Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MINI PAPER

POSISI KPH PASCA BERLAKUNYA UU NO 11 TAHUN 2020 (UUCK) dan PP 23


TAHUN 2021 (PENYELENGGARAAN KEHUTANAN)

Oleh:
Nama : Aqilla Khaizuran Putra Sudrajat
NIM : 22/505941/SV/22004
Kelas : B

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2022
I. PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Hutan Indonesia terkadang disebut sebagai paru-paru dunia, dan menyediakan


oksigen bagi organisme yang dapat menyerap karbon dari atmosfer. Gas oksigen
dihasilkan dengan merusak karbon dioksida, yang dibutuhkan manusia untuk bernafas,
dan inilah mengapa mereka sangat penting bagi kita. Indonesia sendiri memiliki hutan
yang luas dengan keragaman jenis flora dan fauna yang ada. Hutan merupakan sumber
daya alam yang berperan penting pada lini kehidupan, baik dari ekonomi, sosial,
budaya, dan lingkungan
Dalam menjaga luas hutan di Indonesia tersebut diperlukanya suatu badan yang
mengelola hutan di indonesia. Badan tersebut mengelola hutan Indonesia agar potensi
sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara maksimal dengan memperhatikan
pemeliharaan kelestarian flora dan fauna yang ada. Badan tersebut di Indonesia adalah
KPH atau kepanjangan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan. KPH di Indonesia bertugas
mengawasi tentang batas-batas kawasan hutan negara di Indonesia.
Namun berbagai peraturan-peraturan baru bermunculan setelah pembentukan
KPH sesuai UU 41 Tahun 1999. Seiring perubahan peraturan posisi dari KPH sendiri
berubah. Posisi KPH berubah salah sattunya pasca berlakunya UU No. 11 Tahun 2021
dan PP 23 tahun 2021.

b. Rumusan masalah
- Apa posisi KPH setelah di terbitkanya UU No. 11 Tahun 2021?
- Apa posisi KPH setelah di terbitkanya PP 23 tahun 2021?

c. Tujuan
- Mengetahui posisi KPH setelah di terbitkanya UU No. 11 Tahun 2021
- Mengetahui posisi KPH setelah di terbitkanya PP 23 tahun 2021

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Indonesia terkadang disebut sebagai paru-paru dunia, dan menyediakan


oksigen bagi organisme yang dapat menyerap karbon dari atmosfer. Gas oksigen
dihasilkan dengan merusak karbon dioksida, yang dibutuhkan manusia untuk
bernafas, dan inilah mengapa mereka sangat penting bagi kita. Indonesia sendiri
memiliki hutan yang luas dengan keragaman jenis flora dan fauna yang ada
(Shafitri, Prasetyo, & Haniah, 2018)
Hutan merupakan sumber daya alam yang berperan penting pada lini
kehidupan, baik dari ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan (Widodo & Sidik,
2020)
III. PEMBAHASAN

Hampir separuh (46,5% atau 55,93 juta hektar) dari 120,3 juta hektar
lahan hutan negara tidak dikelola secara aktif. 30 juta hektar hutan berada di
bawah yurisdiksi pemerintah daerah di beberapa lokasi ini. Hanya 64,37 juta
hektar (53,5%) hutan dunia yang dikelola secara ketat. Sebagian besar kawasan
hutan yang dikelola secara intensif adalah hutan produksi, dengan luas 36,17
juta hektar yang tercakup dalam Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK). dimana 324 entitas perusahaan mengelola lebih dari 26,2 juta hektar
wilayah dengan menggunakan sistem hutan alam. Ada 534 tempat yang
membentuk 28,2 juta Ha pengelompokan hutan konservasi dan yang dikelola
dengan sistem Ha.
Namun, terdapat konflik antara wilayah yang dikelola dan tidak
dikendalikan atau potensi konflik tentang pemanfaatan hutan. Konflik antara
hutan negara dengan masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal lainnya,
pembangunan desa dan kota, serta adanya izin sektor lain yang sebagian besar
sebenarnya berada di kawasan hutan diperkirakan terjadi di area seluas 17,6
hektar. juta Ha hingga 24,4 juta Ha hutan. Hilangnya insentif tertentu untuk
menjaga hutan alam yang masih ada serta disinsentif untuk melestarikan hasil
restorasi hutan dan lahan disebabkan oleh tidak adanya pengelolaan hutan,
konflik, atau potensi konflik. Luasnya hutan yang tidak dikelola di seluruh
negeri inilah yang membuat pemerintah lemah. Untuk keperluan inilah
pembangunan KPH menjadi solusi strategis yang tidak dapat dihindari.
Menurut UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan ,PP 44/2004 tentang
Perencanaan Kehutanan, PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan,
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, PP 38/2007
tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah,
Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH,
Permenhut P. 6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
(NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPH Lindung (KPHL) dan KPH Produksi
(KPHP), danPermendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata
Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi di Daerah. 1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menerangkan
bahwa unsur-unsur utama dari konten yang menjadi landasan kebijakan untuk
pengembangan KPH dibahas berdasarkan undang-undang ini. Untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat, pemerintah menguasai semua hutan yang ada di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk kekayaan alam yang
dikandungnya. Dalam konteks penguasaan ini, negara memberikan izin kepada
pemerintah untuk mengurus dan menguasai segala sesuatu yang berkaitan
dengan hutan. Untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, pengelolaan hutan
berusaha untuk memaksimalkan manfaat sekaligus adaptif dan lestari, antara
lain: Perencanaan kehutanan, Pengelolaan hutan, Penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan Pengawasan.
Namun setelah di terbitkanya UU No. 11 Tahun 2021 dan PP 23 tahun
2021 menerangkan bahwa aspek paling mendasar dari pengelolaan sumber daya
hutan diubah oleh Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang
penciptaan lapangan kerja. Omnibus law ini, yang bertujuan untuk
menggabungkan aturan hukum dan peraturan yang beragam, memunculkan
kemungkinan sinkronisasi pengelolaan hutan. Regulasi turunan UU Cipta Kerja
kini telah diterbitkan. Setidaknya lima dari 49 peraturan yang mengatur tentang
sumber daya hutan, antara lain PP No. 5/2021 yang mengatur tentang penerapan
izin usaha berbasis risiko, PP No. 22/2021 yang mengatur perlindungan dan
pengelolaan lingkungan, PP No. 23/ 2021 yang mengatur tentang
penatausahaan kehutanan, dan PP No. 24/2021 yang mengatur tentang tata cara
penerapan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak
yang berasal dari denda tata usaha. Posisi organisasi dalam kesatuan
pengelolaan hutan (KPH) telah berubah. Organisasi KPH bertugas
melaksanakan pengelolaan hutan sesuai dengan PP No. 23/2021, yang meliputi
perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, dan
pengawasan (pasal 40). Apa yang berfungsi sebelum Undang-Undang
Penciptaan Pekerjaan mulai berlaku sekarang diubah oleh aturan ini.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan terbaru, KPH yang


