Anda di halaman 1dari 18

TIGA TUNTUTAN

KELUARGA MAHASISWA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

#WUJUDKAN REFORMA AGRARIA SEJATI


#TURUNKAN HET MINYAK GORENG
#TURUNKAN BBM
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

BAGIAN I
HENTIKAN PERAMPASAN RUANG HIDUP
MASYARAKAT ADAT DAN WUJUDKAN
REFORMA AGRARIA SEJATI
Kehidupan manusia tak terlepas atas hak mereka untuk hidup bahkan hingga
menguasai sesuatu. Terlebih lagi kecenderungan manusia untuk lebih agresif dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa lagi melihat manusia-manusia yang lainnya.
Sumber-sumber kehidupan berupa bumi, air, dan seluruh kekayaan alam
seharusnya adalah sumber kemakmuran manusia. Tapi apa yang hari ini
dilakukannya adalah upaya perampasan atas hak hidup manusia, berbagai macam
konflik terjadi utamanya pada sumber-sumber agraria yang dimaksud ialah Bumi,
Air, dan Kekayaan Alam. Bahkan kendati permasalahan terus berlangsung hingga
menyentuh pada aktivitas-aktivitas sosial yang ada disekitarnya dan sering disebut
konflik sosial.
Kepemilikan tanah selalu menjadi perbincangan yang paling fundamental
hingga menjadi sebuah konflik karena tidak adanya perlakuan yang mampu
dipandang ideal oleh seluruh manusia mengenai kepemilikan Tanah. Tanah adalah
sumber daya alam yang mutlak, karena tanpa adanya tanah kehidupan di atas bumi
ini tidak akan dapat dipertahankan dengan baik. 1 Kepemilikan tanah yang tidak
jelas dan seringkali diberdayakan, hingga akhirnya memicu berbagai
konflik sosial sampai dengan konflik agraria atas ketimpangan tersebut.
Pembahasaan mengenai konflik agraria dalam perkembangan zaman memiliki
sejarah yang Panjang. Reforma agraria muncul pertama kalinya di Yunani Kuno,
ketika Pemerintahan Solon (594 SM) berupaya membentuk pemerintahan
demokrasi dan berhasil melahirkan undang-undang yang dikenal dengan
Siessachtheia, yang bertujuan untuk membebaskan para hektamor dari hutang
sekaligus membebaskan mereka dari status sebagai budak di bidang pertanian. Hal
itu juga terjadi pada Revolusi Prancis tahun 1789, mengalami proses perubahan
fundamental dalam penataan tanah.
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

Masa Feodal sering dikenal dengan kepemilikan tanah adalah milik seorang
raja.2 Sistem penguasaan tanah feodal di hancurkan. Tujuannya untuk
membebaskan petani dari ikatan “tuan dan budak” dalam sistem feodal dan
melembagakan usaha tani keluarga kecil-kecil sebagai satuan pertanian yang
dianggap ideal. Model reforma agraria ini kemudian meluas dan mengilhami
beberapa negara di Eropa. Reforma agraria pun menjadi suatu pembaharuan yang
komprehensif, bukan saja redistributive landreform tetapi sampai pada proses
keberlangsungan produksi. Pada tahun 1906-1911, di Rusia lahir pembaharuan
gaya baru yang dikenal dengan Stolypin Reform. Ciri dari gerakan ini adalah
menghapus tanah kepemilikan pribadi, melarang (sewa, bagi hasil, gadai), hak dan
luas garapan di sesuaikan dengan kemampuan petani dan melarang mengunakan
buruh upahan. Lenin kemudian mencetuskan istilah landreform dan banyak di
adopsi dan digunakan di negara komunis atau Blok timur pada saat itu dengan
adagium “land to the tiller”. Gunanya untuk memikat hati rakyat dan petani yang
menderita karena tekanan tuan tanah, untuk kepentingan politik.
Di Indonesia sendiri sejarah tentang reforma agaria tak jauh beda dengan
inti dari reforma agraria yang terjadi dan di usahakan di wilayah eropa yakni “hak
atas tanah “. Bagaimana sistem kepemilikan tanah pada masa feodal dengan
berbagai ketimpangannya yang menganggap seorang raja yang menguasai tanah
hingga membuat upaya pembatasan tanah dengan istilah tanah adat. Setelahnya,
pada era kolonial ialah terjadinya kebijakan tanam paksa yang diterapkan Van den
Bosch. Kepemilikan tanah yang awalnya dikuasai dengan kaum konservatif
kemudian ke tangan kaum liberal memberikan perbedaan yang sangat jelas, mulai
dari hadirnya Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870
menetapkan asas Domein Verklaring yang menyatakan semua tanah adalah milik
negara jika tidak mampu dibuktikan sebagai eigendom (milik) seseorang.
Keberadaan hukum adat yang sebelumnya melahirkan banyak tanah adat kemudian
menjadi tanah negara karena tidak mampu dibuktikan sebagai eigendom serta
menyewakan tanah kepada pengusaha.3
Berakhirnya era kolonial merupakan awal dari permasalahan kepemilikan
tanah. pada masa orde lama, penandatanganan persetujuan KMB pada thun 1949
dimana pemerintah RIS memberikan pengakuan atas hak orang asing akan tanah,
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

