Anda di halaman 1dari 11

HAK ULAYAT LAUT DIKAWASAN TIMUR INDONESIA

1. Fikri Aulia Nst

2. Teresia Br Ginting

3. Michelle Nathania Patrice

4. Willy Simbolon

5. Sarah Yosefin Elgawani

6. Gabriel Andreas Siagian

7. Khairul Zikri

8. Shintia Nathasia

9. Rosa Pratiwi

10. Rahmi Septiyanti Z


1. Hak Ulayat Laut
Hak Ulayat Laut (HUL) merupakan topik yang belum terlalu banyak diketahui.
Dengan topik yang akan kita bahas ini kita akan betapa rumitnya usaha yang
dilakukan oleh manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya, khususnya
lingkungan laut.
Ada beberapa alasan mengapa hak ulayat laut merupakan masalah menarik
dan penting untuk dikaji, yaitu: Pertama, bahasan mengenai hak ulayat laut di
Indonesia, suatu negara yang dua pertiga wilayahnya merupakan wilayah laut dan
terbatas. Kedua, Kedua, sebagaimana dikemukakan oleh Yohanes (tt: 1). hak ulayat
laut menupakan tatanan sosial yang mengatur pe manfaatan sumberdaya laut dari
eksploitasi yang berlebihan.
Sea tenure adalah suatu sistem, di mana beberapa orang atau kelompok sosial
memanfaatkan wilayah laut, mengatur tingkat eksploitasi terhadap wilayah tersebut,
yang berarti juga melindunginya dari eksploitasi yang berlebihan. Secara ringkas
dapat di- katakan bahwa yang dimaksud dengan hak ulayar laut adalah seperangkat
aturan atau praktik pengelolaan atau manajemen wilayah laut dan sumber daya yang
terkandung didalamnya. Dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel pokok dalam
kajian ini meliputi: (1) wilayah, (2) unit sosial pemilik hak (right-holding unit) dan (3)
legalitas (legality) beserta pelaksanaanya (enforcement).
Definisi hak ulayat laut mengacu pada seperangkat hak dan kewajiban timbal
balik yang muncul dalam institusi kepemilikan bersama. Istilah pemilikan bersama di
sini merujuk pada pembagian hak-hak penguasaan bersama dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya tertentu. Dalam hal ini kesadaran kolektif itu mempunyai
dua sifat pokok. Pertama, mengandung pengertian bahwa kesadaran kolektif dari
suatu komunitas ata kelompok sosial sesungguhnya berada di luar ke-diri-an da setiap
individu anggota masyarakat. Sifat yang kedua, kesadaran kolektif mengandung suat
kekuatan psikis yang memaksa individu-individu anggota kelompok untuk
menyesuaikan diri terhadapnya.
Fungsi pada hak ulayat laut adalah menunjuk pada suatu proses hubungan
sosial yang dinamis dalam suatu sistem sosial atau struktur masya- rakat tempat hak
ulayat laut itu dipraktikkan. Apabila dikaitkan deng hak ulayat laut, maka fungsi
manifes menunjuk pada pengen an berbagai konsekuensi praktik hak ulayat laut yang
disada oleh setiap anggota masyarakat dalam rangka menjaga l utuhan masyarakat
atau integrasi sosial, sedangkan berbag konsekuensi dari praktik hak ulayat laut yang
tidak didasari merupakan fungsi laten dari hak ulayat laut tersebut. banyak hal yang
kemudian beranggapan bahwa laut merupakan suatu sumber daya yang bernilai,
