Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH PERTAHANAN PADA MASA MASYARAKAT HUKUM ADAT,

KERAJAAN, DAN PENJAJAH (BELANDA DAN JEPANG)

Dosen Pengampu : Fardy Iskandar S.H.,M.H

Di susun oleh :

Kelompok 2
1. Farhan Naftila M 20216090
14
2. Fauzah Septia 2021609016
3. Muhammad Ricky Saputra 2021609099

HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH


UINVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA 2021/2022
I

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Tak lupa sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar nabi kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, apabila ada terdapatan kesalahan dalam
penggunaan kata atau penulis mohon maaf dan atas perhatianya kami ucapkan terima
kasih.

Samarinda, 14 September 2021

Penyusun

Kelompok 2
I

DAFTAR ISI

BAB I..............................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. Sejarah Hukum Pertanahan Pada Masa Masyarakat Adat.................................2
B. Sejarah Hukum Pertanahan Pada Masa Kerajaan..............................................3
C. Sejarah Hukum Pertanahan Pada Masa Penjajah..............................................5
BAB III............................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................9
KESIMPULAN......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

II
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman dahulu kala masyarakat di bumi bebas dalam menempati tanah mana yang
akan mereka tempati untuk bercocok tanam dan beraktivitas. Selanjutnya seiring
dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, banyak bermunculan kelompok
kelompok masyarakat yang akhirnya menjadi sebuah perkampungan di bawah
kekuasaan kerajaan.
Di seluruh indonesia sendiri sifat masyarakatnya sangat berkaitan erat dengan hukum
tanahnya. Jiwa rakyat dan tanahnya tidak dapat di pisahkan yang artinya bahwa tiap
tiap perubahan dalam jiwa masyarakat mengakibatkan banyak perubahan dan letusan
revolusi dalam masalah hukum tanah.
Hukum tanah adalah hukum yang mengatur tentang hubungan antara manusia dengan
tanah.1 Dengan demikian hukum tanah di indonesia menagtur tentang hubungan antara
manusia, pemerintah yang mewakili negara sebagai badan hukum publik maupun
suwasta termasuk badan keamanan atau badan sosial dan perwakilan negara asing
dalam tanah di wilayah indonesia. Selanjutnya dalam pembahasan ini kami akan
membahas lebih lanjut tentang sejarah pertanahan pada masa hukum adat, kerajaan dan
pada masa penjajah.

B. Rumusan Masalah
b) Sejarah hukum pertanahan pada masa masyarakat hukum adat
c) Sejarah hukum pertanahan pada masa kerajaan
d) Sejarah hukum pertanahan pada masa penjajah

1 Sarah Nield, Hongkong Land Law. Longman Group (Far East), Ltd. Hongkong, 1992, h. 1.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah hukum pertanahan pada masa masyarakat hukum adat.


Istilah “hak milik adat” di gunakan untuk menyebut bermacam macam hak
atas tanah baik yang timbul dalam tindakan masyarakat yang di akui dan di jamin
dalam hukum adat setempat, yang biasanya di beralkukan oleh penguasa penguasa
daerah setempat atau yang memang di ciptakan sejak awal oleh penduduk asli
daerah setempat.
Dalam sejarah agraria di indonesia, pemilik tanah baik oleh pemerintah
kerajaan atau individu telah di kenal sebelum datangnya penjajah inggris hingga
belanda di indonesia. Dalam tradisi masyarakat hukum adat, raja adalah pemilik
satu satunya tanah di seluruh wilayah kerajaan.
Semua tanah di seluruh daerah tersebut adalah hak milik kerajaan. Hak hak
penguasa tanah bersumber dari hak milik raja. Bahkan tidak ada rakyat yang
memiliki tanah, kecuali atas izin raja atau sultan yang berhak memberikan kepada
mereka yang memerlukan. Di luar sistem penguasa tanah tersebut berlaku konsep
penguasaan tanah atau yang disebut dengan Hak Ulyat, hak ulyat adalah suatu hak
masyarakat hukum sebagai suatu kesatuan yang mempunyai wewenang keluar dan
kedalam.
Hak ulyat yang berlaku ke dalam ialah persekutuan atau suatu anggota
yang mempunyai hak untuk mengambil dan memanfaatkan semua tumbuhan yang
hidup di atas tanah tersebut, mendirikan kediaman, mengembala ternak,
mengumpulkan bahan makanan, berburu dan memancing. Selain itu dalam hak
ulyat hak perseorangan masih terkekang, artinya hak tersebut tidak berlaku untuk
kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan masyarakat umum, persekutuan
atau kelompok masyarakat dapat menetapkan tanah tersebut sebagai tanah umum
misalnya untuk kuburan, sekolah, atau rumah ibadah.