yaitu hak konsesi serta hak erfpacht dan hak untuk mengusahakan selanjutnya.4
Serangkaian aktivitas orde lama hingga menghasilkan salah satu keputusan yaitu
Pembentukan UUPA atau Undang-Undang Pokok Agraria memiliki serangkaian
proses yang panjang dengan dimulai pada penetapan Panitia Agraria Yogyakarta
(PAY). Panitia ini dibentuk berdasarkan Surat Ketetapan Presiden No.16 oleh
Soekarno pada tanggal 12 Mei 1948 hingga resmi terbentuk Undang-Undang No 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang kemudian di kenal
dengan UUPA.
Alasan mendasar dibutuhkannya reforma agraria adalah karena corak dan
sistem masyarakat di Indonesia masih agraris, dan secara ideologis tujuannya
adalah keadilan dan pemerataan dan penghapusan segala bentuk penghisapan dalam
proses pembangunan. Reforma agrarian, yang salah satu aspeknya adalah
landreform, merupakan upaya untuk menciptakan pemerataan sosial-ekonomi di
berbagai lapisan masyarakat, terutama di pedesaan. Landreform sebagai usaha
sistematis untuk memperbaiki hubungan antara manusia dengan tanah yang
dirasakan belum harmonis dan belum mencerminkan keadilan sosial. Usaha
perbaikan yang dilakukan melalui penataan kembali struktur penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menjadi tatanan keagrarian baru
yang dapat menjamin keadilan, harmoni sosial, produktivitas dan keberlanjutan
produksi, berdasarkan prinsip bahwa “tanah pertanian harus dikerjakan dan
diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri”.
Reformasi Agraria (Landreform) mempunyai tujuan yang sangat luas yakni
dari aspek social ekonomi dan social politis. Dari aspek sosial ekonomi yaitu
memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik serta
memberi fungsi sosial pada hak milik dan memperbaiki produksi nasional
khususnya sektor pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat
sedangkan dari aspek sosial politis yaitu mengakhiri sistem tuan tanah dan
menghapuskan pemilikan tanah yang luas serta mengadakan pembagian yang adil
atas sumber- sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah dengan maksud
agar ada pembagian hasil dan taraf hidup rakyat.
Namun nyatanya tujuan dari reforma agrarian dari aspek social ekonomi
maupun social politik tidak pernah tercapai bisa dilihat dari
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

pengimplementasiannya saat ini dimana dalam hal pemilikan lahan, masih banyak
terdapat tumpang tindih hak kepemilikan atas tanah. Banyak kasus penyerobotan
lahan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan perkebunan besar
yang menyerobot tanah masyarakat, baik secara individu maupun secara adat yang
mengklaim masuk kepada wilayah operasionalnya, bahkan lebih dari itu, hutan
lindung atau hutan Negara pun tak lepas dari permasalahan ini.
Konflik yang umumnya terjadi adalah perebutan kepemilikan lahan antara
masyarakat bawah dengan pemilik modal atau perusahaan-perusahaan tambang dan
usaha-usaha besar lainnya seperti perkebunan dan lain sebagainya. Mengerucut ke
sektor pertanian, penguasaan lahan mayoritas dipegang oleh pemilik modal seperti
badan-badan usaha baik nasional maupun swasta.Adanya kesenjangan kepemilikan
lahan akan berdampak pada perekonomian petani keluarga yang semakin menurun.
Belum lagi ketika terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian,
hal itu akan membuat permasalahan yang hadir semakin menumpuk. Dalam kondisi
tertentu konversi lahan pertanian sulit dihindari karena laju pertumbuhan penduduk
yang tentu saja akan meningkatkan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal serta
sarana dan prasarana penunjang lainnya. Namun persoalan tersebut bisa diatasi jika
pola persebaran penduduk dan pengelolaan tata ruang dilakukan dengan
perencanaan yang matang dan tepat guna. Namun kenyataannya hal tersebut tidak
terjadi sehingga banyak memunculkan permasalahanahan yang muncul kemudian
adalah hilangnya mata pencaharian petani serta lahan yang semakin hari semakin
meningkat. Kebiasaan masyarakat sejak dulu bercocok tanam berpindah-pindah
dan memang tidak ada sepucuk surat pun diatas lahan itu namun demikian faktanya
saat perusahaan menggarap lahan itu, telah ada tanaman masyarakat sampai
sekarang ini belum ada kepastian mengenai lahan tersebut milik siapa, akibatnya
masalah lahan itu menjadi konflik.
Jika kita melihat sekarang banyaknya alih fungsi lahan, pembukaan lahan
besar-besaran bahkan terjadi perebutan lahan antara negara dan masyarakatnya
sendiri. Sepanjang tahun 2020, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat
sebanyak 241 letusan konflik agraria terjadi di semua sektor yang dipantau KPA.
Konflik akibat perkebunan sebanyak 122 letusan konflik, kehutanan (41),
pembangunan infrastruktur (30), properti (20), tambang (12), fasilitas militer (11),
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

