I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kawasan hutan terluas kedua di dunia
setelah Brazilia. Namun demikian, sejak tiga dekade terakhir ini kawasan hutan di Indonesia
mengalami degradasi yang sangat serius dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini selain
karena jumlah penduduk yang mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan terus
meningkat dari tahun ke tahun, juga terutama karena pemerintah secara sadar telah me-
ngeksploitasi sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan devisa negara (state revenue)
yang paling diandalkan setelah sumber daya alam minyak dan gas bumi. Dari sisi
pembangunan ekonomi, eksploitasi sumber daya hutan yang dilakukan pemerintah telah
memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Melalui kebijakan pemberian
konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), atau konsesi
Hutan Tanaman Industri (HTI) pemerintah mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
nasional, meningkatkan pendapatan dan devisa negara, menyerap tenaga kerja, menggerakan
roda perekonomian dan meningkatkan pendapatan asli daerah.Tetapi, dari sisi yang lain,
pemberian konsesi HPH dan HPHH serta HTI kepada pihak Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS) maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menimbulkan bencana nasional,
karena kerusakan sumber daya hutan akibat eksploitasi yang tak terkendali dan tak terawasi
secara konsisten selain menimbulkan kerugian ekologi (ecological cost) yang tak terhitung
nilainya, juga menimbulkan kerusakan social dan budaya (social and cultural cost), termasuk
pembatasan akses dan penggusuran hak-hak masyarakat serta munculnya konflik-konflik atas
pemanfaatan sumber daya hutan di daerah1.
Hukum kehutanan merupakan masalah yang sangat menarik untuk dikaji dan di analisis
karena berkaitan dengan dengan bagaimana norma, kaedah atau peraturan perundang-
undangan dibidang kehutanan dapat dijalankan dan dilaksanakan dengan baik.Kehutanan yang
asal adalah hutan merupakan karunia dan amanah dari tuhan yang maha esa, merupakn harta
kekeayaan yang diatur oleh pemerintah, memberikan kegunaan bagi umat manusia, oleh sebab
itu wajib di jaga, ditangani, dan digunakan secara maksimal untuk sebesar-besarnya
1
SEJARAH HUKUM PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA , eprints.ums.ac.id/347/1/3._NYOMAN_NURJAYA.pdf Diakses pada
tanggal 12 Desember 2017 jam 12.46 wib
1
kemakmuran rakyat secara berkesinambungan.Hutan sebagai salah satu penentu penyangga
kehidupan dan sumber kesejahteraan rakyat, semakn menurun keadaannya, oleh sebab itu
eksistensinya harus dijaga secara terus menerus, agara tetap abadi, dan ditangani dengan busi
pekerti yang luhur, berkeadilan, berwibawa, transparan, dan professional serta bertanggung
jawab2.
Makalah ini mencoba untuk memaparkan kronologi sejarah hukum pengelolaan sumber
daya alam , khususnya Hukum kehutanan dan sumber daya hutan di Indonesia, yang dimulai
dengan paparan mengenai produk hukum pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
pemerintahan bala tentara Dai Nippon Jepang, sampai instrumen hokum yang digunakan
pemerintah pada masa pasca kemerdekaan Indonesia, termasuk pada masa pemerintahan orde
lama, orde baru, dan masa pemerintahan orde reformasi. Kinerja untuk menelusuri sejarah
perkembangan produk hukum pengelolaan sumber daya hutan dari masa ke masa paling tidak
dapat memberi pema-haman tentang ideologi, politik hukum, bentuk dan subtansi hukum yang
di-implementasikan pada masing-masingera pemerintahan, serta implikasi ekonomi, ekologi,
sosial, dan budaya yang ditimbulkan dari implementasi instrumen hokum tersebut.Serta
penjelasan tentang pengertian hutan, asas dan tujuan hutan, kawasan hutan, status dan fungsi
hutan.
2
Abdul Muis Yusuf, Hukum Kehutanan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hal 1.
