dijabarkan oleh Jeremy Bentham tahun 1784-1832, ( dalam

Syahrani, 2004: 21) seorang ahli hukum dari inggris dalam bukunya Introduction

to the morals and Legislation. Teori-teori ini pun mengandung kelemahan, karena

hanya memperhatikan hal-hal umum dan terlalu individualistis, sehinga tidak

memberikan, kepuasaan bagi perasaan hukum.


40

Menurut Apeldoorn, (dalam Syahrani, 2004: 22) ia mengatakan bahwa

tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai hukum

menghedaki perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan

melindungi kepentingan manusia yang tertentu, yaitu kehormatan, kemerdekaan

jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap yang merugikan kepentingan individu

dan kepentingan gelongan.

Sedang kan Menurut Kusmaafmadja, ( dalam Syahrani, 2004: 22) Ia

mengatakan bahwa tujuan hukum adalah Tujuan pokok dan pertama dari hukum

adalah keterlibatan butuhan akan keterlibatan ini syarat pokok ( Fundamental)

bagi ada nya suatu masyarakat manusia yang teratur. Disamping itu ketertiban

tujuan lain dari pada hukum adalah tercapainya keadilan, yang berbeda-beda isi

dan ukurannya menurut masyarakat pada zaman nya.

Sedang kan menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pejajaran

Bandung. Ia mengatakan Untuk mencapai ketertiban didalam masyarakat,

diusahakan ada nya kepastian dalam bergaul antara manusia dalam masyarakat

yang penting sekali bukan saja bagi suatu kehidupan masyarakat yang bteratur,

tetapi merupakn syarat Mutlak bagi suatu organisasi hidup yang melampaui

Batas-batas saat sekarang.karena itulah terdapat lembaga-lembaga hukum, seperti

perkawinan, hak milik, dan kontrak. Tampa kepastian umum dan ketertiban

masyarakat yang dijelmakan olehnya manusia tak mungkin menggembangkan

bakat-bakat dan kemapuan yang diberikan tuhan kepadanya secara optima dalam

masyarakat tempat ia hidup. (Syahrani, 2004: 25)

Secara Filosofis tujun hukum adalah untuk mencapai “kedamaian”

kedamaian berarti suatu keserasian antara ketertiban dan kekenteraman pribadi.


41

Ketertiban bertujuan pada hubungan lahariah. Dengan melihat pada proses

interaksi antara-pribadi dalam masyarakat. Sedangkan ketenteraman tertuju pada

keadaan batiniah, yaitu melihat pada kehidupan batiniah masing-masing pribadi

dalam masyarakat.

6.) Kedudukan dan Fungsi Hukum

Hukum ada pada setiap Masyarakat manusia dimanapun juga dimuka

bumi ini. Bagaimanapun primitifnya dan bagaimanapun modernnya suatu

masyarakat pasti mempunyai hukum. Oleh karena itu keberadaan (eksistensi)

hukum sifatnya universal. Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat, tetapi

justru mempunyai hubungan timbale balik.

Hukum mengatur kehidupan manusia sejak berada dalam kandungan

sampai meninggal dunia. Bahkan kehendak terakhir dari seseorang yang telah

meninggal dunia masih di atur oleh hukum. Dan hukum mengatur semua aspek

kehidupan masyarakat (ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan,

dan sebagainya). Tidak ada satupun segi kehidupan manusia dalam masyarakat

yang luput dari sentuhan hukum. Jadi, hukum itu berada dalam masyarakat sebab

hukum hanya ada pada masyarakat.

Paham pertama menyatakan bahwa fungsi hkum hanyalah mengikuti

perubahan-perubahan itu dan sedapat mungkin mengesahkan perubahan-

perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pendapat ini di pelopori oleh mazhab

sejarah dan kebudayaan (“cultuur historiche school”) yang diajarkan oleh

Friendrich Carl Von Savigny, ( dalam, Syahrani, 2004: 21) seorang ahli hukum

dari Jerman.
42

Paham kedua menyatakan bahwa hukum berfungsi sebagai srana untuk

melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Kalau fungsi hukum adat

dilihat sebagai sarana pengendalian sosial, terlihat hukum sebagai menjalankan

tugas untuk mempertahankan ketertiban atau pola kehidupan yang ada. Hukum

disini hanya sekedar menjaga agar setiap orang menjalankan peranannya sebagai

yang telah ditentukan. Sedangkan fungsi hukum sebagai social engineering lebih

bersifat dinamis, yaitu hukum diguanakan sarana untuk melakukan perubahan-

perubahan di dalam masyarakat. Jadi, hukum tidak hanya sekedar hanya

meneguhkan pla-pola yang memang telah ada dalam masyarakat, tetapi ia

berusaha untuk menciptakan hal-hal atau hubungan-hubungan yang baru.

Dari uraian di atas dapat di simpulkan, bahwa hukum dapat berfungsi

sebagai sarana untuk mempertahankan stabilitas (sarana social control) atau

sebagai sarana untuk melakukan perubahan masyarakat (sarana social

engineering). Para ahli hukum berpendapat, terhadap bidang-bidang kehidupan

masyarakat yang bersifat netral (duniawi, lahiriah). Hukum berfungsi sebagai

sarana untuk melakukan perubahan masyarakat. Sedangkan dalam bidang-bidang

kehidupan masyarakat yang sifatnya peka (sensitif, rohaniah) hukum lebih

berfungsi sebagai sarana untuk melakukan pengendalian sosial (social control).

Seorang ahli sosiologi hukum dari Princeton University, Lawrence Rosen,

Kusumah, (1982: 31). bukunya yang berjudul peranan dan pendayagunaan

hukum dalam pembangunan, melihat ada 3 (tiga) dimensi penting pendayagunaan

pranata-pranata hukum dalam masyarakat yang sedang berkembang, yaitu :


43

a) Hukum sebagai pencerminan dan wahana bagi konsep-konsep yang berbeda

mengenai tertib dan ksejahteraan sosial yang berkaitan dengan pernyataan

dan perlindungan kepentingan-kepentingan masyarakat.

b) Hukum dalam peranannya sebagai pranata otonom dapat pula merupakan

pembatas kekuasaan sewenang-wenang, sungguhpun pendayagunaan

hukum bergantung pada kekuasaan-kekuasaan lain diluarnya.

c) Hukum dapat didayagunakan sebagai sarana untuk mendukung dan

mendorong perubahan-perubahan sosial ekonomi.

Perspektif yang tampak dominan di Indonesia, menurut Mulyana W.

Kusumah,( dalam Syahrani, 2004: 31) menunjukan pentingnya hukum sebagai

sarana bagi perubahan-perubahan sosial atau sarana pembangunan. Dalam

kaitannya dengan pembangunan, Sunaryati Hartono, menyebut ada 4 (empat)

fungsi hukum dalam pembangunan, yaitu :

1.) Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan.

2.) Hukum sebagai sarana pemabangunan.

3.) Hukum sebagai sarana penegak keadilan.dan

4.) Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.

Soedjono Dirjosisworo ( dalam, Syahrani, 2004: 31) menyebutkan 4 (empat)

tahap fungsi hukum, yaitu :

1. Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.

2. Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir

batin.

3. Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan.

4. Fungsi kritis dari hukum.


44

Masih dalam kaitannya dengan pembangunan di Indonesia, Seminar

Hukum Nasional IV merumuskan adanya 6 (enam) fungsi dan peranan hukum

dalam pembangunan, yaitu :

1. Pengatur, penertib, dan pengawas kehidupan masyarakat.

2. Penegak keadilan dan pengayom warga masyarakat terutama yang

mempunyai kedudukan sosial ekonomi lemah.

3. Penggerak dan pendorong pembangunan dan perubahan menuju

masyarakat yang dicita-citakan.

4. Pengaruh masyarakat pada nilai-nilai yang mendukung usaha

pembangunan.

5. Faktor penjaminan keseimbangan dan keserasian yang dinamis dalam

masyarakat yang mengalami perubahan cepat.

6. Faktor integrasi antata berbagai subsistem budaya bangsa.

Soerjono Soekanto ( dalam Syahrani, 2004: 33 ) menerangkan fungsi hukum pada

masyarakat Indonesia yang sedang mengalami masa transisi, dan dimana hukum

dapat difungsikan sebagai penunjang peneyelesaian masa transisi. Dalam

menunjang penyelesaian masa transisi tersebut hukum diharapakan sebagai sarana

untuk menjaga keseimbangan atau keserasihan antara kepentingan-kepentingan

dalam masyarakat.

Akhirnya perlu dikemukakan disini pendapat ahli hukum bangsa Belanda

yang bernama Gevers, yang menerangkan fungsi hukum secara umum dalam

masyarakat, sebagai berikut :

1. Hukum berfungsi sebagai alat untuk membagi hak dan kewajiban diantara

para anggota masyarakat. Peraturan hukum memberikan suatu petunjuk


45

arah pada tuntutan yang dapat dilaksanakan oleh berbagai peserta dalam

lalu lintas sosioal satu sama lain.

2. Hukum berfungsi mendistribusi wewenang untuk mengambil keputusan

mengenai soal public, soal umum.

3. Hukum berfungsi menunjukan suatu jalan bagi peneyelesaian petentangan.

Oleh karena itu, hukum menunjukan lembaga yang dapat memberikan

keputusan yang dapat dipaksakan dalam penyelesaian pertentangan antara

para anggota suatu masyarakat, dan memberikan peraturan mengenai cara

bagaimana lembaga tersebut bekerja dalam menangani hal itu serta

member aturan yang harus dilaksanakan pada penyelesaian pertentangan

tersebut, maka hukum bekerja sebagai suatau mekanisme bagi

penyelesaian perselisihan. (Syahrani, 2004: 15-33)

D.) Masyarakat Hukum Adat

Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama, yang warga-warga

nya hidup bersama untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan

kebudayaan. Masyarakat merupakan suatu sistem sosial, yang menjadi wadah dari

pola-pola interaksih sosial atau hubungan interpersonal maupun hubungan antar

kelompok sosial. Diselidiki buat waktu apabila pun dan didaerah mana pun, sifat

dan susunan badan-badan persekutuan hukum, dimana orang-orang yang dikuasai

oleh hukum itu, hidup sehari-hari.

Apa yang telah dikatakan Soepomo mengenai penjelasan masyarakat

hukum adat yang harusnya tidak dogmatis, memang benar sekali. Akan tetapi hal

itu bukan merupakan halangan, untuk mencoba menyususn suatu paradigm yang

merupakan hasil abstraksi dari masyarakat-masyarakat hukum adat tersebut. Biar


46

bagaimana pun juga, pasti ada unsure-unsur masing-masing masyarakat hukum

adat yang sama, disamping adanya unsue-unsur yang berbeda, Oleh sebap itu,

maka didalam bagian ini akan diusahakan untuk menjelaskan perihal masyarkat

hukum adat, dengan berpegang pada suatu paradigm tertentu.

(Soekanto,1983: 91-93 )

a. ) Arti Pentingnya Tanah bagi Kehidupan

Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di

muka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia.Sejak lahir sampai

meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber

kehidupan. Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat

bekerja dan hidup, tempat dari mana mereka berasal dan akan kemana pula

mereka pergi.

Dalam hal ini tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural politik

dan ekologis. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor

yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak

hanya mempunyai nilai ekonomis tinggi tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial,

dan kultural.

Tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak henti-

hentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit. Sebagai

sumber agraria yang paling penting, tanah merupakan sumber produksi yang

sangat dibutuhkan sehingga ada banyak kepentingan yang membutuhkannya.

Perkembangan penduduk dan kebutuhan yang menyertainya semakin tidak

sebanding dengan luasan tanah yang tidak pernah bertambah.


47

Peningkatan penggunaan tanah penyebab terjadinya bermacam-macam

corak dan bentuk hubungan antara manusia dengan tanah, yang sekaligus

menyebabkan terjadinya perkembangan dalam bidang hukum tanah secara

normatif, baik pada hukum tertulis maupun tidak tertulis. Perkembangan itu ikut

mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap tanah, apakah dari segi pemilikan,

penguasaan maupun penggunaannya. Hal ini terlihat apabila dilakukan

pengamatan terhadap perubahan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.

Pada masyarakat agraris hubungan antara manusia dengan tanahnya bersifat

religio-magis-kosmis, iaitu hubungan antara manusia dengan tanah yang

menonjolkan penguasaan kolektif. Pada masyarakat yang mulai meninggalkan

ketergantungan kepada sektor agraris (menuju masyarakat industri), hubungan

manusia dengan tanah merujuk kepada hubungan yang bersifat individualis dan

berorientasi ekonomis.