2
Hak ulayat yang berlaku keluar adalah hak yang berlaku larangan bagi
orang luar untuk menarik keuntungan dari tanah itu, kecuali atas izin atau setelah
membayar uang pajak atau uang pengakuan selain itu orang luar juga di larang
memiliki tanah perseorangan atas tanah pertanian.
Berikut beberapa ciri ciri hak ulayat menurut para ahli hukum adat di
indonesia.
1) Hak ulayat menurut ajaran ahli hukum adat di indonesia yaitu : hak ulayat
bukan hak yang di miliki perseorangan melainkan hak persekutuan desa atau
marga, tanah tanah hak ulyat meliputi tanah tanah yang belum di
budidayakan, termasuk hak untuk berburu binatang liar, memetik hasil hutan,
dan mengambil pohon yang ada di hutan. Peraturan berada di bawah
kekuasaan seorang kepala adat.
2) Menurut Ruwiastuti, hak ulayat maksudnya adalah ap ayang selama ini di
kenal dengan “Beschikkingsrecht” dalam keputusan hukum adat yang di
kemukakan oleh Van Vollen Hoven, yaitu suatu yang meliputi berbagai
kewewenangan seperti mengambil hasil alam dari hutan, berburu binatang
liar, memiliki pohon tertentu dari dalam hutan, serta membuka lahan baru dari
hutan dengan izin kepala persekutuan hukum adat. Dalam hal ini dapat terjadi
hak hak perorangan atas tanah yang sudah di buka dan di usahakan terus
menerus, tapi ketika tanah tersebut di telantarkan maka hak perorangan
tersebut akan lenyap dan tanah nya menjadi milik persekutuan.
Konsep hukum adat atas tanah dapat di rumuskan sebagai konsep yang “
Komunalistik Religius” yang memungkinkan bahwa penguasan atas tanah secara
individu dengan hak hak atas yanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung
unsur kebersamaan.
Sifat komunalistik menunjukan adanya hak bersama para anggota
masyarakat hukum adat atas tanah yang dalam kepustakaan hukum di sebut hak
Ulayat. Tanah tersebut merupakan tanah bersama yang di yakini sebagai karunia
peninggalan nenek moyang kepada kelompok masyarakat hukum adat. Di mana
unsur pendukung utamanya adalah sebagai wadah penghidupan kelompok tersebut
sepanjang masa. Tangapan tersebut membuktikan bahwa di sinilah tampak adanya

3
sifat religius atau unsur keagamaan hubungan anatar hukum dan warga masyarakat
hukum adat bersama tanah ulayat.

