Anda di halaman 1dari 19

11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.


All about Law!

Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan

Dipublikasi pada Januari 14, 2013 oleh Nin Yasmine Lisasih


i
7 Votes

Tinjauan Yuridis terhadap Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan dihubungkan dengan
UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria juncto PP No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah

(https://ninyasmine.files.wordpress.com/2013/01/yasmineblog.jpg)            Masalah pertanahan adalah


masalah yang tidak terlepas dari perkembangan dan pembangunan kota. Bahkan oleh Pemerintah
khusus mengenai persoalan tanah mengisyaratkan agar penanganannya dilakukan dengan hati-hati.
Berbagai kasus pertanahan yang muncul saat ini menunjukkan betapa masalah pertanahan menjadi
prioritas.

            Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang pertanahan
antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan dalam struktur penguasaan tanah,
ketiadaan persepsi yang sama antara sesama pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh
negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek manipulasi dalam
perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan
(pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan
masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-undangan agraria.

       Sebagaimana diketahui bahwa tanah, khususnya bagi masyarakat mempunyai kedudukan sentral,
baik sebagai sumber daya produksi maupun sebagai tempat pemukiman. Oleh karena itu masalah
tanah selalu mendapat perhatian dan penanganan yang khusus pula. Lebih-lebih lagi dalam era
pembangunan ini, bahwa pembangunan menjangkau berbagai macam aktifitas dalam membangun
manusia Indonesia seutuhnya, yang sedikit atau banyak akan berkaitan dengan bidang tanah.

            Pembangunan sendiri dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, baik untuk
prasarana maupun sarana, memerlukan tanah. Demikian pula seluruh lapisan masyarakat, dalam
usaha meningkatkan kualitas hidupnya memerlukan tanah. Oleh karena itu gejala hubungan timbal
balik antara manusia dengan tanah ini dilihat dari satu sudut : manusia semakin lama semakin
meningkat mutu dan jumlahnya (kualitas dan kuantitasnya) sehingga kebutuhan manusia akan tanah
yang relatif semakin sempit ini, semakin bertambah.
https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 1/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

            Menghadapi hubungan timbal balik ini serta sekaligus untuk menata hubungan dimaksud,
dicetuskan gagasan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan pendataan penguasaan tanah yang
selalu  mutakhir, terutama untuk keperluan perpajakan, perencanaan dan pengawasan serta dibalik itu
juga bagi masyarakat memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanahnya.

       Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang
merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun pengejawantahan lebih lanjut
mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya
seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak
atas Tanah; dan lain-lain.

       Kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang diterapkan dalam pasal-
pasal UUPA tersebut dalam tatanan teoritis idealis tampak mencerminkan cita-cita dari pembentukan
UUPA itu sendiri yang pada pokoknya bertujuan untuk:

1. meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk
membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat
tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;
2. meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
3. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyar keseluruhan.

       Dalam tatanan praktis, bukan hal mudah untuk mewujudkan cita-cita pembentukan UUPA tersebut
karena konflik kepentingan antara berbagai pihak senantiasa menjadi duri dalam pencapaian tujuan
tersebut sehingga pelaksanaan kebijakan yang mengatur masalah hak-hak atas tanah tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Perselisihan yang terjadi baik secara horizontal maupun vertikal banyak
mewarnai ranah pertanahan Indonesia, khususnya mengenai hak milik ini sehingga pada akhirnya
banyak melahirkan sengketa hak milik.

            Dalam Pasal 19 UU no. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Undang-
Undang Pokok Agraria atau disingkat UUPA) dikatakan bahwa pendaftaran tanah dimaksudkan untuk
memeberikan kepastian hukum dan yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah memberikan
kepastian hak-hak atas tanah.[1] Adapun cara-cara pendaftaran tanah yang dimaksudkan untuk
memberikan jaminan kepastian hak-hak atas tanah.

       Pendaftaran peralihan hak yang diesbabkan oleh pewarisan, pemohon hanya cukup menyertakan
bukti sebagai ahli waris yang sah, yang kesemuanya tertuang dalam fatwa waris, mengapa harus
menyertakan bukti penunjukan sebagai ahli waris yang sah? Karena ahli waris berhak secara sah “……
menggantikan kedudukan hukum dari orang yang meninggal dalam kedudukan hukum mengenai
harta kekayaannya”.[2] Maka dengan sendirinya hak penguasaan atas tanah dan atau bangunan jatuh
secara otomatis pada ahli waris. Namun demikian seperti halnya perbuatan hukum lain, ahli waris
harus mendaftarkan peralihan haknya tersebut pada kantor Pertanahan terlebih dahulu guna kepastian
hukum atas tanah yang didapat dari pewarisan tersebut.

      Setelah dilakukan pendaftaran tanah, maka akan diperoleh sertifikat. Sertifikat merupakan salinan
buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu. Di dalamnya disebut dengan lengkap identitas
subyek pajak yang bersangkutan dan keterangan secara terperinci obyek haknya.

            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang namanya tercantum di dalam sertifikat
adalah pemilik hak atas tanah yang bersangkutan.
https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 2/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

       Seharusnya sertifikat tertulis atas nama seseorang. Namun di dalam praktek sehari-hari sering juga
terjadi sertifikat hak atas tanah yang tercatat atas nama beberapa orang.

        Kemungkinan bahwa dalam satu sertifikat tercatat lebih dari satu nama bisa saja terjadi, karena ada
2 (dua) orang atau lebih yang bersama-sama membeli adalah para ahli waris dari seseorang, yang
namanya mula-mula tercantum dalam sertifikat tersebut.

