Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah
ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Kearifan Lokal
masyarakat Pesisir Sebagai Pengatur Sistem Perikanan Untuk Melestarikan
Ekositem Laut.
Makalah ini berisikan tentang informasi Kearifan local masyarakat pesisir
diberbagai daerah. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua tentang sistem Sosial yang ada di masyarakat pesisir.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik informasi
yang didapat kuarang akurat, kesalahan pengetikan dan lain sebagainya, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak dan berbagai
sumber informasi yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia mrupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah
pulau mencapai kurang lebih 17.500 buah dan dikenal sebagai salah satu negara
yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar. Sebagai negara kepula uan,
tidaklah mengherankan jika lebih kurang dua pertiga dari teritorial negara
kesatuan yang berbentuk republik ini merupakan perairan, dengan luas lebih
kurang 5,8 juta km2. Selain itu, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang
memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada yang mencapai lebih
kurang 81.000 km.
Penduduk Indonesia memiliki jumlah penduduk yang terbesar kelima di dunia,
yaitu lebih kurang 220 juta jiwa. Dan, lebih kurang 60 persen diantaranya hidup
dan bermukim di sekitar wilayah pesisir. Sebagian besar diantaranya
menggantungkan hidup kepada keberadaan sumberdaya alam pesisir dan lautan.
Sehingga tidaklah mengherankan jika sebagian besar kegiatan dan aktivitas
sehari-harinya selalu berkaitan dengan keberadaan sumberdaya di sekitarnya.

1.2Tujuan.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui seperti apa kearifan
lokal terutama dalam kaitanya dengan sistem pengoalhan perikanan dan
perananya dalam menjaga ekosistem laut. Sehingga dengan pembentukan makalah
ini diharapkan akan mampu menjelaskan tentang sistem sosial masyarakat pesisr
yang memiliki suatu aturan sendiri dalam mempertahankan kearifan lokal yang
dimiliki.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian KearifanLokal


Kearifan lokal yang berkembang di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Hak
Ulayat, didefinisikan sebagai kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai
oleh masyarakat ukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan
lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumberdaya
alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya dan
kehidupannya yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan
wilayah yang bersangkutan (Bengen, 2011).
Kearifan lokal di berbagai daerah dikenal dengan nama yang berbeda-beda
Karakteristik Umum Wilayah Pesisir dan Laut Berdasarkan ketentuan Pasal 3
Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, karakteristik umum
wilayah pesisir dan laut yaitu:
1. Laut merupakan sumberdaya common property resources (sumberdaya
milik bersama), sehingga kawasan memiliki fungsi publik atau kepentingan
umum,
2. Laut merupakan open access regime, memungkinkan siapapun untuk
memanfaatkan ruang untuk berbagai kepentingan,
3. Laut bersifat fluida, dimana sumberdaya (biota laut) dan dinamika
hydrooceanography tidak dapat disekat atau dikapling,

4. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang


relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik dengan
memanfatkan laut sebagai prasarana pergerakan,
5. Pesisir merupakan kawasan sumberdaya alam baik yang terdapat di ruang
daratan maupun ruang lautan, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
manusia (Dahuri, 1996).
6.
7. 2.2 Pengakuan Kearifan lokal Laut
8. Kearifan lokal merupakan bagian dari konsepsi hukum adat tentang hakhak atas tanah dan air. Hukum adat dirumuskan sebagai konsepsi yang
komunalistik, religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara
individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus
mengandung unsur kebersamaan. Hak ulayat memiliki paling sedikit 3
unsur pokok, yaitu:
1. Masyarakat hukum sebagai subjek hak ulayat
2. Institusi kepemimpinan yang memiliki otoritas publik dan perdata atas hak
ulayat
3. Wilayah yang merupakan objek hak ulayat, yang terdiri atas tanah, perairan,
dan segenap sumber daya alam yang terkandung didalamnya.
9.
10. Wilayah adat yang mereka diami merupakan warisan dari nenek moyang
yang secara turun temurun diwariskan. Hak memiliki atau mengelola dari
masyarakat adat menekankan pada 3 (tiga) elemen mendasar, yaitu:
1. Otoritas hukum untuk mengelola lingkungan.
2. Otoritas penuh untuk menentukan nasib sendiri.
3. Hak untuk memberikan persetujuan terhadap

setiap

rencana

kegiatan/kebijakan negara yang berdampak pada nasib masyarakat itu sendiri

11. BAB III


12. ISI
13.
14.
15. Awig-awig Kearifan Lokal masyarakat Lombok Barat sebagai
pengatur sistem perikanan untuk melestarikan Ekositem
16.
17. Pengertian Awig-Awing
18. Awig-awig adalah aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat
untuk mengatur masalah tertentu dengan maksud memelihara ketertiban
dan keamanan dalam kehidupan masyarakat. Awig-awig ini mengatur
perbuatan yang boleh dan yang dilarang, sanksi serta orang atau lembaga
yang diberi wewenang oleh masyarakat untuk menjatuhkan saksi.
Munculnya awig-awig yang berlaku di wilayah Lombok semakin kuat
seiring dengan hadirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah.
Seperti aturan-aturan lokal lainnya, di era sentralistik banyak sekali
praktik-praktik tradisional pengelolaan perikanan yang mengalami
kematian akibat homogenisasi hukum dan pemonopolian pelaksanaan
penegakan hukum oleh aparat. Akibatnya, keberadaan aturan-aturan lokal
(hak ulayat) yang selama ini berlaku di masyarakat Lombok Barat.
19.
20. Kegiatan penangkapan ikan di wilayah awig-awig bersifat individual.
Artinya, setiap orang berhak untuk melakukan kegiatan penangkapan
asalkan alat-alat yang digunakan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan pada zona awig-awig. Sementara untuk nelayan luar yang
melakukan penangkapan harus mempunyai izin dari Dinas Kelautan
Perikanan Lombok Barat. Apabila nelayan melanggar peraturan yang telah
dibuat ole daerahnya sendiri, nelayan tersebut akan mendapatkan denda
dan sanksi. Pemberlakuan awig-awig berguna untuk meminimalisir
terjadinya permasalahan yang mengakibatkan rusaknya ekosistem

21. perairan laut akibat aktivitas nelayan yang menggunakan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan serta menghindari konflik yang menimbulkan
kerugian dipihak nelayan kecil, yang disebabkan oleh beroperasinya alat
tangkap skala besar yang mampu menangkapikan dalam jumlah besar di
zona 3 mil.
22.
23. Awig Awig Sebai Pengatur Sistem Perikanan Berkelanjutan
24. Dalam pelaksanaanya Awig awig bisa dikatakan sebagai sistem hukum
adat yang lebih kuat kedudukanya dibandingkan hukum Negara. Karena
dalam penegakannya semua unsur masyrakat ikut ambil bagian dalam
pengawasan pelaksanaanya, masyarakat tidak merasa terpaksa dengan
aturan tersebut karena memang hukum yang diterapkan di angkat
berdasarkan atas kesadaran, kesepakatan dan kemauan masyarakat
setempat. Awig awig berperan dalam pengolahan sistem perikanan
berkelanjutan karena berperan dalam menjaga Ekosistem Laut. Hal hal
yang di atur oleh awig awig seperti: tidak boleh menebang hutan bakau,
merusak terumbu karang, menggunakan alat tangkap yang merusak,
menggunakan sianida, dan larangan melakukan kegiatan perikanan pada
wilayah yang telah di tetapkan.
25.
26. Sangsi Bagi Pelangar Awaig Awig
27. pelaksanaan

awig-awig

ditegakkan

secara

tegas

oleh

Lembaga

Musyawarah Nelayan Lombok Barat (LMNLB) yang mempunyai sanksi,


pertama denda meteri maksimal Rp 10.000.000,00; kedua pembakaran alat
tangkap dan ketiga pemukulan massa namun tidak sampai mati. Meskipun
sangsi yang diterapkan sangat tegas akan tetapi masih ada orang yang
melanggarnya. Seperti yang tertara pada tabel berikut
28.
29.
30. Kearifan Suku Bajo Menjaga Kelestarian Pesisir dan Laut
31.
32. Masyarakat Suku Bajo

33. Dengan kearifan lokal, masyarakat Suku Bajo di Desa Torosiaje,


Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, menjaga kelestarian pesisir
dan laut. Salah satu bukti, terlihat dari mangrove di pemukiman mereka
terjaga baik Komunitas Bajo ini memiliki kearifan lokal berupa tradisi,
aturan atau pantangan turun temurun yang dipraktikkan, dipelihara dan
ditaati masyarakat Bajo.
34.
35. Kedekatan

