Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Menilik dari latar belakang bangsa Indonesia yang multikultural yang dimana
masyarakatnya memiliki keberagaman budaya serta nilai adat yang berbeda-beda yang dijadikan
sebagai budaya lingkungan sosial masyarakat. Yang dimana disebut dengan masyarakat adat,
yang hidup dengan norma dan aturan adat yang disepakati bersama dalam sebuah ruang lingkup
kelompok yang menjadi pola hidup masyarakat yang menjadi realitas sosial Indonesia .
Yang dimana pula berdampingan dengan hukum yang ada di dalam negara yaitu hukum
positif negara, dimana dalam negara yang berdemokratis seperti Indonesia dengan latar belakang
tersebut. Pengemukaan hak-hak budaya yang tercatum dalam Hak Asasi Manusia (HAM)
menjadi suatu hal yang layak diperjuangan oleh masyarakat agar diakui dan dilindungi nilai-nilai
hak masyarakat adat yang ada.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 dalam amandemen yang ke
4 menyatakan ‘‘bahwa negara mengakui serta menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia’’. Hal tersebut menunjukan bahwa hak kepemilikan
kekayaan masyarakat adat diakui oleh negara keberadaanya dan dijamin atas dasar hukum
sehingga hak masyarakat adat patut dilindungi dan diakomodir oleh negara.
Dan juga dilegitimasi dengan adanya UU Nomor.6 Tahun 2014 dimana dalam pasal
tersebut mengatur tentang kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Yang dimana desa dianggap sebagai cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan
pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara Indonesia terbentuk, yang mana didalamnya
tergolong dari lingkup anggota masyarakat adat. Dalam perihal hak masyarakat adat pun telah
tertuang dalam Undang-Undang No.39 tahun 1999 pasal 6 ayat 2 menyatakan “Identitas
Budaya Masyarakat Hukum Adat, Termasuk Hak Atas Tanah Ulayat dilindungi Selaras
dengan Perkembangan Jaman”
Demikian pula tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 psl 33 ayat 3 menyatakan
“Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dari beberapa dasar yang telah
tercantumkan diatas terkhususnya pada daerah Kalimantan Tenggah yang juga memiliki nilai-
nilai budaya adat yang adat didalam sosial masyarakat.
Yang dimana berdasarkan Undang-Undang diatas seharusnya hak-hak masyarakat adat
diperjuangankan dan diakomodir dengan baik oleh pemerintah . Yang dimana salah satu
diantaranya adalah hak akan tanah adat . Sebagai penjabaran dari UUD 1945 pasal 18B ayat
2 dan pasal 33 ayat 3, telah ditetapkan Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria atau
disingkat UUPA ditetapkan tanggal 24 September 1960. Prinsip utama yang mendasari
undang-undang ini ialah pasal 2 Ayat 1 bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi
dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Serta pasal 2 ayat 4
ditegaskan lagi bahwa “Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah dan Masyarakat Hukum Adat bila diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan Nasional, menurut ketentuan peraturan pemerintah.

Sebagai konsekuensi konsep Negara Hukum, pengakuan dan perlindungan atas tanah
adat dilakukan dalam kontruksi hukum positif Negara, sedangkan masyarakat adat beserta
hak-hak adatnya adalah suatu hal yang hidup dalam konstruksi hukum adat yang sama sekali
berbeda dan dalam banyak hal kontradiktif dengan Hukum Negara. Sehingga hak-hak
masyarakat adat harus bisa benar-benar diakomodir oleh pemerintah setempat.
Tambah paragraf
Namun dewasa ini kita lihat masih banyak permasalahan hak dan nilai-nilai adat yang
belum terselesaikan seperti salah satunya yang ialah permasalahan tanah adat Kinipan. Yang
dimana dalam penggunaan tanah adat tersebut tumpang tindih dengan hak masyarakat adat
setempat dikarenakan pembabatan hutan yang berlangsung oleh pihak swasta yang dipandang
masyarakat merugikan masyarakat setempat, dan ditambah dengan faktor perijinan
penggunaan lahan yang belum jelas di area tanah adat kinipan.
Dan dari konflik yang terjadi diantara kedua belah pihak ada banyak kemungkinan dan
kesalah pahaman yang mungkin terjadi atau kepentingan pihak ketiga yang ada didalam nya.
Yang dimana hal ini seharusnya diakomodir oleh lembaga sub pemerintah yang bertugas
dalam penangan hal tersebut agar aspirasi masyarakat adat dapat diakomodir dan didialogkan
agar menemukan suatu benang merah sehingga apa yang dikerjakan nantinya atas kesepakatan
bersama tanpa adanya pelanggaran hak-hak atau nilai-nilai yang dimiliki oleh kedua belah
pihak.
Dalam konflik tanah Kinipan dimana perusahaan sawit PT.Sawit Mandiri Lestari
(SML) beroperasi dengan Ijin Usaha Perkebunan(IUP) hanya berdaasarkan SK Bupati
Lamandau dan ijin Hak Guna Usaha(HGU) berdasarkan SK Mentri ATR/BPN namun tanpa
adanya persetujuan dari masyarakat adat Kinipan yang mendiami wilayah tersebut.
Sehinga masyarakat adat setempat mengajuan pengaduan kepada pemerintah daerah
kabupaten lamandau namun tidak mendapatkan respon dan masyarakat pula telah meminta
kepada pihak swasta yang bersangkuttan untuk penghentian aktifitas penggusuran lahan karena
tidak adanya kesepakatan resmi antara pihak swasta dengan masyarakat adat setempat yang
mendiami wilayah adat Kinipan.
Tambah pragraf
Namun permintaan masyarakat adat tersebut pun tidak digubris oleh pihak swasta yang
bersangkutan. Dari permasalahan tersebut disinilah dimana pola penyelesaian konflik oleh
lembaga yang bersangkutan perlu hadir untuk mengakomodir supaya tidak terjadi konflik yang
berkepenjangan dan memberikan jalan tengah kepada kedua belah pihak.
Nah dengan adanya permasalahan tersebut pula yang beriringan dengan kebijakan yang
tertuang dalam peraturan pemerintahan dalam bernegara, Implementasi dari setiap kebijakan
yang ada dngan lahirnya lembaga adat yang ada apakah sudah benar-benar diakomodir dengan
baik,sebagai wujudnyata dari perlindungan masyarakat adat khususnya di daerah Kalimantan
Tengah sendiri.
Apakah ada tindakan nyata yang diambil agar bisa mewujudkan hal tersebut dan
seberapa jauh kan tindakan implementasi kebijakan yang dilakukan sehingga hak masyarakat
adat benar-benar diakomodir untuk dilindungi dan diakui oleh negara akan nilai dan hak
masyarakat adat itu sendiri yang akan kita telaah melalui pola penyelesaian konflik-konflik
yang terjadi.
Dari sini perlu kita lihat bagaimana peranan pemerintah atau lembaga non pemerintah
yang dijadikan sebagai saluran aspirasi untuk mewujudkan hal tersebut,apakah telah
diperjuangkan dan ditata rapi dalam pengelolaannya oleh pihak lembaga yang bersangkutan.
Dan dengan adanya kebijaka-kebijakan dan lahirnya wadah lembaga aspirasi masyarakat
adat dengan berbagai peranan dan fungsinya tersebut ditengah dinamika permasalahan yang
berkaitan dengan hak-hak adat,dengan sebagaimana yang telah diuraikan,peneliti tertarik untuk
melakukan kajian khusus mengenai “: Analisis Peranan Dewan Adat Dayak (DAD)
Kalimantan Tengah Dalam Mitigasi Konflik Tanah Adat Laman Kinipan.’’Dimana
peneliti ingin menganalisa bagaiman pola penyelesaian konflik oleh lembaga adat yang
bersangkutan sebagai wujud dari perlindungan dan pengakuan akan keberadaan hak
masyarakat adat itu sendiri.

1.2. Perumusan Masalah.

1. Bagaimanakah Peranan DAD Kalteng dalam mitigasi konflik antara Masy Adat
Laman Kinipan dengan PT SML berdasarkn perspektif teori ....?
2. Apakah Mitigasi konflik oleh DAD Kalteng dapat diterima dengan baik oleh
kedua belah pihak yang berkonflik?

1.3. Tujuan Penelitian.


Dalam penelitian ini peneliti ingin mendeskripsikan bagimana upaya lembaga pemerintah
maupun non pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat adat untuk melindungi
keberadaan masyarakat adat.
Yang sebagaimana telah dijamin oleh negara. Dan mengetahui faktor faktor yang dapat
mempengaruhi pola kebijakan atau pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian konflik.
Yang dimana diketahui bahwa di Indonesia memiliki lingkungan sosial yang
multikultural dengan berbagai macam adat dan budaya yang sudah menjadi pola hidup
masyarakat dan menjadi nilai-nilai yang dianut.
Dengan kekayaan sumber daya alam nya masing-masing yang dikelola untuk bertahan
hidup,terutama didaerah Kalimantan Tengah.
Penjaminan akan hal yang termasuk dalam hak-hak masyarakat adat tersebut haruslah
dilindungi oleh pemerintah. Dimana dengan adanya berbagai macam regulasi yang telah
dikeluarkan untuk mengakomodir perlindungan hak masyarakat adat tersebut.
Dengan landasan kerangkan berfikir tersebut peneliti ingin menganalisa seberapa baik
upaya pemerintah dalam mengupayakan hak-hak dari masyarakat adat yang ada apakah telah
terakomodir dengan sebagaimana mestinya.
1. Untuk menganalisis Peranan DAD Kalteng dalam mitigasi konflik antara Masy Adat
Laman Kinipan dengan PT SML berdasarkn perspektif teori ....
2. Untuk mengetahui Mitigasi konflik oleh DAD Kalteng dapat diterima dengan baik oleh
kedua belah pihak yang berkonflik.

1.4. Manfaat Penelitian.


1.Manfaat Teoritis.
Manfaat teoritis adalah untuk menguji teori manajemen konflik yang berkaitan dengan
pencegahan konflik tanah adat.

2. Manfaat Praktis.
a. Bagi PEMPRov
Menjadi tolak ukur atau bahan kajian lembaga sebagai bahan dasar petimbangan
perumusan kebijakan yang akan dilakukan untuk menangulangi konflik adat maupun konflik
sosial yang mungkin terjadi.
b. Bagi Penulis.
Sebagai bahan acuan untuk menyusun kerangka penelitian untuk menyelesaikan tugas
akhir di jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Serta sebagai acuan
untuk memperkuat bahan analisis peneliti dalam bidang disiplin ilmu yang dipelajari.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana wujudnyata atau implementasi


tindakan pemerintah untuk melindungi dan mengakui hak-hak masyarakat adat yang ada di
daerah Kalimantan Tengah.
Dan sebagai bahan ilmu pengetahuan untuk sarana pembelajaran tentang perlindungan
masyarakat adat serta sebagai kajian untuk mengukur pola tindakan pemerintah dalam
mengakomodir hak-hak masyarakat adat. Serta sebagai tolak ukur penentuan kebijakan dari
dinamika yang terjadi untuk melahirkan regulasi yang lebih efektif.

Anda mungkin juga menyukai