       Salah satu contoh kasus tentang sengketa warisan ialah pada tahun 1986, ayah A meninggal dunia
karena kecelakaan lalu lintas. Beberapa tahun kemudian, ibu A juga meninggal dunia karena sakit
keras. Sebelum ibu A meninggal dunia, ia telah memberikan wasiat agar seluruh harta warisannya
dibagi dua; A dan kakak A, dibagi dua sama rata. Orang tua A meninggalkan sebidang tanah dan
kebun. Karena A tidak bisa mengurusi maka harta warisan itu dikelola kakak A. A terkadang mendapat
bagian hasil dari pengelolaan tanah tersebut, tetapi juga tidak. Meski demikian A tidak begitu
menuntut. Yang penting, tanah tersebut terawat dengan baik.

      Sekitar 2 tahun sepeninggal ibu A, ada salah satu tetangga yang menggugat kakak A ke pengadilan.
Isi gugatan tersebut menyatakan bahwa sawah yang kini dikelola kakak A adalah milik orang tua
tetangga tersebut. Menurut tetangga tersebut, tanah garapan itu bisa ke tangan orang tua A, sebab
tanah itu dulu digadaikan oleh orang tua tetangga tersebut, tetapi ia tidak bisa menebusnya. Hal itu
berlangsung bertahun-tahun hingga orang tua dia meninggal dunia, tanah itu masih dikuasai orang tua
A. Tetapi A tidak percaya, karena A mempunyai bukti-bukti bahwa tanah tersebut milik orang tua A.

       Masalah tersebut kemudian bergulir ke pengadilan. Di Pengadilan Negeri, kakak A kalah. Kakak A
kemudian naik banding ke Pengadilan Tinggi. Di tingkat ini, kakak A menang. Pihak penggugat
kemudian naik banding ke Mahkamah Agung. Di Mahkamah Agung, kakak A mengalami kekalahan.
Demikian adalah salah satu contoh kasus mengenai sengketa hak atas tanah karena warisan.

            Berdasarkan latar belakang penulisan tersebut di atas, maka yang menjadi pokok masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ahli waris yang memeperoleh hak milik atas tanah karena pewarisan harus mendaftarakan
peralihan haknya tersebut menurut ketentuan PP Nomor 24 Tahun 1997?
2. Bagaimanakah kekuatan sertifikat bagi pemegang hak atas tanah menurut UUPA dan PP Nomor 24
Tahun 1997?

Tinjauan Umum tentang Peralihan Hak Milik Atas Tanah

A. Hak Milik Atas Tanah

       Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi.
Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya
mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai
bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.[3]

       Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas
tanah dalam dua bentuk:[4]

1. hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai
secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat
dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha
(HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 3/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

2. hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti
hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.

       Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu-satunya hak primer yang
mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas
dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”

            Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih
hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya
sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat
dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah
dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah
memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain,
dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila
dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.[5]

       Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan berharganya menguasai hak atas
tanah dengan title “Hak Milik” yang secara hukum memiliki kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga
pemilik hak dapat mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti bahwa
sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini sebagai hak yang mutlak,
tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini
dapat pula dibatasi. Pembatasan yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA antara lain terdapat
dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang tidak dibenarkan
mempergunakan atau tidak mempergunakan hak miliknya (atas tanah) semata hanya untuk
kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena sesuai
dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya.

Pasal 7: Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas tidak diperkenankan.

Pasal 17 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud
dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan
sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.

Pasal 18 : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan
bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak
dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 21 ayat (1) : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

       Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas, pertama asas “Nemo plus juris
transfere potest quam ipse habel”, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu
kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua, asas “Nemo sibi ipse causam
possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihaknya
sendiri, tujuan dari penggunaan objeknya.[6]

            Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan terpenuh hak milik atas
tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak
miliknya, kekuatan pemiliknya untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 4/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

lain, dan segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan yang dijamin
kedua asas tersebut.

B. Peralihan Hak Milik Atas Tanah

       Peralihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui
lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang.
Dengan demikian berarti setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli,
tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam
konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang
dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang
menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai
diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan
hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak
dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak
milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang
tanah tersebut.

            Dengan demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah
tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas
tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai
kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan
hak atas tanah tersebut. Sehubungan dengan obyek hak atas tanah yang dipindahkan PPAT harus
memeriksa kebenaran dari dokumen-dokumen:

1. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, sertifikat asli
hak yang bersangkutan. Dalam hal serifikat tidak diserahkan atau sertifikat yang diserahkan tidak
sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau
2. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar:

surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang belum dikonversi atau surat keterangan
Kepala Desa/ Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut
dengan itikad baik, dan tidak pernah ada permasalahan  yang timbul sehubungan dengan penguasaan
tanahnya tersebut; dan
surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor
Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari
pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/ Kelurahan; dan dalam hal surat
tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib menolak membuat akta pemindahan hak atas tanah
tersebut termasuk hak milik atas tanah yang akan dialihkan tersebut.

Tinjauan Umum tentang Pendaftaran Tanah

A.   Pengertian Pendaftaran Tanah

            Mengenai jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak milik atas tanah terdapat
penegasannya lebih lanjut yaitu melalui suatu mekanisme yang dinamakan ‘Pendaftaran Tanah” atau
“Recht Kadaster.”

            Pasal 1 angka (1) Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk
peta dan daftar mngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 5/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Berkaitan dengan hal ini
terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris.[7]

1. Asas itikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak dengan itikad baik akan tetap
menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang
beritikad baik.
2. Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada
padanya. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya
yang terdaftar atas nama siapapun.

