Anda di halaman 1dari 78

PENYELESAIAN MASALAH PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN

KAWASAN HUTAN UNTUK PERKEBUNAN SAWIT RAKYAT

Maria SW Sumardjono
Rikardo Simarmata
Richo Andi Wibowo

Yayasan Kehati

2018

0
1
2
KATA PENGANTAR

Sejarah industri sawit Indonesia melibatkan dinamika politik dan ekonomi yang
kompleks. Dibangun di atas institusi alokasi lahan dengan kewenangan dan regulasi yang
tumpang tindih, praktik perkebunan sawit Indonesia ditenggarai sebagai salah satu pemicu
konflik sosial dan berbagai permasalahan lingkungan, seperti deforestasi, pembukaan lahan
gambut, polusi perairan, degradasi tanah dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Pelaku usaha perkebunan sawit yang bertanggungjawab atas kondisi tersebut


ternyata tak hanya perusahaan-perusahaan. Dirjenbun (2016) menyatakan bahwa dari total
luasan kebun sawit Indonesia sekitar 11.67 juta hektar, 4.76 juta hektar adalah perkebunan
rakyat. Tanpa terelakkan, ekspansi penguasaan lahan untuk perkebunan sawit rakyat terus
berlanjut dan dilakoni oleh petani sampai ke kawasan hutan. Dalam situasi seperti ini, lahan
menjadi komoditas yang diperebutkan karena kesadaran masyarakat akan potensi ekonomi
yang besar melalui konversi/pembangunan perkebunan sawit.

Kondisi ini menjadi perhatian khusus bagi Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI)
yang saat ini tengah melaksanakan program Penguatan Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO). Dalam program ini, KEHATI melakukan identifikasi dan pengkajian terhadap fenomena
kebun sawit rakyat di kawasan hutan atau kawasan yang bernilai ekosistem penting, dan juga
mencari opsi-opsi langkah sebagai jalan keluar.

Untuk memperkuat identifikasi dan kajian tersebut, dibutuhkan sebuah pendalaman


dan pengkajian dari sisi hukum. Kebijakan yang sudah ada saat ini, seperti TORA (Tanah Objek
Reforma Agraria) dan Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam
Kawasan Hutan masih problematik dalam pelaksanaannya di lapangan. Di sisi lain, kewajiban
pemerintah untuk menegakkan hukum pidana bagi pelaku penggunaan hutan tanpa izin
seperti yang tersebut dalam UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan juga menjadi obstacle yang lain.

Kajian ini diharapkan dapat merumuskan rekomendasi bagi para pengambil kebijakan
untuk dapat mengambil langkah terbaik dan terobosan hukum untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada di lapangan.

Team leader Program Penguatan ISPO

Irfan Bakhtiar

3
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan 2
1.1. Latar Belakang 2
1.2. Fokus Kajian 9
1.3. Metode Kajian 9
1.4. Organisasi Laporan 10
BAB II Kebijakan Kehutanan Mengenai Reforma Agraria dan Perlindungan Hutan 11
2.1. Reforma Agraria 15
2.2. Perlindungan Hutan 22
2.3. Kesimpulan 26
BAB III Regulasi Reforma Agraria dalam Kawasan Hutan dan Kendala Implementasi 28
3.1. Regulasi Reforma Agraria di Bidang Kehutanan 28
3.2. Penguasaan Kawasan Hutan untuk Kebun Sawit Rakyat 38
3.3. Kendala-kendala Implementasi Perpres No. 88/2017 42
BAB IV Pilihan-pilihan Strategi Pelaksanaan Reforma Agraria dalam Kawasan Hutan 47
4.1. Strategi Impementasi Perpres No. 88/2017 48
4.2. Strategi Implementasi PermenLHK No.83/2016 58
BAB V Kesimpulan 63
Bahan Bacaan 65

