Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kawasan hutan terluas kedua di dunia
setelah Brazilia. Namun demikian, sejak tiga dekade terakhir ini kawasan hutan di Indonesia
mengalami degradasi yang sangat serius dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini selain
karena jumlah penduduk yang mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan terus
meningkat dari tahun ke tahun, juga terutama karena pemerintah secara sadar telah me-
ngeksploitasi sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan devisa negara (state revenue)
yang paling diandalkan setelah sumber daya alam minyak dan gas bumi. Dari sisi
pembangunan ekonomi, eksploitasi sumber daya hutan yang dilakukan pemerintah telah
memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Melalui kebijakan pemberian
konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), atau konsesi
Hutan Tanaman Industri (HTI) pemerintah mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
nasional, meningkatkan pendapatan dan devisa negara, menyerap tenaga kerja, menggerakan
roda perekonomian dan meningkatkan pendapatan asli daerah.Tetapi, dari sisi yang lain,
pemberian konsesi HPH dan HPHH serta HTI kepada pihak Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS) maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menimbulkan bencana nasional,
karena kerusakan sumber daya hutan akibat eksploitasi yang tak terkendali dan tak terawasi
secara konsisten selain menimbulkan kerugian ekologi (ecological cost) yang tak terhitung
nilainya, juga menimbulkan kerusakan social dan budaya (social and cultural cost), termasuk
pembatasan akses dan penggusuran hak-hak masyarakat serta munculnya konflik-konflik atas
pemanfaatan sumber daya hutan di daerah1.

Hukum kehutanan merupakan masalah yang sangat menarik untuk dikaji dan di analisis
karena berkaitan dengan dengan bagaimana norma, kaedah atau peraturan perundang-
undangan dibidang kehutanan dapat dijalankan dan dilaksanakan dengan baik.Kehutanan yang
asal adalah hutan merupakan karunia dan amanah dari tuhan yang maha esa, merupakn harta
kekeayaan yang diatur oleh pemerintah, memberikan kegunaan bagi umat manusia, oleh sebab
itu wajib di jaga, ditangani, dan digunakan secara maksimal untuk sebesar-besarnya

1
SEJARAH HUKUM PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA , eprints.ums.ac.id/347/1/3._NYOMAN_NURJAYA.pdf Diakses pada
tanggal 12 Desember 2017 jam 12.46 wib

1
kemakmuran rakyat secara berkesinambungan.Hutan sebagai salah satu penentu penyangga
kehidupan dan sumber kesejahteraan rakyat, semakn menurun keadaannya, oleh sebab itu
eksistensinya harus dijaga secara terus menerus, agara tetap abadi, dan ditangani dengan busi
pekerti yang luhur, berkeadilan, berwibawa, transparan, dan professional serta bertanggung
jawab2.

Makalah ini mencoba untuk memaparkan kronologi sejarah hukum pengelolaan sumber
daya alam , khususnya Hukum kehutanan dan sumber daya hutan di Indonesia, yang dimulai
dengan paparan mengenai produk hukum pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
pemerintahan bala tentara Dai Nippon Jepang, sampai instrumen hokum yang digunakan
pemerintah pada masa pasca kemerdekaan Indonesia, termasuk pada masa pemerintahan orde
lama, orde baru, dan masa pemerintahan orde reformasi. Kinerja untuk menelusuri sejarah
perkembangan produk hukum pengelolaan sumber daya hutan dari masa ke masa paling tidak
dapat memberi pema-haman tentang ideologi, politik hukum, bentuk dan subtansi hukum yang
di-implementasikan pada masing-masingera pemerintahan, serta implikasi ekonomi, ekologi,
sosial, dan budaya yang ditimbulkan dari implementasi instrumen hokum tersebut.Serta
penjelasan tentang pengertian hutan, asas dan tujuan hutan, kawasan hutan, status dan fungsi
hutan.

2
Abdul Muis Yusuf, Hukum Kehutanan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hal 1.

2
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka agar permasalahan dapat dibahas secara
operasional sesuai dengan yang diharapkan maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah hukum kehutanan di indonesia?

2. Apa pengertian hutan dan pemanfaatan kawasan hutan?

3. Bagaimana azas dan tujuan hukum kehutanan di diindonesia?

4. Bagaimana status dan fungsi hutan?

3
C. Maksud dan tujuan

1. Mengetahui bagaimana sejarah hokum kehutanan di Indonesia

2. Untuk mengetahui definisi dari hutan dan cara pemanfaatan kawasan hutan.

3. Untuk memngetahui tujuan dan asas hokum kehutanan di Indonesia

4. Untuk mengetahui status dan fungsi hutan

4
BAB II

II. PEMBAHASAN

A. Sejarah hukum kehutanan di Indonesia

Pembahasan perkembangan hukum kehutanan Indonesia dapat dikategorikan dalam


tiga historika, yaitu pengaturan kehutanan sebelum penjajahan, masa penjajahan
Pemerintah Hindia Belanda, dan masa setelah kemerdekaan.

1. Sebelum Penjajahan

Pada masa sebelum penjajahan Belanda, persoalan kehutanan diatur oleh


hokum adat masing-masing komunitas masyarakat. Sekalipun pada masa itu tingkat
kemampuan tulis baca anggota masyarakatnya masih rendah, tetapi dalam setiap
masyarakat tersebut tetap ada hukum yang mengaturnya. Von Savigny mengajarkan
bahwa hukum mengikuti jiwa/semangat rakyat (volkgeist) dari masyarakat tempat
hukum itu berlaku. Karena volkgeist masing-masing masyarakat berlainan, maka
hukum masing-masing masyarakat juga berlainan3.Hukum yang dimaksudkan dan
dikenal pada masa itu adalah hokum adat. Iman Sudiyat menyimpulkan, Hukum
Adat itu hukum yang terutama mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam
hubungannya satu sama lain, baik berupa keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan
kesusilaan yang benar-benar hidup dalam masyarakat adat karena dianut dan
dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan
keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan
dalam keputusan-keputusan para penguasa adat.4

Era zaman sebelum masuknya pengaruh asing (Zaman Malaio Polinesia),


kehidupan masyarakat di nusantara ini mengikuti adat istiadat yang dipengaruhi oleh
alam yang serba kesaktian.5 Alam kesaktian tidak terletak pada alam kenyataan yang
dapat dicapai dengan pancaindera, melainkan segala sesuatunya didasarkan pada apa
yang dialami menurut anggapan semata-mata terhadap benda
kesaktian, paduan kesaktian, sari kesaktian, sang hyiang kesaktian, dan pengantara

3
Lili Rasyidi dan Ira Rasyidi, DasarDasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 64.

4
Iman Sudiyat, AsasAsas Hukum Adat, Liberty, Yogyakarta, 1985 hlm. 20.

5
Hilman Hadikusuma, Sejarah Hukum Adat Indonesia, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 14.

5
kesaktian.6 Pada masa itu, pengantara kesaktian memiliki peran penting dalam
kehidupan masyarakatnya, termasuk dalam proses menemukan dan memberikan
hukuman.

Sedangkan pada zaman Hindu, tepatnya dimasa Raja Tulodong, Kerajaan


Mataram yang meliputi wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan ibukotanya
Medang (di Grobongan). Raja tersebut pernah mengeluarkan titah pada tahun 919
M yang mengatur hak raja atas tanah, bahwa tanah hutan yang diperlukan raja
ditentukan oleh raja sendiri batasnya, tetapi apabila menyangkut tanah sawah hak
milik rakyat maka raja harus membelinya lebih dahulu.7 Hemat kami, inilah awal
mulanya pengakuan resmi bahwa hutan dan segala isinya berada di bawah kekuasaan
raja. Sejak masa tersebutlah dikenal istilah hutan kerajaan, yang kemudian terus
populer di sebagian besar wilayah nusantara.

Berbeda halnya dengan di Aceh, setelah masuknya Agama Islam pada tahun
1078 M di Peurlak dan Kerajaan Pasai, maka semua tatanan kehidupan
masyarakatnya dipengaruhi oleh ajaran agama Islam, termasuk tatanan hukumnya.
Hak tertinggi dalam penguasaan tanah dan hutan di Aceh bukanlah pada raja,
melainkan pada Allah yang Maha Kuasa. Semua tanah dan hutan dalam wilayah
kemukiman di Aceh selama belum berada dalam kekuasaan seseorang
dinamakan tanoh hak kullah (hak Allah) atau uteun poeteu Allah. Setiap orang
warga masyarakatnya dapat dengan leluasa menebang kayu sekedar untuk bahan
perumahannya, mengambil hasil hutan, berburu binatang dan mencari ikan. Apabila
hal ini dilakukan sebagai mata pencaharian maka ada kewajiban memberikan
sebagian hasil untuk desanya.8