       Dari kedua asas tersebut melahirkan 2 sistem pendaftaran tanah, yaitu:

1. Sistem publikasi positif, yaitu bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran data yang
didaftarkannya dan untuk keperluan itu pemerintah meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah
yang diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam daftar-daftar. Jadi kelebihan
pada sistem pendaftaran ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada
dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya adalah bahwa
pendaftaran tersebut tidak lancar dan dapat saja terjadi pendaftaran atas nama orang yang tidak
berhak dapat menghapuskan hak orang yang berhak.
2. Sistem publikasi negatif, yaitu bahwa daftar umum tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga
terdaftarnya seseorang dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang
berhak atas hak yang telah didaftarkan. Kelebihan dari system pendaftaran ini yaitu kelancaran
dalam prosesnya dan pemegang hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang
terdaftar bukan orang yang berhak. Tetapi kekurangannya adalah bahwa orang yang terdaftarkan
akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak
sehingga orang menjadi enggan untuk mendaftarkan haknya.

       Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sistematis dan sporadis yaitu
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua bidang tanah di suatu
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan suatu hak atas tanah
maupun tanah negara. Yang dimaksud dengan suatu hak adalah hak atas tanah menurut hukum adat
dan hak atas tanah menurut UUPA.

B. Landasan Hukum Pendaftaran Tanah.

       Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah dihapuskan,
dalam memori penjelasan dari UUPA dinyatakan bahwa untuk pendaftaran tanah sebagaimana
dimaksud Pasal 19 UUPA, yang ditujukan kepada pemerintah agar melaksanakan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat Recht
Kadaster, untuk menuju kearah pemberian kepastian hak atas tanah telah diatur di dalam Pasal 19
UUPA yang menyebutkan :

1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :

Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.


Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

       Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan
lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri
Agraria. Dalam Peraturan Pemerintah diatas biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 6/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

termasuk dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya-biaya tersebut.

       Kalau di atas ditujukan kepada pemerintah, sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal 23, Pasal
32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak, agar menjadikan kepastian hukum bagi
mereka dalam arti untuk kepentingan hukum bagi mereka sendiri, di dalam Pasal tersebut dijelaskan :

Pasal 23 UUPA :

– Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak
lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

– Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Pasal 32 UUPA :

– Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam

Pasal 19.

– Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.

Pasal 38 UUPA :

– Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan hapusnya dak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.

– Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena
jangka waktunya berakhirnya.

       Dari ketentuan pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh
pemegang hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat pembuktian yang
kuat serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak-hak tersebut.

B. Tujuan Pendaftaran Tanah

      Usaha yang menuju kearah kepastian hukum atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari
pasal-pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk
menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk
mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia yang bersifat ‘Rech Kadaster”
artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum, dengan di selenggarakannya pendaftaran tanah,
maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah
tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan beban-beban apa
yang melekat di atas tanah tersebut.

      Menurut para ahli disebutkan tujuan pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping
untuk pengelakkan suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu perpajakan:[8]

1.    Kepastian hak seseorang

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 7/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

         Maksudnya dengan suatu pendaftaran, maka hak seseorang itu menjadi jelas misalnya apakah hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak- hak lainnya.

2.    Pengelakkan suatu sengketa perbatasan

                Apabila sebidang tanah yang dipunyai oleh seseorang sudah didaftar, maka dapat dihindari
terjadinya sengketa tentang perbatasannya, karena dengan didaftarnya tanah tersebut, maka telah
diketaui berapa luasnya serta batas – batasnya.

3.    Penetapan suatu perpajakan

         Dengan diketahuinya berapa luas sebidang tanah, maka berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan
besar pajak yang harus dibayar oleh seseorang. Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan
pendaftaran itu selain memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik penggunaannya,
pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya dipergunakan, demikian
pula informasi mengenai kemampuan apa yang terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi
mengenai bangunannya sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan.

      Untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti tersebut di atas, maka untuk itu UUPA melalui pasal-
pasal pendaftaran tanah menyatakan bahwa pendaftaran itu diwajibkan bagi pemegang hak yang
bersangkutan

          Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa tujuan dari
pendaftaran tanah tersebut adalah sebagai berikut::

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mcngadakan perbuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

       Di dalam kenyataannya tingkatan-tingkatan dari . pendaftaran tanah tersebut terdiri dari:

1. Pengukuran Desa demi Desa sebagai suatu himpunan yang terkecil.


2. Dari peta Desa demi Desa itu akan memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun tanah-tanah
yang masih dikuasai oleh negara.
3. Dari peta-peta tersebut akan dapat juga diketahui nomor pendaftaran, nomor buku tanah, nomor
surat ukur, nomor pajak, tanda batas dan juga bangunan yang ada di dalamnya.

C.   Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Warisan.

            Salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang atas tanah adalah karena kematian. Karena
dengan adanya peristiwa hukum ini mengakibatkan adanya peralihan harta kekayaan dari orang yang
meninggal, baik harta kekayaan material maupun immaterial kepada ahli waris orang yeng meninggal
tersebut. Dengan meninggalnya seseorang ini maka akan ada pewaris, ahli waris dan harta kekayaan.

       Pewaris adalah orang yang meninggal  dunia dan meninggalkan harta kekayaan, sedangkan ahli
waris adalah orang yang berhak atas harta kekayaan dari orang  meninggal. Dan harta kekayaan yang
ditinggalkan bisa immaterial maupun material, harta kekayaan material antara lain tanah, rumah
ataupun benda lainnya.

            Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah
meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.
https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 8/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

       Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam
dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
kekerababatan yang mereka anut.

       Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUPA yaitu hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain. Pengertian tentang kata “beralih” adalah suatu peralihan hak yang
dikarenakan pemilik hak telah meninggal dunia maka haknya dengan sendiri menjadi beralih kepada
ahli warisnya. Pasal 20 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa hak milik atas tanah dapat beralih dan dapat
dialihkan. Peralihan hak milik atas tanah dapat terjadi karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum.
Peralihan hak  milik atas tanah karena perbuatan hukum dapat terjadi apabila pemegang hak milik atas
tanah dengan sengaja mengalihkan hak yang dipegangnya kepada pihak lain. Sedangkan peralihan hak
milik atas tanah karena peristiwa hukum, terjadi apabila pemegang

hak milik atas tanah meninggal dunia, maka dengan sendirinya atau tanpa adanya suatu perbuatan
hukum disengaja dari pemegang hak, hak milik beralih kepada ahli waris pemegang hak.

