Anda di halaman 1dari 5

Kronologi Kriminalisasi Pejuang Warga Kecamatan Membalong, Pulau Belitung

Prolog :

11 pejuang keadilan masyarakat Membalong menjadi korban kriminalisasi oleh PT


Foresta Lestari Dwikarya, hampir seluruh pemberitaan menyudutkan masyarakat
yang katanya melakukan pengrusakan, pembakaran dan pengeroyokan di tragedi
16 Agustus 2023. Namun, apakah pemberitaan tersebut sesuai dengan kejadian
yang sebenarnya. Dan yang lebih penting lagi, apakah kejadian 16 Agustus tersebut
tidak mempunyai dasar dan sebab sehingga bisa terjadi.

A. Pra Kejadian

Bagi masyarakat Kecamatan Membalong, Pulau Belitung, keberadaan PT


Foresta Lestari Dwikarya sejak tahun 1994 tidak memberikan kontribusi yang
signifikan untuk memajukan daerah tersebut. Banyak hal yang menyulut
keresahan Masyarakat atas anak perusahaan Sinar Mas Group itu, yakni: 1) PT
Foresta diduga menyerobot lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) mereka, seperti
kawasan hutan lindung dan lahan sah masyarakat dengan bukti Sertifikat Hak
Milik; 2) PT Foresta tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan 20 persen
lahan plasma kepada masyarakat setempat; 3) PT Foresta melanggar komitmen
yang disebutkan dalam Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) guna memajukan
kualitas daerah tersebut; 4) PT Foresta menyebabkan kerusakan pada Daerah
Aliran Sungai, dimana hal ini berdampak buruk sekali pada masyarakat; 5)
Perpanjangan HGU PT Foresta sebesar 1000-an hektar dari 12.000-an hektar dari
tahun 2018 sampai 2078 terindikasi janggal dan bermasalah, karena tidak
disosialisasikan pada masyarakat.

Setumpuk masalah tersebut menjadi dasar masyarakat untuk melancarkan


aksi demonstrasi untuk pertama kalinya di depan kantor PT Foresta Lestari
Dwikarya pada 5 Juli 2023. Selain mempersoalkan masalah yang ditimbulkan PT
Foresta, demonstrasi ini ditujukan untuk menuntut hak masyarakat yang belum
dipenuhi perusahaan selama kurang lebih 28 tahun, seperti kewajiban 20 persen
plasma, CSR, dan pemenuhan janji yang tertulis dalam ANDAL. Namun dalam
aksi ini sangat disayangkan, perusahaan tidak memenuhi tuntutan masyarakat.
Karena pertemuan dengan PT Foresta Lestari Dwikarya sebelumnya menemui
jalan buntu, masyarakat Membalong kembali merencanakan aksi demonstrasi ke
Kantor Bupati Belitung pada tanggal 10 Juli 2023 dengan tuntutan pokok
mengenai 20 persen plasma yang wajib dikeluarkan PT Foresta dan meminta
pemerintah daerah mengusut masalah perizinan dan perpanjangan HGU
Perusahaan. Bupati dalam hal ini mendukung perjuangan masyarakat. Bahkan
lebih dari itu, Bupati menyatakan akan memimpin penebangan pohon-pohon
sawit PT Foresta bersama masyarakat jika perusahaan tersebut tidak
mengabulkan tuntutan masyarakat.

Selain berdemo di depan Kantor Bupati Belitung, masyarakat Membalong


yang datang jauh dari kampung ke kota sekaligus mendatangi kantor DPRD
Kabupaten Belitung pada hari yang sama, dengan tuntutan yang sama pula
seperti sebelumnya. Pada momen kali ini dihadiri oleh perwakilan PT Foresta
Lestari Dwikarya (Kepala Perizinan PT Foresta, Eksekutif Manajer TKME, dan
Manajer TRSE), Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Kepala Bidang
Perkebunan, perwakilan Badan Pertahanan Nasional, pihak DPRD Belitung, dan
Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung. Namun audiensi tetap tidak memuaskan
bagi masyarakat, karena pemerintah daerah dan PT Foresta tidak memenuhi
keinginan masyarakat.

Karena dua pertemuan penting tersebut tidak memberikan hasil, masyarakat


Membalong menghentikan aktivitas pabrik dan menutup akses jalan masuk PT
Foresta Lestari Dwikarya pada sore harinya. Sebelum melakukan hal tersebut,
masyarakat menyerahkan surat izin demonstrasi kepada manajer pabrik dan
melakukan audiensi. Aksi tersebut ditujukan sampai PT Foresta Lestari Dwikarya
memenuhi tuntutan masyarakat. Jika tidak dipenuhi juga, masyarakat menuntut
pemerintah mencabut surat izin operasional dan HGU perusahaan.

