Anda di halaman 1dari 11

PERAMPASAN LAHAN PETANI DESA PAKEL

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

1. UMBU DJAWA TAKAJAJI


2. BRAMASTA GIBAYUS KURNIYAWAN
3. RECBEKA KRISTINA MUTIARA SURYANI
4. DANANG EKO WARDANA
5. BRYAN BIL WOLEKA MALINGARA
Latar belakang
Segala sesuatu mengenai sumber daya alam beserta air dan kekayaan alam lainnya termasuk
tanah yang berada dalam wilayah teritori Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berarti dikuasai, diatur, dikelola dan didistribusikan oleh negara atau pemerintah dengan
segenap lembaga pengelolahnya untuk dipergunakan bagi kemakmuran atau mensejahterakan
rakyat Indonesia seluruhnya, dimana Negara memiliki wewenang untuk pengaturan
keberadaan hak- hak atas tanah tersebut. Penjelasan mengenai tanah untuk tindak lanjut pasal
33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 maka dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya dikenal dengan sebutan
UUPA, sebagai Hukum Agraria Nasional. Salah satu tujuan utama UUPA adalah untuk
meletakkan dasar-dasar pemberian kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakya

Segala sesuatu yang diatur Negara dengan tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran dalam rangka masyarakat yang adildan makmur. Dengan berpedoman
pada tujuan di atas, negara dapat memberikan tanah kepada sesorang atau Badan Hukum
dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan penggunaanya. Pada prinsipnya negara
menjamin keadilan bagi rakyat untuk mendapat hak-hak yang dapat mensejahterakan hidup.
(Gayo 2016)

Mengingat peran tanah dalam kehidupan manusia merupakan induk dari segala
pokok kebutuhan selain dari kebutuhan pangan maupun sandang. Nilai tanah yang begitu
berharga menjadikan kebanyakan orang berlomba-lomba untuk memiliki sebanyak-
banyaknya. Setiap manusia ingin memanfaatkannya demi mencukupi kebutuhan
hidup. Tanah dapat dinilai sebagai harta permanen, sebagai harta yang bernilai ekonomis
berkelanjutan untuk masa yang akan datang. Bukan hanya sekedar bernilai ekonomis tinggi
tetapi juga memiliki nilai-nilai lainnya yang dapat menopang kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat. (Frans Magnis Suseno 2006) Namun, kebutuhan penting akan tanah bukan
menjadi dasar seseorang dapat dengan mudah memiliki dan menguasai tanah. .Terbatasnya
luas tanah di muka bumi menjadi dasar masyarakat untuk tidak dapat memanfaatkan tanah
secara berlebihan. Sifat manusia yang tidak mudah puas dengan apa yang dimiliki
mengakibatkan berbagai permasalahan muncul. Misalnya konflik antar sesama manusia dan
kerusakan lingkungan atau tanah yang diakibatkan oleh perbuatan tidak bertanggung jawab.
Permasalahan lain yang muncul yaitu banyaknya konflik antar sesama manusia dalam upaya
mempertahankan kedudukan atas suatu bidang tanah. Entah sengketa pertanahan antara
individu dengan individu maupun konflik pertanahan antara masyarakat dengan Negara atau
Perusahaan. (AS. Wahyu 2016)

Berbagai konflik yang muncul bisa diselesaikan dengan berbagai cara. Konflik yang
muncul tidak boleh dianggap remeh, karena dapat merusak kehidupan masyarakat bersama,
terutama persatuan dan keharmonisan antar warga. (Ginting 2012) Upaya untuk mengatur
dan menertibkan masalah pertanahan telah dituangkan dalam penjelasan yang lebih rinci
tentang penyelesaian masalah pertanahan. Banyak peraturan perundang-undangan yang
muncul setelah berlangsungnya masa reformasi.Seperti aturan untuk mengupayakan
penyelesaian kasus-kasus sengketa tanah di luar pengadilan seperti Perpres 4 Nomor 10 tahun
2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Keputusan Kepala BPN Indonesia
Nomor 34tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah
Pertanahan. Dikeluarkannya Keputusan Kepala BPN tersebut semakin memperjelas upaya
penyelesaian berbagai kasus sengketa tanah di lingkungan Instansi Badan Pertanahan
Nasional dengan menggunakan mediasi. Konflik pertanahan sangat marak terjadi.