       Pewarisan hak milik atas tanah tetap  harus berlandaskan pada ketentuan Undang – undang Pokok
Agraria dan Peraturan Pelaksanaannya. Penerima peralihan hak milik atas tanah atau pemegang hak
milik atas tanah yang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan pasal 9
Undang-undang Pokok Agraria dan pasal 21 ayat (1) UUPA bahawa warga Negara Indonesia tunggal
saja yang dapat mempunyai hak milik, dengan tidak membedakan kesempatan antara laki – laki dan
wanita yang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk
mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

      Sebenarnya seorang warga Negara Asing dapat atau bisa memperoleh hak milik karena terbentur
pasal 21 ayat (1), karena pasal tersebut menyebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat
mempunyai hak milik. Pasal 21 ayat (3) menyebutkan bahwa warga asing yang sesudah berlakunya
Undang – undang ini harus mendaftarkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun tidak mendaftarkan
status kewarganegaraannya.

            Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961  junto Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun  1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berhak menerima warisan  wajib meminta
pendaftaran  peralihan hak tersebut dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak meninggalnya orang
yang semula mempunyai hak milik tersebut dengan tidak melanggar ketentuan bahwa   menerima hak
milik atas tanah harus sesuai dengan Undang – undang Pokok Agraria pasal 21.

PEMBAHASAN

A.   Pelaksanaan Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan.

            Hak-hak atas tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia ini, karena
semakin maju masyarakat, semakin padat penduduknya, maka akan menambah lagi pentingnya
kedudukan hak-hak atas tanah.

            Di dalam UUPA telah ditentukan bahwa tanah-tanah di seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia harus didaftarkan, hal ini sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadkan Pendaftaran Tanah, yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah”

       Selain itu juga diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUPA yang berbunyi sebagai berikut:

“Hak milik, demikian juga setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya engan hak-hak lain harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksudnya dalam Pasal 19”
https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 9/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

            Sedangkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dala Pasal 19 ayat (1) UUPA adalah
Peraturan Pemerintah Noor 10 Tahun 1961 yang sekarang telah disempurnakan dengn Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

       Menurut Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan:

(1)    Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun diadftar
dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan adat fiisk bidang tanah
yang bersangkutan , dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.

(2)   Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya dalam surat ukur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan boidang
tananhya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar menurut Peraturan Pemerintah
ini.

(3)    Pembukuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alat bukti yang
dimaksud dalam Pasal 23 dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28”

Dengan sistem buku tanah berarti bahwa setiap hak atas tanah yang wajib didaftarkan menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat salinana dari buku tanah untuk
diterbitkannya sertifikat.

       Sertifikat adalah suatu tanda bukti hak atas tanah untuk menjamin kepastian hukum yang terdiri
dari atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan seuatu
kertas sampul yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

       Sertifikat sebagai arsip di Badan Pertanahan nasional terdiri atas:

1. Riwayat status tanah


2. Surat ukur
3. Kartu tanda penduduk yang bersangkutan
4. Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir
5. Akta tanah.

            Sedangkan pemohon menerika sertifikat atau tanda bukti hal yang berisi Buku Tanah dan Suart
Ukur (Gambar Situasi).

       Buku tanah menerangkan Propinsi, Kabupaten, Kecamatan Desa, Nomor Buku Tanah, biaya dan
nomor Kantor Badan Pertanahan Nasional, buku tanah ini terdiri atas :

1. Menjelaskan dari hak atas tanah, nomor dan desa;


2. Nama jelas atau persil;
3. Asal persil yang berisi: Tentang Konversi, pemberian hak, pemisahan, penggabungan, menunjuk UU
Nomor 5 Tahun 1960 juncto Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962
(TLN.2508) tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah;
4. Surat keputusan yang berisi ganti rugi atau uang wajib, lamanya hak berlaku dan kapan berakhir;
5. Surat ukur atau gambar situasi yang berisi: nomor dan luas;
6. Nama pemegang hak;
7. Tanggal pendaftaran yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah dan Kepala Badan
Pertanahan Nasional atas nama Bupati;
8. Pengeluaran sertifikat yang ditandatangani oleh Kepala Seksis Pendeftaran Tanah dan diketahui
oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional atas nama Bupati;
9. Penunjuk, yang berisi perubahan apabila ada;

10. Catatan mengenai pajak atau Pajak Bumu dan Bangunan (PBB).

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 10/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

            Penjelasan mengenai Gambar atau Situasi atau Surat Ukur terdiri atas nomor hak, nomor surat
ukur, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa, keadaan tanah,  situasi letak tanah dan penjelasan. Gabar
Situasi itu ditanndatngani oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah atas nama Kepalaa Badan Pertanahan
Nasional.

            Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka emberikan perindungan
hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang
tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir.

          Proses pewarisan itu terjadi disebabkan oleh meninggalnya seseorang dengan meninggalnya
sejumlah harta kekayaan, baik yang materiil maupun immateriil dengan tidak dibedakan antara barang
bergerak dan barang tidak bergerak.

       Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya yang dinamakan
pewarisan terjadi hanya karena kematian, oleh karena itu pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi
tiga persayaratan yaitu:

1. Ada seseorang yang meninggal dunia


2. Ada orang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris
meninggal dunia;
3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris.

       Jika di antara harta peninggalan itu terdapat tanah hak milik maka hak atas tanah itupun beralih
kepada apara ahli waris tersebut.

       Peralihan hak tidak lagi diuatn di hadapan Kepala Desa atau secara di bawah tangan, tetapi harus
dibuat di ahadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat oleh Menteri Dalam Negeri cq.
Direktorat Jenderal Agraris, satu orang untuk tiap satu atau lebih daerah Kecamatan. Sedangkan untuk
suatu daerah Kecamatan ang belum diangkat seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka Camat yang
mengepalaia Kecamatan tersebut untuk sementara ditunjuk karena jabatannya sebagai Pejabat Pembuat
Akta Tanah.

