Anda di halaman 1dari 17

PERLINDUNGAN HUKUM KEARIFAN LOKAL TERHADAP HUTAN ATAU

TANAH DI KALIMANTAN TENGAH

Disusun oleh :
Salsabila Thania Islami
NIM. 11000120140278

Dosen Pengampu
Dr. Sukirno S.H., M,Si.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ i

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG...................................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................. 1

C. TUJUAN ........................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3

A. PENGERTIAN HUTAN ADAT ..................................................................... 3

B. PENGERTIAN TANAH ADAT ..................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 4

A. HAK ATAS TANAH ADAT DI KALIMANTAN TENGAH ...................... 4

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERLINDUNGAN HUKUM


HAK ATAS TANAH ADAT ..................................................................................... 7

C. KEBERADAAN PERATURAN DAERAH DALAM PERLINDUNGAN


HAK ATAS TANAH ADAT ..................................................................................... 8

D. PENGATURAN MENGENAI HAK ATAS TANAH MASYARAKAT


HUKUM ADAT ........................................................................................................ 10

E. PRINSIP-PRINSIP PENGATURAN HUTAN ADAT BERDASARKAN


PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 35/PUU-IX/2011 ........................ 10

BAB IV PENUTUP .................................................................................................. 13

A. KESIMPULAN .............................................................................................. 13

B. SARAN............................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tokoh adat di Kalimantan Tengah Suwandi Asmin mengatakan dalam
hukum adat di kalteng tidak mengenal hutan adat, yang ada selama ini tanah
adat. Ini ditegaskan dalam UUD RI 1945 pada Pasal 18b Angka 2 yang
menyatakan bahwa: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang- undang. Konstitusi yang mengatur tentang
hak masyarakat adat atas hutan hanyalah berposisi sebagai panduan secara umum.
Untuk pelaksanaannya diserahkan kepada peraturan di bawahnya.1
Masyarakat hukum adat merupakan subjek dari hak ulayat yang mendiami
suatu wilayah tertentu, dan hutan adalah salah satu sumber kehidupannya yang
merupakan objek dari hak ulayat. Hutan yang merupakan objek dari hak ulayat di
kenal sebagai hutan adat. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah
masyarakat hukum adat, Pengelolaan hutan yang bersifat perlindungan dan
pemanfaatan merupakan tindakan pengelolaan kawasan dimana kawasan hutan
diproteksi namun sumber daya yang terdapat di dalamnya baik berupa kayu
maupun non kayu bisa dimanfaatkan secara langsung dan terbatas selama tidak
melakukan perubahan atas fungsi hutan. Pemanfaatan hasil hutan untuk tujuan
komersial hanya diperbolehkan kalau sifatnya untuk memenuhi kebutuhan desa
atau kebutuhan bersama (menyangkut kebutuhan masyarakat seperti pengadaan
fasilitas umum dan sebagainya).2

B. RUMUSAN MASALAH

1. Hak atas tanah adat di Kalimantan Tengah?

1
Safrin Salam. 2016. Perlindungan hukum masyarakat hukum adat atas hutan adat. Jurnal Hukum Novelty
Volume 7 Nomor 2, halaman 2-3. DOI: http://dx.doi.org/10/26555/novelty.v7i2.a5468.
2
Ibid.
1
2. Factor yang mempengaruhi perlindungan hukum hak atas tanah adat?

3. Keberadaan peraturan daerah dalam perlindungan hak atas tanah adat?

4. Pengaturan mengenai hak atas tanah masyarakat hukum adat?


5. Prinsip-prinsip pengaturan hutan adat berdasarkan putusan mahkamah
konstitusi no. 35/puu-ix/2011 ?

C. TUJUAN

Untuk mengetahui apa saja cara Negara untuk meyakinkan masyarakat


adat atas hak-hak tanah adat yang mereka miliki tanpa ada campur tangan
pemerintah dalam pengelolaan tanah pribadi.
Untuk mengetahui cara perlindungan dan pengelolaan pemerintah dan
masyarakat dalam menjaga dan mengelola hasil alam atau hutan agar tetap
terlindungi dan terjaga hasil sumber daya alamnya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN HUTAN ADAT