pesisir dan pulau-pulau kecil (3) dan agribisnis (2). Tahun 2020 menjadi pertanda
sistem perkebunan di Indonesia mengandung banyaknya aktivitas yang bermasalah
secara akut dan sistematis.
Pada sektor perkebunan, letusan konflik didominasi oleh perkebunan
berbasis sawit sebanyak 101 letusan konflik. Kemudian perusahaan komoditas
cengkeh, pala, tebu, teh kopi, karet dan komoditas kebun lainnya. Pada sektor
kehutanan, letusan konflik agraria sepanjang tahun 2020, terjadi akibat aktivitas
perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebanyak 34 letusan konflik, hutan
lindung 6 konflik, dan perusahaan HPH sebanyak 1 konflik. Disisi lain, terjadi 30
letusan konflik agraria akibat proyek pembangunan infrastruktur di tahun 2020,
artinya mengalami penurunan signifikan, dari 83 kejadian di tahun 2019. Di tahun
ini, konflik didominasi oleh beragam Proyek Strategis Nasional (PSN) dan
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yakni sebanyak 17 letusan konflik.
Diawali dengan pembangunan jalan tol, bandara, kilang minyak, pelabuhan, hingga
akibat pembangunan infrasturktur pendukung pariwisata premium seperti Danau
Toba, Labuan Bajo dan Mandalika. Sisanya akibat pembangunan stasiun,
bendungan dan gelanggang olah raga (GOR).5
Pulau Sumatera mendominasi kejadian konflik agraria tahun 2020. Lima
besar letusan konflik agraria terbanyak terjadi di Riau sebanyak 29 letusan konflik,
Jambi (21), Sumatra Utara (18), Sumatra Selatan (17) dan Nusa Tenggara Timur
sebanyak 16 letusan konflik. Di Provinsi Riau, konflik agraria didominasi oleh
perkebunan sawit sebanyak 21 letusan konflik, HTI sebanyak 6 konflik dan konflik
akibat pembangunan pembangkit listrik sebanyak 2 kejadian. Beberapa perusahaan
penyebab konflik diantaranya PT. Arara Abadi, PT. Medco Ratch Power Riau
(MRPR), PT. Riau Andalan Pulp Paper (RAPP) dan juga perusahaan negara seperti
PT. PLN dan PTPN V. 9 Sementara di Provinsi Jambi, dari 21 letusan konflik
didominasi konflik perkebunan sebanyak 11 kejadian, dan konflik agraria di
kawasan hutan (HTI) sebanyak 9 letusan konflik. Beberapa perusahaan yang
terlibat diantaranya PT. Wira Karya Sakti (Sinarmas Group), PT. Erasakti Wira
Forestama, PT. Indonusa dan PT. Agronusa Alam Sejahtera. Sumatera Utara terdiri
dari konflik agraria di sektor perkebunan sebanyak 8 letusan konflik, HTI (4),
infrastruktur (3), properti (1), food estate (1) dan fasilitas militer 1. Pihak-pihak
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

yang terlibat diantaranya Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba (BPODT),