2. Masa Penjajahan

Didalam masa penjajahan terdapat 3 (tiga) masa antara lain:

a. Masa Penjajahan oleh VOC (1602 1799)

6
H.M. Yamin, Tatanegara Madjapahit Sapta Parwa I, Prapanca, Djakarta, tt, hlm. 67.

7
Ibid., hlm. 19

8
T.I. El Hakimy, Hukum Adat Tanah Rimba di Kemukiman Leupung Aceh Besar, Pusat Studi Hukum Adat dan Islam, FH Unsyiah, Banda
Aceh , 1984, hlm. 11.

6
Sebelum dijajah oleh Pemerintah Hindia Belanda, nusantara ini,
terutama Jawa dan Madura, berada dibawah penjajahan Verenigde Oost
Indische Compagnie (VOC), yang lebih populer dengan sebutan kompeni.
Kompeni ini melakukan penjajahan untuk mendapatkan komoditas dagang
dengan biaya dan harga murah. Selain rempah-rempah, lada dan kopi, hasil
hutan pun, terutama kayu jati Jawa juga menjadi andalan komoditi
perdagangan mereka.Pada masa sebelum VOC berkuasa (1619), para raja di
Jawa masih mempunyai kekuasaan dan kepemilikan atas tanah dan hutan di
wilayah pemerintahannya. Raja mendistristribusikan tanah kepada pegawai-
pegawai istana untuk membiayai kegiatan mereka dan sebagai pengganti gaji
yang harus diterimanya. Tanah yang dibagikan oleh raja dan pejabat-pejabat
istana kepada penduduk berfungsi sebagai sumber pendapatan dan sumbangan
tenaga kerja untuk kerajaan.9 Pada waktu VOC mulai terlibat dalam kegiatan
penebangan kayu (timberm extraction), para pekerja dari penduduk desa
sekitar hutan sudah mempunyai ketrampilan yang tinggi. Karenanya, VOC
tinggal mengatur dan memanfaatkan ketrampilan penduduk tersebut untuk
meningkatkan intensitas penebangan kayu agar lebih banyak uang yang
diperoleh VOC.

Sejak tahun 1620 kompeni mengeluarkan larangan penebangan kayu


tanpa izin, dan diadakan pemungutan cukai atas kayu dan hasil hutan.
Besarnya cukai dimaksud adalah sepuluh persen (10%). Pada tanggal 10 Mei
1678, kompeni memberikan izin kepada saudagar Cina yang bernama Lim Sai
Say untuk menebang kayu di seluruh daerah sekitar Betawi, dan
mengeluarkannya dari hutan untuk keperluan kota, asal membayar cukai
sepuluh persen. Sekitar tahun 1760, hutan daerah Rembang sebagian besar
sudah ditebang habis oleh kompeni. Kemudian kompeni memerintahkan
orang-orangnya dari Rembang untuk menebang kayu di Blora, daerah
kekuasaan susuhunan. Pada masa itu, kompeni menganggap bahwa sumber
daya alam (hutan dan semua lahannya), baik yang diperolehnya karena
penaklukan atau karena perjanjian adalah menjadi kepemilikannya. Suatu
keputusan yang dicantumkan dalam Plakat tanggal 8 September 1803, yang
berlaku untuk daratan dan pantai pesisir Timur Laut Pulau Jawa mulai dari

9
Erman Rajagukguk, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup, Chandra Pratama, Jakarta, 1995, hlm. 8.

7
Cirebon msampai ke pojok Timur, yang menegaskan bahwa semua hutan kayu
di Jawa harus dibawah pengawasan kompeni sebagai hak milik (domein) dan
hak istimewa raja dan para pengusaha (regalita). Tidak seorang pun, terutama
terhadap hutan yang sudah diserahkan oleh Raja kepada kompeni, boleh
menebang kayu, apalagi menjalankan suatu tindakan kekuasaan. Kalau
larangan ini dilanggar, maka pelanggarnya akan dijatuhi hukuman badan.10

Dari gambaran historis di atas, dapat dikemukakan beberapa


hal. Pertama, sejak menguatnya kekuasaan VOC di Jawa telah menimbulkan
implikasi pada beralihnya pemilikan dan penguasaan (domein) terhadap tanah
(lahan) dari domein raja menjadi domeinnya kompeni. Raja tak lagi berdaya
atas wilayah hutan dalam kerajaannya.Namun pun demikian, hasil hutan
berupa kayu masih dapat diperuntukkan bagi kepentingan raja dan bupati.
Sedangkan rakyat jelata, tidak ada lagi hak atas hutan disekitarnya (gemeente).

Kedua, pada masa kompeni sudah ada peraturan dan penerapan hukum
kehutanan bagi masyarakat. Pemberlakuan hukum kehutanan pada masa itu
lebih diutamakan untuk kepentingan kompeni dalam mengeksploitasi dan
mengeksplorasi sumber daya alam.Pada waktu itu ada anggapan, bahwa hak
rakyat atas hutan jati hanya dilimpahkan kepada kelompok orang tertentu,
tidak kepada setiap orang. Hal ini seperti tertuang dalam Plakat tanggal 30
Oktober 1787 yang memberi izin kepada awak hutan (boskhvolkenen), yang
bekerja sebagai penebang kayu untuk kepentingan kompeni.

Ketiga, merujuk pada Surat Keputusan Kompeni tanggal 10 Mei 1678


tentang pemberian izin menebang kayu kepada saudagar Cina, dapatlah
dipahami bahwa sejak pemerintahan zaman kompeni sudah ada kolaborasi
antara etnis Cina dengan para penguasa dalam hal eksploitasi sumber daya
hutan, terutama kayu. Mengingat telah terlalu lama etnis Cina berkiprah dalam
bidang perhutanan, maka wajar saja kalau sebagian besar izin HPH (hak
pemanfaatan hasil hutan) dipegang oleh kelompok mereka hingga sekarang
ini.Banyaknya kasus kerusakan hutan di berbagai daerah di nusantara ini,
terindikasi kuat akibat ulah para pengusaha tersebut, yang senyatanya dikuasai

10
Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan & Pembangunan Bidang Kehutanan, Rajawali Pers, Jakarta 1999, hlm 1014.

8
oleh kalangan nonpribumi. Karena hutan tempat resapan air telah digunduli,
maka pribumi, masyarakat adat di pedesaan dan kelompok marginal perkotaan
seringkali harus menjadi korban banjir.

Keempat, yang penting dikemukakan dalam konstelasi hukum kita,


adalah musnahnya hak ulayat (wewengkon) atas penguasaan hutan desa oleh
masyarakat desa di Jawa selama penjajahan VOC. Hutan di wewengkon desa
tertentu hanya boleh ditebang atau dimanfaatkan oleh warga dari desa yang
bersangkutan. Orang dari desa lain, kalau hendak mengambil kayu dari hutan,
harus minta izin kepada demang (petinggi) desa tersebut.

b. Masa Penjajahan Hindia Belanda (1850 1942)

Sekalipun pengaturan dalam bentuk peraturan tertulis tentang kehutanan


sudah ada sejak berkuasanya VOC. Tetapi secara lebih meluas, momentum awal
pembentukan hukum tentang kehutanan di Indonesia, dapat dikatakan dimulai
sejak tanggal 10 September 1865, yaitu dengan diundangkannya pertama sekali
Reglemen tentang Hutan (Boschreglement) 1865. Reglemen ini merupakan
awal mula adanya pengaturan secara tertulis upaya konservasi sumber daya
hayati.11

c. Masa penjajahan Jepang (1942-1945)

Begitu menduduki kepulauan nusantara dan mengusir kekuasaan kolonial


Belanda yang telah menanamkan pengaruh berabad-abad lamanya, Pemerintah
Militer Jepang membagi daerah yang didudukinya ini menjadi 3 (tiga) wilayah
komando, yaitu (1) Jawa dan Madura, (2) Sumatera, dan (3) Indonesia bagian
Timur. Pada tanggal 7 Maret 1942 Pemerintah Militer Jepang mengeluarkan
Undang-undang (Osamu Sirei) Tahun 1942 Nomor 1 yang berlaku untuk Jawa
dan Madura, dimaklumatkan bahwa seluruh wewenang badan-badan
pemerintahan dan semua hukum serta peraturan yang selama ini berlaku, tetap
dinyatakan berlaku kecuali apabila bertentangan dengan Peraturanperaturan
Militer Jepang.12 Berdasarkan maklumat di atas, jelas bahwa semua hukum dan

11
Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 22-23.