merupakan unit pelaksana teknis daerah (UPTD), kini menjadi organisasi
struktural dengan peran fasilitasi sesuai dengan tugasnya (pasal 123). Dasar
pemikiran undang-undang ini adalah untuk memasukkan KPH sebagai UPTD
dengan seperangkat norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) sendiri
sebagai komponen dari badan pelaksana daerah (OPD). Dengan kata lain,
UPTD KPH bukan sebagai entitas, kini berfungsi sebagai organisasi struktural
sebagai fasilitator, bukan lagi sebagai organisasi yang bisa memanfaatkan
sumber daya hutan secara langsung lagi. Hanya melalui izin usaha dan
perhutanan sosial semua jenis pemanfaatan hutan dan hasil hutan tersedia. Hal
ini disebabkan oleh fakta bahwa KPH tidak lagi dapat mengatur secara mandiri
bagaimana beberapa kawasan hutan yang tidak memiliki izin digunakan.
Dengan memberikan KPH salinan keputusan pelaksanaan hutan desa (Pasal
217) dan hutan rakyat (Pasal 222), lembaga ini hanya menjadi fasilitator,
menangani tugas-tugas administrasi semata daripada pengelolaan hutan di
lokasi. Berlawanan dengan masa lalu, kemitraan perhutanan sosial sekarang
tidak dapat berkolaborasi dengan KPH.

Hanya anggota masyarakat yang memiliki izin usaha atau BUMN


Kehutanan yang dapat berpartisipasi dalam kerjasama (pasal 244). Dalam
pengertian ini, perhutanan sosial yang beroperasi secara mandiri dapat
berkolaborasi dengan pihak lain (lihat pasal 206), tetapi pihak-pihak tersebut
bukanlah KPH.

IV. KESIMPULAN

Aspek paling mendasar dari pengelolaan sumber daya hutan diubah oleh
Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang penciptaan lapangan kerja.
Omnibus law ini bertujuan untuk menggabungkan berbagai peraturan perundang-
undangan. Peraturan turunan dari UU Cipta Kerja kini telah dikeluarkan. Posisi
organisasi dalam kesatuan pengelolaan hutan (KPH) berubah. Yang dulunya KPH
sebagai unit atau organisasi kesatuan pelaksana teknis daerah (UPTD) berubah
menjadi organisasi yang hanya berfunsi struktural sebagai fasilitator dengan sesuai
tanggung jawabnya.
V. DAFTAR PUSTAKA

Perubahan Substansial Manajemen Hutan di PP UU Cipta Kerja (forestdigest.com)


Berapa Luas Hutan Indonesia yang Benar? (forestdigest.com)
Sinpasdok KPH+ (menlhk.go.id)
Kesatuan Pengelolaan Hutan (menlhk.go.id)
Shafitri, L. D., Prasetyo, Y., & Haniah, H. (2018). Analisis Deforestasi Hutan Di
Provinsi Riau Dengan Metode Polarimetrik Dalam Pengindraan
Jauh. Jurnal Geodesi UNDIP, 7(1), 212-22
Indonesia. Undang-Undang Kehutanan,UU No. 41 Tahun 1999, LN No. 167
Tahun 1999, TLN No. 3888.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Standar Kegiatan
Usaha pada Penyelenggara-an Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No. 3 Tahun 2021. Berita
Negara No. 270 Tahun 2021.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Standar Kegiatan
Usaha pada Penyelenggara-an Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No. 5 Tahun 2021.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Standar Kegiatan
Usaha pada Penyelenggara-an Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No. 22 Tahun 2021.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Standar Kegiatan
Usaha pada Penyelenggara-an Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No. 23 Tahun 2021.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Standar Kegiatan
Usaha pada Penyelenggara-an Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No. 5 Tahun 2021.
Nugroho, Ardiyanto Wahyu. "Membaca Arah Perubahan Tata Kelola Kehutanan
Pasca-terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja."

Anda mungkin juga menyukai