Perubahan bentuk hubungan tersebut semakin jelas dengan pengembangan

hukum tanah, terutama hukum tertulis yang lebih cenderung menyetujui

kepemilikan secara individu. Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai arti yang

sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak lahir manusia sudah

“dikenalkan‟ arti pentingnya tanah, seterusnya dalam mengarungi kehidupan ini

seseorang tidak pernah terpisahkan dari ”urusan‟ tanah.

Wajar sajalah kemudian dikatakan secara turun temurun manusia sudah

terkondisi agar selalu berinteraksi dengan tanah sebagai tempat ia hidup.

Berlakunya pepatah yang menyatakan sedhumuk batuk senyari bumi di tohi pati,

merupakan suatu ungkapan betapa berartinya tanah bagi seseorang, sampai-


48

sampai nyawa akan dipertaruhkan apabila ada yang mencoba mengusik apalagi

merampasnya.

Bagi bangsa Indonesia tanah bukan sekedar bernilai ekonomis tetapi juga

mengandung nilai atau ikatan magis yakni dengan ditanamnya ari-ari (placenta)

sebagai sumber kehidupan ketika berada dalam rahim ibu. Mengandung nilai

historis, psikologis dan nilai monumental. Kadar pertambahan jumlah penduduk

yang tinggi, sedangkan keadaan tanah tidak bertambah, menyebabkan kebutuhan

penduduk terhadap tanah menjadi tinggi. Meskipun masih banyak tanah yang

belum digarap, namun permintaan tanah yang berlebihan oleh petani-petani yang

tidak memiliki tanah menyebabkan masalah tanah begitu kompleks dan sangat

rumit.

Kerumitan ini ditambah dengan masalah administrasi pertanahan yang

belum terpadu.Masalah tanah menjadi rawan konflik dikarnakan adanya

pemilikan yang tidak seimbang. Dengan itu, manusia semakin menggiatkan

usahanya mendapatkan tanah untuk mencapai tujuan masing-masing dalam

memanfaatkan tanah.

Jika usaha itu tidak diawasi dengan cara-cara tertentu, penyerobotan atau

tanah dan pengambilan tanah menjadi begitu jelas dan mungkin akan terjadi

pertumpahan darah, monopoli, penelantaran (dalam arti kata tanah tidak

dimaksimumkan penggunaan atau manfaatnya), ketidak-adilan dalam

menggunakan atau memanfaatkan tanah, ruang angkasa dan sejenisnya.

Tanah merupakan modal dasar bagi kehidupan manusia. Sebagai sebuah

modal dasar, maka tanah memiliki dua fungsi: fungsi produksi dan fungsi non

produksi. Kebutuhan akan penggunaan tanah tersebut sering berbenturan,


49

mengingat bahwa terdapatnya jumlah luas tanah yang terbatas, pada sisi yang lain

terdapat ledakan pertumbuhan penduduk. Tanah menjadi sangat penting ketika

terdapat dua makna atas arti penting tanah. Tanah dapat diartikan sebagai nilai

ekonomi, pada sisi yang lain tanah diartikan memiliki kegunaan non ekonomi

(nilai religio-magis dan sosial tanah).

Pada saat itulah memunculkan konflik tanah yang tampaknya tidak mudah

untuk dipecahkan. Sejarah membuktikan bahwa terjadinya konflik, pertumpahan

darah sejak masa lalu hingga perang Irak dan semua peperangan di muka bumi ini

lebih disebabkan perebutan atas penguasaan sebidang tanah. Seorang sarjana dari

Barat mengibaratkan tanah sebagai sepotong intan atau batu permata yang

memiliki banyak sisi, kadang tanah dipandang sebagai ruang, alam, faktor

produksi, barang-barang konsumsi, milik, dan modal. Di samping itu ada juga

yang memandang tanah sebagai benda yang berkaitan dengan sang pencipta

(Tuhan),

berkaitan dengan masyarakat yang menimbulkan pandangan bahwa tanah

sebagai kosmos, dan pandangan bahwa tanah adalah sebagai tabungan (saving)

serta menjadikan tanah sebagai aset (kekayaan).

Pentingnya keberadaan tanah bagi kehidupan manusia akan membentuk

hubungan yang sangat erat antara manusia dengan tanahnya. Dalam hubungan

antara manusia dengan tanah akan terbentuk suatu dialektik yang memberi

„warna‟ tersendiri bagi kehidupan manusia dalam masyarakat. Hubungan ini

dapat menentukan dan mempengaruhi seluruh struktur hubungan manusia dengan

manusia, manusia dengan masyarakat,bahkan hubungan antara manusia dalam

suatu negara.
50

Seiring dengan perkembangan kebudayaan manusia, pengaturan penguasaan

tanah pada mulanya ditemukan dalam bentuk hukum tidak tertulis, yang

berkembang dan dibentuk bersama oleh masyarakat tersebut, dan berlaku serta

dipatuhi hanya pada kesatuan masyarakatnya. Peraturan demikian di dalam

literatur hukum di Indonesia dikenal dengan hukum adat dan aturan adat tentang

penguasaan tanah. Hukum Tanah muncul sebagai sebuah jawaban atas

kepentingan manusia terhadap tanah.

Hukum memberikan batas atas kepemilikan tanah. Tanah tidak dapat

dilepaskan pengaturannya pada hubungan yang bersifat privat atau individu

murni, akan tetapi tanah merupakan sebuah domein negara. Tanah menjadi

sumber bagi pencapaian kemakmuran sebuah bangsa, dan ketika berbicara bangsa

maka negara berperan secara aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah.

Pasal 33 (3) UUD 1945 memberikan landasan juridis atas penguasaan

sumber daya alam, salah satunya adalah tanah.Inilah konsep dasar hak menguasai

negara atas tanah yang bertujuan untuk mencapai sebuah taraf kemakmuran bagi

rakyat Indonesia. Akan tetapi pada dataran implementasi yang terjadi justru

banyak muncul konflik tanah.

Menurut Bachriadi ( 2001, 44:45 ) menyimpulkan bahwa sistem

pengelolaan tanah dimasa orde baru hanya menguntungkan penguasa dan

kroninya yang hal ini telah menyebabkan banyak petani yang kehilangan hak dan

akses atas tanah.Akibatnya adalah dalam 20 tahun terkahir jumlah sengketa tanah

di Indonesia meningkat tajam dan sengketa ini sering kali berubah menjadi

konflik terbuka antara petani dan aparat keamanan.


51

Konflik tanah tidak mudah untuk diselesaikan.Hal ini dapat difahami

mengingat dimensi penguasaan atas tanah bukan sekadar penguasaan atas

sebidang objek fisik berupa tanah secara kasat mata, tetapi juga sebuah keyakinan

bahwa tanah mengandung nilai religi magis yang kuat di kalangan masyarakat.

Masuknya investasi yang memandang tanah sebagai sebuah objek fisik

bernilai ekonomi semata-mata akan berhadapan dengan masyarakat yang masih

memandang bahwa tanah tidak sekedar bernilai ekonomis tetapi mengandung nilai

sakral, karena di tanah tersebut ia dilahirkan, orang tua dimakamkan, harga diri

dimunculkan dalam bentuk penguasaan atas tanah. Pendek kata ada nilai

monumental atas tanah tersebut.

Menurut Fauzi, ( dalam, Zakie, 2016: 44-45 ). dasarkan kajian yang

diilakukannya menyimpulkan bahwa pembaruan hukum agraria yang selama ini

dilakukan belum memadai dikarnakan tidak memberikan perhatian yang

konprehensip terhadap berbagai aspek agraria misalnya terkait dengan hal-hal

pendaftaran dan pengurusan klaim-klaim masyarakat dengan tanah yang hilang

akibat pelanggaran HAM.

Untuk itu diperlukan pembaharuan hukum agraria yang lebih konprehensif

mengakomodasi berbagai aspek yang terkait.Bahkan keberadaan berbagai

masyarakat adat dengan dengan hak atas tanah perlu dicermati secara sungguh-

sungguh. Kehadiran masyarakat adat sebagai masyarakat “asli‟ Indonesia sejak

dahulu adalah suatu kenyataan sosial.

Masyarakat adat tidak tumbuh dan berkembang dengan idealisme politik

yang utopis. Eksistensinya sudah ada sejak ratusan tahun, yang ditandai adanya

berbagai kelompok manusia dengan tatanan kehidupan dalam sebuah teritorial


52

tertentu. Pergaulan mereka selalu didasarkan pada filosofi hidup yang sudah

mereka tentukan, yang umumnya ditandai dengan adanya kebersamaan dan

kekeluargaan.

Menurut Zakie ( 2016:44 ). berpendapat bahwa ada dua kemungkinan

mengapa pengaturan masyarakat adat dalam hukum Negara dari dulu sampai kini

masih belum jelas.Pertama pemerintah dalam kapasitas sebagai pemegang arah

kebijakan tidak mampu mengkonstruksi keragaman masyarakat adat dengan

totalitas sosialnya ke dalam perundang-undangan.Kedua tidak ada kemauan

politik dari pemerintah untuk membuat aturan yang menguatkan keberadaan

masyarakt adat.

Wilayah kehidupan masyarakat hukum adat ini dalam kepustakaan disebut

dengan hak ulayat (beschikking recht). Ulayat artinya wilayah.Hak ulayat adalah

serangkaian wewenang dan kewajiban bagi masyarakat hukum adat, yang

berhubungan dengan tanah yang ada dalam wilayah atau lingkungannya.

Wewenang dan kewajiban tersebut ada yang masuk dalam ranah hukum Perdata

atau privat misalnya hak bersama atas tanah yang mereka huni, dan ada juga yang

masuk dalam wilayah hukum umum atau publik berupa kewenangan untuk

menata dan mengelola, mengatur dan menentukan peruntukan, penguasaan,

penggunaan dan pemeliharaan atas sumber daya agraria dalam wilayah hak ulayat

tersebut.

Benturan makna atas tanah muncul ketika saling berhadapannya ipso jure

versus ipso facto.Ipso jure yang berasal dari konsep hukum barat berhadapan

dengan ipso facto yang berasal dari konsep hukum adat. Secara juridis (ipso jure);
53

masyarakat dianggap sebagai pemilik sah atas tanah jika ia sebagai subjek hukum

dapat membuktikannya dengan alat bukti hukum berupa surat sertifikat.

Tetapi secara ipso facto, masyarakat menganggap bahwa ia memiliki

sebidang tanah tidak dibuktikan melalui ada atau tidak adanya surat bukti

kepemilikan berupa sertifikat tanah. tetapi dari hubungan intensif yang terjadi

antara manusia dengan tanah dan pengakuan masyarakat sekitarnya. Semakin

intens suatu masyarakat berhubungan dengan tanah, maka pengakuan atas

kepemilikan tanah tersebut akan semakin kuat. (Zakie, 2016: 41-45)

b.) Pengertian Tanah

Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai berbagai arti maka dalam

penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah itu

digunakan.Dalam Hukum Tanah kata sebutan ”Tanah” dipakai dalam arti Yuridis,

sebagai sesuatu pengertian yang telah diberi batas resmi oleh UUPA. Dalam pasal

4 dinyatakan, bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya

macam-macam hak atas permukan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan

kepada orang-oarang.

Dengan demikian jelaskannya, bahwa tanah dalam pengertian Yuridis

adalah permukaan bumi hak atas tanah adalah atas sebagain tertuntu

dipermukaan bumi, yang bertasan, berdeminsi dua dengan ukuran panjang dan

lebar.tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang

disediankan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan.

Diberikannya dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan

bermakna bumi saja.


54

Untuk keperluan apapun pasti diperlukan juga untuk penggunaan sebagai

tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya. oleh

karena itu dalam ayat (2) dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya

memberi wewenang untuk dipergunakan sebagian tertentu permukaan bumi

yang bersangkutan, yang disebut “ Tanah” tetapi juga tubuh bumi yang ada

dibawahnya, air serta ruang yang ada diatasnya. dengan demikian maka yang

dipakai dengan hak atas tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagai tertentu dari

permukaan bumi.