4
5
1.1 Latar belakang paksa dilakukan. Itu sebabnya, penyebutan
Kawasan hutan negara (baca: kawas- angka luasan kawasan hutan oleh Pe-
an hutan) telah lama menjadi arena kon- merintah sebenarnya tidak merefleksikan
testasi antara negara, pengusaha dan ma- keadaan di lapangan yakni berlangsungnya
syarakat dalam penguasaan dan peman- kontrol efektif oleh negara. Di areal-areal
faatannya. Kontestasi muncul karena hak pengusahaan atau pemanfaatan hutan
negara, di satu sisi, berkehendak me- yang berlokasi di hutan produksi, negara
ngontrol kawasan hutan dengan me- membebankan tugas mengontrol kepada
nerapkan strategi teritorilisasi, dan di sisi pemegang hak atau izin. Di hutan lindung
lain, masyarakat sangat tergantung dengan dan hutan konservasi, kontrol negara
sumber daya hutan baik untuk kegiatan relatif tidak efektif karena keterbatasan
ekonomi, religi maupun budaya. Karena sumber daya pemerintah untuk me-
keterbatasan sumber daya dan ke- nyelenggarakan perlindungan, pengawas-
pentingan ekonomi-politik elit berkuasa, an, dan penegakan hukum.
negara tidak mengusahakan sendiri ka- Tindakan masyarakat menguasai dan
wasan hutan yang dikontrolnya, melainkan memanfaatkan kawasan hutan secara
menyerahkan kepada usaha-usaha skala melawan hukum bisa dijelaskan dengan
besar. Akibatnya, pada kawasan hutan pro- tiga cara. Pertama, situasi tersebut me-
duksi, kontestasi di tingkat lapangan ter- rupakan konsekuensi logis dari metode
jadi antara perusahaan dengan ma- dan proses pengukuhan kawasan hutan
syarakat. yang tidak menghormati dan melibatkan
Dalam perkembangannya, pelaksa- masyarakat yang berkepentingan dengan
naan strategi teritorilisasi dengan cara me- hutan. Kedua, pertumbuhan penduduk
nentukan batas-batas kawasan hutan yang dan pertambahan kebutuhan masyarakat
menghasilkan peta kawasan hutan ber- diikuti oleh kebutuhan lahan-lahan baru
langsung beriringan dengan bertambahnya untuk dimanfaatkan. Ketiga, situasi ter-
penduduk dan penggunaan kawasan hutan sebut sekaligus menandakan bahwa hutan
oleh masyarakat. Penetapan kawasan hu- untuk rakyat yang sudah didengungkan
tan tidak serta merta mengurangi atau mulai dekade 80-an, baru sebatas slogan
menghentikan kegiatan penguasaan dan yang tidak kunjung mewujud di lapangan.
pemanfaatan kawasan hutan oleh ma- Ketiga hal diatas merupakan penyebab
syarakat, sekalipun berbagai pengusiran berlangsungnya penguasaan kawasan hu-

6
tan oleh masyarakat. Ketiganya hadir pada Javlec 2018, hal. 19). Selain itu, kelapa
saat bersamaan yang membuat jumlah sawit dianggap tidak rewel karena tidak
orang yang melakukan penguasaan begitu menuntut perawatan yang intensif. Kelapa
besar dengan luasan hingga kini mencapai sawit tidak hanya memikat orang-orang
17,4 juta ha.1 yang sudah berprofesi sebagai pe-tani
Sejak awal tahun 2000-an, faktor tetapi juga orang-orang yang se-belumnya
pertambahan jumlah penduduk berjumpa berprofesi sebagai pegawai ne-geri dan
dengan dua faktor lain yang melipat- orang-orang yang sebelumnya be-kerja
gandakan penguasaan kawasan hutan oleh informal. Mereka mendapatkan lahan de-
masyarakat. Kedua faktor lainnya adalah, ngan cara membelinya dari pen-duduk
pertama, munculnya areal-areal dalam lokal. Keberhasilan golongan ini yang di-
kawasan hutan yang ‘tidak bertuan’ se- tandai dengan kesejahteraan, pada akhir-
telah ditinggalkan oleh pemegang hak nya mendorong penduduk lokal untuk juga
pengusahaan hutan (HPH) karena ber- menggarap lahannya dengan ditanami
akhirnya masa berlaku hak atau izin. Dalam kelapa sawit.
perbincangan publik areal-areal seperti ini Pada waktu gelombang pembukaan
sering disebut sebagai lokasi tak bertuan lahan-lahan baru untuk ditanami produk-
alias open access. Kedua, kenaikan harga produk pertanian yang sedang laku di
pasar produk pertanian/perkebunan ter- pasar domestik dan internasional berlang-
tentu yang menstimulasi para petani untuk sung, lahan-lahan di luar kawasan hutan
menggarap lahan milik dan sebagian mem- sudah sangat terbatas. Di beberapa tempat
buka lahan-lahan baru dengan tujuan men- seperti pada sejumlah desa di Ka-bupaten
dapatkan untung yang lebih besar. Pelalawan (Riau), lahannya sama sekali
Salah satu tanaman pertanian yang tidak ada karena sudah terbagi habis keda-
memikat petani dalam kurun waktu 20 lam penguasaan perorangan (penduduk lo-
tahun terakhir adalah kelapa sawit. Tanam- kal dan pendatang) dan badan hukum (pe-
an ini disukai karena harga yang relatif rusahaan). Dalam situasi tersebut lahan ya-
stabil dan menguntungkan di-banding ng tersedia dan berlokasi tidak jauh dari
dengan produk tanaman lainnya (IRE dan perkampungan atau areal ladang dan ke-