12
Soetandyo Wignyosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional; Dinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum di
Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1994, hlm.183.

9
undang-undang yang berlaku pada masa kolonial Pemerintahan Hindia Belanda
tetap diakui sah oleh Pemerintah Militer Jepang, sebagai penjajah berikutnya.
Sehubungan dengan pemberlakuan Osamu Sirei Tahun 1942 Nomor 1 tersebut,
maka dalam bidang hokum kehutanan tetap berlaku ketentuan yang sudah ada
pada masa kolonial Belanda, yaitu Boschordonantie atau Ordonansi Hutan 1927
beserta dengan berbagai peraturan pelaksanaannya (Boschverordening 1932)

3. Masa setelah kemerdekaan

Dalam masa ini terbagi menjadi 3 masa, yaitu :

a) Masa Pemerintahan Orde Lama (1945 1965)

Perkembangan hukum di Indonesia dalam era pergolakan, antara


tahun 1945-1950 menurut Soetandyo Wignyosoebroto, mengalami sedikit
komplikasi. Runtuhnya kekuasaan Jepang pada akhir Perang Pasifik segera
saja mengundang pulang kekuasaan Hindia Belanda yang mengklaim
dirinya secara de jure sebagai penguasa politik satu-satunya yang sah di
nusantara ini. Kekuasaan Republik Indonesia tidaklah diakuinya, kecuali
kemudian diakui secara de facto.13

Di daerah-daerah bekas kekuasaan Hindia Belanda yang telah


menamakan dirinya Indonesia hukum warisan kolonial Hindia Belanda,
termasuk hukum tentang kehutanan diteruskan berlakunya, tanpa perlu
membuat aturan-aturan peralihan macam apapun.Produk perundang-
undangan Pemerintah Militer Jepang dinyatakan tidak lagi berlaku.

b) Masa Pemerintahan Orde Baru (1966 1998)

Tak lama setelah Rezim Orde Baru berkuasa, tanggal 24 Mei 1967
diundangkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan (UUPK). Berlakunya UUPK produk bangsa
Indonesia ini dimaksudkan demi kepentingan nasional, dan sekaligus pula
mengakhiri keberlakuan Boschordonantie 1927 yang telah berlaku selama 40
tahun lamanya

13
Soetandyo Wignyosoebroto, Op. Cit., hlm. 193.

10
c) Masa Pemerintahan Reformasi (1998 2006)

Rezim Reformasi berupaya menata kehidupan berbangsa dan


bernegara dengan melakukan reformasi konstutisi, reformasi legislasi, dan
reformasi birokrasi. Sebagai dampak dari reformasi legislasi, maka banyak
peraturan perundang-undangan produk Orde Baru yang diganti dan
disesuaikan dengan semangat reformasi. Salah satunya adalah dicabut
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan, yang diganti dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK).

B. Pengertian hutan dan kawasan hutan

Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalampersekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan.14

Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi :

a) Suatu kesatuan ekosistem

b) Berupa hamparan lahan

c) Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya.

d) Mampu memberi manfaat secara lestari.

Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian
kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di
bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menenpatikan posisi penting sebagai
paru-paru dunia.

14
Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang kehutanan

11
Untuk dapat dikategorikan hutan, sekelompok pohon-pohon harus mempunyai tajuk-
tajuk yang cukup rapat, sehingga merangsang pemangkasan secara alami, dengan cara
menaungi ranting dan dahan di bagian bawah, dan menghasilkan tumpukan bahan
organic/seresah yang sudah terurai maupun yang belum, di atas tanah mineral. Terdapat unsur-
unsur lain yang berasosiasi, antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan berbagai bentuk
kehidupan fauna.15

Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan
No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi
kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan tentang
kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi:

a) suatu wilayah tertentu

b) terdapat hutan atau tidak tidak terdapat hutan

c) ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan

d) didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat.

Dari unsur pokok yang terkandung di dalam definisi kawasan hutan, dijadikan dasar
pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Kemudian,
untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan dan berdasarkan
kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan
ekosistem, maka luas wilayah yang minimal harus dipertahankan sebagai kawasan hutan
adalah 30 % dari luas daratan.