Tetapi wewenang menggunakan yang bersembur pada hak tersebut

diperluaskan hingga meliputi juga penggunaan ” sebagian tubuh bumi yang ada

dibawah tanah dan air serta ruang yang ada diatasnya”. Tubuh bumi dan air serta

ruang yang dimaksudkan itu bukanlah kepunyaan pemegang hak atas tanah yang b

ersangkutan. Ia hanya diperolehkan menggunaka seperti yang dinyatakan dalam

pasal 4 Ayat 2 dengan kata kata: sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langs

ung. berhubunggan dengan pengguna tanah itu.

dalam batas-batas menurut udang-undang ini (Yaitu UUPA) dan

peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Sedalam berapa tubuh bumi itu boleh

digunakan dan setinggi beberapa ruang yang ada di atasnya boleh digunakan,

ditentukan oleh tujuan penggunaanya, dalam batas-batas kewajaran, perhitungan

teknis kemampuan tubuh bumi itu sendiri, kemapuaan pemegang haknya serta

ketentuan peraturan perundang-undagan yang bersangkutan.

Penggunaan tubuh bumi itu harus ada hubungannya langsung dengan

gedung yang dibangun di atas tanah yang bersangkutan.misalnya untuk

pemancangan tiang-tiang pondasi, untuk basement, ruang parkir dan lain-lain


55

keperluan yang berlangsung dengan pembangunan dan penggunaan gedung yang

dibangun.( Harsono, 2008: 18-19 )

c. Hak- hak pengguasan atas tanah

1. Pengertian pengguasan dan Menguasai

Pengertian pengguasan dan Menguasai dapat dipakai dalam arti Fisik juga

dalam arti Yuridis juga beraspek perdata dan berespek publik. Penguasaan yuridis

dilandasih dengan hak,dengan hak yang di lindungi oleh hukum dan umumnya

memberikan kewenagan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik,

pada keyataanya menguasai fisiknya dilakukan pihak lain.

Dan penyewa atau tana tersebut di kuasai secara fisik oleh pihak lain tampa

hak. Dalam hal pemilik tanah berdasarkan hak penguasaan yuridisnya, berhak

untuk menutut diserahkan kembali tanah yang bersangkutan secara fisik

kepadanya. Dalam hukum tanah kita di kenal juga pengguasaan yuridis yang tidak

memberikan kewewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan. Kreditor

pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak pengguasaan yuridis atas tanah

yang dijadikan bangunan tapi pengguasaan nya secara fisik tetap ada pada yang

mempunyai tanah tersebut (Harsono, 2008: 23)

2. Hubungan hak ulayat dengan hak-hak perseorangan.

Antara hak ulayat dan hak-hak perseoragan selalu ada pengaruh timbal balik.

Makin banyak usaha yang dilakukan seseorang atas suatu bidang tanah, makin

erat hubungannya dengan tanah yang bersangkutan dan makin kuat pula hak atas

tanah tersebut bandingkan Putusan Mahkamah Agung

Menurut Hukum Adat Karo sebidang tanah, (Harsono, 2008: 188) Kesain

yaitu sebidang tanah kosong yang letaknya dalam kampung bisa menjadi hak
56

perseoragan, setelah tanah itu diusahkan secara intensif oleh seseorang penduduk

kampung itu” kumpulan Putusan Mahkama Agung mengenai hukum adat. Dalam

hal yang demikian, kekuatan Hak Ulayat terhadap tanah itu berkurang. Tetapi

menurut hukumnya asli bagaimanapun juga kuatnya, hak perorangan atas tanah

itu tetap terkait oleh Hak Ulayat. dalam pada itu,di banyak daerah, hak-hak

perorangan.

sudah demikian kuatnya, sewaktu-waktu hubungan orang dengan tanahnya

menjadi kondor, miasalnya tidak diusahakan lagi Hak Ulayat menjadi kuat

kembali, hingga tanahnya dalam kembali ke dalam kekuasaan penuh masyarakat

hukum adat yang bersangkutan.( Harsono, 2008: 188-189 )

d.) Hak ulayat dalam UUPA

1.) Hak ulayat diakui tetapi pengakuaan itu disertai 2 syarat yaitu mengenai

eksistensinya dengan mengenai pelakanaan nya Hak Ulayat diakui” sepanjang

menurut kenyataanya masih ada ”demikian daerah-daerah dimana hak itu tidak

ada lagi, tidak akan dihidupkan kembali. didaerah-daerah dimana tidak ada lagi

Hak Ulayat, tidak akan dilahirkan Hak Ulayat baru.

pelakasanaan Hak Ulayat juga diatur dalam pasal 3 “ pelaksanaan hak ulayat

harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara,

yang berdasarkan persatuan bangsa serta tidak boleh bertentanggan dengan

undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi ”pengalaman

menunjukan bahwa ada kalanya hak ulayat itu pelaksanaanya oleh para penguasaa

atau kepala adat memnghambat bahkan merintangi usaha-usaha besar pemerintah.

sebagai contoh dapat dikemukakann kesukaran yang harus diatasi pemerintah

untuk mendapatakan tanah guna pelaksanaan usaha proyek pertanian modern di


57

tanah merah, desa tanah lia, kebupatena tanah tidung, ( Kalimantan utara )

masyarakat hukum adat yang bersakutan hanya bersedia menyerahkan tanahnya

yang notabene berupa tana alang-alang yang tidak mungkin dapat diusahakn

sendiri oleh anggota-anggota masyarakat hukum itu dengan syrat-sarat yang

bukan-bukan. Pengalaman menjunkan bahwa hak ulayat ada kalah nya merupakan

penghambat pembagunan daerah itu sendri. UUPA mendudukan hak ulayat itu

pada tempat yang sewajarnya dalam alam yang bernegara.

2.) Apa yang merupakan kreteria bagi masih adanya hak ulayat dilingkungan

kelompok warga masyarakat hukum adat tertentu itu tidak terdapat ketentuannya,

baik dalam udang UUPA sendiri maupun dalam penjelasanya. kira nya masih

adanya hak ulayat diketahui dari kenyatan menggetahui

1) Masih adanya satu kelompok orang-orang yang merupakan warga sesuatu

masayarakat hukum adat tertentu.

2) Masih adanya tanah yang merupakan wilayah masyarakat hukum adat,

yang disadari kepunyaan bersama para warga masyarakat hukum adat itu

sebagai “ lebensraum” nya. selain itu, eksentensi hak ulayat masayarakat

hukum adat yang bersangkutan juga diketahui dari keyataan, masih adanya

3) Kepala adat dan para tetua adat yang pada keyataannya dan diakui para

warganya, melakukan kegiatan sehari-hari, sebagai pengemban tugas

kewenangan masyarakat hukum adat nya, mengelola, mengatur

peruntukan, masyarakat dan kegunaan tanah bersama tersebut.

3.) Sengaja UUPA tidak mengadakan pengaturan dalam bentuk peraturan

perudangan mengenai hak ulayat, dan membiarkan penggaturannya tetap

berlangsung menurut hukum adat setempat mengatur hak ulayat menurut para
58

perancang dan pembentuk UUPA akan berakibat menghambat kan perkembangan

alamiah hak ulayat, yang pada kenyataanya memang cenderung melemah,

kecenderungan tersebut dipercepatkan dengan membikin bertambah kuatnya hak-

hak induvidu, melalui pengaturannya dalam bentuk hukum yang tertulis dan

penyelenggaraan pendaftarannya yang menghasilkan surat-surat tanda pembuktian

haknya.

melemahnya atau bahkan menghilangnya hak ulayat, diusahkan

penampungannya dalam rangka pelaksanaan hak menguasai dari Negara, yang

mencukup dan mengantikan peranan kepala adat dan para tertua adat masyarakat

hukum adat yang bersangkutan dalam hubungannya dengan tanah-tanah yang

sudah dihaki secara individual oleh para warga masyarakat hukum adat yang

bersangkutan, seperti halnya tanah-tanah di daerah-daerah lain.

4.) Apa yang diuraikan diatas adalah kebijakan yang digariskan 40 tahun lalu, saat

itu dipersiapkannya pembentukan dan ketika diundangkannya UUPA. Yaitu pada

waktu kegiatan pembangunan secara besar-besaran masih pada tahap perancanan.

dan kalau ada pun yang dilakasanakan, barulah secara sporadi dan terbatas

pengaruhnya belum dirasakan dalam praktik dikalangan masyarakat hukum adat

yang bersangkutan. umumnya pada waktu itu, tidak sukar memperoleh tanah

ulayat yang diperlukan, karena pada kenyatannya masih cukup tanah yang

tersedia. Asal dilakukan sesuai ketentuan mengenai tatacara dan persyaratan

hukum adat yang bersangkutan.

5.) Mengenai bentuk imbalan terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak

ulayat di tetapkan Pergantian diberikan dalam bentuk pembangunan falisitas

umum atau berbentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakt setempat. Ini yang
59

dimaksud bentuk ” recognitie” dalam penjelasan umum UUPA diatas.

Recognitie tidak diberikan dalam bentuk ruang. Demikian ketentuannya

dalam Kekppres tersebut yang didasarkan atas pengertian adat yang asli. kiranya

dalam keadaan perkembangan banyak hukum adat sekarang ini yang sudah dapat

persainggungan dengan ekonomi pernyesuian bentuk imbalan demikian itu perlu

dipertingbangkan.

6.) Apa yang dikemukakan diatas berlaku juga dalam usaha memperoleh bagian-

bagian tanah ulayat yang sudah dimiliki secara individual oleh para warga

masyarakat hukum adat. Baik mengenai kesepakatan penyerahan tanah maupun

imbalan.masih adanya hak ulayat disuatu masyarakat hukum adat tertentu

ditugaskan kepada pemerintah daerah, dengan mengikut sertakan para pakar

hukum adat masyarakat hukum adat yang ada di daerah bersangkutan, juga

lembaga swadaya masyarakat dan instansi-intansi yang mengelola sumber daya

alam. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal 5 tersebut akan diatur

dengan aturan Daerah yang bersangkutan.

Pada pasal 3 ditetapkan, bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum

adat yang masih ada tidak berlaku terhadap bidang-bidang tanah yang pada saat

ditetapkannya peraturan daerah tersebut sudah dipunyai oleh perseorangan atau

badan-badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah atau merupakan bidang-

bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh instansi pemerintah,

badan hukum atau perseorangan sesuai ketentuan dan tatacara yang berlaku. (

Harsono, 2008 : 190-198)

e.) Hak-hak perorangan atas tanah

1) Hak-hak Perseorangan yang Individual


60

Sebagaimana dalam lingkup Hak Ulayat, dialam lingkup hak bangsa pun

dikemungkinkan para warganegara Indonesia, sebagai pihak yang mempunyai hak

bersama atas tanah bersama tersebut, masing-masing menguasai dan

menggunakan sebagian tanah bersama itu secara individual, dengan hak-hak yang

bersifat pribadi.

Menguasai dan menggunakan tanah secara individual berarti bahwa tanah

yang bersangkutan boleh dikuasai secara perorangan. Tidak ada keharusan

menguasainya bersama-sama dengan orang-orang lain secara kolektif,

biarpun menguasai dan menggunakan tanah secara bersama dimungkinkan

dan diperolehkan. Hal itu ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 yang menyatakan

bahwa : Atas Dasar Hak Menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam

pasal 2, ditentukan adanya macm-macam hak asas permukaan bumi, yang disebut

tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri

maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

Kata-kata “baik sendiri maupun bersama-sam dengan orang-orang lain serta

badan-badan hukum” Menunjukan bahwa dalam konsepsi Hukum Tanah

Nasional, Tanah-tanah tersebut dapat dikuasai dan dipergunakan secara individual

dan tidak ada keharusan untuk menguasai dan menggunakannya secara kolektif.

Persyaratan bagi pemegang hak atas tanah yang menunjukan kepada

perorangan, baik Warganegara Indonesia maupun orang-orang asing dan badan-

badan hukum, juga menunjukan prinsip masyarakat dan penggunaan tanah secara

individual tersebut

2) Hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi


61

Sifat pribadi hak-hak individual menunjukan kepada kewenangan

pemegang hak untuk menggunakan tanah yang bersanggkutan bagi kepentingan

dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.

Hal ini ditegaskan dalam pasal 9 ayat 2, yang menyatakan,bahwa: Tiap-tiap

warganegara Indonesia yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta

untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Kata-kata untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diiri sendiri maupun

keluarganya menunjukan sifat pribadi dari hak-hak asas tanah dalam konsepsi

Hukum Tanah Nasional.

3) Hak-hak Atas tanah mengandung unsur kebersamaan

Hak-hak atas tanah yang individual dan bersifat pribadi tersebut dalam

konsepsi Hukum Tanah Nasional mengandung unsur kebersamaan. Unsur

kebersamaan atau unsur kemasyarakatan tersebut ada pada tiap hak atas tanah,

karena semua hak atas tanah secara langsung atau pun tidak langsung bersumber

pada Hak Bangsa, yang merupakan hak bersama.