       Untuk setiap perjanjian yang bermaksud mengalihkan hak atas tanah harus dibuatkan suatu akta
yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pebuat Akta Tanah. Menuruut Pasal 6 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa:

“Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat
lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Peerintah ini
dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”.

       Sebelum Pejabat membuat akta peralihan hak atas tanah harus diperlihatkan lebih dahuku sertifikat
tanah yang bersangkutan, bila tanah itu telah didaftarkan atau dibukukan dalam bentuk tanah pada
Kantor Agraria Seksis Pendaftaran Tanah. Bila tanah itu belum didaftarkan atau dibukukan dalam buku
tanah maka sebagai pengganti sertifiat tanah harus diserahkan surat keterangan pendaftaran tanah dari
Kantor Agraria Seksi Pendafataran Tanah setempat, bahwa tanah itu belum mempunyai sertifikat atau
sertifikat sementara.

       Menurut ketentuan, akta harus ditandatangani oleh semua pihak, oleh PPAT dan para saksi. Dan
apad umumnya dibuat dalam rangkap empat, yaitu:

1. Satu helai (yang asli) bermaterai Rp. 6.000,- untuk disimpan dalam protokol pejabat.
2. Satu helai bermaterai Rp. 6000.,- untuk keperluan Kantor Pertanahan.
3. Satu helai untuk keperluan lampiran permohonan izin (apabila diperlukan izin)
4. Satu helai untuk yang berkepentingan

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 11/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

Untuk semua akta peralihan hak, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 11
Tahun 1961 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 Nomor SK.104?
DJA/1977 harus dioergunakan formulir-formulir yang tercetak di kantor Pos.

       Menurut UUPA tidak cukup dibuatkan akta saja tetapi harus melakukan proses balik  nama untuk
membuat sertifikat, untuk balik nama atau perusabahan nama dari pemiliki lama kepada rekomendasi
dari Pejabat Pebuat Akta Tanah. Tetapi dengan adanya akta sudah cukup untuk memperoleh hak milik,
karena haknya sudah beralih, hanya saja belum memiliki kepastian hukum di kemudian hari. Karena
untuk menjamin kepastian hukum harus dibuktikan dengan sertifikat bukan oleh kta.. akta hanya
berfungsi sebagai tanda bukti hak. Adapun syarat balik nama adalah:[9]

1. Ada akta pejabat (akta peralihan hak)


2. Bukti pelunasan yang menjadi kewajiban untuk peralihan hak tersebut.
3. Rekomendasi atau surat pengantar balik nama dari PPAT.

            Pasal 11 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur kegiatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah, bahwa
“Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah”. Pasal 12 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur tentang rincian
masing-masing kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah sebagai berikut:

1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:


1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
2. Pengumulan dan pengolahan data yuridis;
3. Pembuktian hak dan pembukuannya;
4. Penerbitan sertifikat;
5. Penyajian data fisik dan data yuridis;
6. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
7. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:
i. Pendaftaran peralihan dan pembebaban hak;
ii. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

       Sistem yang digunakan dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali ada dua macam, yaitu sistem
pendaftaran tanah secara sistematik dan siste pendaftaran tanah secara sporadik. Pendafatarn tanah
secara sistematik, yaitu kegiatan pendafataran tanah untuk pertama kaliyang dilakukan secara serentak
yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didfatra dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa/keluarahan. Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali mengeni satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/keluarahan secara individual atau massal.[10]

            Dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan kegiatan ajudikasi, yaitu kegiatan yang
meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran ata fisik dan data yuridis mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya. Pasal 13 PP Nomor 24 Tahun 1997
menetapkan sistem sistematik dan sporadik sebagai berikut:

1. Pendaftaran Tanah pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu
renacan kerja dan dilaksaknakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Dalam suatu desa/kelurahan belum itetapkan sebagai wilayah Pendafataran Tanah secra sistematik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakana melalui Pendaftaran Tanah
secara sporadik.
3. Pendafataran Tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.

        Pasal 36 PP nomor 24 Tahun 1997 mengatur tentang pemeliharaan data pendaftaran tanah (data
maintenance) sebagai berikut:

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 12/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

1. Pemeliharaan data Pendaftaran tanah dilkukan apabila terjadi perubahan pada data fisik dan data
yuridis obyek Pendaftaran tanah yang telah terdaftar.
2. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana simaksud pada ayat
(1) kepada Kantor Pertanahan.

       Perubahan data dapat terjadi pada data yuridis berupa terjadinya peralihan hak atas tanah karena
danya perbuatan hukum  jual beli tanah. Perubahan dalam bentuk peralihan hak ini juga harus
didaftarkan dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah seperti diatur dalam Pasal 37 PP No.
24 Tahun 1997.

            Selanjutnya untuk pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan yang wajib
dilakukan oleh pihak yang memperoleh tanah hak milik sebagai warisan diatur dalam Pasal 42 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi sebagai berikut:

“Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar
dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pmegang
haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris”.

            Dari ketentuan di atas, apabila seseorang pemilik tanah meninggal dunia, maka orang yang
menerima warisan itu dalam waktu 6 (enam) bulan harus mendaftarkan tanah warisannya tersebut ke
Badan Pertanahan Nasional, waktu 6 (enam) bulan itu dapat diperpanjang oleh Badan Pertanahan
Nasional.

       Menurut ketentuan pasal 61 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 :

“Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pedaftaran”.

       Sesuai dengan pasal tersebut di atas, bahwa penerima warisan (ahli waris) harus mendaftarakan
tanahnya ke Kantor Pertanahan. Tetapi harus diperhatikan terlebih dahulu apakah tanahnya tersebut
sudah dibukukan atau belum.