2
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka agar permasalahan dapat dibahas secara
operasional sesuai dengan yang diharapkan maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
3
C. Maksud dan tujuan
2. Untuk mengetahui definisi dari hutan dan cara pemanfaatan kawasan hutan.
4
BAB II
II. PEMBAHASAN
1. Sebelum Penjajahan
3
Lili Rasyidi dan Ira Rasyidi, DasarDasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 64.
4
Iman Sudiyat, AsasAsas Hukum Adat, Liberty, Yogyakarta, 1985 hlm. 20.
5
Hilman Hadikusuma, Sejarah Hukum Adat Indonesia, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 14.
5
kesaktian.6 Pada masa itu, pengantara kesaktian memiliki peran penting dalam
kehidupan masyarakatnya, termasuk dalam proses menemukan dan memberikan
hukuman.
Berbeda halnya dengan di Aceh, setelah masuknya Agama Islam pada tahun
1078 M di Peurlak dan Kerajaan Pasai, maka semua tatanan kehidupan
masyarakatnya dipengaruhi oleh ajaran agama Islam, termasuk tatanan hukumnya.
Hak tertinggi dalam penguasaan tanah dan hutan di Aceh bukanlah pada raja,
melainkan pada Allah yang Maha Kuasa. Semua tanah dan hutan dalam wilayah
kemukiman di Aceh selama belum berada dalam kekuasaan seseorang
dinamakan tanoh hak kullah (hak Allah) atau uteun poeteu Allah. Setiap orang
warga masyarakatnya dapat dengan leluasa menebang kayu sekedar untuk bahan
perumahannya, mengambil hasil hutan, berburu binatang dan mencari ikan. Apabila
hal ini dilakukan sebagai mata pencaharian maka ada kewajiban memberikan
sebagian hasil untuk desanya.8
2. Masa Penjajahan
6
H.M. Yamin, Tatanegara Madjapahit Sapta Parwa I, Prapanca, Djakarta, tt, hlm. 67.
7
Ibid., hlm. 19
8
T.I. El Hakimy, Hukum Adat Tanah Rimba di Kemukiman Leupung Aceh Besar, Pusat Studi Hukum Adat dan Islam, FH Unsyiah, Banda
Aceh , 1984, hlm. 11.
6
Sebelum dijajah oleh Pemerintah Hindia Belanda, nusantara ini,
terutama Jawa dan Madura, berada dibawah penjajahan Verenigde Oost
Indische Compagnie (VOC), yang lebih populer dengan sebutan kompeni.
Kompeni ini melakukan penjajahan untuk mendapatkan komoditas dagang
dengan biaya dan harga murah. Selain rempah-rempah, lada dan kopi, hasil
hutan pun, terutama kayu jati Jawa juga menjadi andalan komoditi
perdagangan mereka.Pada masa sebelum VOC berkuasa (1619), para raja di
Jawa masih mempunyai kekuasaan dan kepemilikan atas tanah dan hutan di
wilayah pemerintahannya. Raja mendistristribusikan tanah kepada pegawai-
pegawai istana untuk membiayai kegiatan mereka dan sebagai pengganti gaji
yang harus diterimanya. Tanah yang dibagikan oleh raja dan pejabat-pejabat
istana kepada penduduk berfungsi sebagai sumber pendapatan dan sumbangan
tenaga kerja untuk kerajaan.9 Pada waktu VOC mulai terlibat dalam kegiatan
penebangan kayu (timberm extraction), para pekerja dari penduduk desa
sekitar hutan sudah mempunyai ketrampilan yang tinggi. Karenanya, VOC
tinggal mengatur dan memanfaatkan ketrampilan penduduk tersebut untuk
meningkatkan intensitas penebangan kayu agar lebih banyak uang yang
diperoleh VOC.
9
Erman Rajagukguk, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup, Chandra Pratama, Jakarta, 1995, hlm. 8.
