Email :archiva_08@yahoo.com
Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang
Abstrak
Sengketa tanah banyak terjadi karena minimnya pengetahuan dalam pengelolaan bukti kepemilikan tanah,
termasuk sengketa sultan ground. Meski hak milik ada di pihak keraton, sultan ground dapat diberikan
kepada abdi dalem yang berjasa, berikut para ahli warisnya. ArsipSerat Kekancingan merupakan bukti
kepemilikan sekaligus pemanfaatan sultan ground dengan status penghuni Magersari.Beberapa sultan
ground berada di kawasan pariwisata dengan ragam wisatawan dalam maupun luar negeri. Namun
pengaturannya masih belum memiliki kejelasan hukum, terutama dalam hal administrasi arsip serat
kekancingan.Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa sistem kearsipan serat kekancingan belum
memenuhi standar pengelolaan yang baik dan benar sehingga berpengaruh pada rumitnya penyelesaian
beragam konflik yang terjadi di masyarakat, seperti sengketa di Jalan Suryowijayan, Jalan Brigjen Katamso
Gondomanan dan Hotel Ambarukmo Kabupaten Sleman.
Abstract
Many land’s controversies occur because of the lack of knowledge in the records management of land
ownership, including the controversies of Sultan Ground. Although the right property is in the keraton, the
Sultan Ground can be given to meritoriousabdi dalem, following his heirs. Kekancingan’s records is a proof
of ownership as well as the utilization of Sultan Ground with Magersari’s resident status. Some Sultan
Groundsis in the area of tourism with a variety of domestic and foreign travelers. However,their management
still do not have the legal clarity, especially in the case of records administration. The result ofthis research is
that records management system of kekancinganis far from a best standard of records management.It will
impact on the complexity of the various conflict resolution in the community, such as controversies in
Suryowijayan Street, Brigjen Katamso Street of Gondomanan andHotel Ambarukmo in Sleman.
*Dosen Pembimbing
1. Pendahuluan
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013 Halaman 1-9
Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip
dalam setiap pembahasan memang telah banyak hanya berupa minimalisasi upacara-upacara adat
ditinggalkan sebagian besar organisasi dan keraton, tetapi juga struktur pemerintahan hingga
praktisi kearsipan.Namun jika melihat kembali masalah hak-hak pertanahan. Selo Soemardjan
pada kondisi sistem kearsipan keraton, maka pun membahas keterkaitan kehidupan petani
pembahasan dalam buku ini masih relevan. dengan tanah garapannya yang menjadi dominasi
Sayangnya, pembahasan seputar arsip vital yang sosial masyarakat Yogyakarta.Penulis mengambil
hanya terfokus pada masalah pengamanan dan fokus pada bab-bab yang membahas dinamika
pemeliharaan, meninggalkan satu point penting pemerintahan Kasultanan Yogyakarta pada masa
dalam program arsip vital yang diamanatkan penjajahan Belanda hingga bergabung dengan
undang-undang nomor 43 tahun 2009, yaitu Republik Indonesia.Perubahan pemerintahan yang
identifikasi, perlindungan dan pengamanan, dan terjadi dalam kurun waktu yang cukup cepat tentu
penyelamatan dan pemulihan. Meski demikian, berpengaruh pada persoalan penataan tanah
diperlukan adanya analisis lebih fokus dan sebagai simbol batas-batas kewilayahan.Selain
disesuaikan dengan kondisi kearsipan keraton.Hal itu, penulis juga mengambil bab tentang
ini karena William Saffady lebih memfokuskan kehidupan petani sebagai dominasi masyarakat
pada manajemen kearsipan yang ada di Yogyakarta di masa awal berdirinya Kasultanan
lingkungan perusahaan. Yogyakarta dan pengaruhnya terhadap pengaturan
tanah. Meski Selo Soemardjan membahas secara
Buku kedua adalah “Records and Information komprehensif perubahan sosial dan imbasnya
Management : Fundamentals of Professional terhadap pola pertanahan di Yogyakarta, namun
Practicekarya William Saffady yang diterbitkan masih terdapat hal-hal yang terperinci, terutama
oleh Association of Records Managers and pada masalah tanah milik keraton. Untuk menutup
Administrators. William Saffady, dalam buku ini, kekurangan buku ini, penulis mengambil buku
menjelaskan beberapa aspek mendasar dari yang membahas tanah keraton dari tim ahli
manajemen kearsipan, terutama manajemen arsip hukum keraton.