Lagi pula tanah yang dihaki secara individual itu adalah sebagian dari tanah

bersama Hak-hak atas tanah yang langsung bersumber pada hak bangsa adalah

apa yang disebut hak-hak primer, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan dan hak pakai yang diberikan oleh Negara, sebagai petugas bangsa.

hak-hak yang bersumber tidak langsung dari hak bangsa, adalah apa yang disebut

hak-hak sekunder, yaitu hak-hak yang diberikan oleh pemegang hak primer,

seperti hak sewa, bagi hasil, gadai dan lain-lainnya.


62

Sifat pribadi hak-hak atas tanah yang sekaligus mengandung unsur

kebersamaan atau masyarakat tersebut, dalam pasal 6 dirumuskan dengan kata-

kata: Semua hak atas tanah mempunyai fungsi social.’( Harsono, 2008: 233-234 )

4) Hak Penguasaan atas tanah

Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraia hak-hak masyarakat atas

tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi

pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki, sesuatu yang

boleh, wajib dan atau larangan untuk diperbuat itulah yang merupakan tolok

pembeda antara berbagai hak masyarakat atas tanah yang diatur dalam hukum

tanah Negara yang bersangkutan.

kita juga mengetahui, bahwa hak-hak masyarakat atas tanah itu dapat

diartikan sebagai lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan

subyek tertuntu. hak-hak penguasa atas tanah dapat juga merupakan hubungan

hukum konkret. (“ subjek tief recht”), jika sudah dihubungkan denga tanah

tertentu dan subjek tertentu sebagai pemegang haknya,

berdasarkan adanya pengertian hak masyarakat atas tanah berbagai lembaga

hukum dan berbagai hubungan hukum konkret itulah serta penalaran mengenai

isinya masing-masing, pembahasan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan

atas tanah dapat dilakukan dengan menggunakan seuatu Sistematis yang khas,

f.) Tanah

Tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga

sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebagian dari ruang yang ada

diatasnya, dengan pembatasan yaitu sekedar diperlukan untuk kepentingan yang

langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang bersangkutan,


63

dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih

tinggi.sedalam berapa tubuh bumi dan setinggi beberapa ruang yang bersangkutan

boleh digunakan oleh tujuan penggunaannya, dalam batas-batas kewajaran,

perhintungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang

haknya serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

a.) Bangunan dan tanaman

Mengenai pemilikan bangunan yang ada diatas tanah yang dihaki, kita

telah ketahui, bahwa hukum kita menggunakan asas hukum adat, yaitu asas

pemisahan horizontal menurut asas ini bangunan dan tanaman bukan merupakan

bagaian dari tanah yang bersangkutan, maka hak atas tanah tidak dengan

sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.

perbuatan hukum mengenai tanah, tidak dengan sendirinya meliputi bangunan

dan tanaman, tetapi biar pun demikian, dalam praktik dimungkinkan suatu

pembuatan hukum mengenai tanah meliputi juga bangunan dan tanaman yang ada

diatasnya misalnya:

a) Bangunan dan tanaman tersebut secara fisik merupakan satu kesatuan

dengan tanah yang bersangkutan, artinya bangunan yang berfondasi dan

tanaman merupakan tanaman keras.

b) Bangunan dan tanaman tersebut memiliki mempunyai tanah.

c) Maksud demikian secara tegas disebutkan dalam akta yang membuktikan

dilakukannya pembuatan hukum yang bersangkutan. ( Harsono, 2008:

262-263)

E. Sistem Hukum Adat


64

Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di

Indonesia dan Negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India, Jepang dan Negara

lain. Sistem huum adat ini bersumber pada peraturan- peraturan hukum tidak

tertulis yang tembuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran

hukum masyarakatnya. Hukum adat itu mempunyai tipe yang bersifat tradisional

dengan berpangkal kepada kehendak nenek moyang.

Untuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat

besar bagi kehendaknya suci nenek moyang itu. Oleh karena itu, keinginan untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu selalu dkembalikan kepada pangkalnya-

kehendak suci nenek moyang- sebagai tolok ukur terhadap keinginan yang akan

dilakukan. Peraturan-peraturan hukum adat juga dapat berubah tergantung dari

pengaruh kejadian-kejadian dan keadaan hidup yang selih berganti. Perubahan

sering kali tidak diketahui, bahkan kadang-kadang tidak disadari oleh masyarakat.

Hal itu karena terjadi pada situasi sosial tertentu di dalam kehidupan sehari-hari.

(Djamali 1984: 72-73)

a.) Istilah Hukum Adat

Istilah hukum adat adalah terjermahan dari istilah dalam bahasa belanda

Hurgronje (dalam, Muhammad 2006:1) adalah orang yang pertama kali memakai

istilahadtrecht isitilah adtrechtkemudian dikutip dan dipakai selanjutnya van

Vollnhoven, ( dalam, Muhammad 2006: 1) sebagai istilah seperti dalam undang-

undang agama, lembaga-rakyat, kebiasaan, lembaga asli dan sebagainya dalam

perundang-undagan,

istilah adtrecht itu baru muncul pada tahun 1920 yaitu untuk pertama kali

dipakai dalam perundang-undagan belanda mengenai perguruan tinggi di negeri


65

belanda, Net erlands kata adat ini sebenarnya berasal dari arab, yang berarti

kebiasaan, dalam bahasa Indonesia dan berbagai seku atau gelongan dipakai

istilah yang bermacam-macam misalnya, di daerah Gayo: odot; sedang kan dijawa

tengah dan jawa timur adat ngadat; di daerah minang kabau: lembaga lambago

atau adat lembaga kadang-kadang pertentangan antar adat dan lembaga, yaitu

“adat” adalah mengikat dan mempunyai akibat hukum; di daerah minahasa dan di

daerah Maluku terdengar istilah adat kebiasaan: di darah batak karo istilah adat

jarang sekali terdengar, disitu dipakai istilah-istilah basa atau bicara yang

merupakan kebiasan dan kesusilaan (Pudjosewojo 2004: 16-8 )

b.) Pengertian Hukum Adat

Hukum adat adalah keseluruhan atutan-aturan atau tingkah- laku positif

yang di satu pihak mempunyai sanksi dan pihak lain dalam keadaan tidak

dikodifikasihkan dengan kata lain. Hukum adat adalah kebiasan yang mempunyai

sebap hukum dan istilah hukum adat juga terjemahan dari adatrecht yang pertama

kali diperkenalkan oleh Snouck Hurgronje, dan istilah hukm adat di pergunakan

oleh Vollnhoven.Yang di kenal sebagai bapak penemu hukum adat berlakunya

suatu peraturan hukum adat, tamapk dalam penetapan (petugas-petugas) petugas

hukum adat, putusan hakim perdamaian Desa, dan sebagainya sesuai dengan

lapangan kompetensinya masing-masing ( Masriani,2004:134)

c.) Fungsi Hukum Adat Dalam Mayarakat

Untuk menjawab pertanyaan apa fungsi hukum adat dalam masyarakat

dapat dikembalikan pada pertanyaan dasar apakah tujuan hukum itu. Apabila

hendak direduksi pada satu hal saja maka tujuan pokok dari hukum adalah

ketertiban (order). Ketertiban merupakan tujuan pokok dari segala hukum.


66

Manusia selalu hidup bermasyarakat, agar kehidupan menusia dalam masyarakat

teratur dan tertib maka diperlukan hukum. Manusia, masyarakat, dan hukum

merupakan pengertian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Pameo Romawi yang menyatakan ubi societas ibi ius (dimana ada

masyarakat di situ ada hukum) mengambarkan hubungan ini dengan tepat sekali.

Dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat tidak hanya diatur oleh hukum

akan tetapi juga dipedomani oleh agama, moral, susila, kesoponan dan kaidah-

kaidah sosial lainnya.

Antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya terdapat suatu hubungan

yang erat, yang satu memperkuat yang lainnya. Satu hal yang membedakan

hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya adalah pentaatan terhadap ketentuan

hukum dapat dipaksakan dengan suatu cara yang teratur.

Hukum sebagai kaidah sosial tidak lepas dari nilai yang berlaku dalam suatu

masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum merupakan pencerminan dari

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang

sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, tentunya

merupakan pencerminan dari nailai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (tingkah laku) mungkin saja pada

awalya merupakan suatu kebiasaan yang kemudian timbul menjadi suatu perasaan

pada suatu masyarakat yang menganut kebiasaan itu menjadi sesuatu yang patut.

Sesuatu yang patut kemudian meningkat menjadi adat.Unsur yang patut itulah

yang menjadikan itu adat, bukan unsur kebiasaan atau kelaziman.

Aturan-aturan tingkah laku inilah menjadi aturan-aturan adat. Dari aturan-

aturan tingkah laku itu ada yang menjadi adat ada yang menjadi hukum. Yang
67

membedakan antara adat dengan hukum adalah pada ada tidaknya badan-badan

tertentu yang oleh negara diberikan tugas untuk menentukan, melaksanakan,

memperlakukan dan mempertahankan atauran tingkahlaku tersebut dengan cara

tertentu.

Badan-badan tersebut diantaranya, pembentuk undang-undang, hakim dan

lain-lain yang putusan badan-badan tersebut mempunyai kekuatan hukum

mengikat. Inilah yang membedakan antara adat dengan hukum. Jika hukum itu

tidak tertulis maka disebut hukum adat tetapi sebaliknya jika dia tertulis maka

disebutlah hukum tertulis yang bentuknya diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

Dalam suatu masyarakat yang sedang mengalami perubahan menuju kearah

yang lebih baik, nilai-nilai tersebut juga sedang mengalami perubahan.Nilai-nilai

tersebut tidak lepas dari sikap (attitude) dan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-

orang yang menjadi anggota masyarakat. Tanpa perubahan sikap dan sifat kearah

yang diperlukan, maka segala pembangunan dalam arti fisik akan sedikit sekali

maknanya.

d.) Kedudukan Hukum Adat Dalam Sistem Hukum

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas bahwa hukum dan hukum adat

mempunyai arti yang sama yaitu sebagai suatu rangkaian norma yang mengatur

tingkah laku dan perbuatan dalam hidup bermasyarakat dengan tujuan terciptanya

suatu ketertiban dalam masyarakat.

Yang membedakannya adalah hukum adat berlaku bagi orang Indonesia,

sifatnya tidak tertulis dan tidak dibuat oleh legislatif. Dalam pemberlakuan hukum

adat sebagai hukum positif kiranya perlu diketengahkan dua konsep pemikiran
68

tentang hukum yang sangat tajam mempertentangkan kedudukan hukum adat

dalam sistem hukum yaitu konsep pemikiran legisme (termasuk aliran

positivisme) dan aliran mazhab sejarah.

Aliran legisme menghendaki bahwa pembuatan hukum dapat begitu saja

dilakukan dengan undang-undang, sedangkan aliran sejarah menentang

penyamaan hukum dengan undang-undang sebab hukum itu tidak mungkin dibuat

melainkan harus tumbuh dari kesadaran hukum masyarakat.

4 Aliran mazhab sejarah yang cukup besar pengaruhnya dalam membentuk

aliran tentang pembangunan hukum di Indonesia yang pada awalnya juga terbelah

atas aliran yang menghendaki kodifikasi dan unifikasi serta aliran yang

menghendaki dipertahankannya hukum adat yang tidak dikodifikasi dan tidak

diunifikasikan.

Aliran mazhab sejarah menghendaki agar hukum adat yang merupakan

pencerminan nilai-nilai kebudayaan asli Indonesia dipertahankan untuk mencegah

terjadinya pembaratan dalam hukum. Pada sisi lain mempertahankan hukum adat

juga berimplikasi negatif yaitu terisolisasinya bangsa Indonesia dalam

perkembangan hukum modern sehingga mengakibatkan keterbelakangan dan

menimbulkan problem terutama dalam bersaing dengan bangsa lain.

Pertentangan di atas tidak perlu dipertahankan melainkan harus

dipertemukan dalam keseimbangan antara hukum sebagai alat dan hukum sebagai

cermi budaya masyarakat. Juga antara hukum sebagai alat untuk menegakkan

ketertiban yang sifatnya konserfatif (memelihara) dan hukum sebagai alat untuk

membangun (mengarahkan) masyarakat agar lebih maju.


69

sesuai dengan pemikiran yang disampaikan oleh Eugen Ehrlich yang

dikenal dengan aliran sociological jurisprudence yang berbicara tentang living

law atau hukum yang hidup dalam masyarakat. Sebaliknya pihak mazhab sejarah

menentang perundang-undangan sebagai suatu cara untuk membuat hukum karena

hukum itu tidak mungkin dibuat melainkan tumbuh sendiri dari kesadaran hukum

masyarakat.