Berdasarkan pengetahuan masyarakat Membalong dan berita yang beredar di


media massa, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Belitung
menyatakan akan memfasilitasi tuntutan masyarakat atas 20 persen lahan
plasma PT Foresta Lestari Dwikarya. Pernyataan ini pun dituturkan secara
implisit dari PJ Gubernur Bangka Belitung, bahwa PT Foresta wajib menunaikan
kewajibannya atas 20 persen lahan plasma kepada masyarakat.
Sekalipun begitu, masyarakat Membalong berdemonstrasi untuk ketiga
kalinya di dalam PT Foresta Lestari Dwikarya. Alasan kuat masyarakat
mendatangi PT Foresta, masyarakat memiliki data yang cukup untuk
membuktikan bahwa perusahaan beroperasi di luar HGU. Namun perusahaan
menolak tuntutan masyarakat untuk kesekian kalinya, dimana artinya berakhir
deadlock. Karena pertemuan dengan PT Foresta tidak membuahkan hasil,
masyarakat bersepakat beralih aksi ke pemerintah daerah, yakni ke Kantor Bupati,
Perangkat daerah yang menemui Ketua DPRD, Dandim, Ketua BPN, Kapolres,
Kepala Bidang perkebunan, pihak perusahaan, kecuali Bupati yang saat itu
diwakilkan oleh Asisten I Bupati Belitung.

Masyarakat meminta kepada pemerintah daerah agar membentuk tim khusus


Uji Petik untuk memeriksa lokasi lahan yang terindikasi diluar HGU dan yang
betumpang tindih dengan sertifikat masyarakat. Pulang audiensi di kantor Bupati,
masyarakat kembali ke Membalong untuk menghentikan operasional pabrik dan
menutup akses jalan masuk ke kebun perusahaan sampai tim khusus Uji Petik
dapat dibentuk untuk menindaklanjuti permintaan masyarakat.

Setelah sepuluh hari operasional pabrik dan akses jalan masuk ke kebun PT
Foresta Lestari Dwikarya diblokade, Bupati Belitung akhirnya menerjunkan tim
khusus Uji Petik pada tanggal 30 Juli 2023. Pengecekan dan pengukuran lokasi
yang pertama ini melibatkan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian,
Kepala Bidang Perkebunan, BPN, Kapolres, Kejari, Ketua Komisi 1 DPRD Belitung,
Kepala Desa Perpat, dan perwakilan masyarakat Membalong. Di akhir
pelaksanaan Uji Petik hari pertama, masyarakat kooperatif membuka operasional
pabrik dan akses jalan masuk PT Foresta atas permintaan Bupati Belitung.

3 Agustus 2023, perwakilan masyarakat menyambangi kantor BPN untuk


meminta hasil Uji Petik, di samping kedatangan masyarakat sekaligus diarahkan
untuk mempertanyakan mengapa uji petik hanya berlangsung dalam waktu
sehari, dimana masih banyak lokasi yang belum diperiksa oleh tim khusus Uji
Petik.

Dengan hasil Uji Petik pertama, bahwa terdapat kurang lebih 130 hektar lahan
di luar HGU yang terbilang tidak menjelaskan seluruh lahan yang terindikasi
bermasalah dan hanya sebagian yang sudah terjawab. Masyarakat Membalong
mendatangi kantor PT Foresta Lestari Dwikarya untuk mengajak pihak
perusahaan bersama-sama melihat lahan-lahan yang diserobot di luar HGU pada
7 Agustus 2023. Setelah memeriksa, Masyarakat dan PT Foresta bersepakat
bahwa lahan di luar HGU tersebut tidak boleh dilakukan pemanenan untuk
sementara.

Masalah ini cukup berkepanjangan. Selama sebulan masyarakat menuntut


hak yang semestinya mereka dapatkan, Pimpinan Daerah Belitung dan PT
Foresta Lestari Dwikarya tidak kunjung memberikan keadilan kepada masyarakat.
Oleh karena itu, masyarakat yang jumlahnya mencapai 3 ribu orang berdemo di
Kantor Bupati pada 10 Agustus 2023, yang mana sayangnya pemerintah daerah
tidak mampu seperti biasanya untuk menerima tuntutan masyarakat.