Berdasarkan kriteria pertimbangan pentingnya kawasan hutan, maka sesuai dengan


peruntukannya menteri menetapkan kawasan hutan menjadi :

a) wilayah yang berhutan yang perlu dipertahankan sebagai hutan tetap

b) wilayah tidak berhutan yang perlu dihutankan kembali dan dipertahankan sebagai hutan
tetap.

15
DEFINISI DAN PENGERTIAN HUTAN MENURUT

AHLI KEHUTANAN www.silvikultur.com/definisi_pengertian_hutan.html diakses tgl 12 Desember 2017 jam 12.59 wib.

12
Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya dengan kriteria dan
pertimbangan tertentu, ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai berikut :

a) Kawasan Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan Suaka
Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.

b) Hutan Lindung

c) Hutan Produksi

C. Asas dan tujuan hukum kehutanan

1) Asas asas hokum kehutanan

Sebelum membicarakan asas hokum kehutanan perlu dikemukakan


pengertian asas hokum.Menurut Van Eikema homes asas hokum itu tidak boleh
dianggap sebagai norma hokum konkret.Akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar
umum atau petunjuk bagi hokum yang berlaku.Pembentukan hokum praktis perlu
beroreintasi pada asas hokum tersebut.Dengan kata lain, asas hokum ialah dasar
atau petunjuk arah dalam pembentukan hokum positif.16

Asas bukanlah kaedah hokum yang konkrit melainkan merupakan latar


belakang peraturan yang konkrit dan bersifat konkrit dan bersifat umum atau
abstrak,.Pada umumnya asas peraturan yang konkrit dan yang dalam peraturan
hokum konkrit17

Untuk menemukan asas-asas hokum tersebut harus dicari sifat umum dalam
kaidah atau peraturan konkrit.Hal ini berarti menunjuk pada kesamaan yang
terdapat dalam ketentuan yang konkrit itu.Dari hasil analisis terhadap berbagai

16
Sudikno mertokesumo op cit, Liberty yogyakarta, 1986, hlm. 32.

17
Ibid hal 33

13
peraturan prundang-undangan kehutanan, dapat dikemukakan asas hokum
kehutanan yang paling menonjol antara lain:

a) Asas Manfaat

Asas manfaaat mengandung makna bahwa pemanfaaatan sumber daya


hutan harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk
keakmuran rakyat banyak(lihat pasal 13 ayat (1) UU No 5 tahun 1967).

b) Asas kelestarian

Asas kelestarian mengandung pengertian bahwa pemanfaatan sumber


daya hutan harus senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya alam
hutan agar mampu memberiakan manfata yang terus-menerus(lihat pasal 13
ayat (2) UU no % tahun 1967 jo. Pasal 3 peraturan pemerintah nomor 7 tahun
1990 Hak pengusahaan hokum tanaman industri).tujuan asas kelestarian
hutan adalah:

Agar tidak terjadi penurunan atau kekosongan produksi (production


gap) dari jenis kayu pergangan (commercial treepecies) pada
rotasi(cutting cycle) yang berikut dan seterusnya

Untuk penyelamatan tanah dan air (soil and water)

Unutk perlindungan alam

c) Asas Perusahaan

Asas perusahaan adalah pengusaha harus mampu memberikan


keuntungan financial yang layak(lihat pasal 13 ayat(2) UU nomor 5 tahun
1967 jo peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1990

d) Asas Perlindungan hutan

Asas perlindungan hutan adalah suatu asas yang setiap orang atau
badan hokum harus ikut berperan serta untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia.

2) Tujuan Hukum kehutanan

Tujuan hokum kehutanan adalah melindungi, memanfaatan, dan


melestarikan hutan agar dapat berfungsi dan memberikan manfaat bagi
14
kesejahteraan rakyat secara lestari.Hukum kehutanan mempunyai sifat khusus (lex
specialis) karena hokum kehuatan ini hanya mengatur hal-hal yang berakaitan
dengan hutan dan kehutanan.Apabila ada peraturan perundang-undangan lainnya
yang mengatur materi yang bersangkutan dengan hutan dan kehutanan maka akan
diberlakukan lebih dahulu adalah hokum kehutanan.Oleh karena itu, hokum hokum
kehutanan disebut sebagai lex specialis, sedangkan hokum lainnya seprti agraria
dan hokum lingkungan sebagai hokum umum (lex specialis derogate legi generalis)

D. Status dan fungsi hutan

1) Status hutan

Menurut pasal 5 UU No 41 1999 tentang kehutanan, Hutan berdasarkan statusnya terdiri


dari:

hutan Negara yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas
tanah, misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan
(HGB).

