=========--------SECON
========----------RASTE
Kota Ambon menjadi langganan banjir setiap musim penghujan. Satu jam diguyur hujan,
Kota Ambon digenangi air bah, lantaran hampir seluruh selokan di Kota Ambon telah
dipenuhi oleh sampah. Tak hanya banjir, longsor juga menjadi ancaman bagi warga di
daerah ini. Hampir setiap tahun, warga terenggut nyawanya akibat bencana longsor di
Kota Ambon. Karena, kesadaran masyarakat untuk membangun perumahan masih sangat
rendah. Alhasil, meski bebukitan, warga tetap menjadikannya sebagai tempat
pemukiman.
Lebih buruknya, budaya masyarakat yang masih menjadikan bantaran sungai
sebagai tempat pembuangan sampah. Padahal, tempat pembuangan sampah bukan di
sungai, melainkan di tempat sampah yang sudah disediakan oleh pemerintah.
Untuk itu, perlu adanya perubahan pola berpikir dan tindakan masyarakat di
Kota Ambon, khususnya untuk pencegahan bencana, yang hampir setiap tahun terjadi
ini. Salah satu tradisi yang patut dilestarikan itu, membersihkan lingkungan tempat
tinggal, dan tidak membuang sampah di sembarangan tempat. Lain hanya dengan
mengatasi longsor, warga diingatkan agar tidak menjadikan kawasan longsor sebagai
lokasi pembangunan rumah tinggal. Tapi, lokasi longsor harus dihindarkan dari
rencana pembangunan rumah tinggal.
Ketua Komisi I DPRD Ambon, Zeth Pormes, kepada Rakyat Maluku menyebutkan,
Jumpa Berlian berupa kerja bakti untuk membersihkan bantaran sungai yang dilakukan
oleh ASN Pemkot Ambon, merupakan suatu petunjuk yang baik untuk masyarakat. Budaya
ini, harus dibumikan secara terus-menerus, sehingga dapat menjadi tradisi bagi
masyarakat di Kota Ambon. Karena, ancaman banjir hanya dapat dilawan dengan cara
menjaga kebersihan, dan tidak membuang sampah pada sembarang tempat, kesan dia.
Aleg asal Fraksi Golkar Kota Ambon ini, meminta Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD), untuk mendata seluruh titik bencana, banjir dan longsor di Kota
Ambon. Hal ini penting, sehingga dapat dijadikan sebagai fokus untuk pelaksanaan
Jumpa Berlian di Kota Ambon. Tak hanya itu, pemerintah juga harus tegas terhadap
warga yang masih membangun rumah di seluruh tempat-tempat terlarang, seperti di
bantaran sungai, maupun bebukitan. (R1)
==========HL --------
Program Sejuta Rumah yang kabarnya dikelola PT Lestari Pembangunan Jaya (LPJ) di
Kota Ambon diduga fiktif. Bagaimana tidak, sejak program ini digulirkan, belum ada
tanda-tanda pembangunan di lapangan. Fatalnya, lahan seluas 50 hektare yang diklaim
pimpinan PT LPJ, Betty Pattikaihattu, tidak benar setelah ditinjau langsung oleh
Komisi III DPRD Kota Ambon.
Guna memastikan keberadaan proyek ini, Komisi III DPRD Kota Ambon telah
menjadwalkan pertemuan dengan Betty, namun, setelah diundang, Betty tak menampakkan
batang hidungnya di Ruang Komisi III DPRD Kota Ambon, Belakang Soya.
Ketua Fraksi PDIP, Jafri Taihutu, yang dikonfirmasi perihal masalah ini,
meminta kepada warga untuk lebih berhati-hati dalam menerima tawaran program sejuta
rumah tersebut. Saat ini, kata dia, pihak Komisi telah menjadwalkan agenda untuk
bertemu langsung pihak Kementerian Perumahan Rakyat di Jakarta. Kabarnya, proyek
tersebut tidak benar, sehingga akan dikroscek kebenarannya ke pihak Kementerian.
Kalau ternyata tidak benar, maka Betty dan kroni-kroninya harus diwaspadai.
Pasalnya, sudah ada laporan bahwa 2.400 warga Kota Ambon telah mendaftarkan
diri untuk mengikuti program tersebut. Anehnya, setiap pendaftar dibebankan biaya
senilai Rp1.4 juta. Jika 2.400 warga ini telah mendaftar dengan uang muka Rp1.4
juta, maka total dana yang telah dikumpulkan senilai Rp.3,360,000,000.00.