Pemprov Sumut, PTPN II, TNI AU. Sementara dari pihak swasta tercatat beberapa
nama perusahaan seperti PT. Tolan Tiga Indonesia, PT. Cisadane Sawit Raya dan
PT. Mega Mulya Mas.
Selanjutnya, di Provinsi Sumsel, dari 17 letusan konflik yanng terjadi
sepanjang tahun ini, 11 diantaranya terjadi di wilayah perkebunan, sementara
sisanya 6 kejadian terjadi di wilayah HTI. Beberapa perusahaan yang menyebabkan
konflik diantaranya PT. Artha Prigel yang menewaskan dua
orang petani Lahat bulan Maret lalu, PT. Lonsum dan PTPN XIV. Di Nusa
Tenggara Timur, letusan konflik terjadi hampir di semua sektor diantaranya,
properti 4 konflik, perkebunan (3), infrastruktur (3), kehutanan (3), pertambangan
(2) dan agribisnis (1). Badan-badan usaha yang menjadi penyebab
konflik diantaranya Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo (BOPLP), Pemprov
NTT, PT. Waskita Karya, dan PT. Rerolara Hokeng Jika konflik terbanyak terjadi
di Provinsi Riau, maka wilayah konflik terluas terjadi di Provinsi Papua
dengan total wilayah terdampak seluas 283.800 hektar. Terluas kedua terjadi di
Bangka Belitung dengan luasan 66.534,2 hektar, Riau dengan luasan 60.339,218
hektar, Sumatera Barat dengan luasan 37.350 hektar dan Sumatera Utara dengan
luasan 23.969,61 hektar.6
Sepanjang bulan Januari s/d Desember tahun 2020, KPA mencatat
setidaknya telah terjadi 134 kasus kriminalisasi (132 korban laki-laki dan 2
perempuan), 19 kali kasus penganiayaan (15 laki-laki dan 4 perempuan), dan 11
orang tewas di wilayah konflik agraria. Data penangkapan petani dan masyarakat
adat akibat konflik agraria yang dilakukan aparat seolah tidak memandang
umur dan resiko kerentanan kesehatan di masa pandemi. Misalnya, kasus
kriminalisasi terhadap Natu bin Taka (75 tahun), Sabang (47 tahun) dan Ario
Permadi (31), petani asal Kampung Alel Sewo, Kelurahan Bila, Kecamatan
Lalabata, Soppeng, Sulawesi Selatan. Ketiga petani tersebut harus
berurusan dengan kepolisian sejak April. Mereka bertiga dijerat Pasal 82 Ayat (1)
huruf b Jo. Pasal 12 huruf b dan/atau Pasal 82 Ayat (2) UU No. 18 tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dengan
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

tuduhan menebang pohon di kawasan hutan. Padahal pohon tersebut berada di


kebun yang dikelola turun-temurun.7
Memperkuat dasar gagasan di atas, salah satu agenda prioritas dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 ialah
reforma agrarian yang dimana dalam Undang-undang nomor 5 thun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria memandatkan bahwasanya Tiap-tiap warga negara, baik
laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Namun data dari Badan Pertanahan
Nasional (BPN) tahun 2018 menjelaskan bahwasanya tanah yang dimiliki oleh
perempuan hanya sebesar 15,88% dari 44 juta bidang. Begitupun dengan hasil riset
Solidaritas Perempuan 2019 bahwa hanya 24,2% bukti kepemilikan tanah yang atas
nama Perempuan.
Ketimpangan ini tentu saja juga patut mendapat perhatian, sebab sejatinya
perjungan reforma agraria sejati yang memperjuangkan hak manusia tentu saja
tidak akan memarjinalkan salah satu gender yang cukup rentan, yakni perempuan.
Solidaritas Perempuan juga mencatat persoalan hak perempuan yang terkait dengan
konflik agraria. Pada Senin 27 September 2021 Konflik Agraria terjadi pada
perempuan petani Takalar, Sulawesi Selatan dengan PTPN XIV, Perempuan Petani
Ogan Ilir Sumatera Selatan dengan PTPN VIII Cinta Manis, Perempuan Pesisir
dengan proyek Strategi Nasional Makassar New Port, dan Perempuan adat Pubabu
yang berhadapan dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 8
Melimpahnya konflik agraria yang yang terjadi secara langsung juga ikut
mempertajam diskriminasi dan ketimpangan gender dalam suatu konflik.
Perempuan yang berhadapan dengan konflik agraria mengalami beban yang lebih
sulit seperti kesulitan mengakses layanan informasi, dikecualikan dalam konsultasi
dan pengambilan keputusan, tidak adanya analisis gender terutama kerentanan
perempuan dalam penyusunan dokumen terkait. Perempuan juga seringkali
mendapat labeling, ancaman, dan intimidasi dalam konflik agraria.
Aktivitas alih fungsi lahan harapannya akan terus menurun, hingga akhirnya
sama-sama mengurangi konflik sosial. Gerakan mahasiswa tidak
akan pernah redup hingga terwujudnya pemerataan sosial yang diharapkan.
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

Mahasiswa tidak akan diam, dan selalu akan berupaya menyelesaikan konflik
agraria dari lokal hingga global. Maka perlunya Gerakan kolektif
untuk mewujudkan hal tersebut dengan pembacaan yang sama terkait Konflik
Agraria, meretas sejak dini lalu tuntaskan permasalahan masyarakat secara
Bersama-sama. Aktivitas terdampak dari alih fungsi lahan selanjutnya akan dilihat
dari wilayah-wilayah terdekat, kemudian secara kolektif upaya penyelesaian
masalah akan dilakukan sejak dini.

