Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)
I. PENGANTAR
Tulisan ini ditujukan untuk acara Diskusi tentang "Strategi Percepatan
Reformasi Agraria dan Perhutanan Sosial", 19 Januari 2018, Gedung Manggala
Wanabhakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Jakarta.
Sebagai salah seorang Pembicara, Kami diminta membahas topik: "Reforma
Agraria dan Hutan Sosial Jalan Menuju Keadilan Sosial".
MEH/NSEAS Page 1
yang disebut Perhutanan Sosial, dimana masyarakat diberi akses kelola hutan
selama 35 tahun dan dapat diperpanjang, namun tidak untuk dimiliki.
Total yang dicadangkan adalah 12,7 juta ha. Saat ini sudah terealisasi 1,4 juta
ha dari target 4,3 juta ha sampai tahun 2019.
MEH/NSEAS Page 2
Bagi petani penggarap hutan negara di Pulau Jawa selama ini terdapat
memang secara legal, tetapi dibatasi hanya dua tahun. Setelah itu hubungan
hukum petani penggarap dengan tanah menjadi terputus sehingga tidak lagi
memiliki kepastian hukum. Jika petani penggarap tersebut terus melakukan
kegiatan usaha di tanah negara itu maka akan dituduh sebagsi kegiatan ilegal.
Persoalan ketidakpastian tata batas hutan ini tidak hanya menimpa masyarakat
adat ataupun masyarakat lokal yang berdiam dan memanfaatkan lahan dan
sumber daya di dalam kawasan hutan, tetapi juga institusi yang memiliki izin
usaha kehutanan dan pemerintah. Di tingkat lapangan batas yang berupa
patok batas hutan juga seringkali tidak jelas sehingga sulit diverifikasi dalam
pembuatan berita acara.
MEH/NSEAS Page 3
Pemerintah lewat Kemenhut telah mengatur proses pengukuhan kawasan
hutan lewat berbagai aturan, diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor
44/2004 tentang Perencanaan Hutan, Permenhut Nomor P.47/2010 tentang
Panitia Tata Batas dan Permenhut P.50/Menhut‐II/2011 tentang Pengukuhan
Kawasan Hutan. Namun ketiga peraturan ini dinilai masih memiliki kelemahan.
MEH/NSEAS Page 4
miskin semakin banyak dapat memanfaatkan tanah negara seluas 2 Hektar.
Dampak positif kebijakan perhutanan sosial ini membuka jalan bagi petani
penggarap khususnya untuk memperoleh kondisi keadilan sosial lebih baik.
Struktur pemilihan tabah yang sangat timpang akan berubah menjadi kurang
timpang terutama di sekitar dan di dalam kawasan hutan negara.
Untuk Permen LHK No.P. 39 Tahun 2017, luas tanah negara potensial dapat
dimanfaatkan masyarakat miskin di wilayah kerja Perhutani di Puisi Jawa
sekitar seluas 1 (satu) juta Hektar. Namun, realisasi hingga 2017 baru seluas
belasan ribu ribu Hektar. Masih sangat jauh dari luas potensial yang dapat
dimanfaatkan.
MEH/NSEAS Page 5
V. PENUTUP
MEH/NSEAS Page 6