Kerap kali konflik di pedesaan adalah agraria di sektor perkebunan dipicu oleh
keputusan pejabat publik dalam menetapkan Hak Guna Usaha (HGU) negara
dan perkebunan swasta, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan Lahan
(HPL). Keputusan pejabat publik tersebut dianggap tidak adil terhadap hak-
hak rakyat. Faktor yang menjadi pemicu karena tidak adanya lahan untuk
petani, mayoritas menjadi petani penggarap di Hak Guna Usaha. Di Desa
Cijulang terdapat dua Perkebunan Swasta (HGU. PT. Bumiloka Swakarya dan
HGU. PT. Tutu Kekal) dan dua perkebunan Negara (PTPN VIII Kantor
Administratur Cibungur Afdeling IV Artana dan Perum Perhutani) . "Kenyataan
ketimpangan dan konflik agraria akibat konsesi-konsesi perkebunan di
pedesaan harus mampu dijawab oleh Perpres Reforma Agraria melalui
Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria. Selain
itu, konflik terjadi akibat para pengembang swasta kerap kali memonopoli
tanah. Tanah tersebut hanya diagunkan di bank atau menunggu harganya
menguat sebelum dibangun. Padahal, masih banyak masyarakat miskin di
kawasan perkebunan yang tidak memiliki tempat layak huni. Bahkan
masyarakat menggantungkan nasib hidupnya menjadi petani penggarap.
KONFLIK AGRARIA DI WILAYAH PERKEBUNAN: RANTAI SEJARAH YANG
TAK BERUJUNG
Syaiful Bahari
ABSTRACT
Dilihat dari sebarannya, konflik agraria yang kini terjadi di seluruh pelosok
tanah air sebagian besar berada di sekitar wilayah perkebunan baik
perkebunan swasta maupun negara. Dibandingkan dengan konflik agraria
yang terjadi di wilayah atau sektor lainnya, di Desa Cijulang konflik agraria
perkebunan menempati urutan pertama yang berkaitan dengan lahan garapan
petani, sarana umum, kemudian disusul dengan pemukiman warga dilahan
perkebunan.