misalnya tingkat kepentingan laut dan juga sumber daya serta kondisi ekologisnya
sehingga orang mudah mengeksploitasinya. satu variabel yang berbeda dari yang
disebutkan adalah sistem kepercayaan dimana laut mungkin dianggap sebagai sumber
kehidupan, apabila variabel tersebut diidentifikasian dalam upaya mencari jawaban
mengapa hak ulayat laut dipraktikan oleh suatu masyarakat maka jawaban variabel
kuncinya adalah konflik. hal ini disebabkan oleh karena konflik merupakan suatu
potensi yang cukup kuat atas berubahnya hak ulayat laut, sumber konflik yang utama
adalah peningkatan intensitas eksploitasi. hal lain yang berhubungan dengan konflik,
atau langsung berhubungan dengan praktik hak ulayat laut adalah lingkungan fisik
hak ulayat laut, lingkungan politik legal dan alternatif lapangan kerja atau
matapencaharian lain.
Sebagai pranata, hak ulayat laut adalah bagian dari struktur ekonomi
masyarakat nelayan. jadi dalam hal ini hak ulayat laut dipahami sebagai salah satu
mata pencaharian hidup yang fungsinya mendukung eksistensi suatu komunitas
nelayan. dan jelas bahwa pengertian hak ulayat laut adalah suatu cara untuk
memenuhi kebutuhan hidup nelayan. maka dapat disimpulkan bahwa hak ulayat laut
merupakan salah satu bagian dari pranata mata pencaharian hidup yang menjadi dasat
dari struktur ekonomi suatu komunitas nelayan. pada dasarnya struktur ekonomi
terdiri dari produksi, distribusi, konsumsi. dalam hal ini hak ulayat laut diasumsikan
sebagai suatu cara produksi yang bersama dengan cara produksi lain, akan tetapi hak
ulayat laut memiliki suatu ciri khusus yaitu adanya seperangkat aturan adat yang
mengatur pengelolaan dan akses terhadap sumberdaya yang dieksploitasi. oleh karena
itu, dalam sistem hak ulayat laut terdapat interaksi aspek sosial budaya yang lebih
kompleks jika dibandingkan dengan berbagai sistem matapencaharian lainnya. dalam
sistem hak ulayat laut, aspek sosial memiliki peranan yang sama pentingnya dengan
aspek ekonomi, teknologi, dan politik legal.
Oleh karena itu maka masing-masing sistem hak ulayat laut dalam hal tertentu
dapat bersifat unik, dan disisi lain memilili unsur yang dapat diperbandingkan.
sebagai suatu sistem mata pencaharian hidup, hak ulayat dapat memperlihatkan aspek
sosial, ekonomi, politik, dan politik legal yang terlibat dalam suatu cara adaptasi
masyarakat nelayan.
hak yang paling khusus dalam studi hak ulayat laut adalah menyangkut aspek batas
wilayah dan sumberdaya. sifat batas wilayah dalam sistem hak ulayat laut tidak
sekedar mengacu pada suatu wilayah yang dibatasi secara jelas dan tetap, seringkali
batas wilayah ulayat bersifat lentur dan tidak memiliki batas yang jelas.
setiap perkembangan sistem kebudayaan, atau secara lebih khusus lagi bentuk
kebudayaan diasumsikan sebagai suatu proses yang unik dan dapat memiliki
kesamaan dalam interaksi faktor sebab-akibat dari perkembangan suatu unsur
kebudayaan.