Mazhab sejarah ini menurut Kusumaatmadja, ( dalam, Syahbandir, 2010: 9).

sangat berpengaruh di Indonesia baik dikalangan pendidikan maupun di

pemerintahan.Pengaruh ini terus berlangsung melalui ahli-ahli hukum adat

terkemuka hingga generasi sarjana hukum sekarang.

Pemikiran dan sikap mazhab ini terhadap hukum telah memainkan peranan

yang penting dalam mempertahankan hukum adat sebagai pencerminan dari nilai-

nilai kehidupan penduduk pribumi. Pada sisi yang lain literatur hukum juga

mencatat bahwa hukum dalam pengertian luas dapat dikelompokkan dalam dua

bagian yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

Hukum adat termasuk dalam kelompok kedua. Akan tetapi yang menjadi

permasalahan adalah tidak ada satu pasalpun dalam batang tubuh Undang-Undang

Dasar UUD) 1945 yang mengatur tentang kedudukan hukum tidak tertulis.Malah

pasal-pasal dalam batang tubuh UUD 1945 banyak yang memerintahkan

ketentuan pasalnya untuk diatur lebih lanjut dengan Undang-undang (undang-

undang oeganik).

Perintah pengaturan lebih lanjut ketentuan Pasal dalam UUD 1945 ke dalam

undang-undang mengandung makna bahwa Negara Indonesia lebih

mengutamakan hukum yang tertulis. Pengakuan terhadap hukum tidak tertulis


70

dahulu hanya dijelaskan atau dicantumkan dalam Penjelasan Umum UUD 1945

angak I yang menyebutkan ”.Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang

tertulis.

sedang di sampingnya Undang-undang Dasar itu berlakunya juga hukum

dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-atauran dasar yang timbul dan terpelihara

dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis, kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

yang diatur dalam undang-undang hukum adat yang masih nyata-nyata

hidup, jelas materi dan lingkup masyarakat adatnya. Ketentuan di atas dapat

dipahami bahwa UUD 1945 lebih mengutamakan hukum yang tertulis dari pada

tidak tertulis.Ini maknanya bahwa pengakuan terhadap hukum adat yang masih

hidup dalam masyarakat di suatu daerah harus dilakukan dengan pengaturan

dalam peraturan perundang-undangan (tertulis).

Untuk menganalisa kedudukan hukum adat dalam sistem hukum perlu

kiranya diperhatikan salah satu aliran dalam ilmu hukum yaitu, Hukum positif

yang baik dan efektif adalah hukum yag sesuai dengan living law dari masyarakat

yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya.

Pesan Ehrlich pada pembuat undang-undang adalah dalam membuat

undang-undang hendaklah diperhatikan apa yang hidup dalam masyarakat. Adalah

suatu kenyataan dan tidak dapat dipungkiri bahwa hukum adat yang berlaku di

Indonesia pada umumnya dan Provinsi Aceh pada khusunya adalah hukum yang

sudah sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.


71

Oleh karena itu agar hukum adat dapat efektif berlaku dalam masyarakat

maka dalam pembentukan undang-undang dan Qanun di Aceh, wakil rakyat yang

duduk di lembaga legislatif harus mampu menggali dan wajib menampung

kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat.

Kesadaran hukum masyarakat yang telah diformalkan baik dalam undang-

undang maupun qanun akan dapat digunakan sebagai dasar dalam menjaga

ketertiban dan kerukunan hidup masyarakat. Lebih lanjut peranan hakim sebagai

penemu hukum juga sangat penting untuk memperhatikan kesadaran hukum yang

hidup dalam masyarakat sebagai pertimbangan hukum dalam memutuskan suatu

sengketa.

Dengan demikian yurisprudensi merupakan salah satu sumber pengenal

hukum yang hidup dalam masyarakat dapat digunakan sebagai dasar dalam

penyelesaian sengketa yang sama. (Syahbandir, 2010: 2-11)

e.) Pengertiam hukum adat menurut para sarjana

1.) Supomo

Dalam karangan beliau“Beberapa catatan mengenai kedudukan hukum

adat”memberi pengertian hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam

peraturan-peraturan legislatif (unstatutory law) meliputi peraturan-peraturan hidup

yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, ditaati dan didukung oleh

rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut

mempunyai kekuatan.

2.) Sukanto
72

mengartikan hukum adat sebagai kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak

dikitabkan dan bersifat paksaan, mempunyai saksi, jadi mempunyai akibat hukum.

(Wignjodipoero 1967:14)

3.) Muhamad

Dalam bukunya yang berjudul “ Asas-asas Hukum Adat” memberi

pengertian hukum adat terutama dalam bahasa Indonesia dan memenuhi syarat

sebagai pengantar dalam arti kata yang sebenarnya yaitu, baik dalam arti

memberikan dasar umum yang singkat yuridis, sosio- kultu dan historis, maupun

sebagai pendahuluan yang memberikan pengertian pokok dalam permulaan

memberikan hukum adat, juga dapat pula ia hendaknya memenuhi suatu

kekosongan dalam literature, hukum adat yang akan dapat memberikan suatu

Ikhtisar tentang perkembangan politik, penyelidikan dan penulisan hukum adat,

terutama yang dalam Zaman kemerdekaan Indonesia. (Muhammad, 2006 : 5)

4.) Masriani

Dalam buku beliau ”Pengantar hukum Indonesia” tahun 2004 yang

diterbitkan oleh Sinar Grafika, memberi defenisi sebagai berikut “:Hukum Adat

adalah hukum keseluruhan aturan-aturan tingkah laku positif yang di suatu pihak

mempunyai sanksi dan pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasihkan.

(Masriani, 2004: 134)

5.) Kansil

Dalam buku “Pengantar ilmu hukum indonesia” memberikan pengertian

Hukum Adat adalah adat anasir agama, Tetapai anasir ini tidak merupakan bagain

besar dari hukum itu. Naka dari situ Vollenhoven beragapan bahwa “kebiasaan”

harus disebut lebih dahulu dari pada undang-undang agama.


73

jadi “kebiasaan dan undang-undang agama” Oleh Vollenhoven dianggap

baying bahya pembuatan IS tidak mengunakan istilah hukum adat ketikan

peraturan perundagan-perundagan itu di buat pada tahun 1925.

Menurut Haar,( dalam, Kansil, 1993:372) Memasukan Teori Gray ke dalam

ilmu hukum adat, Dalam pidato itu dikatakan bahwa sering terjadi penguasa

masyarakat adat baru saja dapat menyebut peraturan yang bersangkutan telah

dimasukannya ke dalam suatu keputusan (beslissing) yang dibuat atas pelangaran,

atau konflik sekitar, peraturan itu dengan kata lain. Apabila peraturan yang

bersangkutan telah di jadikan objek nyata dalam keputusan yang telitik Tre Haar

dalam pergaulan masyarakat adat adalah sama dengan apa yang akami sendiri

catat dalam pergaulan kemasyarakatan itu. (Kansil ,1983: 372 )

g. Terhaar

Hukum adat hindia belanda di dalam ilmu praktek dan pengajaran ,

menegaskan yang berikut.

1. “Hukum Adat lahir dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan, keputusan

para warga masyarakat hukum.Terutama keputusan berwibawa dari kepala-

kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum; atau

dalam hal bertentangan kepentingan-keputusan para Hakim yang bertugas

mengadili kepala Adat, rapat desa, sepanjang keputusan-keputusan itu karena

kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan

hukum rakyat, melainkan senapas-seirama dengan kesadaran tersebut, diterima

atau diakui atau setidak-tidaknya ditoleransikan olehnya.

2. Hukum Adat itu dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis yang

terdiri dari peratuarn-peraturan Desa, surat-surat perintah Raja adalah


74

keseluruhan peraturan-peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan

para Fungsionaris.

Hukum (dalam arti luas) yang mempunyai wibawa (Macht, Authority)

serta pengaruh dan yang dalam palaksanaannya berlaku serta-merta (spontan)

dan dipatuhi dengan sepenuh hati Fungsionaris meliputi ketiga kekuasaan

yaitu: ( Eksekutif, Legislatif, Yudikatif). Dengan demikian Hukum Adat yang

berlaku itu hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-

keputusan para fungsionaris Hukum itu. bukan saja Hakim tetapi juga kepala

Adat, rapat Desa, wali tanah, petugas-petugas di lapangan Agama, petugas-

petugas desa lainnya. (Wignjodipoero, 1967: 15 )

6. Menurut Hazairin

Didalam pidato inagurasi “berpendapat bahwa” Nyatalah kiranya bahwa

seluluh lapangan hukum mempunyai hubungan dengan kesusilaan, langsung atau

puntidak lansung. Dengan demikian maka dalam sistem hukum yang tidaklah ada

tempatnya bagi seutu yang tidak selaras atau yang bertentangan dengan

kesusilaan.

Demikian juga dengan hukum adat teristimewah di sini dijumpai hubungan

dan persesuaian yang langsung antara hukum dan kesusilaan, pada ahkirnya antar

hukum dan adat, yaitu sedemikian langsungnya sehinga istilah bikinan yang

disebut “ Hukum adat” itu tidak dibutuhkan oleh rayat biasa yang memahamkan

menuerut halanya sebutan “ hukum adat” , baik dalam arti sebgai ( adat) sopan

satun maupun dalam arti sebgai hukum. (Muhammad, 2006: 10)


75

7. Menurut Wignjodipoero buku yang berjudul ” Pengantar dan asas-asas hukum

adat’ Hukum adat adalah pencerminan dari pada jiwa bangsa dari abab ke abat.

(Wignjodipoero, 1967:13)

8. Menurut Kartohadiprodjo

Hukum adat adalah suatu jenis hukum tidak tertulis yang tertentu yang

memiliki dasar pemikiran yang khas yang prinsipil berbeda dari hukum tertulis

lainnya. Hukum adat adalah hukum adat karena tersusun dengan benar pemikiran

tertentu yang prinsipil berbeda dari dasar pemikiran hukum barat (Wulansari,

2010: 5).

9. Muhammad

Hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia indonesia

dalam hubungan satu sama lain baik yang merupakan keseluruhan kelaziman,

kebiasan dan kesusila yang benar-benar hidup dimasyarakat adat dianut dan

dipertahankan oleh anggota masyarakat lain.

Maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenai

sanksi atas pelagaran yang di tetapkan dalam keputusan para penguasa adat

mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasan memberikan keputusan

dalam masyarakat adat itu yaitu dalam keputusan lurah, penghulu,wali tanah

kepala adat dan hakim. (Muhammad, 2006: 5)

10. Notopuro

Hukum adat adalah hukum tak tertulis, Hukum kebiasaan dengan ciri khas

yang merupakn pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata

keadilan dan kesejateraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan. ( Wulansari,

2010: 4-5)
76

f.) Hukum adat adalah hukum non-statutair

Hukum Adat pada umumnya belum tertulis satau tidak tertulis. Oleh

karena itu di lihat dari ahli hukum yang memegang teguh kitab undang-undang,

seorang serjana hukum yang berkaca mata kitab Undang-undang memegang

hukum keseluruhan di Indonesia initidak terlatur, tidak sempurna, tidak tegas

Vollenhoven, Sanksinya adalah berupa reaksi dari masyarakat hukum yang

bersangkutan. ( Soepomo, 2003: 3)

Reaksi adat masyarakat hukum yang bersangkutan ini dalam

pelaksanaannya sudah barang tentu dilakukan oleh penguasa masyarakat hukum

yang bersangkutan menjatuhkannya sanksinya terhadap sipelanggar peraturan

adat, menjatuhkan keputusan hukuman. (Ter Haar, dengan teori keputusannya).

Hukum Adat berurat-akar pada kebudayaan tradisional.Hukum Adat adalah

suatu hukum yang hidup perasaan hukum masyarakatIndonesia adalah ugeran-

ugeran (norma-norma kehidupan sehari-hari) yang langsung timbul sebagai

pernyataan kebudayaan orang Indonesia asli, tugasnya sebagai pernyataan rasa

keadilannya dalam hubungan pamrih.

(Hubungan pamrih adalah hubungan antar orang dengan sesamanya guna

usah memenuhi kepentingan, “business relations”,”zakelijke verhoudingen”)

g.) Unsur-unsur hukum adat Hukum Adat memiliki dua unsur, yaitu:

1. Unsur kenyataan; bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan

oleh rakyat.

2. Unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat

dimaksud mempunyai kekuatan hukum. unsur inilah yang menimbulkan

adanya kewajiban hukum (opiniyuris necessitatis)


77

a.) Bidang-bidang Hukum Adat.

a. Hukum Negara,

b. Hukum Tata Usaha Negara,

c. Hukum Pidana

d. Hukum Perdata,

e. Hukum Antar Bangsa Adat.

Sistem hukum adat sesungguhnya tidak mengenal pembagian hukum dalam

dua golongan: hukum privat atau sipil dan hukum publik. Pembangian yang

demikian ini adalah oleh para sarjana hukum Barat (Belanda) yang memiliki

sistematik hukum yang mendasarkan pada pengolongan yang demikian itu.

h.) Timbulnya hukum adat

Menurut pendapat Vollenhoven,( dalam,Wignjodipoero, 1967: 19) Dalam “Ad

atrecht”, bahwa dalam hal ini orang harus tidak menggunakan suatu teori, tetapi

harus meneliti kenyataan.apabila hakim menemui, bahwa ada peraturan-peraturan

adat, tindakan-tindakan (tingkah-laku) oleh masyarakat dianggap patut dan

mengikat para penduduk serta ada perasaan umum yang menyatakan bahwa

peraturan-peraturan itu harus dipertahankan oleh para Kepala Adat dan petugas

hukum lain-lainnya,maka peraturan-peraturan adat itu terang bersifat hukum.

Ter Haar, ( dalam ,Wignjodipoero, 1967 : 19) Di dalam orasinya pada tahun

1937 berkata,bahwa hukum adat yang berlaku hanya dapat diketahui dari

penetapan-penetapan petugas hukum

seperti Kepala Adat, hakim, rapat adat, perabot desa dan lain sebagainya

dan dinyatakan di dalam dan di luar perkepala Adat, rapat desa,


78

Soepomo Bab-bab tentang hukum adat” menulis sebagai berikut:“ Suatu

peraturan mengenai tingkah laku manusia (“rule of behaviour”) pada suatu waktu

mendapat sifat hukum, pada ketika petugas hukum yang bersangkutan

mempertahankannya terhadap orang yang melanggar peraturan itu atau pada

ketika petugas hukum bertindak untuk mencegah pelanggaran peraturan itu.

(Soepomo, 2003: 15)

Menurut Pudjosewojo, (1967: 21), menjelaskan arti “Adat” dan arti

“Hukum” sebagi berikut: Adat ialah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu

masyarakat (sudah, sedang, akan) diadatkan. Penetapan-penetapan yang

dipernyatakan oleh para petugas hukum demikian ini dapat dijadikan tanda ciri

untuk menunjukkan batas antara yang “Adat” dan yang ‘Hukum”.Pada saat

penetapan aturan-aturan tingkahlaku adat itu tegaskan berwujud hukum yang

positif.Saat penetapan tadi dapat disebut “Exsistential Moment” (saat adanya atau

lahirnya) hukum itu. Jadi hukum ini tidak tertulis, maka itu disebut: “Hukum

Adat”.

i.) Wujud hukum adat

Di dalam masyarakat hukum adat tiga wujud, yaitu sebagai:

1.Hukum yang tidak tertulis (“jus non scriptum”); merupakan bagian yang

terbesar.

2.Hukum yang tertutlis (“jus scriptum”); hanya sebagian kecil saja, misalnya

peraturan-peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja-raja atau

sultan-sultan dahulu.

3.Uraian-uraian hukum secara tertulis:lazimnya uraian-uraian ini adalah

merupakan suatu hasil penelitian (research) yang dibukukan.


79

j.) Kekuatan material peraturan hukum adat

Tebal tipisnya kekuatan material sesuatu peraturan hukum adat adalah

tergantung dari

factor-faktorsebagai berikut:

a. Lebih atau kurang banyaknya (frequentie) penetapan-penetapan yang

serupa yang memberikan stabilitas kepada peraturan hukum yang

diwujudkan oleh penetapan-penetapan itu.

b. Seberapa jauh keadaan sosial di dalam masyarakat yang bersangkutan

mengalami perubahan.

c. Seberapa jauh peratuaran yang diwujudkan itu selaras dengan sistem

hukum adat yang berlaku.

d. Seberapa jauh peraturan itu selaras dengan syarat-syarat kemanusiaan.

(Wignjodipoero, 1967:16-23)

k.) Sifat Pelanggaran Hukum Adat

a.) Di dalam sistem Hukum adat-pun segala tindakan yang bersangkutan

dengan peraturan hukum adat merupakan tindakan ilegal Hukum adat

mengenal pula upaya-upaya untuk memulihkan hukum jika hukum itu.

b.) Hukum adat tidak mengadakan pemisahan antara pelangaran hukum yang

mewajibkan tuntutan memperbaiki kembali hukum di lapangan hukum

pidana ( di muka hakim pidana) dengan pelanggaran hukum yang hanya

dapat dituntut dilapangan hukum perdata ( di muka hakim perdata ).

Berhubungan dengan itu, di dalam sistem hukum adat tidak ada perbedaan

acara ( procedure) dalam hal penututan acara perdata ( sipil) dan

penuntutan secara kriminal.


80

Apabila terjadi sesuatu pelanggaran hukum adat maka petugas

hukum kepala adat dan sebagainya mengambilkan tindakan kongkrit (

reaksi adat), guna membetulkan hukum yang dilanggar itu, suatu tindakan

melanggar hukum, Misalnya, tidak melunasi utang, memerlukan

pemulihan hukum.

Dalam hal ini hukum dapat dipulihkan dengan penghukuman si

debitteur untuk melunasih hutang.

c.) Terhadap tindakan-tindakan Ilegal lain, mungkin pelanggaran hukum

sedemikian rupa sifatnya, sehingga perlu diambil beberapa tindakan untuk

memulihkan hukum yang dilanggar,

d.) Terhadap beberapa jenis pelanggaran hukum petugas hukum hanya

bertindak apa bila diminta orang yang terkena. Sedangkan terhadap

tindakan-tindakan ilegal lainnya, petugas hukum bertindak atas Insiatif

sendiri. Ukuran yang dipakai hukum adat untuk menentukan dalam hal

mana para bertugas hukum harus bertindak ex officio dan dalam hal mana

mereka hanya akan bertindak atas permintaan orang yang berkeprntingan

masyarakat itu tidak selalu serupa dengan kepentingan umum menurut

ukuranmenguasai dunia tradisional indonesia ( Sudiyat, 1981:175-176)

F.) Pengertian Masyarakat

a.) Masyarakat

Seperti halnya defenisi tentang kebudayaan yang banyak jumlahnya,

defenisi masyarakat juga tidak sedikit.Pada akhirnya yang penting untuk

memahami masyarakat adalah penguraian dan analisinya maka jumlah

defenisinya tidaklah amat penting.


81

Defenisinya hanya lah sekedar alat untuk ringkasan untuk memberikan

batasan mengenai suatu persoalan atau pengertian ditinjau dari sudut

tertuntu.masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup cukup lama dan

berkerjasama sehingga mereka dapat mengornisasikan darinya dan berfikir

tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batat-batas tertentu dalam

bahwa masyarakat adalah sekelompok individu yang diorganisasikan dengan

mengikuti cara hidup tertentu.

( J.L Gillin dan J.P Gillin,1954:67 )dalam mengatakan bahwa masyarakat

adalah sekelompok manusia yang besar yang mempunyai kebiasan, tradisi, sikap

dan perasan persatuan yang sama. Masyarakat meliputi pengelompokan yang

lebih kecil.

Agak lebih terperinci adalah yang berbunyi bahwa masyarakat adalah suatu

sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling membantu yang

meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lainnya sistem pengawasan

yang kompleks yang selalu berubah, atau jarigan dari relasi sosial itulah yang

dinamai masyarakat menurut soerjono soekanto, ( dalam, Koentjaraningrat, 2009:

91) masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan

kebudayaan, konsep masyarakat memiliki pengertian lengkap, disatu pihak

masyarakat diartikan sebagai jalinan dan jaringan pergaulan hidup manusia (

society) sedang kan dilain pihak diartikan suatu wadah dalam pergaulan hidup

manusia konsep masyarakat sebagai jalinan pergaulan hidup manusia, tidak dapat

dipisahkan dari konsep masyarakat sebagai wadah pergaulan tersebut keduanya

sebagai sistem yang terpadu.


82

Penngertian masyarakat sebagai pergaulan, meliputi kompone-kompone

laki-laki, perumpuan,dan anak-anak. Jalinan pergaulan ini, dikembangkan atau

berkembang karena adanya sifat-sifat yang sama dan berbeda diantar manusia-

manusia yang menjadi komponennya

( Waristo, 2015: 115-116)

Masyarakat dalam buku (Koentjaraningrat, 2009: 108) Pengantar Ilmu Antropoloi

. masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling” bergaul” atau dengan

istilah ilmiah, saling” berinteraksih”. Satu kesatuan manusia dapat mempunyai

prasarana agar warganya dapat saling berinteraksih. Negara moderen misalnya,

merupakan kesatun manusia dengan berbgai macam perasan, yang memengkinkan

para warganya untuk berinterkasih secara intensif, dan dengan frekuensi yang

tinggi.

Suatu Negara moderen mempunyai seuatu jaringan komonikasih berupa

jaringan jalan raya, jarigan jalan kereta api, jaringan penghubung udara, jaringan

telkomunikasih, sistem Radio dan Tv, berbagai macam surat kabar ditingkat

Nasional suatu sistem Upacara pada hari-hari raya nasional dan sebagai.

Negara dengan wilayah geogerafis yang lebih kecil berpotensih untuk

berinteraksih secara intensif dari pada negara dengan wilayah geogerafis yang

sangat luas. Tambahan pula bila negara nersebut berupa kepulawan, seperti halnya

negara kita.

Adanya prasarana untuk berinteraksih menyebapkan warga dari suatu

kelompok manusia itu saling berinteraksih sebalik nya bila hanya ada suatu

pontensih untuk berinteraksih saja belum berarti bahwa warga dari suatu kesatuan

manusia itu benar-benar akan berinteraksih. suatu suku bangsa, misalnya saja
83

suku bangsa bali, mempunyai potensih untuk berinteraksih, yaitu bahasa bali.

Namun ada potensih itu saja tidak akan menyebapkan bahwa semua orang bali

tampa alasan mengembangkan aktifitas yang menyebapkan suatu interaksih secara

idensif antara smua orang bali tadi.

Hendak nya diperhatikan bahwa tidak semua kesatuan manusia yang

bergaul atau berinteraksih merupakan masyarakat karena suatu masyarkat harus

mempunyai suatu ikatan lain khusus. Sekumpulan orang yang megerumuni

seorang tukang penjual jamu dipinggir jalan tidak dapat di sebuat sebagai suatu

masyarakat miskipun kadang-kadang mereka juga berinteraksih secara terbatas,

mereka tidak mempunyai suatu ikatan lain kecuali

ikatan berupa perhatian terhadap penjual jamu tadi demikian juga

sekumpulan manusia yang menonton suatu pertandingan sepak bola dan

sebenarnya semua kumpulan manusia penoton apa pun juga, tidak di sebut

masyarakat. Sebaliknya, untuk sekumpulan manusia itu kita pakai istilah

kerumunan.Di dalam bahasa inggris telah dipakai istilah crowd. Ikatan yang

membuat suatu kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah

laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu.

Lagi pula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinu; dengan perkatan lain , pola

khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang khas.

Dengan demikian suatu asrama pelajar, suatu akademi kedinasan, atau

suatu sekolah, tidak dapt kita sebut masyarakat karena miskipun kesatuan manusia

yang terdiri dari murid, guru, pegawai ademisterasi, serta para kriyawan lain itu

terikat dan diatur tingkah lakunya oleh berbagai norma dan aturan sekolah dan
84

lain-lain, namun sistem norma nya hanya meliputi beberapa sektor kehidupan

yang terbatas saja.

Sedangkan sebagai kesatuan manusia, suatu asrama sekolah itu hanya

bersifat sementara, artinya tidak ada kontinuitasnya. selain ikata adat-istiadat khas

yang meliputi sektor kehidupan dan kontinuitas waktu, warga suatu masyarakat

harus juga mempunyai ciri lain, yaitu suatu rasa indentitas bahwa mereka memang

merupakan suatu kesatun khsus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia

lainnya.