Salah satu konflik pertanahan yang terjadi adalah konflik pertanahan antara masyarakat
dengan PT Bumi Sari seperti halnya konflik pertananhan yang terjadi di desa pakel
kabupaten banyuwangi. Konflik antara masyarakat desa pakel dan PT Bumi Sari sudah
lama terjadi sudah berlangsung dari tahun 1925,sampai sekarang. Sama seperti kebanyakan
konflik lainnya, konflik ini berkepanjangan dan menyita perhatian publik. Banyak LSM dan
relawan yangturut membantu dalam penyelesaian kasus ini.

Pada jumad, 3 februari 2023 pukul 18:30 WIB selekas magrib 5 orang warga pakel yakni pak
Mulyadi (kepala desa) pak suwarno (kepala dusun durenan) pak ponari dan pak hariri (supir)
berangkat menggunakan mobil desa jenis APV putih menuju desa alian untuk menghadiri
rapat asosiasi kepala desa bayuwangi. Saat perjalanan menuju lokasi tiba-tiba ditengah jalan
yakni diwilayah cawang (rogojampi selatan) sekitaran is’ya atau kira-kira 19:30an WIB
kendraaan yang ditumpangi warga tersebut mendadak mengurangi kecepatannya akibat mobil
hitam didepannya tiba-tiba berhenti (dilakukan dengan sengaja membuata kemacetan)
kemudian dua mobil berwarn hitam dan putih dibelakang merangsek dan mendekatat kemobil
warga sehingga kaget dan tidak bisa kemana-mana.

Selanjutnya kurang lebih ada sekitar 6 orang yang tidak dikenal ( kami menduga intel)
meminta turun semua penumpang. Pak Mulyadi, pak suwarno dan pak kuntung lalu digiring
masuk kedalam mobil yang posisinya dibelakang kendaraaannya warga.

Seorang sopir Bernama pak hariri diminta mengendaraai mobil desa dengan dikawal 4 orang,
lalu satu orang yang Bernama pak ponari ditinggalkan ditempat kejadiaan. Penangkapan ini
sama seperti penculikan sebab tanpa menenjukan surat penangkapan sangat tidak professional
sejak awal kasus ini tidak menunjukan ketidak professional institusi polisi khususnya polda
jawa timur . pertama, kasus tidak jelas, sebab warga dituduh menyebarkan berita bohong, tapi
dalam surat pemanggilan tidak jelas berita bohong yang mana?

Dan sekarang, warag tengah berjuang dijalur legal melalui pra-pradilan untuk mengugat
proses atau penanganan kasus yang tidak sesuai dengan aturan dan etika, tiba-tiba ditengah
jalan mereka dihadang lalu diculik, lalu ditahan dipolda jatim. Ini semakin menambha daftar
hitam ketidak profesionalan polisi dari beberapa kasus besar yang dibiarkan menguap tetapi
kasus kanflik yang melibatkan petani yangt berkonflik dengan perusahaan sangat terlihat
gagah Dibawah, kerdil diatas.

Analisis

Desa Pakel mempunyai masyarakat yang masih kental dengan budayanya. Mereka hidup
berdampingan dengan budaya yang masih mereka pegang yaitu bermusyawarah ketika ada
permasalahan yang menyangkut hal desa dan masyarakatnya. Masyarakat Desa Pakel
memiliki tokoh-tokoh masyarakat yang mereka hormati dan menjadi pedoman dalam
penyelesaian masalah. Mereka juga masih memegang teguh prinsip gotong royong dalam
kehidupan bermasyarakatnya. Mayoritas penduduk Desa Pakel bermata pencaharian sebagai
petani. Oleh karena itu, adanya konflik ini memberikan dampak yang besar bagi
masyarakat Desa Pakel, sebab mereka bergantung hidup dengan bercocok tanam.
Terdapat sebuah konflik pertanahan yang terjadi antara masyarakat Desa Pakel dengan PT
Bumi Sari. Konflik antara masyarakat Desa Pakel dan PT Bumi Sari. konflik masyarakat
desa pakel dan PT Bumi Sari sudah berlangsung sejak lama dari tahun 1925 hingga
sekarang Sama seperti kebanyakan konflik lainnya, konflik ini berkepanjangan dan menyita
perhatian publik. Masyarakat Desa
Pada tahun 1925, sekitar 2956 orang warga mengajukan permohonan pembukaan hutan
Sengkan Kandang dan Keseran, yang terletak di Pakel, Licin, Banyuwangi kepada
pemerintah kolonial Belanda. Empat tahun kemudian, tanggal 11 Januari 1929, permohonan
tersebut dikabulkan, dan mereka diberikan hak membuka lahan kawasan hutan seluas 4000
Bahu (3000 hektar) oleh Bupati Banyuwangi, R.A.A.M. Notohadi Suryo.Dalam
perkembangannya, walaupun telah mengantongi izin “Akta 1929”, warga Pakel kerap
mengalami berbagai tindakan intimidasi dan kekerasan dari pihak aparat pemerintah kolonial
Belanda dan Jepang.

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, warga Pakel terus berjuang untuk mendapatkan
kepastian atas hak pembukaan hutan seperti yang tertuang dalam "akta 1929". Diantaranya
adalah pada tahun 1960-an, mereka mencobanya dengan mengajukan surat permohonan
untuk bercocok tanam di kawasan “akta 1929” yang berlokasi di hutan Sengkan Kandang
dan Keseran kepada Bupati Banyuwangi. Namun, surat tersebut tidak mendapatkan jawaban
apapun dari pemerintah.Di tengah situasi itu, untuk sekedar menyambung hidup, sebagian
kecil warga Pakel mulai bercocok tanam di sebuah wilayah yang dikenal dengan nama
Taman Glugoh (berada di Pakel dan masuk dalam peta “akta 1929”). Namun, pasca
meletusnya tragedi kemanusiaan ‘30 September 1965”, warga Pakel tidak berani menduduki
lahan tersebut, karena takut dituduh sebagai anggota PKI.

Selanjutnya, pada tahun 1980-an, lahan yang mereka kelola tersebut, yang masuk dalam
kawasan "akta 1929", tiba-tiba diklaim menjadi milik perusahaan perkebunan PT Bumi
Sari.Padahal jika merujuk SK Kementerian Dalam Negeri, tertanggal 13 Desember 1985,
nomor SK.35/HGU/DA/85, PT Bumi Sari disebutkan hanya mengantongi Hak Guna Usaha
(HGU) dengan luas 1189,81 hektar, yang terletak di Kluncing dan Songgon.

Walaupun SK Kemendagri diatas menegaskan bahwa PT Bumi Sari tidak memiliki HGU di
Desa Pakel, namun dalam praktiknya, PT Bumi Sari tetap menguasai dan melakukan kegiatan
penanaman untuk perkebunan yang mereka kelola hingga Desa Pakel. Fakta penting lainnya
adalah bahwa kawasan "akta 1929" yang semula hanya diklaim milik PT Bumi Sari, juga
dikuasai oleh Perhutani.Dari sinilah konflik agraria di Pakel semakin kompleks, dan
perjuangan warga terus berlangsung hingga kini.