dinamis. Apabila Boedi Martono menjelaskan
secara garis besar manajemen kearsipan, maka Buku keempat berjudul “Hak Sri Sultan Atas
William Saffady merinci lebih lengkap dan fokus. Tanah di Yogyakarta” karya KPH Notoyudo yang
Buku ini terbagi dalam tujuh bab, dan bab yang diterbitkan pada tahun 1975. Buku ini membahas
relevan sebagai penunjang utama dalam penelitian secara komprehensif seputar hasil penelitian tim
ini adalah bab enam (Vital Records), bab tujuh ahli hukum keraton yogyakarta tentang hak-hak
(Managing Active Records I : Document Filing menyangkut tanah yang ada pada sri sultan. KPH
Systems) dan bab delapan (Managing Active Notoyudo membahas seputar sejarah tanah
Records II : Automated Document Storage and keraton dari berbagai penelitian yang dilakukan
Retrieval). bangsa Barat, seperti Rouffaer dan de la
Faille.Buku ini juga membahas bagaimana
Buku ketiga adalah “Perubahan Sosial di seorang sultan mendapatkan hak pertanahan di
Yogyakarta” karya Selo Soemardjan. wilayah Yogyakarta.Selain itu juga dilengkapi
Perkembangan sosial masyarakat Yogyakarta dengan beberapa lampiran perundang-undangan
dibandingkan masyarakat lain di Indonesia untuk memperkuat beberapa pernyataan hukum
memang terbilang unik. Upaya mempertahankan yang dibahas.Persoalan keistimewaan Yogyakarta
adat budaya asli di tengah gempuran berbagai juga disinggung dalam buku karya KPH
ideologi dan budaya luar yang masuk ke Notoyudo ini. Oleh karena tidak dilengkapi peta
Yogyakarta secara damai maupun penindasan wilayah maka pembaca awam akan kesulitan
patut menjadi contoh. Meski demikian, memahami perubahan kondisi tanah keraton.
masyarakat Yogyakarta dalam perkembangannya Buku ini juga masih belum fokus pada tanah
tidak secara kaku bertahan dengan adat budaya dengan penghuni berstatus magersari.
yang berakar dari pusat kerajaan (keraton). Ada
beberapa bentuk penyesuaian agar tidak terjadi
shock culture, terutama setelah Sri Sultan 3. Metode Penelitian
Hamengkubuwono IX bertahta, dan keputusan
untuk bergabung jadi bagian Negara Kesatuan Desain penelitian yang digunakan adalah
Republik Indonesia. Perubahan tersebut tidak penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013 Halaman 1-9
Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip
bermaksud untuk memahami fenomena tentang operations will be curtailed or discontinued, with
apa yang dialami subjek penelitian, misalnya a resulting adverse impact on the organization
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain- [Saffady, 2004 : 123].
lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu Arsip kekancingan yang ada di Paniti Kismo
konteks khusus yang alamiah dan dengan disusun berdasarkan geografi (wilayah) dan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah [Moelong, kronologis. Namun alat penyimpanan hanya
2013: 6]. Oleh karena keberagaman jenis dari menggunakan map (folder) dan lemari kayu.