Hutan adat bagi sebagian masyarakat hukum adat Indonesia merupakan


suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam Undang- undang Kehutanan
Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 35 Tahun 2012 telah memberikan pengertian hutan adat yaitu “Hutan
yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Dalam buku Hutan Adat
Wujud Masyarakat Berdaulat Bangsa Bermartabat yang ditulis oleh Yuli
Prasetyo dkk, adalah sebuah sejarah baru dalam pengelolaan hutran di Indonesia
yang ditandai dengan SK hutan adat di Istana pada tanggal 30 Desember 2016.
Hutan adat adalah bagian penting dari upaya perlindungan terhadap masyarakat
hukum adat di Indonesia tidak saja hanya hutan adatnya tetapi juga kearifan local
sekaligus juga jatu diri keindonesiaan yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa.3

B. PENGERTIAN TANAH ADAT

Tanah adat atau tanah ulayat adalah bidang tanah yang atasnya terdapat
hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Hak ulayat adalah
kewenangan, yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat
atas wilayah tertentu yang merupakan warganya, dimana kewenangan ini
memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam,
termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya.
Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah
dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat
tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

3
Safrin Salam. 2016. Perlindungan hukum masyarakat hukum adat atas hutan adat. Jurnal Hukum Novelty
Volume 7 Nomor 2, halaman 5. DOI: http://dx.doi.org/10/26555/novelty.v7i2.a5468.

3
BAB III
PEMBAHASAN

A. HAK ATAS TANAH ADAT DI KALIMANTAN TENGAH

Menurut Yul Ernis (2019: P 439) Masyarakat hukum Adat Dayak sebagai
masyarakat asli (indigenous peoples), mengalami banyak kesulitan bertahan
hidup dalam konstelasi modernisasi yang cenderung ekstraktif. Masyarakat adat
pun menjadi termarjinalkan (marginalised people), baik secara ekonomi, politik
dan juga budaya. Selain itu modernisasi dan pembangunan ekstratif juga
membawa konsekuensi hilangnya Sumber Daya Alam (SDA) komunal
masyarakat hukum adat. Pemerintah daerah merespon dengan membiayai survei
kawasan hutan adat dan melakukan pengukuran kartografi terhadap wilayah adat
Kalawa.4
Berpedoman pada falsafah negara, Pancasila dan UUD 1945, maka
kemudian disusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan
Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Dayak merupakan wujud
ikhtiar hadirnya negara (pemerintah) dalam merespon isu-isu sosial-kontemporer
dimasyarakat, khususnya di wilayah masyarakat adat. Apabila Rancangan
Peraturan Daerah tentang Perlindungan Hukum Hak atas Adat telah disahkan
sebagai Peraturan Daerah tentang Perlindungan Hukum Hak Atas Tanah Adat,
maka ruang lingkup dan jangkauannya hanya terbatas pada wilayah hukum
Daerah Kalimantan Tengah. Kejadian ini (dan beberapa kejadian-kejadian lain
yang terjadi di Kabupaten lain di Kalimantan Tengah) Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah merespon dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor
13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-Hak Adat atas Tanah di Provinsi
Kalimantan Tengah.
Menurut Dewan Adat Dayak (DAD) bahwa hak ulayat/hak atas tanah
adat secara spesifik tidak populer di masyarakat, masyarakat lebih mengenalnya
tanah adat saja. Tanah adat merupakan tanah yang diperoleh berdasarkan
pembukaan lahan atau hutan oleh masyarakat adat untuk dimanfaatkan sebagai