1Transtoto Handadhari, 2017,”Memutihkan


Penguasaan Ilegal Tanah Hutan, Kompas, 8
November 2017.

7
bun masyarakat adalah kawasan hutan. lakukan dengan tidak mengantongi izin.
Sasaran paling empuk untuk dibuka, di- Kebijakan tersebut berkembang dari pe-
garap dan dikuasai adalah areal eks HPH riode ke periode dan dibedakan menurut
dan hutan lindung. Menyusul adalah ka- fungsi kawasan hutan. Secara umum ke-
wasan konservasi dan areal izin peman- bijakan tersebut terbagi menjadi dua yaitu,
faatan hutan yang masih aktif. Semakin pertama, melindungi kawasan hutan dari
tidak ada pemangku di tingkat lapangan tindakan-tindakan yang menyebabkan de-
yang mengelola kawasan hutan, semakin forestasi dan degradasi, dengan menegak-
rentan dari tindakan pendudukan. an hukum. Kedua, memperbolehkan tinda-
Besarnya penguasaan dan peng- kan penguasaan untuk dilanjutkan baik
gunaan kawasan hutan untuk ditanami ke- melalui skema perhutanan sosial (PS) atau
lapa sawit dalam kurun waktu 20 terakhir reforma agraria (RA).
tercermin dari angka 3,5 juta ha kawasan Kebijakan yang pertama yaitu me-
hutan yang ditanami kelapa sawit. Se- lindungi kawasan hutan dengan pe-
banyak 1,5 juta diantaranya adalah sawit negakan hukum menjadi pilihan pada se-
rakyat yang diartikan sebagai kebun yang tiap periode pemerintahan dengan per-
luasnya di bawah 25 hektar per bidang. bedaan pada tingkat keseriusan. Pemerin-
Luas kebun sawit swadaya sendiri secara tahan yang sekarang termasuk yang serius
nasional mencapai 4,7 juta ha.2 Adapun 2 menggalakan penegakan hukum untuk ke-
juta ha lainnya merupakan kebun sawit jahatan kehutanan. Pada tahun 2016 dari
skala besar yang dimiliki oleh perorangan 150 kasus yang sampai ke tahapan pe-
dan perusahaan baik dengan atau tanpa di- nuntutan, sebanyak 30 adalah kasus pe-
lengkapi hak. rambahan hutan.3 Dari jumlah tersebut
Kementerian Lingkungan Hidup dan mayoritas yang dijadikan terdakwa atau
Kehutanan (sebelumnya Kementerian Ke- terpidana adalah penduduk atau petani
hutanan) telah menyusun dan melaksana- lokal. Jumlahnya tidak sebanyak pelaku
kan berbagai kebijakan untuk menangani dari kalangan pengusaha. Penduduk atau
penguasaan kawasan hutan yang di- petani lokal yang menjadi terdakwa atau

2Lihat dalam 3Data dikutip dari


http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-497- http://gakkum.menlhk.go.id/compro/docs/Capaia
pemerintah-komitmen-membantu-petani-kelapa- nGakkum2016.pdf
sawit.html (diunduh pada tanggal 1 April 2018). (diunduh pada tanggal 1 April 2018).

