Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

NAMA : MAKARIA ASRIANA HADIA

NIM : 1903030091

KELAS : C

SEMESTER : 1V

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
1. Pembangunan sosial

Rencana Pembangunan Jalan Tol di Labuan Bajo Jangan Mengabaikan Masyarakat dan
Lingkungan

Pemerintah mewacanakan membangun jalan tol di Labuan Bajo, ibukota


Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, NTT mengingat adanya pertemuan
internasional tahun 2023 dan status Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super
premium.Apabila dinamika sosial dan ekonomi di Kota Labuan Bajo meningkat, maka
tidak menutup kemungkinan akan dibangun jalan tol dengan kajian terlebih
dahuluApabila rencana pembangunan jalan tol terealisasi, AMAN Nusa Bunga berharap
dianalisa secara baik agar pembangunan berskala besar tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan dan juga pemiskinan baru dari sebuah sistem termasuk membangun
komunikasi dengan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat WALHI NTT tidak
menolak rencana pembangunan jalan  tol ini tetapi organisasinya akan menolak apabila
dalam proses pembangunan jalan tol ini terjadi perampasan ruang hidup masyarakat, baik
kawasan pemukiman atau lahan pertanian dan peternakan milik masyarakat.

Saat ini ramai dibicarakan rencana pembangunan jalan tol di Labuan  Bajo
Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Rencana itu
berawal ketika Menteri Koordinator Bidang Kamaritiman dan Investasi Luhut Binsar
Pandjaitan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki
Hadimuljono berkunjung di Labuan Bajo pada 10 – 11 September 2020.Adanya Asean
Summit dan KTT G-20 pada tahun 2023 ikut memantik keinginan ini. Hal ini mengingat
jarak antara Bandara Komodo di Labuan Bajo menuju lokasi pertemuan di Tanah Mori
berjarak ± 30 Km. Kepala Biro Humas dan Protokoler Setda Provinsi NTT Marius Ardu
Djelamu kepada Mongabay Indonesia, Senin (21/9/2020) membenarkan adanya rencana
pembangunan jalan tol ini.

Menurut Marius, apabila nantinya dinamika sosial dan ekonomi di Kota Labuan
Bajo meningkat, maka tidak menutup kemungkinan akan dibangun jalan tol. Tapi
dilakukan kajian terlebih dahulu apakah jalan tol ini perlu sesuai dengan
kemajuan.“Contohnya Bali, sebelumnya tidak pernah terencana ada jalan tol tetapi
sekarang sedang dikaji pembangunan jalan tol dari utara ke selatan. Kalau nanti Labuan
Bajo semakin berkembang dan semakin maju maka tidak menutup kemungkinana akan
dibangun jalan tol di Labuan Bajo,” ungkapnya.

Marius mengatakan, untuk sementara karena dinamika sosial ekonomi lebih


banyak di Labuan Bajo mengingat status yang disandang Labuan Bajo sebagai destinasi
wisata super premium.Mantan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT ini mengatakan
bila pariwisata berkembang seperti Bali maka tidak menutup kemungkinan dibangun
jalan tol sesuai kebutuhan.“Saat ini sedang dilakukan pengkajian dan kalau tahun 2020
ini belum maka tidak menutup kemungkinan 5 atau 10 tahun ke depan akan dibangun.
Apalagi Labuan Bajo kan berkembang terus. Untuk sementara hanya di Labuan Bajo saja
karena dinamika sosial ekonomi lebih banyak di sana,” ungkapnya. Marius menyebutkan
Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Manggarai Barat akan mendukung penuh jika
di Labuan Bajo dibangun jalan tol. Hal ini kata dia mengingat akan adanya dua
pertemuan internasional yakni Asen Summit dan KTT G20 tahun 2023 nanti. Dirinya
mengaku ini sebuah kesempatan baik bagi Kabupaten Manggarai Barat dan Provinsi
NTT. Sehingga apabila telah disetujui pemerintah pusat sebutnya, maka pemerintah
daerah tentu akan menyiapkan pembebasan lahan. “Kalau keputusan sudah diambil oleh
pemerintah pusat maka pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melakukan
pembebasan lahan. Ini kesempatan baik bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan
Provinsi NTT,” ucapnya.Sebuah bangunan hotel berbintang yang dibangun di pesisir
pantai Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

1. Pembangunan lingkungan

Pembangunan di Manggarai Barat Harus Ramah Lingkungan

Bupati Manggarai Barat, Drs Agustinus Ch, Dula foto bersama sejumlah peserta
Pelatihan Penandaan Anggaran Hijau di Jayakarta Hotel, Labuan Bajo, Rabu (11/3/2020).
Menurutnya, Kabupaten Mabar yang telah ditetapkan sebagai salah satu daerah pariwisata super
prioritas harus memiliki pembangunan yang juga mendukung lingkungan. "Tidak ada satu
pembangunan tanpa lingkungan, lahan, tanah dan ekologis, oleh karena kami sudah menjadi
daerah pariwisata yang super prioritas. Maka semua pembangunannya harus disesuaikan dengan
lingkungan atau ramah lingkungan," katanya sebelum membuka Pelatihan Penandaan Anggaran
Hijau yang diinisiasi oleh LSM Burung Indonesia di Jayakarta Hotel, Labuan Bajo.