       Untuk tanah yang telah dibukukan maka yang perlu diserahkan ke Kantor Pertanahan adalah:

1. Sertifikat pewaris
2. Surat keterangan meninggal dunia dari Kepala Desa atau Lurah. Untuk memperoleh surat tersebut,
ahli waris atau para ahli waris memohon surat yang disahkan oleh Ketua Rukun Tetangga (RT) dan
diketahui oleh Kepala Rukum Wara (RW) dan dua orang saksi, dilampirkan surat keterangan
pemakaman dari Kantor Pemakaman setempat.
3. Surat keterangan waris.
4. Surat keterangan Pajak Bumi dan bangunan (PBB) terakhir.

Apabila tanahnya belum dibukukan sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (2) PP No. 24 tahun 1997
yang berbunyi sebagai berikut:

“jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen0dokumen
sebagaimana dmaksud dalam pasal 39 ayat (1) huruf b”

            Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan setelah
pendaftaran untuk pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan. Hal tersebut
dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 42 ayat (2) PP Nomor 24 tahun 1997.

       Dari ketentuan Psal 42 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 di atas maka:

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 13/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

1. Ahli waris harus memperlihatkan surat bukti hak berupa bukti-bukti tertulis, keterngan saksi  dan
atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebanarannya oleh panitia Ajudikasi atau Kepala
kantor Pertanahan dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain
yang membebaninya.
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari
kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan kantor
Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
3. Berdasarkan data butir 1 dan 2 di atas kemudian dibuatkan akta waris oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah.

Kemudian pemohon (ahli waris) mendaftarkan ke kantor Badan Pertanahan Nasional dengan
persyaratan sebagai berikut:

1. Mengisi formulir permohonan


2. Bukti identitas ahli waris
3. Surat Kuasa dan photo copy KTP penerima kuasa bila dikuasakan.
4. Sertifikat Hak Atas Tanah yang diwariskan.
5. Surat Kematian atas nama pemegang hak
6. Surat Tanda Bukti sebagai Ahli Waris:
1. Wasiat dari pewaris; atau
2. Putusan pengadilan; atau
3. Surat Keterangan ahili Waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua0
orang saksi dan dikuatkan oleh Lurah atau Camat.
4. Akta Pembagian hak Bersama (apabila langsung dibagi waris)
5. Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir.

       Untuk pembagian hak bersama, Psal 51  ayat (1) PP Nomor. 24 tahun 1997 menyebutkan:

“Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing-
masing pemegang hak bersama didaftra berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut
peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara pemegang hak bersama mengenai
pembagian hak bersama tersebut.’

            Pada saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain perlu
dibagi sehingga menjadi hakl individu. Untuk itu kesepkatan antara pemegang hak bersama terseut
perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi pendaftarannya. Dalam pembagiann
tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama memperoleh bagian. Dalam pembagian harta waris
seringkali yang menjadi pemenagn hak individu hanya sebagian dari keseluruhan penerimaan warisan,
asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima warisan sebagai pemeang hak bersama.[11]

          Selanjutnya setelah ahli waris mendaftarkan peralihan hak milik atas tanahnya ke kanotr
Pertanahan, maka akan dikeluarkan pengumuman di kantor Pertanahan dan kantor Kepala
Desa/Kelurahan dimana letak tanah yang bersangkutan berada. Pengumuman ini dilaksanakan selama
60 hari untuk memberi kesemoaan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.

       Sertifikat akan diterbitkan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku
tanah.

            Demikianlah pelaksanaan peralihan ak milik atas tanah karena pewarisan yang seharusnya
dilakukan oleh para ahli waris, apabila mendaftarkan tanah miliknya tersebut berdasarkan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

B.    Kekuatan Sertifikat bagi Pemegang Hak Atas Tanah menurut UUPA dan PP nomor 24 Tahun
1997.
https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 14/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

              Sertifikasi hak atas tanah pada adasrnya mencerminkan Pendaftaran Tanah secara hokum
(rechtkadaster atau legal cadastre) dalam hal ini pemberian tanda bukti hak kepada pemegang hak.
Dala m konteks ini, maka fungsi sertifikat hak atas tanah adalah sebagai tanda bukti hak, yang diatur
dalam ketentuan UUPA yaitu:

1. Pasal 19 ayat (2) huruf c, bahwa “sertifikat hak atas tanah adalah alat pembuktian yang kuat”;
2. Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2)  dan Pasal 38 ayat (2).

Wujud konkret dari tujuan pendaftaran tanah dalam hal menjamin kepastian hokum dan kepastian hak
adalah peneribtan sertifikat hak atas tanah. Sertifikat mempermudah pemegang hak untuk dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan
Pasal 19 ayat (2) UUPA, aka akibat hokum dari pendaftaran hak atas tanah berupa penerbutan surat
tanda bukti (sertifikat) yang berlaku sebagai alat pembuktin yang kuat terhadap pemegang hak atas
tanah.

            Sertifikat hak atas tanah memberikan arti dan peranan penting bagi pemegang hak yang
bersangkutan yaitu sebagai:

1. Alat bukti kepemilikan atas tanah apabila ada sengketa terhadap tanah yang bersangkutan;
2. Jaminan pelunasan suatu hutang pada Bank, Pemerintah atau swasta.

       Sertifikat merupakan alat bukti hak, maka ynang harus dibuktikan antara lain:

1. Jenis hak atas tanah

Dapat diketahui pada sampul dalam sertifikat dan kolom, pertama bagian atas atas dari Buku Tanah,
jenis hak yang dicntumkan antara lain yang disebutkan dalma Pasal 16 UUPA, yaitu:

Hak Milik
Hal Guna Usaha
Haku Guna Bangunan
Hak Pakai

Diharapkan dengan adanya hak atas tanah dapat dilakukan perbuatan hokum oleh yang mempunyai
hak atas tanah tersebut kepada pihak lain, misalnya jual beli.