emosional

masyarakat

Bajo dengan

sumberdaya

laut

memunculkan tradisi mamia kadialo. Tradisi mamia kadialo berupa


pengelompokan orang ketika ikut melaut jangka waktu tertentu dan perahu
yang digunakan. Ada tiga kelompok tradisi ini: palilibu, bapongka, dan
sasakai.
36.
37. Tiga Kelompok Tradisi
38. Palilibu adalah kebiasaan melaut menggunakan perahu soppe yang
digerakkan dayung. Melaut hanya dalam satu atau dua hari dan kembali ke
permukiman menjual hasil tangkapan dan sebagian dinikmati bersama
keluarga.
39.
40. Bapongka (babangi) adalah kegiatan melaut selama beberapa minggu
bahkan bulanan menggunakan perahu besar berukuran kurang lebih 42
meter disebut leppa atau sopek. Kegiatan ini sering mengikutsertakan
keluarga, seperti istri dan anak-anak, bahkan ada yang melahirkan di atas
perahu.
41.
42. Lalu, sasakai, yaitu kebiasaan melaut menggunakan beberapa perahu
selama beberapa bulan dengan wilayah jelajah antar pulau. Selama
kelompok menjalani mamia kadialo (melaut) ada pantangan bagi keluarga
yang ditinggal maupun mereka yang melaut.
43.
44. Pantangan AtaU Hal Yang Dilarang

45. Pantangan itu, antara lain dilarang membuang ke perairan laut seperti, air
cucian teripang, arang kayu atau abu dapur, puntung dan abu rokok, air
cabai, jahe dan air perasan jeruk, dan larangan mencuci alat memasak
(wajan) di perairan laut.
46.
47. Kedekatan masyarakat Bajo dengan laut dan pesisir memungkinkan
mereka memiliki berbagai pengetahuan lokal tentang gejala-gejala alam.
Di tengah kerusakan atmosfer bumi, ada gejala alam dan tanda-tanda
atmosfer yang masih digunakan masyarakat Bajo saat melaut.
48.
49. Perairan terumbu karang dikenal dari gejala-gejala seperti, permukaan laut
sekitar cukup tenang, arus kurang kencang, banyak buih atau busa putih
dan bau anyir, dan ketika dayung perahu berdesir saat berperahu. Gugusan
karang dapat dikenal dari kilauan cahaya bulan pada malam hari. Peralihan
pasang surut alir laut pada siang hari, ketika burung elang turun mendekati
permukaan air laut pertanda air mulai surut.
50.
51.
52. Sasi Kearifan Lokal Masyarakat Seram Utara Barat
53.
54. Latar Belakang Kearifan Lokal Masyarakat Seram Utara Barat
55. Kearifan lokal dalam bentuk sasi merupakan sebuah peraturan adat yang
ditetapkan oleh masyarakat Maluku dengan tujuan menjaga, melindung,
dan melestarikan semua potensi sumberdaya alam dalam jangka panjang.
Masyarakat adat Seram Utara Barat memiliki kearifan lokal dalam
mengelola semua potensi sumberdaya alam baik di darat maupun di laut
yang dinamakan Sasi , di darat dinamakan sasi kebun atau dusun, di
laut dinamakan sasi meti. Sasi merupakan aturan adat yang melarang
pengambilan atau pemanfaatan hasil laut atau hasil kebun pada periode
tertentu sebagai upaya perlindungan terhadap nilai ekologis dan jenis
potensi yang dimiliki. Larangan ini akan dicabut oleh Raja Negeri atau
Latupati (di tingkat Kecamatan) yang menandai masa panen atau biasa

disebut buka sasi. Setiap wilayah sasi memiliki petuanan, jika sasi
diperlakukan di pesisir, maka wilayahnya mencakup ekosistem mangrove,
padang lamun, estuari, dan terumbu karang sedangkan sasi laut meliputi
wilayah petuanan Negeri masing-masing. Sasi meti diberlakukan untuk
menjaga dan memelihara jenis potensi yang bernilai ekonomis diantaranya
ikan, teripang, siput, kerang, udang, kepiting, cumi dan penyu sedangkan
sasi laut dikhususkan untuk jenis ikan ekonomis penting. Sistem sasi telah
diterapkan oleh masyarakat adat Seram Utara Barat sejak datuk-datuk
(leluhur) dan diwariskan ke anak cucu sampai saat ini. Sasi memiliki
aturan dan konsukuensi tertentu jika masyarakat yang melanggarnya akan
dikenakan