desain penelitian kualitatif, penulis mengambil Arsip-arsip yang ada di filing cabinet pun disusun
jenis penelitian studi kasus, yaitu dengan secara tertumpuk vertikal.Penamaan wilayah
mengambil permasalahan keterkaitan antara seperti Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta hanya
pengelolaan arsip serat kekancingan dengan berupa kertas yang ditempatkan di bagian depan
pengaturan hak sewa tanah di lingkungan tanah pintu lemari simpan.Beberapa arsip juga sudah
magersari.Untuk menajamkan analisis, dalam bentuk terikat dengan tali raffia.Kondisi
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penyimpanan ini berdampak pada waktu temu
oral history atau sejarah lisan yaitu usaha balik yang membutuhkan waktu hingga lebih dari
merekam kenangan yang dapat disampaikan oleh tiga hari.Dampak buruk lainnya adalah
pembicara sebagai pengetahuan tangan pertama, kemungkinan arsip hilang pun tinggi. Selain itu,
melalui wawancara terencana [Baum, 1982 : 1]. surat yang didistribusikan di setiap lini struktur,
Teknik yang digunakan dalam pendekatan oral bukanlah surat asli, tetapi salinan (tedakan) yang
history adalah wawancara topical narrative, yaitu ditulis kembali sesuai dengan isinya [Maskunah,
pewawancara mengarahkan narasumber pada 2013 : 27]. Buruknya sistem pemberkasan
topik yang sudah ditentukan, dalam kaitannya diperparah dengan minimnya pemahaman SDM
dengan penelitian ini adalah tanah magersari. pengelola tentang manajemen
kearsipan.Penempatan tenaga arsiparis yang
diperbantukan dari Badan Perpustakaan dan Arsip
4. Hasil dan Pembahasan Daerah Yogyakarta hanya ada di bagian arsip
statis Tepas Banjar Wilapa Perpustakaan Widya
Pengelola serat kekancingan tidak hanya di Tepas Budaya Keraton Yogyakarta.
Paniti Kismo maupun arsip keraton (setelah
memasuki masa statis), tetapi juga disimpan oleh Sistem pemberkasan geografi yang digunakan
masing-masing pemegang hak magersari.Keraton dalam penataan arsip kekancingan adalah sistem
Yogyakarta, sebagai bentuk birokrasi tradisional penyimpanan arsip dinamis berdasarkan nama
telah menetapkan pedoman tata naskah dinas lokasi koresponden yang disusun secara abjad dan
untuk naskah serat kekancingan. Hal ini karena dikelompokkan menurut berbagai susunan, seperti
kekancingan tidak hanya diperuntukkan pada negara, provinsi, kabupaten atau kotamadya
bidang pertanahan, tetapi juga pada bidang bahkan menurut nama jalan. Oleh karena
kepegawaian (abdi dalem) dan perihal pemegang hak magersari tersebar di berbagai
keturunan.Keberadaan pedoman tersebut juga wilayah di Yogyakarta, baik kotamadya maupun
menghindari tindak pemalsuan kekancingan kabupaten, maka arsip dikelompokkan
pertanahan yang dapat berakibat pada jual beli berdasarkan kabupaten atau kotamadya. Misalnya
illegal tanah kraton berstatus Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan
magersari.Kecurigaan pihak keraton terkait seterusnya. Kemudian dalam satu kelompok
pemalsuan serat kekancingan sempat tersiar wilayah, dikelompokkan kembali berdasarkan
dalam kasus sengketa tanah di Kabupaten tahun dikeluarkannya kekancingan.Setelah itu
Kulonprogo yang melibatkan kerabat diurutkan kembali berdasarkan abjad pertama
keraton.Oleh karena arsip serat kekancingan pemegang kekancingan.
termasuk dalam arsip vital, maka dampak yang
dapat ditimbulkan dari pemalsuan arsip akan
merugikan pihak keraton. Hal ini tersirat dalam
pernyataan William Saffady, if vital records are
lost, damaged, destroyed or otherwise rendered
unavailable or unuseable, mission-critical
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013 Halaman 1-9
Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip
4.1 Pengaruh Pengelolaan Arsip Masalah mendasar dalam kasus Jalan Brigjen
Kekancingan terhadap Pengaturan Hak Katamso tidak berbeda dengan kasus Jalan
Penggunaan Tanah Berstatus Magersari Suryowijayan, yaitu tidak tertibnya administrasi
arsip kekancingan. Pemegang hak magersari dapat
mewariskan haknya kepada ahli waris (satu
Sebagian kalangan yang memiliki kemampuan keluarga) yang disebut dengan lintir, maupun
materi lebih dan/atau memiliki kedekatan khusus kepada pihak di luar ahli waris keluarga yang
dengan lingkaran dalam keraton, dapat dengan disebut liyer.Apabila pemegang hak awal hendak
mudah mendapatkan hak penggunaan tanah me-lintir atau me-liyer hak magersarinya, maka
keraton meski jalan yang ditempuh secara tidak harus dengan sepengetahuan pihak keraton. Hal
langsung merugikan keraton sendiri.Sementara itu ini agar memudahkan dalam proses pendataan dan
bagi rakyat menengah ke bawah yang hidup keraton tidak serta merta kehilangan aset tanahnya
dalam kondisi serba terbatas dan tidak memiliki secara tidak langsung. Namun pada umumnya,
kedekatan khusus dengan para bangsawan pemegang hak magersari yang beberapa kali me-
keraton, maka perolehan hak untuk menggunakan lintir atau me-liyer akhirnya tidak lagi
tanah keraton selalu dipermasalahkan hingga ke mengkomunikasikan tindakannya kepada pihak
ranah hukum.Kasus sengketa tanah berstatus keraton. Akibatnya, tidak hanya pihak keraton
magersari di Jalan Suryowijayan mengindikasikan yang dirugikan, tetapi juga dapat menimbulkan
kelemahan pengelolaan arsip serat kekancingan sengketa jika keraton menerbitkan kekancingan
sebagai bukti pemanfaatan tanah. Bukti apabila atas nama pihak lain dengan tanah yang sama.