2. Pemegang hak.

Menyangkut nama orang atau badan hokum yang mempunyai hubungan hokum sepenuhnya terhadap
tanah yang bersangkutan, pemegang hak dapat berubah, antara lain jika yang berhak meninggal dunia,
terjadi jual-beli atau hibah maka pemegang pertaa diganti oleh pemegang hak yang berikutnya.

Keterangan fisik tentang tanah


Beban di atas tanah
Peristiwa hukum yang terjadi dengan tanah.

Peristiwa hukum yang berakitan dengan tanah tersebut yaitu pewarisan.

Dari seluruh bagian yang harus dapat dibuktikan bahwa masing-masing mempunyai kepastian hukum

       Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur tentang sertifikat sebagai alat pembuktian yng
kuat yaitu bahwa sertfikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai sata fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fiisk dan data
yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dala Syrat Ukur dan Buku Tanah hak yang bersangkutan.

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 15/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

            Bertolak dari ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tersebut, selama tidak dapat
dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai
data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hokum sehari-hari maupun berperkara di
pengadilan. Dalam konteks ini, data yang dimuat dalam Surat Ukur dan Buku Tanah mempunyai sifat
terbuka untuk umum, sehingga pihak yang berkepentingan dapat mencocokkan data dalam
sertifikatnay dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan Buku Tanah yang disajikan di kantor
Pertanahan.

       Mengingat bagaiana rinci dan seksamanya pengaturan mengenai  prosedur pengumpulan data fisik
dan data yuridis obyek yang akan dodaftar sapai dengan pembukuan serta penerbitan sertifikatnya,
jelas kiranya kesungguhan upaya Pemerintah dalam  mengusahakan terpenuhinya persyaratan untuk
mewujudkan pernyataan Pasal 19 UUPA, bahwa sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat.

       Data dalam sertifikat harus sesuai dengan yang dimuat dalam Surat Ukur dan Buku  Tanah, karena
data tersebut diambil dari Surat Ukur dan Buku Tanah yang bersangkutan. Penerbitan sertifikat
dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya.

       Apabila dilihat dari kekuatan pembuktiannya, sertifikat mempunyai kedudukan yang lebih kuat
dibandingkan dengan bukti kepemilikan tanah adat, karena kohir dan girik bukanlah tanda bukti hak
atas tanah. Tetapi karena pada umumnya orang tidak mempunyai bukti lain hak atas tanah yang
dimilikinya maka kohir atau girirk ini siterima sebagai bukti pengganti kepemilikan tanah tersebut.

       Di dalam perbuatan hokum hak atas tanah, asa Nemo Plus Juris dikenal disamping asa iktikad baik,
yaitu asas yang melindungi pemegang hak yang sebenarnya. Sasa ini dalam hokum pertnahan
mempunyai daya kerja untuk memberikan kekuatan pembuktian bagi peta dan daftar uum yang ada di
Kantor Pertanahan. Penerapan asas ini berarti memberikan perlindungan kepada pemegang hak yang
sebenarnya sehingga selalu terbuka kemungkinan untuk mengadakan gugatan bagi pihak yang merasa
memiliki dan dapat membuktikan kepemilikannya kepada pihak lain yang meskipun namanya telah
terdaftar dalam daftar umum yang terdapat di Kantor Pertanahan.

       Tetapi asas Nemo Plus Juris merupakan asas dimana seseorang tidak dapat melakukan tindakan
hokum yang melampaui hak yang dimilikinya dan akibat drai pelanggaran tersebut adalah batal demi
hokum (van rechtswegenietig). Batal demi hokum berakibat perbuatan hokum tersenut dianggap tidak
pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hokum dan apabila tindakan hokum tersebut
menimbulkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi kepada pihak-pihak
yang melakukan perbuatan huku tersebut.[12]

KESIMPULAN

            Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diberikan kesimpulan terhadap  permasalahan yang
telah dikemukakan terlebih dahulu, yaitu:

1. Pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan setelah berlaku UUPA juncto PP
No.24 Tahun 1997, apabila seorng pemilik tanah meninggal dunia maka orang yang menerima
warisan tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan harus endaftarkan tanah warisannya tersebut ke
Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaannya ahli waris meminta surat kematian dari desa,
bukti diri dan surat keterangan waris  yang dibuat oleh Kepala Desa. Apabila ahli waris akan
membagikan warisan tersebut harus dibuatkan akta pembagian harta warisan ke PPAT dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan Pasal 42 ayat (4) PP No. 24 Tahun 1997 dan
selanjytnya didaftarkan atau melakukan proses balik nama kepada kantor Badan Pertanahan
Nasional untuk dibuatkan sertifikat. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 UUPA, sertifkiat
merupakan jaminan kepastian hokum atas tanah tersebut.
2. Pada kenyataannya sertifikat hak atas tanah yang telah dimiliki masyarakat tidak cukup mempunyai
kekuatan pembuktian walaupun telah melalui tahapan pendaftaran tanah yang benar. Hal tersebut
dikarenakan berlakunya asas Nemo Plus Juris. Sertifikat hanya merupakan tanda bukti yang kuat
https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 16/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak/sempurna menurut UUPA dan ketentuan dalam PP
nomor. 24 Tahun 1997.

Saran

1. Pemerintah melalui aparatnya yang terkait diharapkan lebih aktif emberikn penyuluhan dan
pengarahan dalam rangka menyadarkan masyarakat tentang pelaksanaan peralihan hak milik atas
tanah terutama karena pewarisan, hal ini untuk menghilangkan anggapan prosedur yang berbelit-
belit  serta baya yang bear, sehingga masyarakat dapat mematuhi dan melaksanakan UUPA juncto
PP No. 24 Tahun 1997 yaitu dengan membuat akta di PPAT dan didaftarakan atau balik nama ke
kantor BPN untk dibuatkan setfikat.
2. Diharapkan dalam hal penebitan bagi pemegang hak dapat memberikan rasa aman karena hak atas
tanahntya dijamin keberadaaanya oleh Peerintah sehingga dapat memberikan jaminanan kepastian
dan perlindungan hukum.