2) Fungsi hutan

Hutan mempunyai tiga fungsi, menurut pasal 6 ayat (1) UU No 41 tahun 1999 tentang
kehutanan yaitu:

fungsi konservasi,

fungsi lindung, dan

fungsi produksi.

Berdasarkan tiga fungsi tersebut, pemerintah menetapkan hutan berdasarkan


fungsi pokok, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
1) Hutan Konservasi

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas kawasan hutan suaka alam dan kawasan
hutan pelestarian alam.

15
a) Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi
pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan
hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru

b) Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan
pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan
taman wisata alam

2) Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan

3) Hutan Produksi

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi


hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta
pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi
menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan
hutan produksi yang dapat dikonservasikan (HPK).

Secara umum fungsi hutan adalah untuk kehidupan Sebagai bagian dari cagar lapisan
biosfer, hutan memiliki banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk di
muka bumi.Tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun sangat memerlukan hutan untuk
kelangsungan hidupnya. Allah menciptakan hutan bukan sekedar melengkapi keindahan bumi-
Nya, namun di sini lah kita akan menemukan fungsi hutan yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk di muka bumi. Ada beberapa fungsi hutan yang sangat vital bagi kehidupan makhluk
di bumi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan Oksigen bagi Kehidupan

Hutan adalah kumpulan pepohonan yang berperan sebagai produsen oksigen.


Tumbuhan hijau akan menghasilkan oksigen dari hasil proses fotosintesis yang berlangsung
di daun tumbuhan tersebut. Dengan jumlah pepohonan yang cukup luas, tentunya hutan

16
akan memberikan suplay kebutuhan oksigen yang cukup besar bagi kehidupan di muka
bumi ini. Bisa Anda bayangkan bagaimana bumi ini tanpa hutan. Sebagai contoh saat kita
berada di kawasan padang tandus yang tidak ditumbuhi pepohonan hijau, apa yang Anda
rasakan? Dan setelah itu cobalah berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Tentu akan
terasa jelasperbedaan suasana yang kita rasakan. Begitulah fungsi hutan sebagai penyedia
oksigen kehidupan

2. Menyerap Karbon Dioksida

Karbon dioksida dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.Sebuah


keseimbangan alam yang luar biasa telah Allah ciptakan untuk kehidupan manusia. Karbon
dioksida adalah gas berbahaya apabila dihirup secara berlebih oleh manusia. Sebagai contoh
Anda menghirup asap kendaraan bermotor, ini jelas akan sangat membahayakan
manusia.Namun ternyata di sisi lain tumbuhan memerlukan gas tersebut untuk
menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk bumi.Keberadaan hutan yang luas
di muka bumi, akan memberikan peluang penyerapan karbon dioksida yang lebih besar.
Akibatnya udara di muka bumi akan bersih dan jumlah oksigen yang dihasilkan hutan pun
akan semakin besar.Inilah fungsi hutan yang cukup luar biasa Allah ciptakan untuk
manusia.Anda tentu masih sangat familiar dengan istilah efek rumah kaca alias pemanasan
global. Inilah peran tersebut. Gas penyebab efek rumah kaca adalah karbon dioksida (CO2).

3. Mencegah Erosi

Keberadaan kawasan hutan yang luas juga akan membantu mencegah erosi atau
pengikisan tanah. Pengikisan tanah dapat disebabkan oleh air. Hutan yang luas akan
menyerap dan menampung sejumlah air yang besar. Akibatnya banjir dan tanah longsor
dapat dikembalikan. Kawasan yang tandus dan gersang biasanya akan rawan dengan
bencana longsor. Inilah fungsi hutan yang lain dan kerap kita lupakan. Para penebang hutan
secara liar melakukan penggundulan hutan tanpa rasa tanggung jawab terhadap keselamatan
bumi. Mereka sebenarnya tak hanya berkhianat kepada banyak orang, tapi juga kepada bumi
sebagai tempat tinggal mereka.