Atas narasi yang telah dibangun sebelumnya, BEM KEMA Fakultas


Pertanian Unhas menuntut Pemerintah dan Pihak Berwenang terkait
untuk Mengusut tuntas Penanganan Konflik Agraria yang terjadi,
Mewujudkan Reforma Agraria Sejati, dan Mempertajam Analisis Gender
dalam Setiap Penanganan Konflik Agraria dan Penyusunan Kebijakan dan
Dokumen Kerja.

REFERENSI:
1
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Biro Organisasi dan Kepegawaian,
Panduan Ujian Dinas Tk.1, 2013, hlm 357.
2
M. Tauchid, Masalah Agraria. Bagian Pertama (Djakarta: Tjakrawala, 1953), hlm. 16
3
Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA (UU No. 5
Tahun 1960), (Bandung: Penerbit Alumni, 1984), hlm, 13.
4
Ibid, hlm. 13
5
Catatan Akhir tahun Konsorsium Pembaruan Agraria, Edisi Pelincuran 1 : Laporan
Konflik Agraria di Masa Pandemi dan Krisis Ekonomi
6
Catatan Akhir tahun Konsorsium Pembaruan Agraria, Edisi Pelincuran 1 : Laporan
Konflik Agraria di Masa Pandemi dan Krisis Ekonomi
7
Catatan Akhir tahun Konsorsium Pembaruan Agraria, Edisi Pelincuran 1 : Laporan
Konflik Agraria di Masa Pandemi dan Krisis Ekonomi
8
Komnas HAM. 2021. Hak Perempuan dalam Reforma Agraria; Narasi Diskusi Hak
Asasi Manusia, Hak Asasi Perempuan terkait Tanah dan Sumber Daya Alam.
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

BAGIAN II
Perampasan Hingga Perluasan Lahan Kelapa
Sawit ”Berujung” Kenaikan Harga
Minyak Goreng
Beberapa tahun sebelumnya, Indonesia digegerkan dengan hadirnya
rencana pembentukan RUU yang dengan sengaja melakukan upaya penyelewengan
terkait melanggengkan kepemilikan lahan diatas 100.000 ha sebagai lahan produksi
yang dimiliki suatu perusahaan. Perlu diingat Kepastian tentang rencana
pembentukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perkelapasawitan yang
sudah sejak 2015 terus digulirkan dan selalu diusulkan kedalam program Legislasi
Nasional Tahun 2016 sebagai usul inisiatif OPR yang kemudian berlanjut hingga
tahun 2017. Upaya penggiringan rencana hadirnya RUU Perkelapasawitan akhirnya
berujung pada penolakan yang sangat kuat sebab pasal yang terkandung
didalamnya akan memperkuat posisi monopoli perusahaan perkebunan sawit
dengan sangat kuat karena menyentuh hingga ha katas tanah, produksi, dan
perdagangan komoditas sawit.
Aktivitas usahatani terkhusus pada kegiatan-kegiatan di lahan perkebunan
selalu saja menuai konflik karena tidak dilandasi dengan asas kebermanfaat baik
terhadap lahan tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman hingga masyarakat
yang bermukim diwilayah perkebunan buatan para kaum oligarki. Hal tersebut
sudah berlangsung sangat lama, tekhusus di wilayah negara Republik Indonesia,
perlu diketahui bahwa aktivitas perkebuan merupakan warisan penjajahan klonial
belanda dan menjadi agenda liberalisasi pertanian. Jka diamati, bahwa negara
menggunakan lahan perkebunan sebagai alat pengasil devisa (sumber pemasukan)
negara , sementara disamping itu perkebunan (pemilik) menggunakan negara untuk
menciptakan jaminan dalam memperbesar akumulasi keuntungannya dengan salah
satu upayanya adala perluasan lahan. Hal tersebut sangat jelas berbicara tentang
pengaruh (regresi linear) antara perluasan lahan yang berdampak pada penambahan
jumlah tanaman dan berujung pada produksi yang meningkat dengan akumulasi
penjuala bertambah dan keuntungan secara otmatis diperbesar oleh hal tersebut.
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