pihak tergusur pernah mengajukan permohonan
kekancingan hak magersari, seharusnya dapat Tidak tertibnya penyimpanan arsip dan
ditelusuri melalui buku agenda surat masuk. kelambanan dalam pemutakhiran data menjadi
Selain itu, juga perlu diketahui keberadaan fisik titik lemah pihak keraton sebagai pihak yang
arsip surat permohonan tersebut. Fisik arsip surat berhak menerbitkan kekancingan.Hal ini dapat
permohonan dapat ditemukan kembali dengan mengakibatkan pihak keraton kesulitan dalam
cepat dan tepat hanya jika sistem pemberkasan melacak pihak-pihak yang sudah mendapat hak
sudah baik. Namun melihat pada kenyataan magersari melalui kekancingan dan pihak-pihak
bahwa sejak tahun 1970-an hingga dilakukannya yang belum mendapatkan kekancingan.Alasan
penggusuran, tidak diketahui keberadaan fisik mendasar inilah yang kemudian menjadi gugatan
arsip surat permohonan, maka kemungkinan keraton oleh pihak LBH Yogyakarta.
secara aspek kearsipan adalah :
1. Fisik arsip surat permohonan hak Berbeda dengan dua kasus sebelumnya, kasus
magersari hilang (ketlingsut) karena Hotel Ambarukmo di Kabupaten Sleman bermula
penataan fisik berkas yang tidak ketika Raden Mas Triyanto Pranowo selaku ahli
memenuhi kriteria pemberkasan arsip waris dan perwakilan trah Hamengku Buwono
yang baik dan benar; VII mengeluarkan serat kekancingan dengan kop
2. Tidak tercatat dalam buku agenda surat surat bukan atas nama Paniti Kismo. Selain itu
masuk meski sudah pernah mengajukan juga dituduh melakukan pemungutan uang dalam
permohonan; pengurusan kekancingan tersebut.Lahan yang
3. Pihak tergusur tidak menggandakan surat menjadi sengketa yaitu tempat berdirinya Hotel
permohonan yang sudah dibuat sehingga Ambarukmo di Kabupaten Sleman.
sulit untuk dilakukan pembuktian terbalik.
Dalam kasus ini, peran tata naskah dinas menjadi
Meski ketiga kemungkinan tersebut membuat faktor utama. Apabila pihak keraton yang diwakili
pihak keraton memenangkan perkara, sistem Paniti Kismo telah memiliki pedoman dan tata
kearsipan yang sudah diterapkan perlu diperbaiki tertib dalam penerbitan serat kekancingan, maka
secara bertahap. Hal ini sebagai upaya antisipasi dapat dipastikan kasus yang sama dapat
jika terjadi kasus serupa, maka dapat diminimalisasi. Selain itu, pengkomunikasian
menghasilkan solusi yang adil, bagi pihak keraton pedoman penerbitan kekancingan juga perlu
maupun pihak pemegang hak magersari. dimasifkan di setiap tepas atau keraton dan juga di
internal kerabat keraton sehingga dapat
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013 Halaman 1-9
Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip
4. Hak masyarakat menengah ke bawah Pusat Pendidikan dan Pelatihan ANRI. 2007.
untuk dapat memperoleh kebijakan sewa Sistem-Sistem Pemberkasan. Jakarta:
tanah keraton menjadi terhambat karena ANRI.
kacaunya sistem administrasi yang dipicu Saffady, William. 2004. Records and Information
oleh pengelolaan arsip kekancingan yang Management: Fundamentals of
belum sesuai prosedur tata kearsipan yang Professional Practice. Lenexa: ARMA
baik dan benar. International.