Hak ulayat berkaitan erat dengan masyarakat hukum adat karena hak ulayat merupakan
wewenang dan kewajiban yang ada pada suatu masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum
adat berbeda dengan masyarakat hukum. Masyarakat hukum adat timbul secara spontan pada
suatu wilayah tertentu yang berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh pihak
penguasa yang lebih tinggi serta mempergunakan sumber kekayaan untuk kepentingan
sesame masyarakat hukum adat. Hal ini berbeda dengan masyarakat hukum yaitu suatu
masyarakat yang menetapkan, terikat, dan tunduk pada tata hukumnya sendiri.

Hak ulayat ini meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum
yang bersangkutan, baik yang sudah dimiliki hak oleh seseorang maupun yang belum.
Subyek hak ulayat ini adalah masyarakat hukum adat, yang perupakan persekutuan hukum
yang didasarkan pada kesamaan tempat tinggal (teritorial), maupun yang didasarkan pada
keturunan (genealogis), yang dikenaldengan berbagai nama yang khas di daerah yang
bersangkutan, misalnya suku,marga, dati, dusun, nagari dan sebagainya. Apabila ada orang
yang seakan-akan merupakan subyek hak ulayat maka orang tersebut adalah ketua atau tetua
adat yang memperoleh pelimpahan wewenang dari masyarakat hukum adat yang
bersangkutan menurut ketentuan hukum adatnya. Ia bukanlah subyek hak ualayat, melainkan
petugas masyarakat hukum adatnya dalam melaksanakan kewenangan yang bersangkutan
dengan hak ulayat.

Lebih lanjut Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa hak
ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat
dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu yang merupakan lingkungan para warganya
untuk mengambil manfaat sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi
kelangsungan hidup dan kehidupannya. Sedangkan masyarakat hukum adat dianggap masih
ada apabila terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, terdapat tanah ulayat
tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga masyarakat adat, dan terdapat tatanan
hukum adat mengenai pengurusan, penguasaanmdan penggunaan tanah ulayat,dan ditaati
oleh warga masyarakat adat tersebut. Berkaitan dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1960
tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang dikenal dengan Undang-Undang pokok
agrari (UUPA) pada pasal 3, mengakui hak ulayat atau hak-hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyratakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan yang masih ada.

Kasus hukum yang menipa 3 petani pakel, bayuwangi, jawa timur, makin tak jelas. Polisi
memperpanjang penahanan samapi juli 2023. Hingga kini keluarga atau warga pakel tak tahu
perkembangan penyidikan mulyadi, suwarno, dan untung yang ditangkap polisi sejak 3
februari lalu.
KRITISI

Sisi positif

masyarakat mengetahui ketidak professional polisi dalam menyikapi sebuah permasalahan


seperti permasalahan sengeketa tanah didesa pakel. Pakel menjadi contoh dimana banyak hak
warga yang terampas, mulai diintimindasi kekerasan sampai kriminalisasi jika kemudian
kasus pakel dan konflik-konflik lainnya tetap berlarut-larut hingga mengakibatkan korban
jiwa atau menyebabkan konflik sosial akut. Inilah sebuah potret dimana seharusnya negara
hadir dalam arti benar-benar menunjukan untuk menciptakan keadailaan melalui
keperpihakan terutama sesuai dengan nilai falsafa sila kelima keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia tetapi yang terjadi sebaliknya, semua itu jauh dari harapan, karena hari ini
pakel adalah contoh bagaimana “ keadilan sosial bagi tuan tanah diseluruh Indonesia”
ditegakkan dan dilanggengkan.

Pengorganisasian komunitas: Permasalahan perebutan tanah sering kali mendorong


masyarakat desa untuk membentuk kelompok atau organisasi yang mewakili kepentingan
mereka. Ini dapat mengarah pada pembentukan kelompok advokasi atau lembaga yang fokus
pada penyelesaian masalah tanah dan perlindungan hak-hak tanah masyarakat. Organisasi
semacam ini dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk bekerja sama, menggalang
dukungan, dan mengadvokasi kebijakan yang lebih adil terkait tanah.