sanksi/hukuman

adat

dalam

bentuk

denda

sesuai

perbuatannya.Proses penutupan dan pembukaan sasi meti ataupun sasi laut


dilaksanakan secara ritual adat di Balai Negeri/Rumah Adat (Baileo) dan
dihadiri oleh kepala adat (Raja), lembaga adat (Saniri), tokoh adat, tokoh
agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan seluruh masyarakat adat
yang diawali kapata oleh tua-tua adat, pembacaan aturan dan sanksi adat
oleh Saniri, pengesahan sasi meti/laut oleh Raja, dan diakhiri dengan doa
oleh Pendeta/Imam. Jangka waktu sasi adalah empat (4) bulan dan
kemudian dilaksanakan proses panen secara tradisional oleh semua
masyarakat.
56.
57. Larangan dan Sanksi Adat
58. Larangan dalam peraturan dan tata tertib sasi di Kecamatan Seram Utara
Barat adalah:
59.
1. Setiap orang atau kelompok dilarang masuk kawasan sasi untuk mengambil
atau menangkap ikan dan jenis potensi laut lainnya yang telah disasikan
dengan menggunakan alat tangkap jaring, bubu, pancing, kalawai, panah,
tombak, dan alat lain.
60.
2. Setiap orang atau kelompok dilarang masuk kawasan sasi untuk mengambil
atau menangkap ikan dan jenis potensi laut lainnya yang telah disasikan

dengan menggunakan bahan peledak, zat kimia beracun, bore (akar tanaman
beracun yang diperas).
61.
3. Setiap orang atau kelompok dilarang merusak terumbu karang, biota laut,
menebang pohon dan mangambil kayu dari ekosistem pesisir, menggunakan
perahu bermesin melintasi kawasan padang lamun dan terumbu karang.
62.
63. Sanksi Atau Hukuman Adat
64. Sanksi atau hukuman adat yang diberikan kepada masyarakat yang telah
melanggar ketentuan/peraturan sasi yaitu:
65.
1. Sanksi pidana yaitu dalam bentuk denda adat, pembayaran ganti rugi,
pengembalian seluruh jenis potensi/barang yang peroleh, disuruh kerja
bakti /pembersihan di Balai Negeri, Kantor Negeri, Baileo/Rumah Adat,
Gereja/Mesjid dan sarana umum lainnya, dipukul/dicambuk dengan rotan
oleh kepada adat/Raja.
66.
2. Sanksi moral dimana pelaku disuruh berjalan mengelilingi Negeri sebanyak
yang ditentukan sambil membawa jenis potensi laut yang diambil itu dengan
berteriak berulang kali dan mengucapkan kalimat Jang Pancuri Macam Beta
(sambil mengangkat barang itu tinggi-tinggi) dan mengucapkan lagi Ini
Beta Pancuri Barang Sasi
67.
3. Sanksi yang bersifat magis religius (semacam upacara adat). Pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut oleh masyarakat Seram Utara Barat melalui
pemberdayaan kearifan lokal merupakan tindakan yang secara langsung
melestarikan sumberdaya alam yang berada pada kawasan pesisir dan laut
sehingga nilai dan fungsi ekologis dari ekosistem tetap terjaga.
68.
69. Keputusan
Berkelanjutan

Mengenai

Pemanfaatan

Sumberdaya

Secara

70. Melalui metode ini masyarakat secara langsung diberikan hak, wewenang,
tanggungjawab untuk bekerja, berpikir, dan berkeputusan dalam
menentukan maksud, tujuan, sasaran dengan target yang akan dicapai oleh
setiap kelompok berdasarkan hasil identifikasi seluruh kebutuhan,
keinginan serta aspirasi mereka. Masyarakat dijadikan subjek dalam setiap
program pemberdayaan, masyarakat mengambil peran lebih besar dalam
mengelola dan memanfaatkan potensi ini.

71. DAFTAR PUSTAKA


72.
73.
74.

Anonim. 2013. Karakteristik Masyarakat Pesisir di Indonesia.


http://zafiraafriza.blogspot.com. Diakses tanggal 4 April 2016 pukul 08.40
WIB
75.

76.

Anonim. 2014. Kearifan Suku Bajo Menjaga Kelestarian Pesisir dan Laut
http://www.mongabay.co.id. Diakses tanggal 2 April 2016 pukul 14.35 WIB
77.

78.

Anonim. 2015. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Melalui Kearifan


Lokal Seram Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah.
https://janrymakatita.wordpress.com. Diakses tanggal 2 April 2016 pukul
14.30 WIB
79.
80. Bengen, Dietriech G. 2011. Pelatihan Pengelolaan Wilayah Terpadu.
Bogor: ITB
81.

82.

Dahuri, dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan


Secara Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita
83.
84.

Anda mungkin juga menyukai