Upaya penguasaan lahan dari para penguasa di negara ini sangat jelas
merujuk pada hal-hal yang dilakukan sebelumnya. Dalam sejarah tercatat bahwa
pernah terjadi sistem tanam paksa yang merupakan bentuk rekayasa yang
diciptakan oleh penjajah kolonial. Sejak abad ke-17, tanah petani yang dianggap
subur kemudian diambil secara paksa untuk ditanami dengan tanaman-tanaman
produksi yang laku di pasar dunia seperti kopi, karet, kakao, dan kelapa. Berangkat
dari hal tersebut, pada abad ke-19 pasar kelapa sawit di dunia sangat potensial yang
berakibat dengan upaya eksploitasi petani menggunakan system tanam paksa, kerja
kontrak dan transmigrasi untuk mobilisasi tenaga kerja di lahan perkebunan dalam
memperbesar keuntungannya.
Masa orde baru dibawah kepemimpinan Suharto nyatanya memperkuat
monopoli perusahaan negara maupun negara asing atas luasan tanah sebagai lahan
produksinya di Indonesia. Program revousi hijau dan liberalisasi pertanian di bawah
masa orde baru justru meningkatkan kemiskinan dan pengambilalihan lahan
masyarakat tani, sedangkan lahan hutan tempat hidup rakyat dan secara langsung
dapat menghidupi dari segi kebutuhan akan konsumsi pun dikuasai melalui
pelanggengan Izin HPH.PTPN dan Perhutani. Bahkan Undang-undang Pokok
Agraria no.5 tahun 1960 nyatanya tidak pernah dijalankan dengan baik dan
konsisten. Akibat krisis ekonomi dunia yang terjadi pada tahun 1980, tahun 1998,
dan krisis finansial (financial meltdown) pada tahun 2008 mengakibatkan dorongan
perluasan lahan hingga perampasan lahan serta sumber alam oleh perusahaan
transnasional dan multinasional melalui program liberalisasi.
Melihat historis yang terjadi sebelumnya, sedikit banyak kembali terulang
dengan hal yang lebih “Ganas” yaitu peningkatan harga Minyak Goreng yang
merupakan hasil/luaran dari produksi kelapa sawit. Tidak hanya cukup dengan
melakukan perluasan lahan kelapa sawit di Indonesia, tapi juga merampas hak atas
hidup masyarakat dari hasil bumi yang dimanfaatkan dengan permainan harga yang
mendapat dukungan secara tidak langsung dari pihak pemerintah. Sebelum teralu
jauh menilih hal tersebut, bisa dilihat data harga Minyak Goreng per Maret 2022 di
setiap Provinsi yang ada di Indonesia sebagai berikut :
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

1. Aceh: Minyak goreng curah Rp14.250/kg, minyak goreng kemasan


bermerek 2 Rp19.250/kg.
2. Sumatera Utara: Minyak goreng kemasan bermerek 1 Rp18.450/kg, minyak
goreng kemasan bermerek 2 Rp18.750/kg.
3. Sumatera Barat: Minyak goreng curah Rp14.350/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp17.500/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp16.000/kg.
4. Riau: Minyak goreng kemasan bermerek 1 Rp17.150/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 2 Rp15.950/kg.
5. Kepulauan Riau: Minyak goreng curah Rp18.000/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp14.850/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp14.350/kg.
6. Jambi: Minyak goreng curah Rp17.000/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp18.950/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp18.150/kg.
7. Bengkulu: Minyak goreng curah Rp13.550/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp14.000/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp14.000/kg.
8. Sumatera Selatan: Minyak goreng curah Rp17.500/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp16.500/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp16.000/kg.
9. Kepulauan Bangka Belitung: Minyak goreng kemasan bermerek 1
Rp14.200/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2 Rp14.150/kg.
10. Lampung: Minyak goreng curah Rp19.450/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp19.350/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp16.650/kg.
11. Banten: Minyak goreng curah Rp15.950/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp17.150/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp16.850/kg.
12. Jawa Barat: Minyak goreng curah Rp17.850/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp17.400/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp17.400/kg.
13. DKI Jakarta: Minyak goreng curah Rp18.150/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp20.000/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp19.750/kg.
14. Jawa Tengah: Minyak goreng kemasan bermerek 1 Rp15.150/kg, minyak
goreng kemasan bermerek 2 Rp23.400/kg.
15. DI Yogyakarta: Minyak goreng curah Rp18.500/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp17.750/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp19.000/kg.
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

16. Jawa Timur: Minyak goreng curah Rp19.750/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp23.750/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp23.200/kg.
17. Bali: Minyak goreng curah Rp16.250/kg, minyak goreng kemasan bermerek
1 Rp19.000/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2 Rp18.250/kg.
18. NTB: Minyak goreng curah Rp17.050/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp25.500/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp21.750/kg.
19. NTT: Minyak goreng curah Rp13.500/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp21.900/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp18.150/kg.
20. Kalimantan Barat: Minyak goreng curah Rp16.850/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp18.500/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp18.900/kg.
21. Kalimantan Selatan: Minyak goreng curah Rp14.150/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp20.250/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp19.500/kg.
22. Kalimantan Tengah: Minyak goreng curah Rp16.150/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp21.250/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp17.950/kg.
23. Kalimantan Timur: Minyak goreng curah Rp16.350/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp23.250/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp20.750/kg.
24. Kalimantan Utara: Minyak goreng curah Rp16.000/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp21.400/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp19.650/kg.
25. Gorontalo: Minyak goreng curah Rp17.450/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp28.350/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp26.600/kg.
26. Sulawesi Selatan: Minyak goreng curah Rp17.850/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp19.850/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp19.350/kg.
27. Sulawesi Tenggara: Minyak goreng curah Rp15.000/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp59.400/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp48.750/kg.
28. Sulawesi Tengah: Minyak goreng curah Rp16.850/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp19.500/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp21.500/kg.
29. Sulawesi Utara: Minyak goreng curah Rp14.200/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 1 Rp18.250/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp18.650/kg.
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