Kesadaran hukum dan akses ke keadilan: Dalam proses menyelesaikan permasalahan


perebutan tanah, masyarakat dapat menjadi lebih sadar akan hak-hak mereka dalam hukum
tanah. Mereka mungkin mencari bantuan dari lembaga hukum, seperti pengacara atau LSM
yang berfokus pada hak tanah, untuk mendapatkan nasihat dan dukungan dalam
memperjuangkan hak kepemilikan tanah mereka. Ini dapat membuka jalan bagi akses yang
lebih baik ke keadilan dan perlindungan hukum. Peningkatan kesadaran lingkungan:
Permasalahan perebutan tanah sering kali berhubungan dengan perusakan lingkungan,
deforestasi, atau perubahan penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan. Dalam usaha untuk
menyelesaikan masalah ini, masyarakat desa dapat menjadi lebih sadar akan pentingnya
menjaga dan melindungi lingkungan. Hal ini dapat mengarah pada upaya konservasi alam,
penanaman kembali pohon, penggunaan praktik pertanian berkelanjutan, dan perubahan
perilaku yang ramah lingkungan.

Perkembangan keahlian dan pengetahuan: Dalam upaya menyelesaikan permasalahan


perebutan tanah, masyarakat desa dapat terlibat dalam penelitian, pembelajaran, atau
pelatihan terkait pertanahan. Proses ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian
mereka dalam bidang hukum tanah, manajemen sumber daya alam, atau pertanian
berkelanjutan. Peningkatan ini dapat berdampak positif dalam jangka panjang dengan
memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kapasitas lokal untuk mengatasi tantangan
terkait tanah.

Sisi Negatif
Kasus penculikan tersebut dikatakan sebagai kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang
karena dengan sengaja menarik, membawa pergi atau menyembunyikan seseorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan secara melawan hukum yang dapat merungikan beberapa
pihak. “secara hak asasi manusia, ada kebebasan yang terampas dengan proses ini dan
semakin menguatkan dugaan kriminalisasi terhadap trio petani pakel yang memperjuangkan
hak atas tanah’’ jelas tekad garuda. Konflik ini juga berdampak pada perempuan dan anak.
Ada anak-anak yang terpaksa putus sekolah damapak mata pencarharian oaring tua terganggu
karena alami konflik agraria antara lain, orang tua kena tangkap.

Dampak lainya yaitu konflik sosial perebutan tanah dapat menyebabkan konflik sosial antara
kelompok atau individu yang bersengketa. Konflik ini dapat mengcangkup bentrok fisik
pertengkaran verbal atau bahkan kekerasan yang mengancam keamanan dam perdamaian
desa tersebut.

Kerugian finansial seKonflik dan pertikaian: Sengketa tanah yang belum terselesaikan dapat
memicu konflik antara pihak-pihak yang berseteru. Konflik ini dapat mengganggu kehidupan
sehari-hari masyarakat, menciptakan ketegangan, dan merusak hubungan antarwarga desa.
Konflik yang berlarut-larut juga dapat menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
desa.

Ketidakpastian hukum: Ketidakpastian mengenai status kepemilikan tanah dapat menciptakan


kekhawatiran dan keraguan di antara pemilik tanah. Tanah yang belum terdaftar atau
memiliki status yang ambigu dapat menyebabkan keraguan terhadap investasi dan
pengembangan tanah. Ketidakpastian hukum juga dapat menghambat akses ke pembiayaan,
pinjaman, atau program pemerintah yang berkaitan dengan tanah.