8
terpidana sebagian merupakan korban Pada periode pemerintahan Joko
‘kriminalisasi’ karena mereka sebenarnya Widodo-Jusuf Kalla (2014-2019), baik ke-
sudah mendiami kawasan sebelum di- bijakan perlindungan kawasan hutan lewat
tunjuk dan sebagian sudah berada di situ penegakan hukum, dan pembolehan pe-
selama beberapa dekade sejak penunjukan nguasaan kawasan hutan oleh masyarakat,
dilakukan.4 sama-sama menjadi agenda prioritas. Hal
Seperti sudah dikemukakan, ke- itu dapat dilihat pada Rencana Pem-
bijakan yang kedua yaitu PS, sudah di- bangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-
berlakukan sejak dekade 80-an yang di- 2019, Perencanaan Strategis (2015-2019)
awali dengan skema hutan kemasyarakat- Kementerian Lingkungan Hidup dan Ke-
an (HKm) dan kemitraan antara perusaha- hutanan dan Badan Pertanahan Nasional,
an pemegang izin pengusahaan hutan dan dan Strategi Nasional Pelaksanaan Refor-
masyarakat sekitar. Dalam perkembangan- ma Agraria (2016-2019). Keduanya men-
nya, PS berkembang dengan kehadiran jadi prioritas dengan alasan yang berbeda
skema-skema baru seperti hutan desa namun sama-sama dianggap menentukan
(HD), hutan tanaman rakyat (HTR), ke- nasib masyarakat dan hutan di masa de-
mitraan, dan hutan adat. Kebijakan mem- pan.
perbolehkan penguasaan dalam kawasan Perlindungan kawasan dijadikan
hutan, diperkuat dengan diperkenalkan- agenda prioritas dengan alasan laju de-
nya RA dalam kawasan hutan. RA berbeda forestasi yang berimplikasi pada degradasi
dengan PS dalam hal status tanah yang di- fungsi ekologis kawasan hutan, respon
kuasai. Tanah-tanah yang menjadi objek negara-negara lain dalam bentuk ke-
RA (TORA) dalam kawasan hutan nantinya bijakan-kebijakan ekonomi dan perda-
akan menjadi tanah hak baik dalam bentuk gangan ekspor kehutanan Indonesia, dan
hak milik maupun hak guna usaha. Sedang- pembuktian janji Indonesia pada dunia
kan lahan-lahan untuk PS masih tercatat untuk mengurangi emisi karbon dari de-
sebagai tanah negara. forestasi dan degradasi sampai tahun

4 Sekedar menyebut contoh, untuk periode 2015- https://aa.com.tr/id/headline-hari/lsm-


2017 jumlah masyarakat yang menjadi korban masyarakat-adat-paling-banyak-hadapi-
kriminalisasi dari penegakan UU No. 18/2013 kriminalisasi /1069356
tentang Pencegahan dan Pemberantasan (diunduh pada tanggal 1 April 2018).
Perusakan Hutan, sebanyak 16 orang. Lihat dalam

9
2020.5 Kebijakan perlindungan juga dikait- dividu dan ke-lompok masyarakat yang
kaitkan dengan pengendalian kebakaran melakukan pe-nguasaan atas kawasan
hutan dan lahan (karhutla) dengan logika hutan dengan alasan dan latar belakang
semakin kecil penguasaan kawasan hutan yang variatif ser-ta dalam jangka waktu
secara melawan hukum semakin kecil ang- yang sudah lama. Fakta bahwa kawasan-
ka karhutla. kawasan yang dikuasai tersebut sudah
PS dan RA dalam kawasan hutan digunakan untuk pemukiman, fasilitas
adalah bagian dari kebijakan yang lebih umum, fasilitas sosial, sawah/ladang, dan
besar yaitu memperluas wilayah kelola kebun dan karena itu tutupan hutannya
rakyat. Pada pemerintahan Joko Widodo- sudah nyaris tiada, se-makin menguatkan
Jusuf Kalla, kebijakan ini diaksentuasi se- signifikansi PS dan RA. Kebijakan perluan
perti yang dapat dilihat pada Nawacita wilayah kelola rakyat tidak memandang
khususnya pada sejumlah program aksi. masyarakat yang melakukan penguasaan
Sasaran antara PS dan RA adalah menye- kawasan hutan tersebut sebagai pelanggar
lesaikan konflik-konflik penguasaan lahan hukum karena memanfaatkan kawasan
yang melibatkan masyarakat. Sedangkan hutan tanpa izin. Mereka justru dilihat
sasaran akhirnya adalah mengentaskan sebagai kelompok ‘korban’ kebijakan ke-
kemiskinan.6 Hutan adat dan RA mem- hutanan masa lampau atau warga negara
punyai tujuan lainnya yaitu pemenuhan yang memerlukan ke-hadiran negara untuk
hak-hak dasar masyarakat tempatan atau pemenuhan hak-hak konstitusional.
masyarakat hukum adat untuk hidup dan Pemikiran di atas mendasari pem-
tidak didiskriminasi. Dari sisi pemikiran hu- buatan Peraturan Bersama Menteri Dalam
kum, keduanya juga merupakan pem- Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pe-
berian kewenangan yang lebih besar dan kerjaan Umum, dan Kepala Badan Per-
kuat kepada masyarakat dalam menguasai tanahan Nasional tahun 2014 yang saat ini
dan mamanfaatkan tanah. Kebijakan PS sudah dinaikan statusnya menjadi Per-
dan RA dihadirkan dengan pengetahuan aturan Presiden No. 88/2017 tentang Pe-
dan kesadaran bahwa terdapat sekian in- nyelesaian Penguasaan Tanah dalam Ka-