 LSM Burung Indonesia Dorong Pemkab Mabar Lakukan Perencanaan dan


Penganggaran Berbasis Ekologi

Diakuinya, pembangunan di kabupaten yang baru berusia 17 tahun ini,


belum sepenuhnya fokus pada lingkungan, karena pembangunan yang ada masih
berorientasi secara menyeluruh di semua kecamatan. Sehingga diperlukan
pembangunan di segala sisi baik infrastruktur dan lainnya yang ramah terhadap
lingkungan. "Oleh karena itu dalam diskusi ini mari kita saling mengisi
bagaimana penganggaran harus berpedoman pada lingkungan," jelasnya.

 Bobby Lianto Lantik Nico Matheus Mansjur Jadi Ketua Kadin Manggarai Ini
Harapan Viktor Madur

Kabupaten Mabar, lanjut dia, secara tegas menolak tambang karena


tambang dinilai akan merusak dan ditolak masyarakat serta tidak sesuai dengan
arah pembangunan yakni pengembangan pariwisata. Selain itu, hasil kegiatan
tersebut juga diharapkan menjadi rekomendasi bagi penyusunan RPJMD
Kabupaten Mabar selanjutnya. Sebelumnya, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) Burung Indonesia mendorong Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat
(Mabar) untuk melakukan perencanaan dan penganggaran berbasis ekologi.