17
4. Kawasan Lindung dan Pariwisata

Hutan juga berfungsi sebagai tempat untuk melindungi aneka hewan dan tumbuhan
langka. Habitat mereka dilestarikan di kawasan hutan khusus. Di samping itu hutan juga
dapat berfungsi sebagai objek penelitian, tempat wisata dan berpetualang.18

18
FUNGSI HUTAN :: Aneka Macam Fungsi Hutan, www.anneahira.com/fungsi-hutan.htm , diakses tanggal 12 Desember 2017 jam 13.36

wib

18
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

Bedasarkan uraian tersebut diatas sehingga kesimpulan dan saran yang dapat
dikemukakan dalam dalam rangka pelaksanaan atau penegakan hokum kehutanan di Indonesia
adalah sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Hukum kehutanan di Indonesia terutama berkaitan dengan pelaksanaan atau penegakan


hokum dibidang kehutanan merupakan masalah yang sangat penting karena hutan
merupakan berkah dan titipan dari Hukum kehutanan di Indonesia terutama berkaitan
dengan pelaksanaan atau penegakan hokum dibidang kehutanan merupakan masalah
yang sangat penting karena hutan merupakan berkah dan titipan dari Tuhan Yang
Maha Esa, merupakan harta kekayaan yang diatur oleh pemerintah, memberikan
kegunaan bagi umat manusia, oleh sebab itu wajib dijaga, ditangani, dan digunakan
secara maksimal untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat secara
berkesinambungan

2. Hutan sebagai salah satu penentu penopang kehidupan dan sumber kemakmuran
masyarakat, semakin menurun keadaannya, oleh sebab itu eksistensinya harus dijaga
secara terus-menerus, agar tetap abadi, dan ditangani dengan budi pekerti yang luhur,
berkeadilan, berwibawa, transparan, dan professional dan baertanggung jawab

B. Saran

Disarankan agar pemerintah perlu meningkatakan pelaksanaan dan penegakan


hokum dibidang kehutanan meliputi profesionalisme sumber daya manusia, koordinasi,
dan pengawasan antar instansipemerintah lainnya, dengan upaya-upaya yang
direncanakan dan dibuat secara baik dan dapat dilaksanakan

Disarankan agar pengusaha hutan mengoptimalkan kapabilitas ilmu pengetahuan


dan teknologi dalam mendukung pengelolaan dan pemanfaatan potensi hutan di
Indonesia.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. SEJARAH HUKUM PENGELOLAAN HUTAN DI


INDONESIA ,eprints.ums.ac.id/347/1/3._NYOMAN_NURJAYA.pdf Diakses pada
tanggal 7 maret 2012 pukul 14.00 wib
2. Abdul Muis Yusuf, Hukum Kehutanan Di Indonesia, (Rineka Cipta, Jakarta 2011)
3. Lili Rasyidi dan Ira Rasyidi, DasarDasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001
4. Iman Sudiyat, AsasAsas Hukum Adat, Liberty, Yogyakarta, 1985
5. Hilman Hadikusuma, Sejarah Hukum Adat Indonesia, Alumni, Bandung, 1983
6. H.M. Yamin, Tatanegara Madjapahit Sapta Parwa I, Prapanca, Djakarta, tt.
7. T.I. El Hakimy, Hukum Adat Tanah Rimba di Kemukiman Leupung Aceh Besar, Pusat
Studi Hukum Adat dan Islam, FH Unsyiah, Banda Aceh , 1984
8. Erman Rajagukguk, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup,
Chandra Pratama, Jakarta, 1995
9. Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan & Pembangunan Bidang Kehutanan, Rajawali
Pers, Jakarta 1999,
10. Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal
11. Soetandyo Wignyosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional; Dinamika
Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1994
12. Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang kehutanan
13. DEFINISI DAN PENGERTIAN HUTAN MENURUT
AHLI KEHUTANAN www.silvikultur.com/definisi_pengertian_hutan.html
14. Sudikno mertokesumo op cit, Liberty yogyakarta, 1986
15. FUNGSI HUTAN :: Aneka Macam Fungsi Hutan, www.anneahira.com/fungsi-
hutan.htm

20
21

Anda mungkin juga menyukai