30. Sulawesi Barat: Minyak goreng curah Rp17.250/kg, minyak goreng


kemasan bermerek 1 Rp18.250/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp20.400/kg.
31. Maluku: Minyak goreng kemasan bermerek 1 Rp20.900/kg, minyak goreng
kemasan bermerek 2 Rp19.650/kg.
32. Maluku Utara: Minyak goreng curah Rp23.250/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp24.000/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp23.750/kg.
33. Papua: Minyak goreng curah Rp18.900/kg, minyak goreng kemasan
bermerek 1 Rp22.100/kg, minyak goreng kemasan bermerek 2
Rp20.150/kg.
34. Papua Barat: Minyak goreng kemasan bermerek 1 Rp23.150/kg, minyak
goreng kemasan bermerek 2 Rp20.250/kg.
Sumber : PIHPS, Maret 2022

Dari data yang disajikan sebelumnya, mengenai harga minyak goreng curah
hingga minyak goreng curah sudah jelas sangat tinggi dari tahun sebelumnya yang
memiliki harga Rp. 11.000/kg untuk minyak goreng curah dan Rp. 12.000/kg untuk
minyak goreng bermerek. Kenaikan harga minyak sejak bulan oktober 2021 terus
berkelanjutan. Sebelumnya pada bulan September 2021, sudah terlihat bahwa akan
terjadi peningkatan harga yang signifikan dan berkelanjutan dalam jangka waktu
yang lumayan lama karena stok minyak goreng dalam kurun waktu tersebut terus
menurun yang tidak dibarengi dengan penurunan penggunaan minyak gorek. Sejak
saat itu, Kementerian Perdagangan hanya melakukan pembiaran tanpa membuat
kebijakan tertentu sebagai upaya pencegahan agar tidak terjadi hukum jual-beli
sebab ketersediaan barang berkurang, maka harga meningkat.
Per 15 September 2021, sebanyak 21 perusahaan telah menyampaikan
laporan produksi. Total produksi kuartal I minyak goreng kemasan 141.000 ton,
minyak goreng kemasan sederhana 32.000 ton, dan minyak goreng curah 244.000
ton. Total produksi kuartal II, minyak goreng kemasan 123.000 ton, minyak goreng
kemasan sederhana 31.000 ton, dan minyak goreng curah 215.000 ton. Kemudian
total produksi kuartal III, minyak goreng kemasan 116.000 ton, minyak goreng
kemasan sederhana 34.000 ton, dan minyak goreng curah 174.000 ton.1

1
Merdeka.com
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

Sejak kenaikan harga minyak berlangsung dari bulan Okober 2021,


pemerintah selalu acuh dengan hal tersebut seolah tidak terjadi apapun. Kemudian
pada tanggal 26 Januari 2022, Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan
berupa Peraturan Menteri perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan
Harga Eceran Tertinggi Sawit yang pada intinya menetukan HET untuk minyak
goreng curah sebesar Rp. 11.500/liter, untuk minyak goreng kemasann sederhana
sebesar Rp. 13.500/liter, untuk minyak goreng kemasann premium sebesar Rp.
14.000/liter yang sudah termasuk pajak pertambahan nilai. Jika diperhatikan,
sangatlah menari kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan
sekalipun belum berlaku maksimal dalam realitasnya dengan pengharapan atas
penekanan harga eceran minyak yang terjadi di masyarakat. Akan tetapi hal itu
hanya menjadi pemantik sebelum kemudian dikeluarkannya peraturan terbaru
Menteri Perdagangan pada tanggal 16 Maret 2022, No. 11 tahun 2022 tentang
Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Curah yang pada intinya
menaikkan HET minyak goreng curah hingga Rp. 14.000/liter atau Rp.15.500/kg
yang berarti secara tidak langsung melampaui HET minyak kemasan sederhana dan
premium yang sebelumnya ditetapkan dalam peraturan sebelumnya. Akibatnya
dengan melihat kenaikan HET minyak goreng curah saja, maka HET untuk minyak
goreng tidak diberlakukan yang berdampak pada upaya melanggengkan kekuasaan
para pedagang hingga mafia minyak untuk menentukan sendiri standar harga eceran
minyak yang dipasarkan tanpa harus memikirkan konsekuensi yang diterima karena
harga HET minyak goreng kemasan dihapuskan
Seperti yang sebelumnya terjadi, pemerintah kembali membuat upaya
penyelewengan atas aturan yang dibuatnya. Menutupi aturan sebelumnya dengan
aturan tebaru sebagai upaya untuk melanggengkan para mafia untuk mengatur
harga minyak kemasan sesuai dengan keinginannya tanpa mendapatkan
konsekuensi apapun. Mekanisme peputaran jenis perdagangan minyak ini berlaku
untuk menghilangkan salah satu jenis minyak yaitu minyak curah karena kebutuhan
konsumen yang meningkat pada minat untuk membeli minyak dengan harga yang
lebih terjangkau dan berakibat pada stok minyak curah yang semakin menipis dan
kemudian perlahan-lahan dihilangkan. Efek atas hal tersebut, maka masyarakat
hanya akan bisa mengakses minyak goreng kemasan sederhama maupun premium
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