2. Praktik Hak Ulayat Laut Di Irian Jaya


Kepemilikan Wilayah
Ada beberapa faktor yang mendorong nelayan harus menguasai suatu wilayah
perairan tertentu, antara lain laut memiliki nilai ekonomi, karena mempunyai fungsi
sebagai sumber mata pencaharian utama mereka. Keterbatasan jangkauan teknologi
penangkapan ikan yang hanya berada di sekitar kawasan perairan pantai juga
merupakan faktor pendorong masyarakat untuk menguasai suatu wilayah perairan.
Disamping beberapa faktor tersebut di atas, pada masyarakat tertentu, laut juga
memiliki kaitan dengan sistem kepercayaan masyarakat. Dengan kata lain klaim
kepemilikan suatu kawasan perairan laut tertentu, tidak saja ditentukan oleh faktor
ekonomi, tetapi juga memiliki akar budaya yang sangat lama yakni menyangkut aspek
kepercayaan.
Unit Sosial Pemegang Hak Menurut keterangan yang diperoleh dari penduduk
setempat, peralihan hak kepemilikan tersebut ada dua versi: yang pertama adalah
melalui proses kawin-mawin, versi kedua menyebutkan bahwa Suku Mattiseray dan
Nerowkepow memperoleh hak kepemilikan melalui tindakan penekanan kepada Suku
Demena melalui hobatan atau kekuatan magis. Versi ketiga menyebut bahwa
perolehan hak Suku Mattiseray dan Nerrowkepow relatif sempit dibanding dengan
yang dikuasai oleh Suku Demena, oleh karena nenek moyang mereka hanya mencari
bia-lola atau kerang- kerangan sampai di pesisir pantai saja. Pada masyarakat nelayan
Desa Demta, Tablasufa, Tobati dan Enggros, tidak diperoleh keterangan lebih jauh
mengenai bagaimana cara suku-suku laut mengalihkan hak ke pemilikannya kepada
suku-suku kecil. Hanya diperoleh ke terangan bahwa peralihan hak itu terjadi karena
proses kawin mawin antara suku-suku laut dengan suku-suku darat. Terjadinya proses
kawin-mawin antara kedua suku tersebut semula oleh karena adanya sistem
penukaran (barter). Persoalan mengenai siapa unit sosial pemegang hak ulayat laut
yang tertinggi biasanya muncul pada saat wilayah perairan laut ini dieksploitasi oleh
nelayan pendatang atau yang lebih jelas lagi ketika akan dibentuk kelompok-
kelompok nelayan sebagai syarat untuk menerima bantuan kredit alat tangkap dari
pemerintah. Pemahaman mengenai unit sosial pemegang hak kawasan penting bukan
saja bagi orang luar desa, tetapi penting bagi penduduk setempat. Tidak dipahaminya
siapa unit spesial pemegang hak kawasan perairan di Teluk Yotefa oleh generasi
muda, sering juga memicu munculnya konflik antara suku pada masyarakat nelayan
Tobati dan Enggros.
LEGALITAS adalah istilah hukum yang dalam Inggris diterjemahkan dengan
kata Legality, yang berani keabsahan. Istilah legal yang berarti sah atau resmi, sering
pertentangkan dengan kata "ilegal" yang berarti tidak atau tidak resmi. Keabsahan
hukum adat kelautan sangat ditentukan ada atau tidaknya pengakuan. Bila keberadaan
hukum adat kelautan ini tidak diakui baha oleh nelayan pendatang, maka yang terjadi
adalah muncul nya konflik. Hal ini disebabkan oleh karena masuknya nelayan-
nelayan pendatang ke wilayah perairan tertentu milik suatu kelompok masyarakat,
akan ditanggapi sebagai suatu tindak pelanggaran. Pada masyarakat nelayan seperti
nelayan Tobati, E gros, Demta, Indokisi, dan Tablasufa tampak adanya p yang sama
dengan mempraktikkan hak ulayat laut.
Terkecuali pada masyarakat Bindusi, yang dari semula mema tidak mengenal
tradisi ulayat laut. Dahulu prosedur pe buatan aturan-aturan adat itu dilakukan melalui
musyawana adat yang dipimpin oleh ketua suku (Ondoafi suku la Musyawarah adat
ini melibatkan ketua-ketua keres, dan seluruh warga adat. Praktik musyawarah adat
kelautan ini, kini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat nelayan Demta. Tobati dan
Eng gros, kalau tidak mau dikatakan hilang sama sekali. Upacara adat memanggil
ikan bagi masyarakat Tobati dan Enggros, bagi masyarakat.Banyak aturan-aturan adat
yang kini sudah ditinggalkan, seperti, pelarangan memasuki hutan bakau bagi kaum
laki-laki, sudah banyak. Perubahan praktik hak ulayat laut, juga tampak berla sung
pada masyarakat nelayan lainnya. Dahulu di ketiga d yakni Indokisi, Demta dan
Tablasufa diterapkan aturan- an adat yang cukup ketat, terutama yang menyangkut
karang. Sebagai pertanda bahwa tempat perairan tertentu dang diadakan pele karang,
maka ditancapkanlah pelepah kelapa, atau ranting-ranting pohon di suatu tempat y
sedang dilindungi. Beberapa aturan adat yang berubah antara lain pelang- garan
pengambilan sumberdaya tertentu seperti, pelanggaran pengambilan tanaman
anggrek, teripang, dan udang, Menurut keterangan dari petugas YPMD, beberapa
jenis sum- berdaya laut tersebut kini sudah saatnya untuk dilestarikan,
Beberapa jenis sumberdaya tersebut juga memiliki fungsi tertentu, antara lain
bunga tanaman anggrek yang jatuh dipermukaan air laut, dapat berfungsi sebagai
tempat bermain dan berkumpul ikan. Pada perkembangan selanjutnya, praktik pele
karang lakukan di Desa Indokisi pada tahun 1993, dilakukan dengan pemaknaan yang
lain, yakni semata-mata hanya berfung ekonomi, untuk mendapatkan jumlah ikan
yang ban guna memberikan sumbangan pada acara peresmian gere Upacara pele
karang ini juga tidak disertai mantera-man olch Ondoafi Suku laut Demena dengan
menggunakan) hasa ritual setempat, tetapi sudah menggunakan bahasa tual Injil.
Beberapa aturan adat yang berubah antara lain pelang- garan pengambilan
sumberdaya tertentu seperti, pelanggaran pengambilan tanaman anggrek, teripang,
dan udang, Menurut keterangan dari petugas YPMD, beberapa jenis sum- berdaya
laut tersebut kini sudah saatnya untuk dilestarikan, Beberapa jenis sumberdaya
tersebut juga memiliki fungsi tertentu, antara lain bunga tanaman anggrek yang jatuh
di- permukaan air laut, dapat berfungsi sebagai tempat bermain dan berkumpul ikan.
Berlangsungnya proses komersialisasi pada masyarakat nelayan Desa Indokisi diawali
dengan penerapan berbagai awal, mulai diperkenalkannya alat tangkap ikan jating pun
penangkapan ikan baru.
Misalnya pada tahun 1990 melalui bantuan paket Kredit Beranak. Dari
bantuan ini dan perahu bermesin oleh Dinas Perikanan Jayapur mudian muncullah
kelompok nelayan Mensame. Sebagai tindak lanjut dari klaim desa atas suatu
kawasan perairan, kemudian desa membuat aturan-aturan desa yang dengan tegas
melarang nelayan dari penduduk luar mema- suki wilayah perairannya. Kepada
nelayan dari penduduk desa tetangga, masih terbuka untuk memasuki dan mencari
ikan sepanjang hanya menggunakan alat tangkap ikan tra- disional, seperti pancing,
tombak, dan panah, serta harus meminta izin terlebih dahulu kepada desa. Sebagai
tanda diper- bolehkannya memasuki wilayah perairan desa, maka orang tersebut
diberikan kartu kuning sebagai tanda pengenal yang harus dikenakan selama mencari
ikan. hak ulayat laut dalam perkembangannya mengala perubahan-perubahan.
Perubahan ini berlangsung bersama dengan proses terjadinya komersialisasi di sektor
kenelay an yang diiringi dengan semakin meningkatnya pemanfa teknologi perikanan
yang lebih maju bila dibandingkan ngan teknologi penangkapan ikan yang selama ini
digunak oleh masyarakat setempat, maupun masyarakat nelayan.
3. Hak Ulayat Laut di Maluku
Di daerah-daerah maluku pada umumnya dan khususnya di Nolloth (Pulau Saparua)
dan Haruku (Pulau Haruku) Maluku Tengah, Desa Latuhalat (Pulau Ambon),
Kepulaukan Kei (Maluku Tenggara) serta Desa Dufa-Dufa, Pulau Ternate (Maluku
Utara) terdapat konsep kepemilikan atas wilayah baik di darat maupun di laut. Konsep
kepimilikan wilayah ini tercermin dalam wilayah petuanan.
Wilayah darat yang menjadi kepemilikan penduduk Maluku disebut petuanan
darat. Petuanan darat ini, terutama yang diusahakan oleh seseorang dalam
kenyataanya bukan berarti kepemilikannya berada di tangan desa, melainkan di
tangan perorangan yaitu sebagai anggota suatu fam ataupun sekelompok orang yang
merupakan. keluarga besar atau fam. Wilayah petuanan darat yang diusahakan ini,
disebut dusun (kebun), sedangkan yang tidak diusahakan disebut ewang (hutan
negeri). Selain memiliki petuanan darat, desa-desa di Maluku yang letaknya di pesisir
pantai juga memiliki wilayah laut yang menjadi bagian dari peruanan yaitu
merupakan perluasan wilayah desa di lautan. Ini tampak jelas dengan adanya batas
wilayah petuanan laur yang ditarik dari batas wilayah desa di daratan.
Wilayah laut ini disebut dengan petuanan laut, atau khususnya di Nolloth dan
Haruku biasa disebut Labuhan. Berbicara mengenai wilayah maka di dalamnya
mengandung arti adanya batas-batas tertentu (boundaries). Di Maluku Tengah
(Nolloth dan Haruku, Pulau Ambon, Latuhalae) dan Maluku Tenggara (Kei) wilayah
peruanan lautatau labuhan sama halnya dengan petuanan darat, mempunyai batas-
batas yang relatif jelas. Jika batas wilayah petuanan darat antara desa yang satu
dengan desa lainnya yang bersebelahan berupa batas alam (sungai, bukit, tanjung
gua)atau batas buatan (pohon yang sengaja ditanam, patok).