2. Pembangunan pertanian
Berbicara seputar pem-bangunan dalam ilmu sosial umumnya
terkonsentrasi pada dua cara pandang ini. Pertama, cita-cita akan kemajuan,
kesejahteraan, terbebas dari jeratan kemiskinan sebagai janji emas pembangunan.
Dalam cara pandang ini pembangunan mendapat imaji yang positif yaitu terkait
dengan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik,
budaya, infrastruktur masyarakat dan sebagainya Pertanian sebagai sektor penting
penyokong kesejahteraan, sudah tentu menjadi target utama pembangunan. Untuk
itu, prinsipprinsip pembangunan seperti produktivitas, efiesiensi, modernisasi
gencar dipromosikan sebagai penunjang kesejahteraan rakyat di negara-negara
dunia ketiga. Namun, lagi-lagi dalam bingkai kapitalisme, pembangunan pada
sektor pertanian dibaca tidak lebih dari sebuah cara untuk semakin memperkuat
pengaruh ideologi kapitalisme ke banyak negara.
Terkait pembangunan pada sektor pertanian, berkat kehadiran lokasi
persawahan Lembor di Kabupaten Manggarai Barat, provinsi NTT mendapat
predikat istimewa sebagai lumbung padi nasional. Persawahan Lembor yang
dicetak pada tahun 1982 dengan luas lahan sekitar 3000 hektar ini merupakan
lokasi persawahan yang terluas di NTT hingga saat ini. Persawahan yang
dibangun sebagai bagian penting dari ideologi pembangunan Orde Baru ini,
diyakini mampu membebaskan masyarakat NTT dari situasi kemiskinan,
kelaparan dan keterbelakangan kala itu. Namun kerja representasi subjek petani
melalui pembangunan ini tidak sepenuhnya berjalan dengan mulus, bahkan tidak
jarang melahirkan cerita-cerita resistensi. Pada satu sisi terdapat cerita mengenai
kerja representasi subjek petani melalui pembangunan dan pada sisi yang lain
terdapat subjek petani yang menyatakan resistensi terhadap cara pembangunan
merepresentasikan diri mereka. Kurang lebih dalam nafas gagasan inilah studi ini
dilakukan untuk lebih jauh mengkritisi kerja pembangunan dalam
merepresentasikan subjek petani. Untuk membedah hal ini, studi ini
menggunakan perspektif hubungan antara kuasa, subjek dan wacana dalam lensa
pemikiran poststructuralist.
Sebagai bagian dari garapan pembangunan Orde Baru, garapan
pembangunan persawahan di Lembor mulai digarap serius pada masa
pemerintahan Frans Sales Lega (1968-1978). Garapan serius pada pembangunan
sektor pertanian di Manggarai dimulai ketika terjadi proses negaraisasi
pemerintahan lokal di Manggarai pada tahun 1958. Hal ini ditandai oleh momen
penting pada 17 Juni 1962 yaitu ketika terjadi pertemuan antara Pemda
Manggarai dengan kedua Dalu bertempat di Daleng yang menghasilkan
keputusan/pernyataan bersama yang isinya antara lain penggalian saluran,
pembuatan bendungan bronjong sekaligus pembagian jatah tanah kepada anggota
masyarakat yang terdiri atas 1484 orang anggota proyek yang tersebar di 9 desa
sedaratan Lembor. Signal awal pembangunan pertanian ini sudah dimulai ketika
pada tahun 1962, di mana sekelompok masyarakat yang beranggotakan 37 orang
yang diketuai T.H. Nanur, Frans Hambur, D. Jegaut yang berusaha untuk
menggali Wae Sele untuk areal sawah tadah hujan di Lingko Leba dan Lus.
Hasilnya, tepat pada Juni 1962 rombongan Pemda yang diketuai A. Geong datang
mengunjungi Daleng. Pada kesempatan tersebut terjadilah kesepakatan antara
Dalu Wontong dan Dalu Bajo. Perlu diketahui bahwa Dalu Wontong dan Dalu
Bajo merupakan dua pemerintahan lokal sebagai pemilik lahan persawahan
Lembor. Kesembilan desa yang mendapat jatah lahan dari persawahan Lembor
adalah Desa Daleng (218 anggota), Desa Wae Kanta (262 anggota), Desa Wae
Bangka (250 anggota), Desa Tangge (229 anggota), Trans Karot (51 anggota),
Desa Surunumbeng (217 anggota), Desa Munting (63 anggota), Desa Wae Wako
(113 anggota), Desa Joneng (81 anggota). (Bdk. LintasTimur. Pesona NTT: Nusa
TenunTangan. EdisiJuliOktober 2013. Labuan Bajo: Sun Spirit). Ketika pada
tahun 1968, Frans Sales Lega (1968-1978), menjabat sebagai bupati Manggarai,
corak bertani modern kian gencar diperkenalkan di Manggarai. Bupati Lega yang
oleh sebagian besar orang Manggarai hingga sekarang ini dikenal sebagai Bapak
pembangunan melanjutkan program percetakan persawahan yang telah dirintis
sebelumnya oleh beberapa pendahulunya seperti Raja Tamoer, Raja Bagoeng
(1924-1930), Raja Baroek (1931-1949) dan Raja Ngambut (1949-1960), Kraeng
Charolus Hambur bupati pertama Manggarai (1960-1967). Bupati Lega
selanjutnya mempermanenkan saluran-saluran irigasi tersebut menjadi lokasi
persawahan. Bersamaan dengan mimpi besar swasembada pangan orde baru yang
terselenggara sepenuhnya dalam proyek revolusi hijau, pada era 80- an, ketika
Manggarai dipimpin oleh Frans Dula Burhan (1978-1989), Lembor akhirnya
dikenal sebagai Lumbung Padi NTT. Mulai saat itu, cara bertani modern dengan
segala prinsipnya sudah kian digencarkan di persawahan Lembor.
sejarah pembangunan persawahan Lembor merupakan sejarah sebuah
wacana yaitu bagaimana kejelataan, keterbelakangan dan kemiskinan orang
Manggarai dipertemukan dengan janji kemajuan, kesejahteraan dan kekayaan
yang ditawarkan oleh pembangunan, sebagaimana yang tertuang dalam arti
ungkapan bahasa daerah berikut “Cecer Mese NTT, Langkok Flobamor, kudu
mose taung roeng, kudu wur sangged rucuk, condas taung kolang (Lumbung
besar NTT, lumbung Flobamor, untuk menghidupkan semua rakyat,
menghilangkan semua yang busung lapar dan menghepas kepanasan) (wwcr.
dengan Bpk Pit Pandi). Pembangunan persawahan Lembor, dalam arti tertentu
menandakan masuknya garapan pertanian modern di Manggarai. Hal ini pun
menjadi sangat menarik jika dibenturkan dengan cara bertani orang Manggarai
yang dibangun kuat di atas dasar nilai-nilai kearifan lokal. Kajian antropologis
Maribeth Erb (1999:51) misalnya, memperlihatkan hubungan erat antara orang
Manggarai dengan aktivitas bertani. Lahan garapan bagi orang Manggarai
merupakan lambang kolektivitas dalam satu kampung (beo). Aktivitas bertani
dalam hal ini dibangun di atas dasar komunalitas yang dalam bahasa setempat
disebut dengan uma lodok ata do (kebun ulayat) (Nggoro, 2013: 39). Lantas,
pembangunan di persawahan Lembor sekarang ini sama sekali tidak bisa
dipisahkan dari perkembangan pembangunan lain yang menjadi bagian penting
dari penyangga ekonomi masyarakat Manggarai. Untuk konteks Manggarai Barat,
pembangunan sektor pertanian tidak bisa dilepaspisahkan dari garapan sektor
pariwisata.

Anda mungkin juga menyukai