Ciri ini memang dimiliki oleh penghuni suatu asrama atau angota suatu

sekolah akan tetapi tidak adanya sistem norma yang menyeluruh dan tidak adanya

kontinuitas, menyebapkan penghuni suatu asrama atau murid suatu sekolah tidak

bisa disebut masyarakat sebaliknya suatu negara, suatu kota atau desa, misalnya

merupakan kesatuan manusia yang memiliki ke 4 ciri terurai diatas , yaitu :

1.) Interaksi antara warga-warga nya

2.) Adat istiadat, norma, hukum, dan aturan khas yang mengatur seluruh pola

tingkah warga negara kota atau desa

3.) Kontinuiunitas waktu”

4.) Dan rasa identitas kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebapnya suatu

negara atau desa dapat kita sebut masyarakat dan kita memnag sering

berbicara tentang masyarakat indonesia, masyarakat filivina masyarakat

belanda, masyarakat amerika, masyarakat jakarta, masyarakat medan,

masyarakat sala, masyarakat ciamis atau masyarakt desa trunyan setelah

urayan tadi, sekarang tiba waktu nya untuk merumuskan suatu depenisi

mengenai konsep masyarakat untuk keperluan analisis antropologi.


85

Dengan memperhatikan ke tiga ciri terurai sebelum nya maka didepenisi

mengenai masyarakat secara husus dapat kita rumuskan sebagai berikut:

masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berintraksi menurut suatu

sistem adat-istiadat tertentu yang bersipat kontinu, dan yang terikat oleh

suatu rasa identitas bersama.

dalam defenisi itu menyerupai unsur-unsur kesatuan hidup”adat istiadat”

dan” kontinuitas” dalam defenisi kita, serta unsur Common atttudes and feelings

of unity sama dengan unsur “ identitas bersama”. Suatu tambahan dalam defenisi

Gillin adalah unsur ( the largest ) “ terbesar” yang tidak dimuat dalam definisi

kita. Walapun demikian, konsep itu dapat diterapkan pada konsep Masyarakat

suatu bangsa atau negara, misalnya konsep masyarakat indonesia, masyarakat

filipina, masyarakat belanda, masyarakay Amerika, dalam contoh kita

sebelumnya. ( Koentjaraningrat, 2009:108-119 )

b.) Kehidupan Berkelompok dan alam Binatang

Bukan hanya mahluk manusia saja, melainkan juga banyak jenis mahluk

lain yang hidup bersama individu-individu sejenisnya dalam sebuah kelompok.

Dari ilmu mikrobiologi, misalnya, kita mengetahui bahwa banyak jenis protozoa

hidup bersama mahluk sel sejenisnya dalam suatu kelompok sebanyak ribuan sel,

yang masing-masing tetap merupakan individu sendiri-sendiri,

dalam kelompok protozoa misalnya jenis Hydractinia itu, ada satu

pembagian kerja yang nyata antara subkelompok yang terdiri dari ratusan sel

yang fungsinya mencari makan bagi seluruh kelompok: ada yang subkelompok

lainnya yang berfungsi mereproduksi jenis dengan cara membelah diri, ada

subkelompok yang fungsinya meneliti keadaan lingkungan dengan


86

kemampuannya membedakan suhu yang terlampau tinggi atau terlampau rendah,

untuk mendeteksi adanya bahan yang dapat dimakan, dan lingkungan yang cocok

untuk teproduksi dan lain-lain kita juga mengetahui bahwa banyak jenis seranga,

seperti semut, lebah, belalang dan lain-lain hidup secara berkelompok-kelompok

dalam kelompok serangga seperti itu pun dapat kita amati adanya pembagian kerja

yang luas antara berbagai subkelompok individu.

Ada beberapa jenis semut yang menurut para ahli terbagi kedalam 16

subkelompok yang masing-masing bertugas melakukan salah satu dari ke 16

macam fungsi hidup yang berbeda-beda.Ada yang hanya bertugas dalam fungsi

produksi dengan berteler, ada yang berfungsi sebagai pencari makan, ada yang

berfungsih sebagai tukang membersihkan sarang, ada yang berfungsih dalam

mempertahankan sarang, dan sebagainya.

Selain makluk sel dan serangga, dan banyak juga jenis binatang yang lebih

tinggi seperti ikan, berung, serigal, benteng, dan makluk-makluk primata, hidup

sebagai kesatun kelompok.Dari mempelajari kelompok-kelompok binatang seperti

itu kita dapat mengastraksikan beberapa cri yang kita anggap ciri khas kehidupan

berkelompok, yaitu:

1) Pembagian kerja yang tepat antra berbagai macam subkesatuaan atau

gelongan individu dalam kelompok untuk melaksanakan berbagai macam-

macam fungsih hidup.

2) Ketergantungan individu kepada individu lain dalam kelompok sebagai akibat

dari pembagiaan kerja tadi.

3) Kerja sama antara individu yang disebapkan karena sifat ketergantugan tadi
87

4) Komunikasih antara individu yang diperlukan guna melaksanakan kerja sama

tadi

5) Diskminasih yang diadakan antara individu-individu warga kelompok dan

individu-individu dari luar nya.

Mengenai asa-asas pergaulan antar mahluk dalam kehidupan alamiah itu,

egois mendahulukan kepentingan diri sendiri diatas kepentingan yang lain” ,

mutlak perlu berbagi jenis- jenis mahluk hidup untuk dapat bertahan dalam alam

yang kejam.

Hanya sikap egois yang dapat membuat sejenis mahluk menjadi kuat

sehingga ia cocok ( Fit) dengan alam untuk bertahan dan hidup ( survive). Sikap

egois menungkinkan ”the survival of the fittest” Sebaliknya, ada beberapa ahli

filsafat lain yang menujukan bahwa lawan asas egoisme, yaitu asas altruisme atau

asas ” Hidup berbakti untuk kepentingan yang lain”, juga dapat membuat jenis

mahluk itu menjadi sedemikian kuatnya sehingga dapat bertahan dalam proses

seliksih alam yang kejam.

Kita dapat mengerti bahwah asas altruisme ini terutama berarti bagi mahluk-

mahluk yang hidup berkelompok justuru karena altruisme yang kaut, maka jenis-

jenis mahluk yang berkelompok itu mampuh mengembangkan suatu hubungan

saling tolong-menolong dan kerja sama yang serasih sehingga sebagai kelompok

mereka menjadi begitu kuat dapat bertahan hidup dalam alam yang kejam.

Jika pada semut ada individu-individu yang dengan penuh indikasih

mencari makan, dan individu-individu yang dengan penuh rasa pengorbanan

menjaga keamanan jenisnya, maka ratu semut dapat dengan sepenuhnya


88

berkonseterasi aktifitas bertelur saja sehingga dapat menetaskan semut baru yang

cukup banyak guna menjamin kelansugan hidup dari jenisnya.

c.) Kehidupan berkelompok Mahluk Manusia

Manusia adalah jenis mahluk yang juga hidup dalam berkelompok degan

demikian maka mengenai pengetahuan asas-asas hidup berkelompok yang

sebenarnya telah dapat kita pelajari sebagai jenis protozoa, Serangga dan

binatang berkelompok tersebut, juga penting untuk mencapai pengertian mengenai

kehidupan berkelompok mahluk manusia.

Walaupun demikian masih ada suatu perbedan asasi yang sangat mendasar

antar kehidupan kelompok binatang dan kehidupan kelompok manusia. Sistem

pembagian kerja, aktifitas kerja sama, dan berkomonikasih dalam kehidupan

berkelompak binatang bersifat naluri. naluri merupakan seuatu kemapuan yang

telah terencana oleh alam dan terkandung dalam jenis gen binatang yang

bersangkutan. Sedangkan sistem pembagian kerja, aktifitas kerja sama, dan

berkomonikasih dalam kehidupan berkelompok manusia tidak bersifat naluri,

hal ini disebapkan karena lepas dari pengaruh Ciri-ciri has, baik Kau

kasoid,Mongoloid, nigroid atau lainnya organisme manusia mengevolusi suatu

otak yang khas otak manusia telah menggembangkan suatu kemapuan yang

biasanya disebut “akal” akal manusia mampu untuk membayangkan dirinya dan

peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi terhadap dirinya, sehingga dengan

demikian,

manusia dapat mengadakan pilihan dan seleksi terhadap berbagai artenatif

dalam tingkah lakunya untuk mencpai efektivitas yang optimal dalam

mempertahankan hidupnya terhadap kekejaman alam sekelilingnya Apabila


89

ditemukan suatu tingkah laku yang efektif dalam menggulangi suatu masalah

hidup maka tingkah laku itu tentu diulanginya setiap kali masalah serupa timbul.

Kemudian orang mengomunikasihkan pola tingkah laku baru tadi kepada

individu-individu lainnya

dalam berkelompok dan terutama kepada keturunannya sehingga pola itu

menjadi mantap dan menjadi suatu adat yang dilaksankan sebagian besar warga

kelompok itu. Dengan demikian, banyak dari pola tingkah laku manusia yang

telah menjadi adat-istiadat itu dijadikan milik dirinya dengan belajar Kelakuan

binatang berkelompok (Animal bebvior) yang berakar dari naluri,

pada manusia menjadi tingkah laku yang dijadikan milik diri dengan belajar

( learned action) agar ada suatu pembedaan yang tajam antara kelakuan binatang

dan tingkah laku manusia dalam kehidupan berkelompok, sebaiknya diadankan

pembedaan istilah juga.

Kelakuan binatang dan kelakuan manusia yang prosesnya yang telah

direncanakn dalam gennya dan merupakan milik dirinya tampa belajar, seperti

refleks, kelakuan naluri dan kelakuan dan membabi buta tetap kita sebut kelakuan

(bebavior).

Sebalik nya, perilaku manusia yang prosesnya tida terencana dalam gen nya,

tetapi yang harus dijadikan miliknya dirinya dengan belajar, kita sebut tindakan

atau tingkah laku (action).

Oleh karena pola-pola tindakan dan tingkah laku manusia adalah hasil

belajar, maka kita dapat mudah mengerti bahwa pola-pola tindakan dapat berubah

dengan lebih cepat dari pada pertumbuhan bentuk biologis nya. Apabila pola

kelakuan dan hidup berkelompok seranga lebah dan bentuk sarangnya tidak
90

beubah, sejak ratusan generasi iya berada dialam bumi ini, tidak demikian hanya

dengan pola tingkah laku manusia.

Tingkah laku dan hidup manusia beberapa tahun yang lalu sangat berbeda

dengan yang sekarang. Hamya tiga dasawarsa hingga empat dasawarsa yang

barusaja orang indonesia masih banyak tinggal didalam rumah-rumah besar

dengan kelompok kerabat nya yang luas, dan dari musim ke musim menanam padi

di ladang atau sawah sebagai petani. Kini keturunan langsung dari para petani

tadi tinggal dalam rumah-rumah gedung dalam kompleks perumahan jawatan

atau perusahaan swasta, dan tiap hari hidup dikantor, perusahaan, atau pabrik

sebagai direktur jenderal, manajer, insinyur atau ahli teknik.

Hanya dua tiga generasi yang lalu banyak orang Eskimo didaerah pantai

utara kanada dan alaska masih berkemah dalam tenda-tenda yang dibuat dari kulit

beruang yang dilindung oleh gumpalan pengumpalan salju keras di sekeliling dan

diatasnya (igloo), dan tiap hari berburu binatang-binatang es.

Keturunan langsung para pemburu itu kini sudah tingal didalam apartemen-

apatemen yang dibuat dari batu dan semen dengan pengaturan suhu yang

otomatis, didalam kompleks-kompleks perumahan pabrik-pabrik makanan ikan

kaleng atau kompleks perusahaan pusat ngeboran minyak tempat mereka bekerja

sebagai buruh pabrik atau buruh minyak.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam rentang waktu hidup beberapa

generasi mausia tidak sama cepat naya pada kelompok manusia satu dengan

kelompok lainya. Ada yang mengalami perubahan lambat yang berlangsung

dalam jangka waktu beberapa puluh generasi satu-dua abad.


91

Ada pula kelompok-kelompok yang berubah sangat cepat, hanya

memerlukan jangka waktu dua-tiga generasi saja selama hanya beberapa puluh

tahun. Proses perubahan yang berbeda-beda menybabkan timbulnya ragam

kesatuan hidup manusia yg berada dimuka bumi ini. Apa bila sejenis seranga

lebah terap sama pola kelakuan dan cara hidupnya dimana pun ia berada, tidaklah

demikian halnya degan pola tingkah laku hidup manusia diasia, aprika, australia,

amerika utara, amaeri kalatin, atau eropa.

c.) Berbagai Wujud Kelompok Manusia

Manusia dimuka bumi saat ini berjumlah lebih dari tiga meliyar dan seluruh

mahluk jenis homo spiens menampakan suatu keragamaan yang disebapakan

karena ciri-ciri ras kaukasoid, mongoloid, negroid, dan beberapa ciri lain yang

berbeda-beda namun, seperti yang telah tersebut tadi, beragam ciri ras itu tidak

menyebapkan timbulnya beragam pola tingkah laku manusia.

