Anda di halaman 1dari 2

Salah satu penyebab sengketa tanah adalah pendataan kepemilikan tanah yang masih manual

dan pengarsipan data pertanahan yang belum tersistemasi. Tak jarang informasi tanah hanya
mengandalkan Letter C yang tidak jelas, sulit dibaca bahkan kesalahan penulisan dalam
salinannya. Alhasil, menyulitkan pencarian nama maupun objek tanah. Di sisi lain, warga
kurang memahami hak dan kewajibannnya terhadap tanah yang dimiliki.

contoh kasus pertanahan di Desa Cisomang Barat, yakni sengketa kepemilikan tanah antara
warga dengan pihak desa, Sekitar tahun 1941, seorang warga bernama Abdul memiliki tanah
seluas 15 hektare di Desa Cisomang Barat tetapi tidak ada bukti kepemilikan yang sah.

Warga tersebut diketahui telah menikah dua kali. Dari pernikahan pertamanya memiliki satu
orang anak dan empat orang cucu, sedangkan dari perkawinan keduanya yaitu dengan Emot
tidak memiliki anak. Tetapi pada saat menikah dengan Abdul, Emot membawa dua orang
anak dari perkawinan sebelumnya.

Kini, tanah tersebut menjadi sengketa antara desa bersama para penggarap dan ahli waris
Emot. Menurut keterangan ahli waris, tanah tersebut telah dihibahkan kepada Emot.
Sedangkan menurut keterangan desa, tanah tersebut merupakan tanah desa karena desa
memberikan pinjaman kepada Abdul untuk melunasi utangnya dengan jaminan tanah
sengketa tersebut.

Pertanyaan:

Dari keterangan dan contoh kasus di atas, apa sebenarnya yang mendasari terjadinya sengketa
tanah, buatlah analisis yuridisnya dihubungkan dengan konsep administrasi pertanahan dan
konsep pendaftaran tanah di Indonesia.

Jawaban :

Alasan yang mendasari terjadinya sengketa tanah seperti kasus tersebut adalah dikarenakan
masih banyaknya warga yang kurang memahami aspek hukum pertanahan seperti pentingnya
kepemilikan tanah yang bersertifikat. Sebagian masyarakat masih berpikir bahwa dengan
kepemilikan akta seperti akta jual beli (AJB) atau  bukti pajak SPPT dan STTS PBB saja
sudah cukup sebagai bukti kepemilikan tanah. Padahal sertifikat tanah merupakan produk
akhir dari pendaftaran kepemilikan tanah. Oleh karena itu, pentingnya melakukan
pendaftaran tanah sehingga pemilik tanah mendapatkan kepemilikan tanah yang bersertifikat.
Berikut beberapa landasan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam melakukan
pendaftaran tanah :

a. Undang-Undang Dasar Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria (UUPA).

b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

c. Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah.

d. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap.

Pengukuran dan pendaftaran tanah merupakan pelaksanaan dari Pasal 19 UUPA sebagai
upaya untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah. Dalam kaitan ini, pemerintah
mengadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dengan kegiatan

a. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah;  

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.  

Hal ini juga selaras dengan tujuan dari administrasi pertanahan, yaitu :

a. Meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah;

b. Meningkatkan kelancaran pelayanan kepada masyarakat;

c. Meningkatkan daya hasil guna tanah lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.  

Untuk merealisasikan hal tersebut serta dalam rangka peningkatan pelayanan kepada
masyarakat di bidang pertanahan, dibuatlah Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979
tentang Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan; tertib administrasi
pertanahan; tertib penggunaan tanah; dan tertib pemeliharaan tanah lingkungan hidup.  

Keempat tertib tersebut merupakan pedoman bagi penyelenggaraan tugas-tugas pengelolaan


dan pengembangan administrasi pertanahan yang sekaligus merupakan gambaran tentang
kondisi atau sasaran antara yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang pertanahan yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Jika masyarakat sudah mensertifikatkan tanahnya,
maka akan tercapailah salah satu tujuan UUPA yaitu terjadinya kepastian hukum hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Anda mungkin juga menyukai