Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH HAK ATAS TANAH

Disusun untuk memenuhi tugas latsar CPNS 2021

Kelompok II
Fifi Wardhani A.Md.Keb ( Ketua Kelompok)
Renaldi Iman Hartawan Tamtomo A.Md.Gz
Nazela Nurhidayat A.Md. Kes
Salma Nurfadhlah A.Md. KL

PPSDM KEMENDAGRI REGIONAL


BANDUNG
Kata Pengantar

Puji serta sukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas rahmat
dan karunia-nya , sehingga makalah yang berjudul “ Hak Atas Tanah “ ini dapat
terselesaikan adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pendidikan dan pelatihan dasar CPNS 2021 , sehingga kami para peserta Pendidikan
dan Pelatihan Dasar CPNS 2021 mampu mengetahui dan mampu untuk menganalisis
serta mencari solusi permasahan Hak Atas Tanah tersebut .
Kami sadar dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna dan banyak
kekurangan , sehingga kami sangat mengharapkan saran serta masukan untuk kami
yang bersifat positip, guna untuk memperbaiki makalah yang kami tulis, kami berharap
semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Kelompok II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tanah sebagai hak dasar setiap orang, keberadaannya dijamin di dalam
UndangUndang Dasar 1945. Tanah merupakan kurunia Tuhan Yang Maha Esa, atas
dasar hak menguasai dari negara, maka menjadi kewajiban bagi pemerintah
melaksanakan pendaftaran di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang-
Undang Pokok Agraria yang individualistik komunalistik religius, selain bertujuan
melindungi tanah melalui penyerahan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah bagi
pemegangnya. Seseorang yang telah mempunyai sebidang tanah yang mana tanah
tersebut adalah telah diakui sebagai hak miliknya, maka yang bersangkutan segera
mendaftarkan tanah tersebut.
Tetapi masih ada polemik mengenai kepemilikan hak atas tanah, masih ada
masyarakat adat yang mengklaim bahwa tanah hutan mereka adalah tanah warisan
leluhur mereka, sedangkam pemerintah mengklaim bahwa tanah hutan tersebut adalah
tanagh negara, sehingga agar permasalahn ini berakhir harus segera di buatkan solusi
untuk permasalahan ini,
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang menjadi permasalahan sehingga hak atas tanah menjadi
perdebatan antara masyarakat desa dengan pemerintah ?
2. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan hak atas tanah yang terjadi di
sebagian wilayah indonesia ?

C. Tujuan
1. Untuk mencari penyebab terjadinya perdebatan hak atas tanah antara
masyarakat desa dengan pemerintah.
2. Untuk mencari solusi hak atasa tanah dengan mengunakan analisis fisbone
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tanah dan Hak Milik AtasTanah


Tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling
atas.Dimanfaatkan untuk menanam tumbuh-tumbuhan disebut tanah
garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian dan tanah perkebunan.
Sedangkan yang digunakan untuk mendirikan bangunan disebut tanah
bangunan. Tanah adalah permukaan bumi, yang dalam penggunaannya
meliputi juga sebahagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan
sebahagian dari ruang yang di atasnya,dengan pembatasan dalam pasal 4,
yaitu:sekedar di perlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut
UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebihtinggi.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil
manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak
penggunaan atas tanah.
Apabila melihat ketentuan Pasal 16 jo. Pasal 53 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), maka macam-macam hak atas tanah
dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah yang akan
tetap ada selama UUPA masih berlaku. Macam-macam hak atas tanah
yang masuk dalam kelompok ini yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak
Membuka Tanah,dan Hak Memungut HasilHutan.
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang,
maksudnya adalah hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang
akan ditetapkan dengan undang-undang. Hak atas tanah yang
disebutkan dalam Pasal 16 jo.Pasal 53 UUPA tidak bersifat limitatif,
artinya,disampinghak-hakatastanahyangdisebutkandalamUUPA,
kelak masih dimungkinkan lahirnya hak atas tanah baru yang diatur
secara khusus dengan undang-undang.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu Hak atas tanah yang
sifatnya sementara, dalam waktu singkat diusahakan akan dihapus
sebab mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal, dan yang tidak
sesuai dengan jiwa atau asas-asas UUPA. Macam-macam hak atas
tanah yang bersifat sementara ini adalah Hak Gadai (Gadai Tanah),
Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan
Hak Sewa TanahPertanian.

