Anda di halaman 1dari 2

UTS

Hukum Adat dan Sistem Hukum Nasional

Pada 10 April 2020, PT WK ditengarai meracuni tamanan pertanian warga Muaro Kilis dan
Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi, dengan menggunakan
drone. Tindakan ini terkait konflik agraria/sengketa lahan antara perusahaan dan warga.
Silahkan dianalisis bersama kelompoknya!

“Sengketa lahan pertanian warga Muara Kilis Dan Lubuk Mandarsah dengan PT WK: Sebuah Analisis
Kasus Sengketa lahan Agraria”

PENDAHULUAN

-indonesia sebagai negara dengan tingkat kesuburan yang tinggi, terlebih ditunjang dengan lokasi di
tengah garis khatulistiwa, sangat lah memiliki banyak privilege dalam urusan pengembangan bidang
Agraria.

-Maka dari itu bidang Agraria merupakan sumber penghidupan masyarakat kita yang paling utama.

-di lain sisi, keunggulan ini juga lah yang membawa berbagai konflik yang terjadi terkait urusan
pengelolaan Agraria. Pemerintah melihat potensi dalam bidang Agraria sebagai peluang investasi
ekonomi yang menjanjikan, sehingga diperlukan pengelolaan yang terstruktur, efektif dan efisien
agar mendapat hasil output sesuai dengan permintaan pasar yang ada.

-berdasarkan tujuan hukum Agraria kita yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 undang-undang Pokok
Agraria tahun 1960, adalah dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Maka yang
perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah, segala macam bentuk peralihan pengelolaan kepada
pihak ketiga baik dari badan milik swasta maupun badan milik Negeri, harus memperhatikan secara
utuh dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat. dampak ini bisa meliputi bagaimana soal
partisipasi masyarakat, hilangnya sumber penghidupan, pemberdayaan yang bersifat jangka panjang
kedepan serta berbagai penyelesaian masalah yang harus memperhatikan berbagai unsur kehidupan
sosial budaya dalam masyarakat.

-konflik agraria di Indonesia mencatat banyaknya kasus yang terjadi akibat penetapan surat
keputusan (SK) diatas lahan Garapan masyarakat lokal. Surat keputusan ini berkaitan dengan
pemberian izin pengelolaan lahan kepada pihak ketiga untuk melakukan pengelolaan. Yang sering
menjadi permasalahan adalah ketika pemerintah memberikan SK tersebut pada wilayah yang
sebetulnya terdapat lahan Garapan masyarakat yang secara administratif mungkin belum terdaftar
atau belum terdata secara sempurna.

-kasus konflik antara PT WKS dan masyarakat Muara Kilis, Lubuk Madrasah menjadi salah satu
contoh.  Data yang didapatkan Mongabay luas definitif areal kerja WKS berdasarkan SK definitif
addendum III yaitu SK Menteri Kehutanan No. 346/ Menhut –II tertanggal 10 September 2004 seluas
293.812 hektar. Izin berada di lima kabupaten di Jambi, satu di Riau berdampingan dengan 131 desa.
Pada 2016, WKS sudah penanaman seluas 196. 127 hektar.

-pada lahan yang ditetapkan SK tersebut, ternyata masih terdapat banyak lahan Garapan warga yang
memang sudah lama menjadi milik mereka. Akibatnya ketegangan antara pihak PT WKS dan warga
Muara Kilis, Lubuk Madrasah pun terjadi. PT WKS yang merasa sudah memiliki legalitas penuh atas
lahan yang dimilki, melakukan penggusuran tanpa kompromi apapun terhadap warga yang ada
diatas lahan tersebut. Akibatnya permasalahan ini berlarut-larut akibat kurangnya sergapnya
pemerintah melakukan penyelesaian yang secara konkrit. Permasalahan yang berlarut-larut juga
menimbulkan kerugian luar biasa bagi masyarakat, bahkan sampai ada warga yang harus meregang
nyawa akibat mempertahankan lahannya.

ISI
-KRONOLOGI KASUS SAMPAI SEKARANG

-BERBAGAI MACAM BENTUK PENYELESAIAN YANG PERNAH ADA

-BERBAGAI MACAM KASUS PELANGGARAN YANG DILAKUKAN PT WKS

-TINDAKAN YANG SUDAH DAN YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN PEMERINTAH UNTUK


MENYELESAIKAN KONFLIK

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai