Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Judul: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DALAM PENGELOLAAN


HUTAN KOTA

Disusun oleh:

Nama: Putra Berkati Halawa


Nim : NE20255106
Kelas : Vl B sore

Fakultas: Sekolah ilmu administrasi negara Cimahi


DAFTAR ISI

JUDUL…………………………………………………………………………….

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..
1. Latar Belakang…………………………………………………………...

BAB II TINJAUAN UMUM……………………………………………………..


A. Tinjauan Umum Tentang Hak Menguasai Negara…………………………
B. Tinjauan Umum Penatagunaan Tanah Perkotaan………………………….

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………….


A. Pelaksanaan Kebijakan dalam Pengelolaan Hutan Kota berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota…………….
B. Kendala Yang di Hadapi Pemerintah dalam Pengelolaan Hutan
Kota………

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………
A. Kesimpulan……………………………………………………………………
B. Saran ………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat
setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang
meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome
bagi masyarakat (Akib & Tarigan, 2008). Tahap implementasi kebijakan
menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah
benar–benar aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan
output dan outcomes seperti yang telah direncanakan. Output dapat
dikatakan sebagai hasil langsung dari kebijakan yang telah ditetapkan.
Sedangkan outcome merupakan sebuah dampak dari suatu kebijakan
tersebut (Indiahono, 2009).
Hutan Rakyat merupakan salah satu dari bentuk perhutanan sosial
yang keberadaannya tertuang dalam Peraturan Mentri Lingkungn Hidup
dan Kehutanan Nomer P.83 tahun 2016 tentang kehutanan sosial, pasal 1
ayat (1) disebutkan bahwa Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan
hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan Negara atau hutan
hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau
masyarakat hukum adat Menurut Harjono (2010) Hutan Rakyat di
Indonesia berdasarkan jalannya kebijakan dimulai pada tahun 1952, yaitu
dengan dimulainya upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang
dikenal dengan istilah penghijauan, dengan program kegiatan Penghijauan
Tanah Kering (PTK), perjalanan penghijauan dalam bentuk program Hutan
Rakyat pada Orde Lama lebih menitik beratkan pada pemanfaatan lahan
kosong yang ada di pulau jawa yang didorong oleh faktor kebutuhan kayu
yang meningkat, pada era Orde Baru pemerintah menitik beratkan
pembangunan Hutan Rakyat untuk memulihkan lahan kritis dan masih
mengkesampingkan penghasilan masyarakat hutan, sedangkan pada era
Reformasi yang diiringi dengan pelaksanaan Otonomi Daerah mulailah
kewenangan daerah dalam kawasan hutan dikenalkan (Mahrus, 2012)
Hutan Rakyat merupakan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari
maka manfaat yang dirasakan oleh masyarakat tidak hanya keuntungan
dari aspek ekonomi saja, juga harus menyadari keuntungan ekologi,
sesuai dengan pendapat (Budiantoro, 2008) bahwa masyarakat lokal
memperoleh keuntungan dari kegiatan pengelolaan hutan meliput
manfaat ekonomi; yaitu dalam hal peningkatan kesejahteraan dan
pendapatan daerah, manfaat ekologi; hutan sebagai penyimpan air,
pencegah erosi, dan lain lain, dan manfaat sosial yaitu meningkatnya rasa
kolektivtas atau gotong royong. Dibalik luasnya hutan yang dimiliki
Negara Indonesia yaitu seluas 95.480,0 juta ha banyak melewati masalah
dalam pengelolaan didalamnya. Bermulai dari pembalakan liar, konflik
antar masyarakat dan perusahan 2 pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya
dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman
Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Hutan. 1. Menurut
Harjono (2010) Hutan Rakyat di Indonesia berdasarkan jalannya kebijakan
dimulai pada tahun 1952, yaitu dengan dimulainya upaya rehabilitasi lahan
dan konservasi tanah yang dikenal dengan istilah penghijauan, dengan
program kegiatan Penghijauan Tanah Kering (PTK), perjalanan
penghijauan dalam bentuk program Hutan Rakyat pada Orde Lama lebih
menitik beratkan pada pemanfaatan lahan kosong yang ada di pulau jawa
yang didorong oleh faktor kebutuhan kayu yang meningkat, pada era Orde
Baru pemerintah menitik beratkan pembangunan Hutan Rakyat untuk
memulihkan lahan kritis dan masih mengkesampingkan penghasilan
masyarakat hutan, sedangkan pada era Reformasi yang diiringi dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah mulailah kewenangan daerah dalam
kawasan hutan dikenalkan (Mahrus, 2012).
Hutan Rakyat merupakan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Lestari maka manfaat yang dirasakan oleh masyarakat tidak hanya
keuntungan dari aspek ekonomi saja, juga harus menyadari keuntungan
ekologi, sesuai dengan pendapat (Budiantoro, 2008) bahwa masyarakat
lokal memperoleh keuntungan dari kegiatan pengelolaan hutan meliput
manfaat ekonomi; yaitu dalam hal peningkatan kesejahteraan dan
pendapatan daerah, manfaat ekologi; hutan sebagai penyimpan air,
pencegah erosi, dan lain lain, dan manfaat sosial yaitu meningkatnya rasa
kolektivtas atau gotong royong. Dibalik luasnya hutan yang dimiliki
Negara Indonesia yaitu seluas 95.480,0 juta ha banyak melewati masalah
dalam pengelolaan didalamnya. Bermulai dari pembalakan liar, konflik
antar masyarakat dan perusahan 2. pengelola hutan atau di sebut Hutan
Tanaman Industri (HTI), konflik antar pemegang Hak Penguasaan Hutan
(HPH) dengan masyarakat sekitar hutan dan Kebakaran Hutan. Tercatat
dalam Food Agricultural Organization (FAO) bahwa kurang lebih sebanyak
550.000 hektar kayu hutan telah ditebang dengan sengaja setiap tahun
antara tahun 1976-1980. Pada tahun 1998, kerusakan hutan akibat
konsensi HPH mencapai 16,6 juta hektar. (Hidayat, 2011) Data tersebut
menunjukkan bahwa pengelolaan hutan di Indonesia tidak benar-benar
menerapkan prinsip lestari, sehingga hutan semakin mengalami
deforestasi serta kehidupan masyarakat lokal kian memburuk baik di segi
sosial maupun ekonomi. Pemerintah tentunya mengambil sikap sebagai
fungsi legislatifnya dengan mengeluarkan regulasi yang diharapkan dapat
membantu peningkatan pengelolaan hutan rakyat diantaranya Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 49 Tahun
2016 Tentang : Pedoman Penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat, dan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor
85 Tahun 2016 Tentang : Penatausahaan Hasil Hutan Hak/ Hutan Rakyat
dapat mendukung keberlangungan eksistensi Hutan Rakyat dan
diharapkan meminimalisir terjadinya pembalakan liar serta alih fungsi
lahan sehingga mampu meningkatkan penghasilan masyarakat dan
penghasilan daerah. . 3 Hutan rakyat di Pulau Jawa dewasa ini telah
menjadi sebuah fenomena sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan yang
sangat luar biasa. Data Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhuanan Sosial
(RLPS), Kementerian Kehutanan menyebutkan bahwa luas total hutan
rakyat di seluruh Indonesia mencapai 3.589.343 Ha, dimana 2.799.181 Ha
atau 78 Persen diantaranya terdapat di Pulau Jawa. Berdasarkan data
BPKH Wilayah XI tahun 2009, komposisi sebaran tersebut adalah: Jawa
Barat dan Banten 1,2 juta ha, Jawa Tengah 747.000 Ha, Daerah Istimewa
Yogyakarta 111.000 Ha, Jawa Timur 641 ribu ha. (BPKH Wilayah XI, 2010).
Keberadaan hutan rakyat di Daerah istimewa Yogyakarta ataupun
disetiap provinsi sangatlah penting disamping sebagai paru-paru kota
juga sebagai penyimpan cadangan air untuk keberlangsungan kebutuhan
masyarakat. Meski begitu Felix Tri Yuwono, Wakil Ketua Ikatan Penyuluh
Kehutanan Indonesia (IPKINDO) menyatakan total luas hutan di Daerah
Istimewa Yogyakarta baru 17 Persen dari keseluruhan luas wilayah
Yogyakarta, angka tersebut terdiri dari 5 Persen Hutan Negara dan 12
Persen Hutan Rakyat. Jika di kalkulasikan dalam bentuk luas hutan rakyat
saat ini mencapai 76.000 Ha dan hutan Negara 18.000 Ha. (Purnandaru,
2017). Salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang
mengelola Hutan Rakyat yaitu Kabupaten Bantul.
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Hak Menguasai Negara


Dalam hal kaitannya dengan hutan kota, hak menguasai Negara
tidak terlepas dari pemanfaatan ruang dan penyediaan tanah.Konsep
hubungan manusia dengan tanah dapat dilihat dari hubungan
manusia dengan tanah yang bersifat kondrati, yaitu hubungan
manusia dengan tanah dapat dikatakan bahwa sejak manusia lahir
hidup dan berkembang sehingga akhir hajatnya senantiasa
membutuhkan tanah. Hak menguasai Negara mempunyai arti Negara
mempunyai wewenang untuk mengatur peruntukkan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan tanah, untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Hak menguasai negara adalah sebutan yang
diberikan oleh UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum
kongkrit antara negara dan tanah indonesia, yang rincinya terdapat
dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960; (1)tas
dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan
hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung Sri Susyanti
Nur.2010.
Bank Tanah ALternatif Penyelesaian Masalah PenyediaanTanah
Untuk Pembangunan Kota Berkelanjutan didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara termaksud
dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang- orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angkasa.

Mengenai tugas kewenangan yang disebut dalam Pasal 2 ayat 2 huruf


a terdapat ketentuannya yang khusus dalam Pasal 14 yang mewajibkan
pemerintah untuk menyusun suatu “rencana umum” yang kemudian di
rinci lebih lanjut dalam rencana regional dan daerah oleh pemerintah
daerah. Kewenangan membuat rencana tersebut mendapat pengaturan
umum dalam undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.
Penataaan ruang sendiri mempunyai pengertian suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.

B. Tinjauan Umum Penatagunaan Tanah Perkotaan


1. Pengertian Penatagunaan Tanah
Saat ini tanah merupakan resource yang memiliki posisi strategis
dalam kontek pembangunan nasional. Segala rencana dan bentuk
pembangunan hampir seluruhnya memerlukan tanah untuk
aktifitasnya.. Seperti yang telah dimaklumatkan dalam Pasal 1
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004, yang dimaksudkan
penatagunaan tanah yaitu10: “Sama dengan pola pengelolaan tata
guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui
pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah
sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara
adil.”Penatagunaan tanah sebagaimana di maksud merujuk pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan
seperti tercantum pada Pasal 3 mengenai tujuan dari penatagunaan
tanah. Tujuan dari penatagunaan tanah adalah sebagai berikut :
a. Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
b. Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah.
c. Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah
serta pengendalian pemanfaatan tanah.
d. Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan
memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan
hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
yang telah diterapkan. Dari sini dapat kita telaah bahwasannya,
penatagunaan tanah merupakan ujung tombak dalam
mengimplementasikan Rencana Tata Ruang Wilayah seperti halnya
pengadaan hutan kota di setiap wilayah.Posisi penatagunaan tanah
juga semakin jelas seperti yang dijabarkan dalam Pasal 33
Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,
dimana pemanfaatan ruang mengacu pada rencana tata ruang yang
dilaksanakan dengan penatagunaan tanah, penatagunaan air, dan
penatagunaan udara. Pada hakekatnya, tanah sebagai unsur yang
paling dominan dalam penataan ruang, telah dilandasi dengan
Peraturan Pemerintah, memiliki peran yang paling strategis dalam
mewujudkan penataan ruang.

2. Penatagunaan Tanah kaitannya dengan Penataan Ruang


Pada umumnya tanah-tanah di perkotaan dipergunakan
bagikehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat. Penggunaan
tanah bagi kehidupan social misalnya untuk pembangunan tempat
rekreasi, sarana olah raga, sekolah, pemukiman warga, dan sebagainya.
Sedangkan penggunaan tanah bagi kehidupan ekonomi bias dilihat pada
pembangunan pertokoan, pabrik, dan sarana-sarana lainnya yang
berkaitan dengan aspek ekonomi.
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan kebijakan dalam pengelolaan hutan Kota berdasarkan


Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

Ruang terbuka hijau terdiri atas ruang terbuka hijau publik dan
ruang terbuka hijau privat. Khusus ruang terbuka hijau publik dalam hal ini
hutan kota sangatlah sempit di banding kota-kota lain yang ada di
Sulawesi selatan, hal ini dikarenakan faktor luasan tanah yang ada di kota
Pekanbaru. Untuk ruang terbuka hijau privat pun bisa dikatakan masih
kurang, sesuai himbauan pemerintah seharusnya ada bagian resapan air
dalam setiap rumah, dalam hal ini diperlukan partisipasi masyarakat yakni
menanam satu pohon dalam setiap rumah.

2. Pihak Berkepentingan dalam Penataan Serta Pengelolaan Ruang


Terbuka Hijau di Wilayah Kota

Dalam penataan dan pengelolaan ruang terbuka hijau banyak


pihak yang berkepentingan di dalamnya yakni pemerintah, peran
swasta, dan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini merupakan
pembuat kebijakan dan memberikan fasilitas dalam pembangunan
berbagai bentuk ruang terbuka hijau. Peran swasta dan masyarakat
merupakan pihak-pihak yang menyediakan, memanfaatkan, dan
melaksanakan pengadaan ruang terbuka hijau di setiap kota. Penataan
dan pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota peranan pemerintah Kota
sangatlah penting, hal ini berkaita dengan proses perencanaan,
penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau itu sendiri.

B. Kendala Yang Dihadapi Pemerintah Dalam Pengelolaan Hutan Kota


Pada Umumnya tiap kota besar di Indonesia ini cenderung memiliki
permasalahan yang sama dalam hal penataan hutan kota dalam
mewujudkan ruang terbuka hijau. Permasalahan yang paling mendasar
adalah minimnya tempat atau lahan yang tesedia telah digunakan untuk
berbagai kawasan seperti permukiman, industri, perdagangan dan berbagai
kawasan terbangun lainnya. Selain itu minimnya kesadaran masyarakat
yang masih kurang akan pentingnya hutan kota di sekitar lingkungan
mereka yang menjadi penyebanya. Berikut ini beberapa hal yang menjadi
permasalahan dalam penataan hutan kota dalam mewujudkan ruang
terbuka hijau.
1. Terbatasnya lahan yang bisa digunakan untuk pembangunan kawasan
hutan kota.
2. Minimnya anggaran biaya bagi pengelolaan kawasan hutan kota Dalam
pengelolaan kawasan hutan kota
3. Lemahnya kesadaran masyarakat dalam pengembangan hutan kota.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penataan hutan kota dalam mewujudkan ruang terbuka hijau di
wilayah kota masih berpedoman pada Peraturan Daerah Kota. Hal ini
dikarenakan sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang khusus
mengatur tentang penataan hutan kota tersebut. Dalam implementasi
penataan hutan kota terbagi menjadi dua bagian yang dalam hal ini yakni
perencanaan dan pemanfaatan. Dalam perencanaan penataan hutan kota,
Pemerintah Kota telah merencanakan berbagai rencana dengan
menetapkan berbagai kawasan sebagai kawasan hutan kota. Walaupun
sangat susah direalisasikan, kawasan hutan kota pada tahun ini mulai ada
peningkatan walaupun masih dibawah target ruang terbuka hijau.
Sampai saat ini sekiranya ada sepuluh kawasan hutan kota yang telah
terrealisasi .Dalam hal pemanfaatan ruang, pembangunan hutan kota pun
sama halnya ruang terbuka hijau masih sangatlah minim. Rencana
pembangunan hutan kota sulit direalisasikan karena banyak faktor. Selain
itu, terdapat berbagai kawasan yang direncanakan sebagai kawasan
hutan kota tetapi sangat sulit.

B. Saran
1. Setelah mengerjakan makalah ini ternyata penulis menemukan berbagai
kendala sehingga penataan hutan kota dalam mewujudkan hutan kota
sangat sulit direalisasikan. Oleh karena itu, berdasarkan hasil makalah saya,
penulis memberikan beberapa saran yang diharakan dapat menjadi
masukan bagi pemerintah dan juga masyarakat kota , yakni;
2. Pemerintah kota diharapkan dapat segera membuat peraturan mengenai
hutan kota atau pun ruang terbuka hijau sehingga dengan adanya peraturan
daerah tersebut diharapkan dapat memberi sanksi terhadap para pihak yang
seringkali mengalihfungsikan lahan yang direncanakan sebagai kawasan
ruang terbuka hijau menjadi kawasan yang bernilai ekonomis.

Anda mungkin juga menyukai