yang ketersediaannya lebih banyak ataupun memadahi untuk didapatkan, walaupun


dengan sangat berat harus membeli kebutuhan pokok tanpa adanya kebijakan Harga
Eceran Tertinggi dari pemerintah untuk mengatur harga bahan pokok di pasaran.

Atas narasi yang telah dibangun sebelumnya, BEM KEMA Fakultas


Pertanian Unhas menuntut Pemerintah Terkhusus kepada Menteri Perdagangan
untuk Membuat peraturan tentang Harga Eceran Tertinggi Untuk Seluruh
Jenis Minyak Goreng Yang Diperjual Belikan Tanpa TERKECUALI.
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

BAGIAN III
BBM NAIK TIBA TIBA PETANI MENJERIT
Kenaikan harga BBM pada sektor pertanian akan berdampak besar,
dampaknya langsung terjadi pada harga sarana produksi sedangkan dampak tidak
langsung terjadi pada biaya logistik dan transportasi distribusi produk pertanian.
Biaya produksi yang meningkat sementara tidak diimbangi dengan peningkatan
produksi maupun harga panen yang cenderung tetap, akan mengakibatkan
pendapatan usaha tani mengalami penurunan.
Pada sektor pertanian, khususnya usahatani padi, dampak kenaikan harga
BBM menyebabkan usaha jasa input produksi sepenuhnya dibebankan ke petani
karena adanya kenaikan sewa jasa alsintan seperti traktor, pompa air, power
trhesher dan usaha penggilingan padi (RMU).
Pemerintah dalam memutuskan harga BBM berpikir dengan caranya sendiri,
seakan tidak memperhatikan dampak bawaan yang akan terjadi akibat kebijakan
tersebut di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Bagi petani kenaikan BBM akan
mempengaruhi seluruh rentang produksi dan membebani proses pasca panen secar
signifikan
Dampak perubahan harga BBM terhadap usaha pertanian, sebagai berikut :
Pertama, secara langsung melalui perubahan harga BBM yang digunakan
pada usaha pertanian. Dalam hal ini termasuk penggunaan BBM pada alsintan
seperti mesin penyemprot, traktor pengolah tanah, pompa air, mesin pembangkit
tenaga listrik, dan alat perontok/ pemipil. Harga BBM berpengaruh langsung pada
biaya usaha pertanian, dan selanjutnya terhadap produksi dan keuntungan usaha
tani.
Kedua, dampak tidak langsung melalui perubahan harga faktor-faktor
produksi usaha tani, seperti harga pupuk, pestisida, dan bibit serta upah sewa
alsintan dan tenaga kerja. Harga pupuk, pestisida, benih serta jasa alsintan berubah
karena biaya produksi dan distribusinya dipengaruhi oleh harga BBM, baik
langsung maupun tidak langsung.
Ketiga, dampak tidak langsung melalui perubahan harga jual hasil pertanian.
Dampak terhadap harga jual hasil pertanian dapat dipilah menjadi dampak ongkos
Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

pemasaran dan dampak permintaan. Jika harga BBM meningkat maka ongkos
pemasaran, terutama ongkos transportasi dan pengolahan meningkat, yang
selanjutnya akan menurunkan harga yang diterima petani.
Atas narasi yang telah dibangun sebelumnya, BEM KEMA Fakultas
Pertanian Unhas menuntut Pemerintah terkhusus kepada Presiden Republi
Indonesia untuk Membuat kebijakan terbaru terkait BBM bersubsidi dan
Menurunkan harga BBM.

Anda mungkin juga menyukai