7
Cirebon msampai ke pojok Timur, yang menegaskan bahwa semua hutan kayu
di Jawa harus dibawah pengawasan kompeni sebagai hak milik (domein) dan
hak istimewa raja dan para pengusaha (regalita). Tidak seorang pun, terutama
terhadap hutan yang sudah diserahkan oleh Raja kepada kompeni, boleh
menebang kayu, apalagi menjalankan suatu tindakan kekuasaan. Kalau
larangan ini dilanggar, maka pelanggarnya akan dijatuhi hukuman badan.10
Kedua, pada masa kompeni sudah ada peraturan dan penerapan hukum
kehutanan bagi masyarakat. Pemberlakuan hukum kehutanan pada masa itu
lebih diutamakan untuk kepentingan kompeni dalam mengeksploitasi dan
mengeksplorasi sumber daya alam.Pada waktu itu ada anggapan, bahwa hak
rakyat atas hutan jati hanya dilimpahkan kepada kelompok orang tertentu,
tidak kepada setiap orang. Hal ini seperti tertuang dalam Plakat tanggal 30
Oktober 1787 yang memberi izin kepada awak hutan (boskhvolkenen), yang
bekerja sebagai penebang kayu untuk kepentingan kompeni.
10
Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan & Pembangunan Bidang Kehutanan, Rajawali Pers, Jakarta 1999, hlm 1014.
8
oleh kalangan nonpribumi. Karena hutan tempat resapan air telah digunduli,
maka pribumi, masyarakat adat di pedesaan dan kelompok marginal perkotaan
seringkali harus menjadi korban banjir.
11
Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 22-23.
12
Soetandyo Wignyosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional; Dinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum di
Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1994, hlm.183.
9
undang-undang yang berlaku pada masa kolonial Pemerintahan Hindia Belanda
tetap diakui sah oleh Pemerintah Militer Jepang, sebagai penjajah berikutnya.
Sehubungan dengan pemberlakuan Osamu Sirei Tahun 1942 Nomor 1 tersebut,
maka dalam bidang hokum kehutanan tetap berlaku ketentuan yang sudah ada
pada masa kolonial Belanda, yaitu Boschordonantie atau Ordonansi Hutan 1927
beserta dengan berbagai peraturan pelaksanaannya (Boschverordening 1932)
Tak lama setelah Rezim Orde Baru berkuasa, tanggal 24 Mei 1967
diundangkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan (UUPK). Berlakunya UUPK produk bangsa
Indonesia ini dimaksudkan demi kepentingan nasional, dan sekaligus pula
mengakhiri keberlakuan Boschordonantie 1927 yang telah berlaku selama 40
tahun lamanya
13
Soetandyo Wignyosoebroto, Op. Cit., hlm. 193.
10
c) Masa Pemerintahan Reformasi (1998 2006)
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalampersekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan.14
c) Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian
kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di
bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menenpatikan posisi penting sebagai
paru-paru dunia.
14
Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang kehutanan
11
Untuk dapat dikategorikan hutan, sekelompok pohon-pohon harus mempunyai tajuk-
tajuk yang cukup rapat, sehingga merangsang pemangkasan secara alami, dengan cara
menaungi ranting dan dahan di bagian bawah, dan menghasilkan tumpukan bahan
organic/seresah yang sudah terurai maupun yang belum, di atas tanah mineral. Terdapat unsur-
unsur lain yang berasosiasi, antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan berbagai bentuk
kehidupan fauna.15
Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan
No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi
kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan tentang
kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi:
Dari unsur pokok yang terkandung di dalam definisi kawasan hutan, dijadikan dasar
pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Kemudian,
untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan dan berdasarkan
kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan
ekosistem, maka luas wilayah yang minimal harus dipertahankan sebagai kawasan hutan
adalah 30 % dari luas daratan.
b) wilayah tidak berhutan yang perlu dihutankan kembali dan dipertahankan sebagai hutan
tetap.
15
DEFINISI DAN PENGERTIAN HUTAN MENURUT
AHLI KEHUTANAN www.silvikultur.com/definisi_pengertian_hutan.html diakses tgl 12 Desember 2017 jam 12.59 wib.
12
Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya dengan kriteria dan
pertimbangan tertentu, ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai berikut :
a) Kawasan Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan Suaka
Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.
b) Hutan Lindung
c) Hutan Produksi
Untuk menemukan asas-asas hokum tersebut harus dicari sifat umum dalam
kaidah atau peraturan konkrit.Hal ini berarti menunjuk pada kesamaan yang
terdapat dalam ketentuan yang konkrit itu.Dari hasil analisis terhadap berbagai
16
Sudikno mertokesumo op cit, Liberty yogyakarta, 1986, hlm. 32.