4
Yul Ernis. 2019. Perlindungan hukum Hak atas Tanah adat Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hukum
V19. http://dx.doi.org/10/30641/dejure.2019.V19.435- 454
4
lahan perkebunan dan tempat tinggal secara turun temurun. Dalam Pasal 1 angka
12 Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-Hak
Adat di Atas Tanah di Provinsi Kalimantan Tengah menyebutkan bahwa
tanah adat adalah tanah beserta isinya yang berada di wilayah Kedamangan dan
atau di wilayah desa/ kelurahan yang dikuasai berdasarkan hukum adat, baik
berupa hutan maupun bukan hutan dengan luas dan batas-batas yang jelas, baik
milik perorangan maupun milik bersama yang keberadaannya diakui oleh
Damang Kepala Adat. Hak Atas Tanah Adat terdiri dari hak bersama dan hak
perorangan:
1. Tanah adat milik bersama merupakan tanah warisan leluhur turun
temurun yang di kelola dan dimanfaatkan bersama oleh para ahli waris
sebagai sebuah komunitas.
2. Tanah milik adat milik perorangan adalah tanah milik pribadi yang
diperoleh dari membuka hutan, jual beli, hibah, warisan dapat berupa
kebun atau tanah yang ada maupun tanah kosong berdasar pengkaplingan
musyawarah masyarakat adat dengan tokoh adat dan pemerintah Desa.5

Dalam hal ini Provinsi Kalteng telah mempunyai Peraturan Daerah Kalteng
Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Provinsi Kalimantan
Tengah dan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 13 Tahun 2009
tentang Tanah Adat dan Hak-hak Adat di atas tanah di Provinsi Kalteng Peraturan
Gubenur No. 4 Tahun 2012. Ketentuan tanah adat yang dibuat oleh pemerintah
daerah setempat belum cukup memadai dikarenakan masih mengandung beberapa
hal yang masih belum jelas aturan tanahnya,seperti pasal 3 dan 5 Peraturan
Gubernur No. 13 Tahun 2009 yang berbunyi memerintahkan para damang untuk
menginventarisir tanah adat sampai sekarang belum ada.
Kasus pengambilan tanah adat di Kalteng oleh investor baik perusahaan
sawit maupun pertambangan izinnya banyak bermasalah seperti 1,6 juta hektare
lahan sawit di Kalteng keseluruhan lahan itu dikuasai oleh sekitar 183 perusahaan
yang telah mempunyai HGU, tapi faktanya dilapangan ribuan perusahaan muncul,
dan di Kabupaten saja ada sekitar 300 perusahaan sawit, dengan luas lahan 1,7 juta

5
https://www.researchgate.net/publication/338191751_Perlindungan_Hukum_Atas_Tanah_Adat_Kalimantan_
Tengah
5
hektare. Sementara 196 unit dengan luas area 2,8 juta hektare belum beroperasi.

Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang


Perkebunan mengatur ada sistem plasma, pola kemitraan, tapi itu tidak dilakukan,
tanggung jawab perusahaan benar ada memberikan lapangan pekerjaan bagi
orang/ komunitas untuk pekerja di perusahaan, tapi apabila persoalan tanah sudah
tidak ada masalah, satu persatu mereka itu diberhentikan dengan cara di mutasi ke
tempat yg jauh akhirnya yang dipertahankan hanya tenaga security.
Pemerintah melakukan upaya untuk memberikan jaminan dan perlindungan
terhadap hak atas tanah masyarakat adat dengan membuat hukum tertulis yang
mengakomodasi ketentuan-ketentuan dari hukum adat mengenai hak atas tanah
masyarakat adat. mengingat hak atas tanah adat merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan dan budaya masyarakat adat. Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2004 Penatagunaan Tanah, objek penataan juga menyangkut
tanah adat namun pemerintah harus memperhatikan hukum adat yang masih hidup
dalam masyarakat adat, karena sumber hukum tanah bukan hanya hukum tertulis,
namun juga hukum yang tidak tertulis. Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA)
yang dibuat oleh Damang Kepala Adat Pasal 10 ayat EFE1 huruf d Perda
Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng dalam penjelasan pasal tersebut bahwa
SKTA di buat sebagai bukti kepemilikan dan dapat digunakan menjadi alat bukti
dalam pendaftaran hak atas tanah sebagaimana ketentuan UUPA atau SKTA
merupakan bukti awal kepemilikan hak atas tanah. Alat bukti dalam hukum
perdata ada 5 yaitu: Pengakuan; Sumpah; Surat; Saksi; dan Persangkaan /dugaan.6
Kantor Pertanahan Nasional seharusnya melakukan sosialisasi terhadap
peraturan yang mengatur pengakuan dan perlindungan tanah adat ke masyarakat
adat melalui lembaga adat Kedamangan agar masyarakat memetakan tanahnya.
Kewenangan persekutuan adat, adalah melestarikan tradisi adat perdamaian
dalam menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi di masyarakat adat.7

6
https://jdih.kalteng.go.id/berita/baca/perlindungan-hukum-terhadap-kawasan- hutan adat-di-kalimantan-
tengah-kesiapan-kabupatenkota-dalam-menyusun- peraturan daerah-tentang-kawasan-hutan-adat.
7
Ibid.
6
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERLINDUNGAN HUKUM HAK
ATAS TANAH ADAT
Menurut Yul Ernis (2019: P 443) Beberapa faktor yang mempengaruhi
sulitnya masyarakat hukum adat untuk diakui hak-haknya oleh Pemerintah
Daerah setempat karena tidak adanya definisi tentang tanah-tanah adat dan hak-
hak adat dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), istilah hak ulayat yang
seperti tercantum dalam UUPA di Provinsi Kalimantan Tengah disebut dengan

tanah adat, berarti tidak ada dasar hukumnya karena belum ada persepsi yang
sama tentang apa itu tanah adat di Provinsi Kalteng dengan UUPA No. 5 Tahun
1960. Selama ini penguasaan dan kepemilikan tanah oleh masyarakat hukum
adat Kalimantan Tengah telah diusik oleh klaim lain yang mendasarkan pada
otoritas formal. 8
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah meskipun telah menerbitkan
Perda Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan
Tengah Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Kelembagaan Adat
Dayak Kalimantan Tengah dan Peraturan Gubernur Nomor 13 tahun 2009
tentang Tanah Adat dan Hak-Hak Adat di Atas Tanah di Provinsi Kalimantan
Tengah Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2012, akan tetapi tidak semua
bupati memahaminya, sehingga penerapan di lapangan menjadi tidak jelas dan
akibat dari kerancuan itu, dampaknya terjadi krimininalisasi terhadap
masyarakat adat, karena tidak ada pengaturan yang jelas. Mengingat belum ada
persepsi yang sama tentang apa itu tanah adat menurut hukum adat di Provinsi
Kalteng dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria sehingga perlindungan hukum terhadap hak atas tanah
adat saat ini di Provinsi Kalteng dapat dikatakan masih belum memadai karena
tidak adanya pengakuan hak atas tanah adat dari pemerintah setempat, maka
masyarakat adat belum terlindungi oleh hukum.9
Pembuktian sebagai persyaratan seperti yang terdapat dalam peraturan
tersebut diatas itu sulit dipenuhi oleh masyarakat adat, karena menurut Lembaga
Adat Kalteng bahwa tanah adat dari dulu tidak ada pemetaan, perlindungan

8
Yul Ernis. 2019. Perlindungan hukum Hak atas Tanah adat Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hukum
V19. http://dx.doi.org/10/30641/dejure.2019.V19.435- 454
9
http://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/88
7
hukum atas tanah adat di masyarakat pedalaman hanya berdasarkan pengakuan
pemilik dan kesaksian dari masyarakat sekitar kepemilikan tanah tersebut serta
untuk membuktikan kepemilikan atas tanah adat cukup dengan bersumpah untuk
meyakinkan bahwa dia yang punya tanah adat tersebut.

Tanah adat sebagai satu kesatuan tidak terpisah dari masyarakat hukum
adat, maka untuk mewujudkan pengakuan perlindungan terhadap tanah adat
perlu adanya sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat adat dalam hal
pendataan kepemilikan tanah-tanah adat dan hak adat lainnya agar tertib hukum
di bidang pertanahan di Indonesia. Pasal 10 (ayat 1) huruf d Peraturan Daerah
Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah
menyebutkan bahwa yang menjadi dasar kepemilikan tanah adat adalah Surat
Keterangan Tanah Adat (SKTA) yang dibuat oleh Damang Kepala Adat, dan
dalam penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa SKTA di buat sebagai bukti
kepemilikan dan dapat digunakan menjadi alat bukti dalam pendaftaran hak atas
tanah sebagaimana ketentuan UUPA atau SKTA merupakan bukti awal
kepemilikan hak atas tanah.
Berdasarkan pada Pasal 4 dan 5 Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 13
Tahun 2009 tentang Tanah adat dan Hak-Hak Adat di atas tanah di Provinsi
Kalteng bahwa jika terjadi sengketa kepemilikan tanah adat dan atau sengketa
tapal batas, maka penyelesaiannya untuk menentukan kepemilikan hak atas
tanah adat tersebut, diselesaikan oleh fungsionaris lembaga kedemangan.10

C. KEBERADAAN PERATURAN DAERAH DALAM PERLINDUNGAN


HAK ATAS TANAH ADAT
Menurut Yul Ernis (2019: P 447) Sebagaimana yang telah diuraikan
diatas Daerah Kalimantan Tengah sudah memiliki peraturan yang berkaitan
dengan hukum adat, yaitu Perda Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan
Adat Dayak Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 Tentang
Kelembagaan Adat Dayak, dan Pergub Nomor 13 tahun 2009 tentang Tanah

10
Safrin Salam. 2016. Perlindungan hukum masyarakat hukum adat atas hutan adat. Jurnal HukumNovelty
Volume 7 Nomor 2. DOI: http://dx.doi.org/10/26555/novelty.v7i2.a5468.

8
Adat dan Hak-Hak Adat diatas tanah serta Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun
2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Tanah Adat dan Hak–Hak Adat di Atas Tanah. Akan tetapi dalam realitanya
keberadaan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat
dan Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-
Hak Adat di Atas Tanah di Provinsi Kalteng tersebut belum dapat melindungi
hak-hak masyarakat hukum ada terutama berkaitan dengan tanah adat itu
tersendiri.11

Keberadaan Perda tersebut pada prinsipnya menimbulkan polemik,


melihat bunyi Pasal 8 huruf k Perda Nomor 16 Tahun 2008 disebutkan bahwa
Damang Kepala Adat mempunyai tugas mengelola hak-hak adat, harta
kekayaan adat atau harta kekayaan Kedamangan untuk mempertahankan
bahkan meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat ke arah yang
lebih baik. Pasal 3 Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tanah
Adat dan Hak-Hak Adat Atas Tanah yang merupakan turunan dari Perda
Nomor 16 Tahun 2008 memberi tugas kepada Damang Kepala Adat beserta

Fungsionarisnya untuk membantu masyarakat Dayak


menginventarisir tanah adat dan hak-hak adat di atas tanah di wilayahnya
masing-masing, agar menjadi produktif dan memberi nilai tambah demi
peningkatan kesejahteraan bersama. Penegakan Hukum Adat Pasal 9 ayat (1)
huruf b Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 tentang tentang Lembaga
Adat Kedemangan disebutkan fungsi Damang adalah menegakkan hukum
adat dengan menangani kasus dan atau sengketa berdasarkan hukum adat dan
merupakan peradilan adat tingkat terakhir.
Oleh karena tidak adanya pengaturan secara khusus mengenai hutan
adat maka permasalahan hutan di Kalimantan Tengah tidak kunjung usai.
Selanjutnya berdasarkan analisis keberadaan Perda tersebut disadari beberapa
substansi belum maksimal dapat melindungi masyarakat hukum adat dan
memberikan kontribusi terhadap penyelesaian masalah tanah adat dan hak-
hak adat di atas tanah justru menimbulkan polemik baru apabila tidak segera

11
Yul Ernis. 2019. Perlindungan hukum Hak atas Tanah adat Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hukum
V19. http://dx.doi.org/10/30641/dejure.2019.V19.435- 454

9
dilakukan penyempurnaan dengan hukum yang lebih komprehensif.

D. PENGATURAN MENGENAI HAK ATAS TANAH MASYARAKAT


HUKUM ADAT
Menurut Yusuf (2016: P 414,419) Sejak reformasi bergulir Tahun 1998
sudah banyak peraturan perundang-undangan yang lahir untuk mengakui
keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah, sumber daya alam dan
hak-hak dasar lainnya. Berbagai produk legislasi tersebut menyentuh semua level
mulai dari konstitusi sampai peraturan desa. Pada level konstitusi misal dipertegas
dengan keberadaan Pasal 18B ayat 2 UUD 1945. Kebijakan hukum terhadap
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di
Kalimantan Tengah berdasarkan 2 sisi Undang-Undang yaitu Pasal 67 Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan dan penjelasan Pasal
67 menyatakan, ayat 1 masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut
kenyataannya memenuhi unsur. Ayat 2 Peraturan Daerah disusun dengan
mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat
setempat, dan tokoh masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan,
serta instansi atau pihak lain yang terkait. Ayat 3 Peraturan pemerintah memuat
aturan.12

E. PRINSIP-PRINSIP PENGATURAN HUTAN ADAT BERDASARKAN


PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 35/PUU-IX/2011
Menurut Safrin (2016: P 214,215,216) Melalui putusan MK Nomor
35/PUU-X/2012, prinsip-prinsip di atas telah dirubah secara cukup radikal.
Sehingga, prinsip pengaturan dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 menyangkut
eksistensi hutan adat menjadi sebagai berikut:
1. Pertama, apa yang disebut sebagai “hutan adat” sekarang menjadi
terpisah dari hutannegara. Hal ini merujuk pada pendapat MK yang
menyatakan bahwa sesuai dengan pengaturan dalam pasal 18B ayat 2

12
Yusuf Salamat. 2016. Pengaturan mengenai hak atas tanah masyarakat hukum adat (studi kasus pengakuan
terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat Dayak di Kalimantan Tengah). Jurnal Legislasi Indonesia.
Volume 13 Nomor 4.

10
UUD 1945, kesatuan masyarakat hukum adat adalah suatu subyek
hukum yang memiliki kapasitas untuk menyandang hak (dan
kewajiban), danoleh karenanya masyarakat hukum adat sudah
seharusnya memliki hak atas hutan (Putusan MK Nomor 35/PUU-
X/2012).
2. Kedua, karena UU Nomor 41 Tahun 1999 hanya mengenal 2 jenis
hutan yakni hutan negara dan hutan hak, mendasarkan pada prinsip
pertama di atas bahwa kesatuanmasyarakat hukum adat seharusnya
juga memiliki hak atas hutan, maka merujuk pada pendapat MK, apa
yang disebut sebagai hutan adat adalah bagian dari hutan hak
danbukan bagian dari hutan negara (Putusan MK Nomor 35/PUU-
X/2012, H. 173, 179, 181).
3. Ketiga, apa yang disebut sebagai “hutan adat” pasca adanya putusan
MK Nomor 35/PUUX/2012 ini menjadi didefinisikan sebagai “hutan
yang berada dalam wilayah masyarakathukum adat” (Putusan MK
No35/PUU-X/2012, H. 185).
4. Keempat, hutan adat sebagai hutan yang haknya dipunyai suatu
kesatuan masyarakat hukum adat akan diakui jika keberadaan
kesatuan masyarakat hukum adat tersebut diakui,dan untuk dapatnya
suatu kesatuan masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, ia harus
memenuhi syarat pengakuan sebagaimana diatur oleh UUD 1945,
yakni masyarakat hukumadat tersebut senyatanya masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat danprinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Putusan MK Nomor 35/PUU- X/2012, H. 185-
186).

Berdasarkan uraian mengenai perlindungan hutan adat dan konsep dasar


tentang hukum adat Kalimantan Tengah dalam kelembagaan Adat Dayak di
Kalimantan Tengah yang sudah masuk dalam Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Tengah. Jelas terlihat bahwa , hukum adat adalah suatu sistem yang
khas dan oleh karenanya berbeda dengan sistem hukum yang lain, termasuk
dengan sistem hukum yang lain, termasuk dengan sistem hukum Negara sebagai

11
bagian dari konsep Negara hukum. Hutan adat adalah sama dengan tanah adat,
masyarakat Kalimantan tengah harus mendapatkan hak atas tanah adat mereka,
disetiap tanah adat beserta isinya kita harus mempunyai surat tanah agar tidak
mudah untuk para investor mengambil hak masyarakat hutan adat/tanah adat.
Tanah adat pun memiliki dua hak yaitu hak bersama dan hak perorangan.
Meskipun demikian, hak tersebut sebenarnya tidak bisa diganggu atau
diambilalihkan oleh siapapun, namun masyarakat tanah adat pun bisa tetap
memiliki konflik dengan pengusaha-pengusaha luar yang ingin menguasai tanah
mereka, karena pengawasan dan perlindungan tanah adat di Kalimantan tengah
kurang dijalankan dengan baik sehingga para pengusaha atau para investor
mudah untuk mengambil alih hak tanah adat tersebut.