B. Pengertian MasyarakatAdat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan
masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-
warganya, 2). Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat
yang mengikat semuawarga.
Hukum adat memandang masyarakat sebagai suatu jenis hidup
bersama dimana manusia memandang sesamanya manusia sebagai tujuan
bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena
setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan masyarakat
memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris
disebut society. Bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka
mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas, mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh
kesamaan.
“Adah” atau “adat” artinya kebiasaan yaitu perilaku masyarakat yang
selalu senantiasa terjadi di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dengan begitu yang dimaksud hukum adat adalah hukum kebiasaan.
Menurut Maria SW Sumardjono, beberapa ciri pokok masyarakat hukum
adat adalah mereka merupakan suatu kelompok manusia, mempunyai
kekayaan tersendiri terlepas dari kekayaan perorangan, mempunyai batas
wilayah tertentu dan mempunyai kewenangan tertentu.
Konsep masyarakat hukum adat untuk pertama kali diperkenalkan
oleh Cornelius van Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius van
Vollenhoven mengeksplor lebih mendalam tentang masyarakat hukum
adat. Ter Haar memberikan pengertian sebagai berikut, masyarakat hukum
adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah
tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri
baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para
anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat
sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun
diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam
arti melepaskan diri dari ikatan itu untukselama-lamanya.
Masyarakat adat didefinisikan sebagai Kelompok masyarakat yang
memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis
tertentu, serta memiliki sistim nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial
dan wilayah sendiri. Pertarungan di dalam masyarakat adat mencakup isu-
isu: identitas diri, pandangan hidup, hak-hak atas tanah, hutan atau
sumberdaya alam (SDA), klaim atas wilayah/wilayah tradisional, dsb.
Unifikasi konseptual tentang empat faktor dominan itu “rawan” sifatnya;
yang memudahkan eksistensi dan peran serta tuntutan masyarakat adat
menjadi termarginalisasi. Tiga isu yang berbenturan berdampak pada
lemahnya posisi masyarakat adat seperti “superioritas versus inferioritas”,
“power versus powerless groups”, dan “modern versus tradisional”. Oposisi
kembar (binary opposition) yang dikembangkan oleh kelompok dominan
(pemerintah kolonial, pemerintah Orde Baru, pemilik modal dan kelompok
kepentingan lainnya) terus mendesak masyarakat adat menuju posisi tidak
menguntungkan.
C. Permasalahan Hak Atas Tanah Adat diIndonesia
Di negara-negara yang seluruh kekuasaan atas tanah dan segala apa
yang ada di bawah dan di atasnya dimiliki oleh negara secara mutlak,
konflik pertanahan tidak akan pernah terjadi, kecuali konflik terhadap hak
atas tanah di luar hak milik atas tanah. Di Indonesia, di mana negara dan
rakyat memiliki hak yang sama terhadap tanah, konflik pertanahan sering
kali terjadi. Bahkan konflik pertanahan di Indonesia pernah menjadi pemicu
perlawanan terhadap penjajah.
Dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia, ada beberapa kasus
peperangan yang dipicu oleh konflik pertanahan, salah satunya adalah
perang Dipenogoro (1825-1830 M). Peperangan ini di awali oleh
pencaplokan tanah milik Pangeran Dipenogoro oleh VOC (kamar dagang)
Belanda untuk dijadikan perkebunan. Sampai sekarang konflik-konflik
pertanahan masih sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia dengan
beragam aspek pemicunya, diantaranya dapat diklasifikasikan dalam
tipologi sengketa tanah sebagai berikut;
Kasus-kasus yang berkerkenaan dengan penggarapan rakyat atas
tanah-tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
 Kasus-kasus yang berkerkenaan dengan pelanggaran peraturan
landreform.
 Kasus-kasus yang berkerkenaan dengan ekses-ekses penyediaan
tanah untukpembangunan.
 Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah.
 Sengketa berkenaan dengan tanah ulayat (Maria S.W. Sumardjono,
Nurhasan Ismail dan Isharyanti, 2008:2)
 Untuk menghindari konflik atas tanah, setiap warga negara hendaknya
mengerti hak-hak atastanah.
BAB III

PEMBAHSAN

Analisis Fishbone dan Strategi yangDihasilkan


Dalam menentukan solusi atas permasalahan hak Atas tanah di
Indonesia, analisis yang digunakan adalah analisis Fishbone. Analisis ini
berfungsi sebagai pengidentifikasikan penyebab-penyebab yang
mungkin timbul dari suatu spesifik masalah dan kemudian memisahkan
akar penyebabnya, memungkinkan juga untuk mengidentifikasi solusi
yang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut (bisa lebih dari
satu masalah)
Berikut matriks analisis Fishbone:
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka dalam melindungi hak-hak

masyarakat atas tanah adat belum ada langkah-langkah yang optimal

dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya pengesahan

undang-undang tentang perlindungan hak atas tanah secara komunal.

Sehingga masih maraknya ekspansi hutan adat menjadi lahan-lahan

kepentingan pemilik modal, pihak swasta menjadi pertambangan atau

perkebunan, baik karena penjualan tanah adat secara pribadi atau tanah

adat yang belum memiliki pengakuan secara yuridis oleh negara.

B. Saran

Diperlukannya peran dari instansi setempat maupun pemerintah

agar perlindungan terhadap hak-hak atas tanah adat dapat segera

disahkan melalui undang-undang. Juga kebijakan pemberian hak atas

tanah adat secara komunal dapat segera dibuat agar meminimalisir

sengketa tanah yang terus menerus, kerusakan hutan dan lahan untuk

kepentingan-kepentingan perusahaan, pembukaan pertambangan,

perkebunan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil agar tanah adat, hutan

adat tetap lestari di Indonesia, sehingga dapat terjaga ciri khas,

kepribadian dalam berbangsa dan bernegara.

Anda mungkin juga menyukai