17
Ibid hal 33
13
peraturan prundang-undangan kehutanan, dapat dikemukakan asas hokum
kehutanan yang paling menonjol antara lain:
a) Asas Manfaat
b) Asas kelestarian
c) Asas Perusahaan
Asas perlindungan hutan adalah suatu asas yang setiap orang atau
badan hokum harus ikut berperan serta untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
1) Status hutan
hutan Negara yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas
tanah, misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan
(HGB).
2) Fungsi hutan
Hutan mempunyai tiga fungsi, menurut pasal 6 ayat (1) UU No 41 tahun 1999 tentang
kehutanan yaitu:
fungsi konservasi,
fungsi produksi.
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas kawasan hutan suaka alam dan kawasan
hutan pelestarian alam.
15
a) Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi
pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan
hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru
b) Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan
pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan
taman wisata alam
2) Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan
3) Hutan Produksi
Secara umum fungsi hutan adalah untuk kehidupan Sebagai bagian dari cagar lapisan
biosfer, hutan memiliki banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk di
muka bumi.Tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun sangat memerlukan hutan untuk
kelangsungan hidupnya. Allah menciptakan hutan bukan sekedar melengkapi keindahan bumi-
Nya, namun di sini lah kita akan menemukan fungsi hutan yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk di muka bumi. Ada beberapa fungsi hutan yang sangat vital bagi kehidupan makhluk
di bumi, diantaranya adalah sebagai berikut:
16
akan memberikan suplay kebutuhan oksigen yang cukup besar bagi kehidupan di muka
bumi ini. Bisa Anda bayangkan bagaimana bumi ini tanpa hutan. Sebagai contoh saat kita
berada di kawasan padang tandus yang tidak ditumbuhi pepohonan hijau, apa yang Anda
rasakan? Dan setelah itu cobalah berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Tentu akan
terasa jelasperbedaan suasana yang kita rasakan. Begitulah fungsi hutan sebagai penyedia
oksigen kehidupan
3. Mencegah Erosi
Keberadaan kawasan hutan yang luas juga akan membantu mencegah erosi atau
pengikisan tanah. Pengikisan tanah dapat disebabkan oleh air. Hutan yang luas akan
menyerap dan menampung sejumlah air yang besar. Akibatnya banjir dan tanah longsor
dapat dikembalikan. Kawasan yang tandus dan gersang biasanya akan rawan dengan
bencana longsor. Inilah fungsi hutan yang lain dan kerap kita lupakan. Para penebang hutan
secara liar melakukan penggundulan hutan tanpa rasa tanggung jawab terhadap keselamatan
bumi. Mereka sebenarnya tak hanya berkhianat kepada banyak orang, tapi juga kepada bumi
sebagai tempat tinggal mereka.
17
4. Kawasan Lindung dan Pariwisata
Hutan juga berfungsi sebagai tempat untuk melindungi aneka hewan dan tumbuhan
langka. Habitat mereka dilestarikan di kawasan hutan khusus. Di samping itu hutan juga
dapat berfungsi sebagai objek penelitian, tempat wisata dan berpetualang.18
18
FUNGSI HUTAN :: Aneka Macam Fungsi Hutan, www.anneahira.com/fungsi-hutan.htm , diakses tanggal 12 Desember 2017 jam 13.36
wib
18
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Bedasarkan uraian tersebut diatas sehingga kesimpulan dan saran yang dapat
dikemukakan dalam dalam rangka pelaksanaan atau penegakan hokum kehutanan di Indonesia
adalah sebagai berikut:
A. Kesimpulan
2. Hutan sebagai salah satu penentu penopang kehidupan dan sumber kemakmuran
masyarakat, semakin menurun keadaannya, oleh sebab itu eksistensinya harus dijaga
secara terus-menerus, agar tetap abadi, dan ditangani dengan budi pekerti yang luhur,
berkeadilan, berwibawa, transparan, dan professional dan baertanggung jawab
B. Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21