B. Saat Kejadian

Pada pagi hari 16 Agustus 2023, beberapa warga menerima laporan bahwa
adanya aktivitas pemanenan oleh perusahaan di lahan di luar HGU, yang
sebenarnya tidak boleh disentuh berdasarkan kesepakatan antara masyarakat
dengan Manajer PT Foresta pada tanggal 7 Agustus 2023. Mulai dari pagi,
Masyarakat menunggu manajer di kantor hingga jam 3 sore untuk menanyakan
mengapa perusahaan melakukan pemanenan, dan dalih dari manajer
mengatakan bahwa hal tersebut ialah perintah dari manajemen pusat. Kemudian
Masyarakat meminta untuk bertemu atau setidaknya dapat berinteraksi langsung
dengan manajemen pusat sebagai bentuk verifikasi, tapi tidak digubris oleh
manajer.

Melihat PT Foresta Lestari Dwikarya bertindak semena-mena, dan tidak


berlaku adil pada masyarakat Membalong, amarah masyarakat yang sudah
meluap tidak terhindarkan lagi. Masyarakat yang tidak teroganisir dalam
kerangka aksi massa, alias massa mengambang menjadi spontan melakukan
pembakaran, perusakan fasilitas, penebangan pohon sawit perusahaan.
Meskipun pertemuan ini dijaga oleh aparat kepolisian, mereka tidak bertindak
apapun untuk meredam kemarahan massa.

Pada tanggal 18 Agustus 2023 berlangsung pertemuan antara Forkopimda,


Wakapolda Babel, Bupati Belitung, Kapolres, Ketua DPRD, perwakilan Dandim dan
Lanud, dan seluruh perwakilan masyarakat, serta penasehat hukum masyarakat
di Rumah Dinas Bupati Belitung untuk membahas polemik antara masyarakat
dengan PT Foresta Lestari Dwikarya secara komprehensif. Dalam pertemuan ini,
para pimpinan daerah ingin memastikan bahwa masyarakat akan menjamin
keamanan pasca kejadian dua hari lalu, dan menyarankan pelaporan masyarakat
atas dugaan pelanggaran PT Foresta. Dalam pertemuan ini tidak dibahas
sedikitpun mengenai pelanggaran hukum yang dilakukan masyarakat.

Tetapi pada 19 Agustus 2023, keluar surat pemanggilan kepada 10 warga


Dusun Air Gede dan 1 warga Desa Perpat, Membalong, agar dimintai keterangan
terhadap insiden pengrusakan pada tanggal 16 Agustus. Hal tersebut membuat
masyarakat kecewa, mengingat pertemuan selanjutnya dianggap Masyarakat
sebagai langkah mediasi yang dipimpin Wakapolda Babel. Dengan demikian, 11
orang terpanggil itu tidak menghadiri pemanggilan pertama dan kedua, karena
mereka menunggu keterangan atau jawaban dari pimpinan daerah.

Pada 24 Agustus 2023, puluhan aparat kepolisian bersenjata lengkap


menjemput paksa di waktu dini hari pada 11 warga Membalong. Penjemputan
paksa ini bahkan melibatkan kontak fisik dari polisi kepada satu warga dengan
cara menginjaknya.

Dalam waktu yang sangat singkat pasca memberikan keterangan di Kantor


Polres Belitung, 11 warga langsung ditetapkan sebagai tersangka. Pada 25
Agustus 2023, Polda Babel mengambil alih kasus insiden dengan mengirim 11
warga Membalong ke Rutan Mapolda Babel. Pemindahan ini dirasa janggal,
terutama pada kuasa hukum dan keluarga 11 warga yang tidak diberitahu
tentang kabar pemindahan orang tersebut, dan pemindahan ini harus pindah
pulau, dimana harus menempuh jarak kurang lebih 1000 km dari Belitung.

Sejauh ini, kuasa hukum sudah melakukan dua kali upaya penangguhan
kepada 11 warga Membalong: Pertama, dengan jaminan seluruh istri 11 warga
tersebut. Kedua, jaminan 45 orang yang terbagi atas kepala desa, dukun
kampung, tokoh adat dan warga. Upaya penangguhan ini bermaksud agar 11
warga tersebut dapat menjadi tahanan kota atau rumah. Akan tetapi, kedua
upaya hukum tersebut ditolak oleh Polda Babel dan PT Foresta Lestari Dwikarya.

Anda mungkin juga menyukai