12
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perlindungan hukum terhadap hak atas tanah adat di Kalimantan Tengah


selama ini belum optimal mengingat belum adanya regulasi yang secara jelas
mengatur tentang perlindungan terhadap hak atas tanah adat tersebut. Ketentuan
mengenai hak atas tanah adat yang ada saat ini belum cukup memadai dalam
menjamin kepastian hukum. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala
tersebut adalah bentuk perlindungan atas tanah adat harus berdasarkan usulan
dari bawah, bukan inisiatif pemerintah.

Upaya hukum yang dilakukan dengan tantangan bersumpah adalah upaya


hukum paling serius yang dapat dilakukan oleh masyarakat adat suku Dayak
Ngaju dalam pembuktian ada tidaknya niat jahat dalam diri si pelakor. Pelakor
untuk perbuatannya berani merebut suami orang lain lebih dititik beratkan
kepada kepentingan istri sah yaitu denda pengganti baiaya yang telah
dikeluarkan keluarga istri untuk pernikahannya, denda kebutuhan sehari-hari
istri, denda pemulihan nama baik istri dan biaya pesta perdamaian bagi keluarga
besar

B. SARAN

Perlu persamaan persepsi antara pemerintah daerah /pusat, BPN tentang


hak atas tanah adat dan perlu perubahan dalam UUPA terkait tanah ulayat
karena hak atau tanah ulayat ini berbeda Peraturan Daerah Nomor16 Tahun
2008 tentang Kelembagaan Adat dan Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun
2009 tentang Tanah Adat dan Hak-Hak Adat di Atas Tanah di Provinsi Kalteng
dengan apa yang dimaksud hak ulayat yang ada di Kalteng.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Jurnal:

Pratiwi, P.F.P., Suprayitno, S., Triyani, T. (2019). Upaya hukum untuk menjerat
tindakan pelakor dalam perspektif hukum adat dayak ngaju. Jurnal Cakrawala
Hukum. 10. 209-217. DOI: https://doi.org/10.26905/idjch.v10i2. 3469.

Rico Septian Noor. 2018. Upaya perlindungan hukum terhadap eksistensi masyarakat
hukum adat di Kalimantan Tengah. Jurnal Morality. Volume 4 nomor 2.

Safrin Salam. 2016. Perlindungan hukum masyarakat hukum adat atas hutan adat. Jurnal
Hukum Novelty Volume 7 nomor 2. DOI:
http://dx.doi.org/10/26555/novelty.v7i2.a5468.

Teddy Anggoro. 2006. Kajian hukum masyarakat hukum adat dan HAM dalam lingkup
Negara kesatuam Republik Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan.
http://dx.doi.org/10/21143/jhp.vol36.no4.1477.

Yul Ernis. 2019. Perlindungan hukum Hak atas Tanah adat Kalimantan Tengah. Jurnal
Penelitian Hukum V19. http://dx.doi.org/10/30641/dejure.2019.V19.435- 454.

Yusuf Salamat. 2016. Pengaturan mengenai hak atas tanah masyarakat hukum adat (studi
kasus pengakuan terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat Dayak di
Kalimantan Tengah). Jurnal Legislasi Indonesia. Volume 13 Nomor 4.

Sumber Internet :

http://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/88

https://www.researchgate.net/publication/338191751_Perlindungan_Hukum_Atas_Tanah_
Adat_Kalimantan_Tengah
https://jdih.kalteng.go.id/berita/baca/perlindungan-hukum-terhadap-kawasan- hutan
adat-di-kalimantan-tengah-kesiapan-kabupatenkota-dalam-menyusun-
peraturan daerah-tentang-kawasan-hutan-ada

14
15

Anda mungkin juga menyukai