Soekanto, Soerjono. 1983. Kamus Sosiologi.
Daftar Pustaka Jakarta: Rajawali
Atmakusumah (ed.). 2011. Takhta untuk Rakyat : Soemardjan, Selo. 1981. Perubahan Sosial di
Celah-Celah Kehidupan Sultan Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada
Hamengku Buwono IX. Jakarta: Gramedia Univeristy Press.
Pustaka Utama. Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka
Baum, Willa K. 1982. Sejarah Lisan untuk Cipta.
Masyarakat Sejarawan Setempat. Jakarta: Yayasan Indonesia Buku. 2011. Ngeteh di
ANRI. Patehan: Kisah Beranda Belakang
Bull, Victoria (ed.). 2011. Oxford Learner’s Keraton Yogyakarta. Yogyakarta:
Pocket Dictionary. Oxford: Oxford IBOEKOE.
Univerisity Press.
Departemen Kehakiman. 1977. Simposium Sumber Data
Undang-Undang Pokok Agraria dan 1. Majalah dan Surat Kabar
Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa Lapian, A.B. 1981.Metode Sejarah Lisan (Oral
Ini. Jakarta: Bina Cipta. History) dalam Rangka Penulisan dan
Departemen Pendidikan Nasional.2001.Kamus Inventarisasi Biografi Tokoh-Tokoh
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Nasional. Lembaran Berita Sejarah Lisan,
Pustaka. 7, Februari 1981: 18-27.
Hoopes, James. 1944. Oral History: an Introduce Widiyanto, Thomas Pudjo. “Magersari, Layanan
for Students. Chapel Hill: The University Publik Keraton”, Kompas, 24 Maret
of North Caroline Press. 2012: 24-25.
Kantor Arsip Daerah Yogyakarta. 2011. Naskah Parani, Yuliani L. Sejarah Tata Kearsipan di
Sumber Arsip Seri 3: Ngindung di Tanah Indonesia. Berita ANRI, 1, Maret 1978:
Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Kantor 1-4.
Arsip Daerah DIY.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2. Thesis dan Tugas Akhir (TA) Diploma
2004. Pedoman Umum Tata Naskah Churiyatul Maskunah, Vita Nur Fatimah, dan Rini
Dinas. Jakarta: Kementerian Agustina.(2013). “Pengolahan Arsip
Pendayagunaan Aparatur Negara. Statis di KHP Widya Budaya Keraton
Martono, Boedi. 1992. Penataan Berkas dalam Yogyakarta (Periode Sri Sultan
Manajemen Kearsipan. Jakarta: Sinar Hamengku Buwono IX)”.Tugas Akhir
Harapan. Diploma Universitas Gadjah Mada.
Martono, Boedi. 1994. Penyusutan dan Setiawati, Nur Aini. (2000). “Dari Tanah Sultan
Pengamanan Arsip Vital dalam Menuju Tanah Rakyat: Pola Pemilikan,
Manajemen Kearsipan. Jakarta: Sinar Penguasaan dan Sengketa Tanah di Kota
Harapan. Yogyakarta Setelah Reorganisasi Tanah
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian 1917”. Thesis Magister Universitas
Kualitatif. Bandung: Rosda. Gadjah Mada.
Notoyudo.1975. Hak Sri Sultan atas Tanah di Setyaningrum, Ari. (2010). “Kerelaan Menyewa
Yogyakarta. Yogyakarta: Keraton Tanah: Studi Tanah Magersari Keraton
Yogyakarta. Yogyakarta”. Thesis Magister Universitas
Prawiroatmodjo, S. 1957. Bausastra Jawa- Gadjah Mada.
Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. Widiyastuti.(1999). “Aspek Legal Formal Tanah
Lungguh di Kasultanan Yogyakarta 1831-
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013 Halaman 1-9
Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip