Heriyanto
Notaris di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan
E-mail: Heri.id91@gmail.com
Abstract
More than 20 years of reform in Indonesia, however, specifically in the issue of agrarian
reform, many civic groups and academics consider that the agenda has not become a serious
concern for every post-Reform Indonesian President. People still often have to deal with
Corporations in order to defend their own land, which has been occupied and cultivated for so
long. The high level of agrarian conflicts shows that this commitment is not serious. Especially
with the birth of the Job Creation Act which is considered to be a big obstacle for the people.
This paper aims to analyze the post-reform agrarian policy, and uses the perspective of the
Fifth Precepts of Pancasila and Article 33 of the 1945 Constitution as the philosophical,
ideological, and juridical foundations. And using normative research. Researchers try to
elaborate on how the ideal conception of agrarian reform in Indonesia and also the
realization of policies from this ideal conception by Indonesian leaders post-reform.
Keywords: agrarian reform; goverment policy; post-reform
Abstrak
Reformasi di Indonesia telah lebih dari 20 tahun, namun dalam hal reforma agraria, banyak
kalangan dan akademisi menganggap agenda tersebut belum menjadi perhatian serius oleh
presiden-presiden Indonesia pasca Reformasi. Sering kali masyarakat harus berurusan dengan
perusahaan untuk mempertahankan tanah mereka sendiri, yang telah lama diduduki dan
digarap. Tingginya konflik agraria menunjukkan bahwa komitmen ini tidak serius. Apalagi
dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai menjadi kendala besar bagi
masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan agraria pasca reformasi, dan
menggunakan perspektif Sila Kelima Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan
filosofis, ideologis, dan yuridis. Dan menggunakan penelitian normatif. Peneliti mencoba
menguraikan bagaimana konsepsi ideal reforma agraria di Indonesia dan juga realisasi
kebijakan dari konsepsi ideal tersebut oleh para pemimpin Indonesia pasca reformasi.
Kata Kunci: reforma agraria, kebijakan pemerintah, pasca reformasi
para petani, lahan tersebut merupakan Baluran pada tahun 1937. Pada tahun
satu-satunya lahan yang dikelola oleh 1975, izin PT Gunung Gumitir
masyarakat Senyerang yang masih dikeluarkan di kawasan Taman
tersedia untuk meningkatkan taraf Nasional. Kedua, ada 61 tersangka dari
hidup mereka.2 kalangan petani dan Suku Anak Dalam
Sementara itu, Komnas HAM Jambi (versi Polda Jambi) atau 119
merilis, konflik agraria terus meluas. orang dari versi Pemkab Batanghari.
Konflik agraria mencerminkan keadaan Ketiga, kasus meninggalnya 35 orang
tidak terpenuhinya rasa keadilan bagi di bekas lubang tambang di Kalimantan
kelompok masyarakat yang Timur, keempat, penolakan izin
menggantungkan hidupnya pada tanah pengusahaan hutan tanaman industri di
dan sumber daya alam. Pada tahun Siberut, Kepulauan Mentawai. Kelima,
2017 terdapat 1.162 kasus pengaduan sengketa tanah di Urut Sewu, Kebumen,
ke Komnas HAM, 269 kasus atau Jawa Tengah yang memicu konflik
23,14% terkait konflik agraria. Pada berkepanjangan antara petani dengan
periode 2018 sampai April 2019, TNI.4
tercatat 196 kasus konflik agraria di Berdasarkan data Komnas HAM
Indonesia yang ditangani Komnas dalam lima tahun terakhir, pengaduan
HAM, insiden terbesar di 29 provinsi.3 masyarakat kepada komisi ini
Komnas HAM telah mengamati menunjukkan bahwa konflik agraria
lima kasus konflik agraria yang belum merupakan masalah mendasar dan
terselesaikan, yaitu pertama, sengketa butuh solusi yang mendesak. Luas
tanah di Taman Nasional Baluran, wilayah konflik mencapai 2.713.369
Situbondo, Jawa Timur. Ada sekitar hektar dan tersebar di 33 provinsi di
500 KK dan 1.450 jiwa yang menghuni berbagai sektor. Tercatat 42,3% atau
lahan seluas 363 hektar sebagai petani, 48,8 juta penduduk desa berada di
peternak, pekebun, dan nelayan. kawasan hutan.5
Mereka menjadi korban penetapan Pemikiran tentang perlunya
lokasi sebagai Suaka Margasatwa memperbaiki struktur kepemilikan
2
Pandu Yuhsina Adaba tanah dalam masyarakat telah
3
Lusia Arumingtyas, “Catatan Akhir Tahun: berkembang jauh sebelum Undang-
Reforma Agraria Masih Jauh dari Harapan,”
https://www.mongabay.co.id/2019/12/31/catata
4
n-akhir-tahun-reforma-agraria-masih-jauh-dari- Lusia Arumingtyas
5
harapan/, 2021. Lusia Arumingtyas
436
Untuk itu penulis tertarik untuk survei tanah di Jawa belum disusun),
penelitian ini dapat menjadi dasar tanah adat atas hak ulayatnya.
yang menjadi kewenangan desa tersebut menjadi hak milik ulayat, yang
adalah tanah penggembalaan subyeknya adalah asing timur, pada
bersama, tanah untuk pertanian
mulanya disebut “altijddurende
penduduk yang terus menerus, tanah
untuk kepentingan umum, selain erfpacht", maka dengan S.1926-121
tanah-tanah tersebut, bila akan menjadi Landerijenberzitrecht, pada
digunakan harus dengan izin
hakikatnya hak ini tidak berbeda
pemerintah. Faktanya, staadblad ini
menimbulkan berbagai kontradiksi. dengan hak milik ulayat.
Dengan berbagai kontradiksi Kemungkinan bagi masyarakat
tersebut, pemerintah akhirnya
non-pribumi untuk memperoleh hak
mendapatkan hak ulayat atas
kepemilikan sebidang tanah yang atas tanah ulayat dibatasi oleh
berasal dari pengolahan atau peraturan yang dikenal dengan
pengambilan hasil hutan dengan larangan pemindahtanganan tanah
diakui dan disetujui oleh tetangga,
kepala desa dan warga. Sejak saat (ground vervreemdingsverbod) yang
itu terjadi penguatan konflik diatur dalam S.1875-179, yang
kepentingan antara masyarakat adat menyatakan bahwa “hak milik ulayat
dengan pemerintah terkait tanah
atas tanah oleh masyarakat hukum adat
dengan hak milik dan hak ulayat.10
tidak dapat dialihkan kepada bukan
Kemudian pada waktu itu juga penduduk asli”, oleh karena itu segala
ada tanah yang disebut perbuatan yang bertujuan untuk
Landerijenberzitrecht oleh Gouw Giok mengalihkan secara langsung atau
Siong disebut sebagai tanah Tioghoa, tidak langsung mereka batal demi
karena subyeknya terbatas pada hukum.11
golongan Asia Timur khususnya orang
3. Setelah Indonesia Merdeka
Tionghoa, golongan ini memiliki
Tahun 1960 merupakan tahun
banyak tanah di sekitar Jakarta,
emas bagi hukum agraria nasional,
Karawang dan Bekasi yang disebut
karena pada tahun itulah lahir UU No.
“tanah pribadi” dengan “hak usaha”,
5 Tahun 1960 yang disebut Undang-
seperti hak masyarakat hukum adat
Undang Pokok Agraria (UUPA).
apabila tanah pribadi yang
Lahirnya UUPA yang memakan waktu
bersangkutan dikembalikan kepada
12 tahun persiapan memiliki arti
negara, maka hak usaha pemegang hak
penting bagi persoalan pertanahan
10 11
Boedi Harsono Boedi Harsono
440
442
445
Padahal, sejak tahun 1975 telah Orde Baru, hasil analisis Pusat Studi
terjadi perubahan mendasar dalam Properti Indonesia, di Jabodetabek saja,
kebijakan pembangunan di Indonesia, dari sekitar 87.500 hektar lahan yang
dengan mengutamakan upaya menjadi objek spekulasi dan
mendorong pertumbuhan. Hal ini terbengkalai, tertanam pinjaman bank
terlihat dengan dikeluarkannya senilai 65 triliun rupiah.