Orang indonesia misalnya, yang memiliki ciri-ciri ras Mongoloid-melayu (

Orang indonesia pribumi ). Serupa itu juga ada orang amirika yang mempunyai

ciri-ciri ras Kaukasoid dfan orang amerika yang mempunyai ciri-ciri ras Negroid

dalam hal adat tingkah laku,

mereka tidak banyak berbeda karena kedua-duanya berbicara bahasa inggris

dan bertingkah laku menurut adat istiadat dan gaya hidup orang Amerika. Ragam

tingkah Laku manusia memang bukan disebapkan karena ciri-ciri ras, melainkan

karena kelompok-kelompok tempat manusia itu bergaul dan berinteraksi.

Apakah wujud nyata dari kelompok-kelompok manusia itu? Pada zaman

sekarang ini wujud tersebut adalah kelompok-kelompok yang besar terdiri dari
92

banyak manusia, terbesar dibuka bumi sebagai kesatuan-kesatuan manusia yang

erat, dan disebut negara-negara nasional.

Pada ahkir abat ke 20 ini, hampir semua manusia di dunia ini tergolong ke

dalam salah satu negara nasional. Di asia tenggara, tampak kesatuan- kesatuan

manusia yang berwujud sebagai negara nasional besar- kecil seperti Indonesia,

Malaysia, Singapura, Papua, Nugini, Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja,

Thailand, Myanmar, di Eropa Barat misalnya tampak kesatuan-kesatuan manusia

yang juga berwujud sebagai negara Nasional Besar-kecil, seperti Inggris,

Belanda, Prancis, Denmark, Jerman, Belgia, Luksemburg, Lechtenstein dan

banyak yang lain.

Sebaliknya, dalam batas Wilayah tiap negara Nasional seperti yang

tersebut diatas Tampak kesatuan-kesatuaan manusia yang lebih Khusus, berbeda

satu dengan yang lain. Hal ini disebapkan karena adat-istiadat dan bahasa suku

bangsa, kadang-kadang juga karena agama, atau kobinasi dari keduanya.

Dalam batas wilayah negara indonesia misalnya, daerah sumatera utara

dengan suku bangsa aceh yang bebrbeda suku bangsa Batak Toba, bukan hanya

mengenai adat-istiadat maupun bahasanya, melainkan juga mengenai agamanya:

suku bangsa Aceh yang dominan Islam, dan suku bangsa Batak Toba yang

dominan Kristen.

diJawa ada dua Macam Suku bangsa Jawa, yang walapun sama adat-

istiadatnya maupun bahasanya, berbeda mengenai Agamanya, yaitu satu beragam

Islam Santri, dan lainnya beragam Islam Kejewen. Demikian juga dalam batas

Wilayah Inggris misalnya, ada suku bangsa Anglosaxon yang beragama Kristen

Anglikan dan suku bangsa Irish yang beragama Katolik: atau dibatas Wilayah
93

Belgia dimana ada suku bangsa Flam yang berbahasa Belanda, dan suku bangsa

Waals yang berbahasa prancis.

Lebih Khusus, dalam tiap suku bangsa ada kesatuan-kesatuan hidup yang

lebih kecil lagi, yaitu desa dan kota, didalamnya manusia yang terikat dalam

kesatuan-kesatuan khusus itu yang berwujud sebagai kelompok-kelompok

kekerabatan, sedangkan Organisasi-organisasi khusus itu berwujud sebagai

misalnya perkumpulan-perkumpulan rekreasi, partai-partai Politik organisasi-

organisasi dagang, bedan-badan politik lainya dalam suatu kota jumlah organisasi

khusus itu seperti biasanya lebih besar dari desa manusia yang hidup didesa

maupun dikota biasanya menjadi warga atau anggota dari lebih dari satu

kelompok atau kesatuan kelompok atau kesatuan hidup seperti itu.

Walapun semua suku bangsa di negara-negara lain pada umumnya dan di

indonesia pada khusus nya, mempunyai Wujud seperti yang terurai tadi sebagai

contoh yang kongkrit akan kita tinjauh lebih khusus salah satu suku bangsa yaitu

suku bangsa bali.

Orang bali juga hidup dalm desa-desa maupun dalm kota-kota di pulau bali.

Beberapa contoh dari kota dibali misalnya gilimanuk, buleleng, singarasa,

denpasar, bangil, nyanmar dan lain-lain. Didesa-desa dibali ada kelompok-

kelompok kekerabatan seperti dadia dan karang. Ada pula organisa-organisasi

untuk mengurus pertanian dan irigasih yang bernama subak; ada organisasi-

organisasi untuk melaksanakan sesuatu pertukangan yang bernama seka, seperti

sika tukang patung, seka tukang pandai besi, seka tukang ukir, seka pelukis dan

lain-lain; ada organisasi-organisasi untuk kesenian atau untuk rekeriasi yang juga

di sebut seka.
94

Di samping itu sering terdapat berbagai organisasi yang sifatnya baru,

seperti ranting-ranting partai politik, organisasi pramuka, koperasi desa,

perkumpulan sepak bola dan sebagai.di kota bali kelompok dan organisasi seperti

tersubut diatas juga ada, malahan jumlahnya seringkali lebih besar, terutama dari

jenis-jenis yang sifatnya baru misalnya organisasi buruh, perkumpulan sekolah ,

organisasi wanita, organisasi pegawai dan berbagai jawatan dan sebagai.

Beragam kesatuan hidup manusia dalam satu kesatuan negara Nasional

mempunyai wujud yang lain. Beragam wujud ini bukan di sebapkan karena ada

suku bangsa yang berbada-beda, melainkan secara ohrisontal ada lapisan-lapisan

sosial yang berbeda-beda.Warga dari suatu negara dapat kita golong golongkan

misalnya kedalam gelongan petani, gelongan buruh, gelongan pedagang, gelongan

pegawai,gelongan bangsawan, dan lain-lain.

Masing-masing gelongan tersebut mempunyai pola-pola tingkah laku, adat

isatiadat, dan gaya hidup yang berbeda-beda gelongan- gelongan seperti itu seolah

olah merupakan lapisan-lapisan sosial, karena ada penilain tinggi rendah

mengenai tiap gelongan tadi oleh warga dan negara yang bersakutan.

Suatu negara dengan beragam suku bangsa seperti indonesia terdapat

lapisan sosial yang berlaku untuk seluruh negara .selain itu terdapat juga terdapat

sistem-sistem lapaisan sosial yang hanya berlaku untuk tiap suku bangsa dalam

negara. Pelapisan sosial di bali yang berwujud kasta brahmana, satriya, waisyah,

dan sunda, tidak berlaku misalnya dalam adat istiadat sunda, minang kabau, aceh,

timur atau lainnya.

e.) Unsur-Unsur Masyarakat


95

Adanya bermacam-macam wujud keatuan kelompok manusia menyebapkan

bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk memebeda-bedakan berbagai

macam kesatuan manusia tadi. Kecuali istilah yang paling lazim, yaitu

masyarakat, ada istilah istilah lain untuk menyebut kesatun kesatuan khusus yang

merupakan unsur-unsur dari masyarakat yaitu kategori sosial, gelongan sosial,

komunitas, kelompok, dan perkumpulan. Ke 6 istilah itu berserta konsepnya,

syart-syarat penikatannya, dan ciri-ciri lainnya, akan kita tinjaui secara lebih

mendalam berikut ini


96

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan

Penelitian ini fokusnya pada konflik tanah yang terjadi didaerah desa tanah

merah kebupaten tanah tidung Kalimantan uatara.sehubungan dengan itu. Maka

jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif,karena

mendiskripsikan data-data terjadi nya konflik tanah, penelitian yang di gunakan

dalaPada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian diskriptif

kualitatif, Karena dalam penelitian ini tidak mengugunakan angka-

angka,pendekatan ini merupakan pendekatan yang di daarkan pada kenyataanyang

terjadi dilapangan atau yang di alami responden.Penelitian deskriptif analitik, hal

ini dilakukan mengingat sifat dari metode ini adalah untuk menginterprestasikan

apa yang berlangsung saat ini

B. Sumber data

Dalam penyusun penelitian ini, Ada dua cara sember data dalam penulisannya

yaitu

1.Sumber data Primer

Dalam primer adalah sumber data yang lasung memberikan data kepada

pengumpulan data.

2.Sumber data sekunder

Sembur sekunder adalah sembur yang merupakan yang tidak langsung

memberikan data pada pengumpil data, misalnya lewat dukumen. (

Sugiyono.2016: 224)

C. Pengumpulan Data
97

Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data tampa

mengetahui teknikpengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

1.) Observasi deskriptif

Observasi deskriptif dilakukan penelitian pada saat memasuki situasi sosial

tertentu sebagai objek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah

yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajah umum, dan menyeluruh

melakukan diskripti terhadap semua yang dilihat, di denggar dan dirasakan.

Semua data direkam, oleh karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam

keadaan yang belum tertata. Obersivasi tahapan ini sering disebut sebagai Grand

tour Observation, dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama, bila dilihat dari

segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga mampu

mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui .( Sugiyono.2016: 230)

a.) Metode Observasi Lapangan

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian ( Margono,2005: 158 ). Objek

yang diteliti meliputi terjadi nya konflik didesa tanah merah kebupaten tanah

tidung,Kalimantan utara.teknik observasi dilakukan dengan cara mencatat

masalah yang dilihat,diungkapkan dan di dengar oleh peneliti selama berada

dilokasi penelitian .

b.) Metode Wawancara

Wawancara merupakan pertumuan dua orang untuk bertukal imformasih

dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
98

topik tertentu, wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan

yang harus diteliti.( Sugiyono.2016: 231)

c.) Meode Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lama berlalu, dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental, dari seseorang,

dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catat harian, sejarah kehidupan life

histories, cerita, biografi, peratuan, kebijakan, dokumen yang berbentuk gambar,

misalnya foto, gambar kehidupan. Dokumen merupakan pelengkap dari

penggunaan observasi dan wawancara.( Sugiyono.2016: 240 )

d.) Triangulasi

Dalam Teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagi teknik

pemgumpulan data yang bersifat mengabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. .( Sugiyono.2016: 241)

D.) Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sebelum memasuki

lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Dalam hal ini

Nasution (Sugiyono,2016:245) menyatakan analisis telah di mulai sejak

merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun lasung kelapangan dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian, Analisis data menjadi

pegangan penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang ( Grounded)

namun dalam penelitian kualitatif, analisi data lebih mengfokuskan selam Proses

di lapangan bersama dengan pengumpulan data. .( Sugiyono.2016: 245)

a.) Data Display ( Reduksi Data)


99

Mereduksih data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal penting dicari tema dan polanya. Dengan demikian

data yang telah direduksi akan memberi gambaran yang lebih jelas dan

mempermudahkan peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya. .(

Sugiyono.2016: 247)

b.) Data Display (Penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

urain singkat, bagan, hubungan kata kategori, flowchart dan sejenisnya, dalam hal

ini Miles and Huberman (dalam, sugiyono, 2016: 525) menyatakan yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan

teks yang bersifat Neratif data penelitian mencari tema,persamaan dan hal-hal

sering timbul.Dari data yang diperoleh lapangan, penelitian akan mencoba

mengambil kesimpulan melalui pemikiran penelitian dan dilanjutkan dengan data

yang telah terkumpul dideskripsikan dalam bentuk bahasa verbal dan mudah

dipahami.

Untuk mencapai verfikasi ( penarikan kesimpulan ) dari data-dat penelitian,

walaupun kesimpulan tersebut pada awalnya nampak kurang jelas dan diharapkan

pada langkah selanjutnya akan semakin dengan adanya landasan yang kuat.

Langka-langkah analisis data digunakan untuk memberi penjelasan secara

keseluruhan tentang penyelesaian konflik tanah bagi masyarakatdayak tidung

Kecamatan Tanah lia, Kebupaten Tana tidung Kalimantan Utara..(

Sugiyono.2016: 252 )

c.) Conclussion ( Drawing / verification


100

Menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan Vervikasi.

Kesimpulan awal yang ditemukan bukti-bukti yang kuat dsn mendukung pada

tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat penelitian kembali kelapangan menggumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan yang verbal.( Sugiyono,

2016: 252)
101

Anda mungkin juga menyukai