[1] Penjelasan atas UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

[2] Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris tanpa Wasiat, Andi Offset, Yogyakarta, 1982, hlm. 1

[3] Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007,
hlm 10.

[4] Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm 64.

[5] Urip Santoso, op.cit, hlm 90-91.

[6] Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm8-9.

[7] Adrian Sutedi, ibid, hlm 117-121.

[8] A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm.6

[9] Direktorat Jenderal Agraria, Departemen Dalam Negeri, Buku Tuntunan Bagi Para Pejabat Pembuat
Akta Tanah, Yayasan Hudaya Bina Sejahtera, Jakarta, 1983, hlm.12

[10] Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Pendafataran Hak Atas Tanah di Indonesia, Penerbit Arkola,
Surabaya, 2002, hlm. 166.

[11] Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.

[12] Irawan Soerodjo, op cit, hlm. 189


Categories: Pemikiran Penulis | 15 Komentar

15 thoughts on “Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan”

Ping-balik: BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN


SENGKETA HAK ATAS TANAH | CATATAN DAN KULIAHKU

September 23, 2013


piuspurba
taks..nin,tulisan yg mencerahkan..

Balas
Januari 29, 2014
https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 17/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

Nin Yasmine Lisasih


terima kasih..

Balas
Januari 15, 2015
angkarpramana
salam keadilan ilmumu akan tetap tercatat selamanya succes teruslah berbagi dan
berkreatifitas

Ping-balik: BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN


SENGKETA HAK ATAS TANAH « MASALAH HUKUM

Desember 1, 2013
feri ali fauzi
tambak peniggalan dari leluhur kami di miliki oleh orang yg bukan ahli waris dari leluhur
kami,bahkan..,yg awalnya petok d dngan 1 nama di alihkan kpada 5 nama yg sama skali bkan
haknya,sampai trjadi penggantian sertifikat,tetapi pihak klurga kami masih memegang petok d dri
tanah tambak trsebu..,gmana cara menggugatnya kami mohon petunjuk,dan kami siap memberikan
bukti2 atas dasar kluarga kami sebagai hak milik(ahli waris yg sebenarnya.)trima kasih atas
petunjuknya

Balas
Januari 29, 2014
Nin Yasmine Lisasih
anda harus memegang sertifikat hak milik atas tanah tersebut, atas nama siapakah tanah
tersebut? tunjukkan sertifikat yang menunjukkan bahwa tanah tersebut milik leluhur anda.
Kemudian buat surat keterangan ahli waris yang menunjukkan bahwa anda ahli waris dari tanah
tersebut..

Balas
Maret 26, 2014
dragunov49
terimakasi
bermamfaat sekali

April 27, 2014


Nin Yasmine Lisasih
terima kasih!

Maret 18, 2014


Putri
Selamat siang Mba Nin,

Kondisi saat ini :


Ibu kandung Saya sudah meninggal.
Ayah kandung Saya sudah menikah kembali dengan wanita yang memiliki 3 orang anak.
Sertifikat tanah & bangunan rumah kami atas nama Ayah kandung Saya.

Apabila Ayah kandung Saya sudah tidak ada usia (meninggal dunia), Pertanyaannya :
Sertifikat tanah & bangunan rumah kami secara otomatis akan menjadi milik anak-anak kandung
Ayah Saya atau tergantung pada Surat Waris yang dibuat oleh Ayah kandung Saya?

Apabila sertifikat tanah & bangunan rumah kami tersebut secara otomatis menjadi milik anak-anak
kandung Ayah Saya, Apakah pada saat akan dijual masih perlu persetujuan Istri & 3 orang anak tiri
Ayah Saya tersebut?

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 18/19
11/03/23, 22.14 Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan | Nin Yasmine Lisasih S.H., M.H.

Terima kasih sebelumnya.

Balas
April 22, 2014
paladin
terimakasih banyak atas referensi nya kakak

Balas
April 27, 2014
Nin Yasmine Lisasih
sama-sama. good luck!

Balas

Mei 22, 2014


Dimas Alhar
kak,,nin@ z mw konsul,,,??? pada thn 2000 diberikan penguasaan atas sebidang tanah perumahan
dari orang tua ISTRI Z,,,thn 2011 z membuat bangunan diatas tanah tersebut,, akhir” ini sdr dan
orang tua istri z ngotot mw mengambil kembali tanah tersebut,, mohon pendapat dan
solusinya,,makasih

Balas
Juni 14, 2014
Faisal Rizani
ayah saya meninggal pada tahun 2011, sebelum meninggal almarhum ayah saya sudah membagi
beberapa tanah dan rumah kepada anak laki2 yang berjumlah 4 orang, dimana anak pertama dan
anak ke-tiga mendapatkan tanah yang ada bangunan rumahnya (dibagi dua), anak ke-dua
mendapatkan tanah yang ada bangunannya juga, sedangkan anak ke-empat (saya) mendapatkan
berupa tanah SHM a.n Almarhum Ayah saya. perlu diketahui bahwa Ibu kami masih ada. saat ini
saya ada rencana untuk menjual tanah milik saya yang masih a.n almarhum ayah. yang ingin saya
tanyakan, bagaimana prosedurnya apabila saya akan menjual tanah tersebut? Terima Kasih.

Balas
April 3, 2017
Sagar
terimakasih untuk share ilmu pengetahuannya..

Balas

Blog di WordPress.com.

https://ninyasminelisasih.com/2013/01/14/peralihan-hak-milik-atas-tanah-karena-pewarisan/ 19/19

Anda mungkin juga menyukai