Setelah dicek ke lapangan, ternyata lahan seluas 50 hektar di kawasan Desa
Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, hanya seluas 4,9 hektare. Lahan ini ditujukan kepada
keluarga Tuhuleruw. Di lahan ini, juga terdapat lahan milik Pemerintah Kota seluas
2 hektar. Sehingga lahan milik keluarga Tuhuleruw hanya tersisa 2,9 hektar. "Saya
mengimbau kepada warga Kota Ambon, agar tidak mendaftar terhadap program sejuta
rumah, yang kabarnya akan dibangun di Kota Ambon sebanyak seribu unit rumah. Karena
hasil kunjungan Komisi III bersama PU, Bappekot dan lainnya, lahan yang dibebaskan
itu belum final. Artinya, tanah itu belum punya bukti sertifikat. Kalau diklaim
bahwa keluarga Tuhuleruw telah menyerahkan hak kepada PT. LPJ untuk membangun
seribu rumah, itu tidak benar. Jadi, warga jangan percaya program sejuta rumah.
Jangan dulu ikut-ikutan," pesan Jafri, kepada wartawan Sabtu, 5 Agustus.
Jafri yang juga Anggota Komisi III ini mengakui, berdasarkan laporan warga,
sudah ribuan orang yang terkena tipu oleh PT LPJ. Mereka bahkan telah membayar uang
muka senilai Rp1,4 juta untuk mengikuti program tersebut.
Untuk itu, warga diminta hentikan proses pengurusannya dengan Betty, sebelum
ada kejelasan dari pihak Kementerian. Kalau ternyata setelah dikoordinasikan bahwa
tidak benar, Betty akan mengelola proyek ini, maka yang bersangkutan akan diproses.
"Apabila tidak diindahkan selama tiga kali, maka kita akan menggunakan mekanisme
DPRD untuk menyertakan TNI/Polri, dan memanggil paksa yang bersangkutan, karena
sudah dua kali dipanggil namun mangkir. Sehingga jika tidak ingin dipanggil paksa,
maka Betty harus datang untuk menjelaskan soal program tersebut. Karena ini
berkaitan dengan hajat hidup orang banyak," tegas dia.
Sementara itu, Max Pattiapon yang juga adalah Anggota Komisi III DPRD kota
Ambon menambahkan, pada prinsipnya, DPRD tentu mendukung jika program tersebut
benar-benar bisa memperoleh lahan untuk membangun ribuan unit rumah karena itu
merupakan program pemerintah pusat yang dipercayakan kepada PT. LPJ dibawah
tanggung jawab Betty Pattikayhattu.
Kata Max, persoalannya sekarang ada pada lahan. Di mana perusahaan Betty
belum jelas. Karena diusulkan ke pemerintah kota untuk ijin prinsip, ternyata lahan
tidak jelas. Dari 50 hektar, ternyata setelah diukur BPN itu hanya 4,9
hektar,termasuk didalamnya ada 2 hektar lahan pada lokasi tersebut milik Pemkot.
"Berarti lahan keluarga Tuhuleruw yang ditunjuk oleh Ibu Betty, hanya 2,9 hektar.
Bagaimana bisa membangun 1.000 rumah. Sementara yang daftar sudah sekitar 2.400
warga," ujar Max dengan nada heran.
Ketua Fraksi Golkar kota Ambon ini mengaku, dari hasil percakapan keluarga
Tuhuleruw, telah disampaikan bahwa lahan milik mereka belum sepenuhnya diserahkan
kepada PT. LPJ untuk pembangunan tersebut. Karena bermasalah soal biaya ganti rugi
yang terlalu murah. Sehingga belum ada lahan yang pas terkait pembangunan 1.000
rumah tersebut.
Dia menjelaskan, perumahan rakyat sudah sampaikan ke komisi bahwa untuk lahan
seluas 5 hektar itu hanya bisa membangun 300 unit rumah. Karena harus dilengkapi
fasilitas umum. "Bagaimana bisa, jika lahan seluas 2,9 hektar ketika dibebaskan
mampu menjawab 2.400 keinginan warga yang telah mendaftar. Minimal dibutuhkan lahan
seluas 80 hektar lebih. Intinya, jangan dulu tergiur soal rencana pembangunan 1.000
rumah di kota Ambon," tutup dia. (R1)