B. Sejarah hukum pertanahan pada masa kerajaan


Masa Pra-Kolonial, Pola pembagian wilayah yang menonjol pada masa awal
kerajaan- kerajaan di Jawa adalah berupa pembagian tanah ke dalam beragam
penguasaan atau pengawasan,yang diberikan ke tangan pejabat-pejabat yang
ditunjuk oleh raja atau yang berwenang di istana. Agaknya, pada masa itu konsep
pemilikan ´menurut konsep Barat (property´,´eigendom´) memang tidak dikenal,
bahkan juga bagi penguasa. Karena itu tanah-tanah tersebut bukannya dimiliki´
oleh pejabat-pejabat atau penguasa, melainkan bahwa para penguasa itu dalam arti
politik mempunyai hak jurisdiksi atas tanah-tanah dalam wilayahnya yang dengan
kekuasaan dan pengaruhnya dapat mereka pertahankan, dan secara teoritis juga
mempunyai hak untuk menguasai, menggunakan ataupun menjual hasil-hasil
buminya sesuai dengan adat yang berlaku.
Dalam sejarah agraria di Indonesia,pemilikan tanah baik oleh raja maupun
individu telah dikenal sebelum penjajahan Inggris sampai Belanda berlangsung di
Indonesia. Pada zaman kerajaan jawa tradisional,Raja merupakan pusat
ketatanegaraan. Dalam hubungannya dengan tanah maka menurut tradisi Raja
adalah satu-satunya pemilik tanah dari seluruh kawasan kerajaan.
Semua tanah di seluruh negara adalah hak milik raja (keagungan ndalem
sinuhun). Hak-hak penguasaan tanah yang lain bersumber pada hak milik
raja.tidak ada rakyat yang memiliki tanah, mereka hanyalah anggaduh milik raja.
hanya raja atau sultan yang berhak memberikan kepada mereka yang
memerlukannya.
Sebelum diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), pendahulu
kita yang hidup di zaman kerajaan pun sudah mengenal mengenai hak milik atas
tanah. Berikut hukum hak milih atas tanah masa kerajaan :

1. KERAJAAN KUTAI
Kerajaan Kutai (sekitar 400 M), jauh sebelum masuknya orang-orang
Eropa di Nusantara, sebenarnya pengaturan dalam masalah tanah sudah dikenal

4
dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan terdahulu. Pada masa jayanya
kerajaan Kutai pernah dikenal adanya suatu ketentuan yang mengatur tentang
acara penggunaan, pengolahan, pemeliharaan, jual beli, sistem pemilikan, tanah
terlantar, dan tanah-tanah kehutanan. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut
sebagai berikut :
Pada masa kerajaan Kutai dikenal dengan Kitab Undang-Undang
Brajananti atau Brajaniti. Pada masa kerajaan Banjar dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Sultan Adam dibuat sekitar tahun 1251.

2. KERAJAAN SRIWIJAYA
Pengaturan sistem pertanahan pada masa kerajaan Sriwijaya (693-1400)
dikenal dengan nama kitab undang-undang Simbur Cahaya yang merupakan
peninggalan kitab undang-undang jaman raja-raja Sriwijaya. Prinsip pemilikan
hak atas tanah, raja dianggap sebagai pemilik, sedangkan rakyat sebagai
pemakai (penggarap) yang harus membayar upeti kepada raja sebagai pemilik.

3. KERAJAAN MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit (1293-1525) merupakan suatu kerajaan yang
menguasai seluruh Nusantara dan memiliki ketentuan yang paling lengkap
tentang pengaturan kehidupan masyarakat. Tanah dalam kehidupan rakyat
majapahit memegang peranan penting karena itu dibuat undang-undang tentang
hak memakai tanah yang disebut Pratigundala. Pratigundala didapati dalam
Negarakertagama pupuh 88/3 baris 4 hal 37. Undang-undang tersebut disusun
dengan latar belakang bahwa kerajaan Majapahit merupakan suatu kerajaan
yang rakyatnya sebagian besar hidup dari hasil-hasil pertanian. Dalam kitab
undang-undang yang disebut agama, terdapat lima pasal di antara 271 pasalnya
yang mengatur masalah tanah. Tanah menurut undang-undang agama dalam
kerajaan Majapahit adalah milik raja. Rakyat hanya mempunyai hak untuk
menggarap dan memungut hasilnya tetapi tidak memiliki tanah tersebut, hak
milik atas tanah tetap ada pada raja.

5
C. Sejarah hukum pertanahan pada masa penjajah

Sejarah Hukum Agraria Kolonial diawali dengan dibentuknya perkumpulan


dagang yang disebut VOC (Verenigde Oost Indische Campagnie) antara tahun
1799. Perkumpulan dagang ini dimaksudkan untuk mencegah persaingan antar
pedagang-pedagang Belanda,mendapat monopoli di Asia Selatan(bersaing
dengan orang-orang Portugis,Spanyol dan lain-lain),membeli murah dan
menjual mahalrempah-rempah sehingga memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya. Pada asasnya VOC oleh Pemerintah Belanda diberi hak yang seluas-
luasnya seolah-olah merupakan badan yang berdaulat. Menurut Octoroi tanggal
20 Maret 1602, atas nama Pemerintah Belanda,VOC diberi hak untuk:
a. Mengadakan perjanjian-perjanjian dengan negara-negara dan
raja-raja Asia;
b. Mempunyai dan memlihara tentara
c. Mempunyai hak untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri ;
d. Mempunyai hak untuk mengangkat seorang gubernur;
e. Mempunyai hak untuk mengangkat pegawai-pegawai tinggi
lainnya
VOC mengadakan hukum secara Barat di daerah-daerah yang dikuasai dan
dalam hal ini tidak memperdulikan hak-hak tanah yang dipegang oleh rakyat
dan raja-raja Indonesia.hukum adat sebagai hukum yang mempunyai corak dan
sistem sendiri tidak dipersoalkan oleh VOC,pada zaman VOC ada beberapa
kebijakan yang berkaitan dengan politik pertanian yang sangat menindas rakyat
Indonesia.

Sejak berlakunya Agrarische Wet tahun 1870, Pemerintah Kolonial Belanda


mengeluarkan Ordonansi Staatblad 1823 Nomor 164 yang menyebutkan bahwa
penyelenggaraan kadasteral diserahkan kepada lembaga yang diberi nama
Kadasteral Dient. Perannya yang strategis membuat pejabatnya diangkat dan
diberhentikan langsung oleh Gubernur Jenderal.
Beberapa kebijakan tersebut antara lain:
a. Contingente,yaitu berupa pajak atas hasil pertanian yang harus
disearahkan kepada penguasa kolonial(kompeni)

6
b. Verplichte leveranten,yaitu suatu bentuk ketentuan yang diputuskan
oleh kompeni dengan para raja tentang kewajiban menyerahkan seluruh hasil
panen dengan pembayaran yang haraganya juga sudah ditetapkan secara
sepihak
c. Roerendiensten atau yang dikenal dengan kerja Rodi.Kerja Rodi ini di
bebankan kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian dan
menjual tanah-tanah yang luas kepada pengusaha swasata(cultur stelsel)
Pada tanggal 1 Januari 1800 daerah dan hutang-hutang VOC diserahkan
kepada Pemerintah Belanda. Maka sejak itulah Indonesia menjadi daerah
kekuasaan Belanda dengan status sebagai negara jajahan. Pada masa
pemerintahan Daendles, dikeluarkan suatu kebijakan yang langsung
menyangkut penguasaan atas tanah oleh bangsa lain di Indonesia. Politik yang
dijalankan berkaitan dengan pertanahan adalah menjual tanah kepada pemilik
modal besar terutama orang Cina, Arab, dan Belanda sendiri. Tanah-tanah yang
dijual disebut dengan tanah partikelir.
Pada tanggal 18 September 1811, pemerintahan Belanda jatuh pada
penguasaan Inggris. Selanjutnya pemerintah Inggris mengangkat Thomas
Stamford Raffles (1811-1816) menjadi Gubernur Jendral. Dalam bidang
pertanahan, Raffles mewujudkan pemikiran tentang pajak yang dikenal sebagai
“Landrent”.

Beberapa ketentuan yang menunjukkan bahwa Hukum Agraria yang


berlaku sebelum Indonesia merdeka disusun berdasarkan tujuan dan sendisendi
pemerintah Kolonial Belanda yaitu :
1. Pada masa pendudukan Inggris di Indonesia (1811-1816) diterapkan
landrent (pajak tahan yang dibebankan pada pemilik tanah yang besarnya
ditentukan oleh kepala desa.

2. Pada masa pemerintahan Johanes Van Bosch (Belanda) tahun 1830,


diterapkan politik cultuur stelsel (tanam paksa). Dalam sistem tanam
paksa ini, petani dipaksa menanam satu jenis tanaman tertentu yang
langsung maunpun tak langsung dibutuhkan di pasar internasional pada
saat itu. Hasil pertanian diserahkan tanpa imbalan sepeserpun.

7
3. Dengan diberlakukannya Agrarische Wet, Staatsblad 1870 no 55,
dihapuskan politik tanam paksa oleh pemerintah dalam lapangan
pertanian besar dan digantikan dengan politik liberal, yaitu pemerintah
tidak turut campur di bidang usaha, pihak swasta diberikan kebebasan untuk
mengembangkan usaha dan modalnya di bidang pertanian.
4. Agrarische Besluit yang dimuat dalam Stb. 1870 no 118. pasal 1
Agrarische Besluit memuai suatu pernyataan yang dikenal dengan
Domein verklaring (pernyataan pemilikan) yang pada garis besarnya
berisi asas bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan
sebagai hak eigendomnya adalah milik negara.
Hukum Agraria memiliki sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya
peraturanperaturan dari hukum adat disamping berlakunya hukum agraria yang
didasarkan pada hukum barat. Sifat dualisme hukum barat (hukum agraria
kolonial) meliputi bidang-bidang sebagai berikut :
1. Dasar hukum
2. Hak atas tanah
3. Hak-hak jaminan atas tanah
4. Pendaftaran hak atas tanah
Bagi rakyat Indonesia asli, hukum agraria penjajah itu tidak memiliki
kepastian hukum. Ketidakpastian hukum bagi rakyat disebabkan oleh dua hal
yaitu :
1. dari segi perangkat hukumnya
2. dari segi pendaftaran tanah
Ada tiga dampak yang ditimbukan oleh kebijakan demikian yaitu :
1. tidak adanya kesatuan hukum atau terjadinya dualisme hukum antara
hukum agraria barat dengan hukum adat secara simultan
2. pluralisme hukum adat dibiarkan berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan politik ekonomi penjajah 3. diintroduksikan hak baru
“agrarische eigendom.

Ketika masa penjajahan Belanda digantikan oleh Jepang pada 1942, tidak diadakan
perombakan besar atas peraturan pertanahan. Kadasteral Dient, misalnya, masih tetap
di bawah Departemen Kehakiman, hanya namanya diganti menjadi Jawatan

8
Pendaftaran Tanah dan kantornya bernama Kantor Pendaftaran Tanah. Namun
demikian, pada masa penjajahan Jepang dikeluarkan peraturan yang melarang
pemindahan hak atas benda tetap/ tanah (Osamu Sierei Nomor 2 Tahun 1942).
Penguasaan tanah partikelir juga dihapuskan oleh pemerintahan Dai Nippon.