5Ari Wibowo, 2013,”Kajian penurunan emisi gas 6Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, 2017,
rumah kaca sector kehutanan untuk mendukung “Pelaksanaan Reforma Agraria, Arahan kantor staf
kebijakan Perpres No. 61/2011”. Jurnal Analisis presiden: prioritas nasional reforma agrarian
Kebijakan Kehutanan, Vol. 10 No. 3, hlm. 235-254. dalam rencana kerja pemerintah tahun 2017, tidak
dipublikasikan.

10
wasan Hutan. Sebagai instrumen, kedua syarakat yang melakukan penguasaan di
peraturan tersebut sebenarnya hadir men- hutan konservasi, dan dampak-dampak so-
jadi pilihan bagi Pemerintah untuk meng- sial dan kultural dari penyelesaian dengan
atasi penguasaan kawasan hutan tanpa metode tertentu. Kajian ini bahkan
hak, selain dengan cara penegakan hukum. menunjukan bahwa bila diimplementasi-
Secara substansi, kedua peraturan ini me- kan Perpres ini bahkan akan menghambat
ngatur mengenai persyaratan dan proses atau mengugurkan hal-hal baik yang sudah
identifikasi subjek dan objek penguasaan ada pada peraturan perundang-undangan
kawasan hutan serta pilihan-pilihan pe- sebelumnya seperti Permen Lingkungan
nyelesaian yang didasarkan pada sejumlah Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) yang
pertimbangan seperti jenis pemanfaatan, mengatur mengenai hutan hak, peraturan
lama penguasaan, dan fungsi hutan. mengenai peta indikatif areal perhutanan
Namun sebagai instrumen pemerin- sosial, serta Permen Agraria dan Tata uang
tahan yang ditujukan untuk melindungi Tentang Hak Komunal.7
hak-hak masyarakat yang melakukan pe- Bayangan bahwa Perpres No. 88
nguasaan bidang tanah dalam kawasan hu- /2017 akan sulit mewujudkan tujuannya
tan (Bagian Konsideran Menimbang huruf untuk melindungi hak-hak masyarakat
a Perpres No. 88/2017), sejumlah ketentu- dengan ketentuan-ketentuan seperti itu,
an dalam peraturan ini dianggap berpoten- bertambah jelas bila membicarakan pe-
si menghalangi pencapaian tujuan ter- manfaatan kawasan hutan dengan ta-
sebut. Kajian bersama AMAN, Epistema naman sawit. Pasalnya, saat ini posisi
dan HUMA atas Perpres ini mengemuka- peraturan perundang-undangan kehutan-
kan ketentuan-ketentuan mengenai tahap- an memperlakukan tanaman sawit sebagai
an pengukuhan hutan (sebelum dan se- bukan tanaman kehutanan. Posisi ini yang
sudah penunjukan), jenis pemanfataan menjelaskan mengapa Permen LHK No.
berdasarkan fungsi hutan, dan pilihan- P.83/2016 tentang Perhutanan Sosial
pilihan penyelesaian, sebagai yang ber- hanya mentolerir tanaman sawit paling
potensi menyandung peraturan ini untuk lama 12 tahun terhitung sejak mulai di-
melindungi hak-hak rakyat. Kesimpulan tanam. Posisi demikian berpotensi mem-
tersebut didasarkan pada potret realitas buat jajaran birokrasi memahami kebun
lapangan yang terkena dampak dari sawit rakyat sebagai bidang tanah bukan
pemberlakuan Perpres seperti jumlah ma- objek reforma menurut Perpres No. 88