Pengelolaan Wilayah : Sasi, Leembaga Penyelenggaraan dan Pelaksanaanya

Pemilikan terhadap sesuatu menimbulkan berbagai konsekuensi tertentu dari pemiliknya,


yaitu mengelola termasuk memelihara/menjaganya. Dengan ditetapkannya batas-batas
kepemilikan penguasaan terhadap sumberdaya di Maluku berarti bahwa pengelolaan dan
pengusaan sumber daya dan lingkungannya menjadi hak masyrakat desa yang mengklaim
sebagai pemiliknya karenat idak memungkinkan karena sumberdaya mempunyai sifat
Yang mobile, yaitu bergerak berpindah dari suatu lokasi ke lokasi lain yang tidak
dibatasi. Di samping itu tidak mungkin 5 kelompok masyarakat untuk tidak
mengeksploitasi wilayah laut dari wilayah milik kelompok lain yang sedang berada di
luar wilayahnya, karena sumberdaya tersebut di bergerak keluar masuk wilayah tersebut
(berpindah pindah) Oleh karena itu masyarakat perlu mempunyai cara untuk menjadikan
wilayah yang dimilikinya dapat menguasai sumberdaya laut yaitu dengan
mengeksklusifkannya. Kemudian untuk mempertahankan eksklusivitas wilayah
diperlukan kesepakatan yang harus diakui dan diikuti baik oleh ke-lompok masyarakat
yang memiliki/mengelola maupun kelompok masyarakat lain. Itulah yang dilakukan oleh
masyarakat Maluku pada umumnya.

4. Pengelolaan Sumberdaya Laut di Wilayah Perairan Sulawesi Utara


Pola-pola pengelolaan tradisional sumberdaya laut di sulawesi utara, perlu di identifikasi
keberadaannya sehingga dapat dikembangkan sebagai suatu institusi yang mampu
membawa keperbaikan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pola-pola tersebut yaitu
mengatur pemanfaatan sumberdaya secara bersama-sama oleh suatu komunitas
masyarakat.
Keberadaan pengelolaan sumberdaya laut dapat dilihat dari 3 bentuk yaitu:
1. Bentuk pelarangan penangkapan pada waktu tertentu seperti musim ikan, dan
kepentingan ritual
2. Kegiatan tangkapan hanya pada kelompok atau individu terentu.
3. Pemungutan semacam pajak tangkapan atau sewa yang dikenakan pada hasil
tangkapan berlebih.

Wilayah tangkapan.

- Wilayah perairan yang menjadi daerah tangkapan nelayan di Sulawesi Utara cukup
beragam. Wilayah perairan yang diklaim penduduk pada desa-desa nelayan Salurang,
Bentenan dan Ratatotok Dua.
- Di Salurang wilayah tangkapan mereka sangat terbatas karna berada di sekitar
wilayah desa sampai kurang lebih dua mil jauhnya dari pantai.
- Wilayah perairan tangkapan penduduk desa Bentenan berada di perairan teluk
Bantenan, di perairan Bentenan terdapat nener (benih bandeng) yang terbentang
sepanjang 2 km di pantai Desa Bentenan.
- Perairan tangkapan desa Ratatotok Dua berada di bagian selatan perairan teluk totok.
-
Unit pemegang hak

Disalurang terdapat hal individual untuk menangkap ikan selar, bahkan hak ini berlaku
untuk nelayan luar, asalkan mereka menggunakan alat tangkap traditional mereka (jala).
Sekalian ada hak individual didalam penangkapan ikan selar, ada ketentuan yang
mengikat bersama diantara nelayan untuk menaati dalam kegiatan penangkapan ikan
secara bersama-sama (malombo). Otoritas mengatur malimbo berada di tangan tonaas
yaitu seorang pemimpin tradisional dalam malombo.

Di Ratatotok, hak pengelolaan sumberdaya lebih bersifat individual dan itu terjadi
pada kasus penanaman alat tangkap bagan. Peranan desa tidaklah begitu jelas dalam hal
pengelolan bagan. Aturan penanaman bagan tersebut bertujuan agar setiap nelayan
mendapatkan wilayah penangkapan yang agak luas.