Permendagri No. 15 Tahun 1975 Kemudian pembahasan lengkap
tentang “Ketentuan Tentang Tata Cara tentang prasyarat pelaksanaan reforma
Pengadaan Tanah” yang pada intinya agraria dapat dilihat di Wiradi, dan
memberikan kemudahan kepada secara umum disebutkan bahwa untuk
investor dalam memperoleh tanah. pelaksanaan reforma agraria perlu:17
Berawal dari kebijakan ini dan (a) Kemauan politik pemerintah;
kebijakan serupa lainnya yang (b) Data yang lengkap dan akurat
mengikutinya, dimulailah era dimana tentang agraria;
tanah menjadi komoditas yang dibeli (c) organisasi rakyat/petani yang kuat;
dengan berbagai kemudahan bagi dan
investor untuk mendapatkannya.16 (d) Elit penguasa/birokrasi terpisah dari
Secara umum kebijakan ini elit bisnis.
menyebabkan tiga hal, yaitu: Empat hal di atas merupakan
(1) Kerentanan lahan pertanian dan syarat wajib bagi pelaksanaan reforma
tanah adat milik masyarakat adat agraria dan dilengkapi dengan syarat
berpindah tangan kepada investor di kecukupan, yaitu: adanya lembaga
berbagai bidang usaha, khusus yang menangani masalah ini,
(2) Maraknya sengketa tanah secara menurut Wiradi, semacam Badan
vertikal dan horizontal, Kewenangan. Pengalaman negara-
(3) Pengembangan penguasaan tanah negara yang berhasil melaksanakan
untuk kegiatan spekulatif. reforma agraria adalah pengelolaannya
Khusus untuk yang terakhir, ditangani oleh badan khusus.
menurut Roosita, menjadi salah satu
penyebab awal runtuhnya Pemerintah
17
Wiradi, G. “Data yang Lengkap dan Teliti
16
Andrew, 1986 dalam Suhendar dan Kosim, Penunjang Utama Program Reforma Agraria,”
Tanah Sebagai Komoditas, Kajian Kritis atas Makalah dalam Semiloka Metodologi
Kebijakan Pertanahan Orde Baru (Jakarta: Penelitian Agraria, Tanggal 13-15 September
ELSAM, 1996). 2000, PKA-IPB Bogor.
446
447
negatif dari kalangan sipil. Wahana prosesnya yang gelap dan manipulatif
adat untuk investasi perkebunan, Kerja telah melanggar Pasal 33 ayat (3)
449
dan (4) UUD 1945 tentang kewajiban undang ini. Dengan orientasi seperti ini,
negara atas sumber daya agraria mustahil membayangkan kehancuran
Indonesia untuk digunakan sebesar- bumi di masa depan.
besarnya kemakmuran rakyat melalui Akibatnya, undang-undang ini
demokrasi ekonomi. Parahnya, banyak semakin menjauhkan rakyat dari cita-
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) cita reforma agraria. Semangatnya
yang menguatkan hak konstitusional bukan untuk memperbaiki ketimpangan
rakyat, khususnya petani, nelayan, struktur agraria. Itu hanya akan
masyarakat adat, dan produsen pangan memperburuknya. Tak heran, alasan
kecil justru terkungkung oleh undang- utama masuknya persoalan tanah dan
undang ini. pengadaan tanah dalam undang-undang
Orientasi ekonomi-politik ini berasal dari argumen yang
undang-undang ini adalah membangun dikembangkan Menteri ATR/BPN
sistem ekonomi-politik yang liberal terkait pengaduan badan usaha
dan kapitalistik. Pemilik modallah yang (investor) kesulitan memperoleh tanah
semakin mendapatkan akses utama di Indonesia. Melalui argumentasi
terhadap hak atas tanah dan sumber “norma baru” menjadi jalan bagi RUU
daya alam. Sementara itu, petani, buruh Pertanahan yang gagal disahkan pada
tani, masyarakat miskin dan tak September 2019 karena mengandung
bertanah akan mengalami krisis yang sejumlah persoalan pokok, yang dapat
berlapis-lapis. Hal ini mengkhianati diselundupkan (copy-paste) ke dalam
cita-cita para founding fathers bangsa UU Cipta Kerja. Undang-undang ini
dalam Undang-Undang Pokok Agraria “malu-malu” bermaksud menggantikan
(UUPA) 1960 bahwa hak atas tanah prinsip-prinsip UUPA.18
mempunyai fungsi sosial, UU Cipta Dewi mengatakan, paradigma
Kerja mendorong liberalisasi sumber domein verklaring atau prinsip
daya agraria di Indonesia, karena tanah "bangsawan tanah" pada masa
menjadi barang komoditi, yang bebas pemerintahan kolonial yang telah
ditransaksikan bagi pemilik modal dan dihapuskan oleh UUPA, nyatanya
badan usaha raksasa. Sederhananya, dihidupkan kembali oleh UU Cipta
penjualan tanah dan sumber daya alam Kerja. Caranya adalah dengan
negara adalah karakter dari undang-
18
Wiradi
450
453