9
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

 Sejarah hukum pertanahan pada masyarakat hukum adat


Istilah "hak milik adat" di gunakan untuk menyebut bermacam macam hak atas
tanah baik yang timbul dalam tindakan masyarakat yang di akui dan di jamin dalam
hukum adat setempat, yang biasanya di beralkukan oleh penguasa penguasa daerah
setempat atau yang memang di ciptakan sejak awal oleh penduduk asli daerah
setempat.Dalam sejarah agraria di indonesia, pemilik tanah baik oleh pemerintah
kerajaan atau individu telah di kenal sebelum datangnya penjajah inggris hingga
belanda di indonesia. Dalam tradisi masyarakat hukum adat, raja adalah pemilik satu
satunya tanah di seluruh wilayah kerajaan. Di luar sistem penguasa tanah tersebut
berlaku konsep penguasaan tanah atau yang disebut dengan Hak Ulyat, hak ulyat
adalah suatu hak masyarakat hukum sebagai suatu kesatuan yang mempunyai
wewenang keluar dan kedalam.
Hak ulyat yang berlaku ke dalam ialah persekutuan atau suatu anggota yang
mempunyai hak untuk mengambil dan memanfaatkan semua tumbuhan yang hidup di
atas tanah tersebut, mendirikan kediaman, mengembala ternak, mengumpulkan bahan
makanan, berburu dan memancing. Selain itu dalam hak ulyat hak perseorangan masih
terkekang, artinya hak tersebut tidak berlaku untuk kepentingan pribadi melainkan
untuk kepentingan masyarakat umum, persekutuan atau kelompok masyarakat dapat
menetapkan tanah tersebut sebagai tanah umum misalnya untuk kuburan, sekolah, atau
rumah ibadah.

 Sejarah hukum pertanahan masa kerajaan :


KUTAI : Kerajaan Kutai , jauh sebelum masuknya orang-orang Eropa di
Nusantara, sebenarnya pengaturan dalam masalah tanah sudah dikenal dalam
sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan terdahulu.

10
SRIWIJAYA : Pengaturan sistem pertanahan pada masa kerajaan Sriwijaya dikenal
dengan nama kitab undang-undang Simbur Cahaya yang merupakan peninggalan
kitab undang-undang jaman raja-raja Sriwijaya.
MAJAPAHIT : Kerajaan Majapahit merupakan suatu kerajaan yang menguasai seluruh
Nusantara dan memiliki ketentuan yang paling lengkap tentang pengaturan kehidupan
masyarakat. Tanah dalam kehidupan rakyat majapahit memegang peranan penting
karena itu dibuat undang-undang tentang hak memakai tanah yang disebut
Pratigundala. Pratigundala didapati dalam Negarakertagama pupuh 88/3 baris 4 hal 37.
Undang-undang tersebut disusun dengan latar belakang bahwa kerajaan Majapahit
merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar hidup dari hasil-hasil
pertanian. Dalam kitab undangundang yang disebut agama, terdapat lima pasal di
antara 271 pasalnya yang mengatur masalah tanah. Tanah menurut undang-undang
agama dalam kerajaan Majapahit adalah milik raja. Rakyat hanya mempunyai hak
untuk menggarap dan memungut hasilnya tetapi tidak memiliki tanah tersebut, hak
milik atas tanah tetap ada pada raja.

 Sejarah Hukum Agraria Kolonial diawali dengan dibentuknya perkumpulan


dagang yang disebut VOC antara tahun 1799. Ada beberapa ketentuan yang
menunjukkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku sebelum Indonesia merdeka
disusun berdasarkan tujuan dan sendi- sendi pemerintah Kolonial Belanda. Pada
masa pendudukan Inggris di Indonesia diterapkan landrent pajak tahan yang
dibebankan pada pemilik tanah yang besarnya ditentukan oleh kepala desa.
masa pemerintahan Johanes Van Bosch tahun 1830, diterapkan politik cultuur
stelsel . Dalam sistem tanam paksa ini, petani dipaksa menanam satu jenis
tanaman tertentu yang langsung maunpun tak langsung dibutuhkan di pasar
internasional pada saat itu. Ketika masa penjajahan Belanda digantikan oleh
Jepang pada 1942, tidak diadakan perombakan besar atas peraturan pertanahan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, 1983, Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, Alumni Bandung.


Fausi Riduan, 1982, Hukum Tanah Adat Multi Disiplin Pembudayaan
Pancasila, Dewaruci Press, Jakarta.
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
Ali Ahmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Di Indonesia )Jilid 1, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2003)
Urip Santoso,Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group 2008)

12

Anda mungkin juga menyukai