Gangguan pada pertanian dan mata pencaharian: Permasalahan tanah yang belum
terselesaikan dapat mengganggu kegiatan pertanian dan mata pencaharian masyarakat. Tanah
yang disengketakan mungkin tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, menghambat
produktivitas pertanian, dan mengurangi pendapatan petani. Hal ini dapat berdampak negatif
pada ketahanan pangan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa.
Keterhambatan pembangunan dan investasi: Ketidakpastian hukum dan konflik tanah dapat
menjadi hambatan bagi pembangunan dan investasi di Desa Pakel. Pengembang atau investor
mungkin enggan melakukan investasi dalam kondisi yang tidak stabil atau tidak jelas
mengenai kepemilikan tanah. Akibatnya, peluang untuk pembangunan infrastruktur,
pariwisata, atau sektor usaha lainnya dapat terhambat.ngketa tanah yang Panjang dan
melibatkan proses hukum dapaat menimbulkan biaya yang signifikan bagi semua pihak yang
terlibat biaya pengacara, perjalanan dan biaya administratif lainnya dapat menjadi beban
finansial yang berat dan menghabiskan sumber daya masyarakat.

SOLUSI

Disegerakan mengadakan audiensi antara warga pakel, pemerintah bayuwangi, polda jatim
dan pihak dari PT Bumi sari agar dapat menyelesaikan kasus didesa pakel tersebut.

Siding pra-pradilan sudah pernah juga berlangsung di PN banyuwangi 17 februari lalu tetapi
dari polresta banyuwangi, polda jawa timur dan kejaksaan banyuwangi tak hadir.

harapakan kita BPN juga merespon dan mengupayakan penyelesaian kasus dipakel

Pembentukan tim penyelesaian tanah: Pemerintah desa dapat membentuk tim khusus yang
terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan masyarakat, ahli
pertanahan, dan pengacara. Tim ini akan bertugas untuk menyelidiki status kepemilikan
tanah, mengumpulkan bukti-bukti yang relevan, dan mengidentifikasi solusi yang dapat
diterima oleh semua pihak terkait.

Survei dan pemetaan tanah: Melakukan survei dan pemetaan tanah secara menyeluruh dapat
membantu memperjelas batas-batas tanah dan menghindari sengketa lebih lanjut. Pemerintah
desa dapat mengalokasikan sumber daya dan bekerja sama dengan ahli pertanahan untuk
melakukan survei dan pemetaan yang akurat dan terdokumentasi dengan baik.

Keterlibatan LSM dan lembaga independen: Melibatkan LSM dan lembaga independen yang
memiliki keahlian dan pengalaman dalam penyelesaian sengketa tanah dapat membantu
masyarakat Desa Pakel mencari solusi yang adil dan transparan. LSM dapat memberikan
bantuan teknis, mediasi, dan pendampingan hukum kepada masyarakat dalam menyelesaikan
permasalahan tanah.
Penguatan pemahaman hukum: Masyarakat Desa Pakel perlu diberikan pemahaman yang
lebih baik tentang hukum tanah dan hak-hak mereka sebagai pemilik tanah. Ini dapat
dilakukan melalui penyuluhan hukum, lokakarya, atau pelatihan yang diselenggarakan oleh
pemerintah desa, LSM, atau lembaga pendidikan. Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang hak-hak mereka, masyarakat akan lebih mampu melindungi dan mempertahankan
tanah mereka.

Penyelesaian alternatif sengketa: Selain melalui jalur hukum, pihak-pihak yang terlibat dalam
permasalahan tanah dapat mencoba penyelesaian alternatif sengketa, seperti arbitrase atau
mediasi. Metode ini dapat memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk berdiskusi secara
terbuka dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan tanpa melalui proses
peradilan formal.

Transparansi dan akuntabilitas: Penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelesaian permasalahan tanah. Semua proses dan keputusan yang terkait harus
didokumentasikan dengan baik dan dikomunikasikan kepada semua pihak terkait. Hal ini
akan membantu menciptakan kepercayaan dan menghindari kesalahpahaman atau persepsi
yang salah.

Sumber : https://www.walhi.or.id , https://indoprogress.pl , https://walhijatim.org

Anda mungkin juga menyukai