Di bantenan, klaim hak penguasaan atas sumberdaya (nener) terjadi ketika terdapat
peluang pasar nener. Klaim terhadap wilayah perairan tangkapan nener mendorong
masyarakat nelayan bantenan membuat aturan tangkap penangkapan nener (menyere).

Legalitas

Kasus klaim atas sumberdaya yang terjadi di bantenan sepintas menunjukan gambaran
kasus penambangan emas rakyat. Ketika masyarakat menemukan sumberdaya yang
memiliki nilai ekonomis tinggi, muncul pengkaplingan terhadap sumberdaya. Fenomena
kepemilikan atas sumberdaya tertentu (common property rights) memang tidak pernah
diakui oleh negara. Selama ini wilayah perairan selalu dianggap sebagai milik negara
(state property).

5. Hak Ulayat Laut di Kawasan Timur Indonesia : Analisis dan Ikhtisar

IKHTISAR merupakan rangkuman atau intisari dari pembahasan dan temuan –


temuan pentinh dari suatu penelitian. Fungsi ikhtisar adalah agar kemungkinan setiap
pembaca dapat mengetahui dengan cepat dari keseluruhan hasil penelitian. Apabila
dibandingkan dengan analisis,sebuah ikhtisar secara eksistensial sudah merupakan salah satu
wujud yang sederhana.
Dalam analisis selain diperlukan penjelasan yang luas tentang fakta dan ide,disusun
dengan cermat atau accurary,mempertimbangkan derajat kebenaran (validity) data jug
ditekankan dengan adanya pengungkapan arti dan makna di belakang data. (Milss 1959,
Young 1966)

Terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan dan kebudayaan,untuk mengetahui


hakikatnya (subtancy) dapat dilakukan melalui beberapa sistem analisis baik bersifat
kuantitatif maupun kualitatif.Data-data kualitatif sebagaimana dikumpulkan pada penelitian
praktik hak ulayat laut da n sudah diuraikan pada bab – bab id depan akan dianalisis melalui
perbandingan ,peranan atau fungsi serta teoritik. Secara metodologis dapat
dikonseptualisasikan dan secara sosiologis diakui keabsahannya (Mayer dan
Greenwood,1980). Yang merupakan cara menempatkan preposisi – preposisi yang bertolak
dari kenyataan atau realitas sosial budaya dalam konsepsiyg memiliki kemiripan secara
subtansial dalam kesejajaran. Secara sosiologis melihat realitasnya sosial budaya tsb pada
tatanan hidup masyarakat yang terdiri atas beberapa kelompok dengan jenis okupasi
(pekerjaan,profesi) yang sama meskipun variasi keragaman pada tahap akulisasi
/pelaksanaannya.

Sistem analisis peranan atau fungsi bersumber dari suatu titk tolak kontekstual
(wilayah rangkaian masalah – masalah) dan mengacu pada rasionalitas aksi aau tindakan
pelaku dalam pemikiran untuk pembentukan maksimisasi “efisiensi” atau “keperluan”
dengan pengadaptasian beragai tujuan (lihat, Parson,1985). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa melalui analisis peranan ini seperti dalam praktik hak ulayat lut,akan dapat diketahui
konsep – konsepsi pemanfaatannya didalam kehidupan sehari hari. Sistem analisis teroritik
dimaksud sebagai langkah untuk mengungkapkan ide-ide / pengetahuan masyarakat,termasuk
di dalamnya pengethuan lokal (lokal knowledge) yang mencakup konsepsi-konsepsi,preposisi
sebagai basis pengetahuan dan mendasari suatu tindakan atau aksi, oleh karena itu
dihubungkan dengan subyek pembahasan ,yaitu praktik sitem hak ulayat melalui sistem
teroritik akan diperoleh latar belakang sosio-kultural pelaksanaan hak ulayat laut itu.

Alam analisis – analisis ini akan memprtlihatkan persamaan dan perbedaannya yang meliputi:

1. Bagaimana dan mengapa kelompok masyarakat menguasai (klaim“memiliki atau


memanfaatkan”) suatu kawasan laut dengan batas-batasnya
2. Apa yang menjadi dasar/latar belakang timbulnya sistem atau pola penguasaan
3. Kepentingan apa yang menjadi tujuan
4. Siapa saja kalangan masyarakat yang memiliki hak tsb
5. Landasan atau aturan hukum aapa yang dipegang hingga penguasaan terjadi.
6. Kapan pola penguasaan diberlakukan.

Anda mungkin juga menyukai