11
/2017, sekalipun peraturan ini tidak ekspli- peraturan ini usaha kebun sawit swadaya
sit menentukan demikian. berkesempatan memperoleh sertifikasi
Tidak bisa dipungkiri bahwa bila ISPO bila pemohon (koperasi, kelompok,
posisi Kementerian LHK dan ketentuan perorangan) melengkapi sejumlah doku-
peraturan perundang-undangan mengenai men diantaranya surat kepemilikan tanah
kebun sawit masih seperti yang Digambar- yang dapat berupa sertifikat, girik/leter C
kan diatas, kebijakan pemerintah untuk atau surat kepemilikan tanah syah lain-
mendukung pengembangan perkebunan nya.8 Bagi pemilik kebun-kebun sawit yang
sawit skala kecil atau kebun sawit rakyat, berada dalam kawasan hutan, ketentuan
akan terkena dampak. Khususnya pada seperti ini tentu saja tidak bisa dipenuhi
sawit rakyat yang berada dalam kawasan selama tidak ada aturan hukum yang
hutan. Penyebabnya karena kebijakan ter- mengabsahkan usaha mereka dan karena
sebut memerlukan status legal/absah dari itu bisa mendapatkan bukti-bukti kepemili-
kebun-kebun sawit rakyat sementara per- kan tanah.
aturan perundang-undangan masih meng- Tulisan ini dibuat dalam rangka
kualifikasi sawit dalam kawasan hutan memahami secara baik peraturan per-
sebagai tidak legal/absah. undang-undangan yang mengatur RA di bi-
Dua contoh kebijakan yang men- dang kehutanan, dengan penekanan pada
dorong pengembangan sawit rakyat ada- Perpres No. 88/2017. Pengetahuan yang
lah peremajaan sawit rakyat dengan target baik mengenai peraturan per-UU-an ter-
2,7 ha7, dan Indonesian Sustainable Palm sebut selanjutnya akan dipakai untuk men-
Oil (ISPO). Untuk kebijakan mengenai ISPO, cermati seberapa jauh norma-norma da-
pengaturannya dapat ditemukan pada Per- lam peraturan tersebut dapat diimplemen-
aturan Menteri Pertanian No. 11/ tasikan dengan efektif dengan mengingat
Permentan/OT.140//3/2015 tentang Sis- kondisi lapangan usaha kebun sawit rak-
tem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan yat. Hasil pencermatan akan mengungkap
di Indonesia (Indonesian Sustaibale Palm kendala-kendala yang potensial akan me-
Oil Certification System/ISPO). Menurut nghambat upaya mengabsahkan kebe-

7 Lihat pada 8Lampiran I Peraturan Menteri Pertanian No.


https://www.ekon.go.id/berita/view/pemerintah- 11/Permentan/OT.140//3/2015.
lanjutkan-program.3789.html (diunduh pada
tanggal 1 April 2018).

12
radaan kebun sawit rakyat. Sebagai jalan dapatkan dari diskusi terbatas yang sifat-
keluar untuk mengatasi kendala-kendala nya melengkapi data-data sekunder. Data-
tersebut, tulisan ini menawarkan berbagai data sekunder dikelompokan menjadi se-
strategi untuk mengimplementasikan Per- bagai berikut:
pres No. 88/2017 agar berorientasi men- a. Data-data yang terkait dengan ke-
dukung pengembangan sawit rakyat. bijakan dan peraturan perundang-
undangan mengenai perlindungan hu-
1.2 Fokus kajian tan (penegakan hukum), dan per-
Berdasarkan paparan diatas, laporan luasan wilayah kelola rakyat (per-
ini berkonsentrasi memaparkan ketiga hal hutanan sosial, reforma agraria).
berikut ini: b. Data-data yang terkait dengan sistem
1. Keselarasan dan ketidakselarasan an- penguasaan dan kepemilikan tanah
tara kebijakan dan ketentuan hukum yang berlokasi dalam kawasan hutan
yang mengatur mengenai perlindung- dan digunakan untuk kebun sawit
an hutan dan reforma agraria dalam rakyat. Data-data kelompok ini di-
kawasan hutan dapatkan dari laporan-laporan riset la-
2. Kendala-kendala pelaksanaan Perpres pangan yang disiapkan oleh Institute
No. 88/2017 pada kebun sawit rakyat for Research and Empowerment (IRE),
dilihat dari aspek normatif dan sosio- dan Java Learning Center (Javlec).
logis, dan Riset lapangan oleh ketiga lembaga
3. Rekomendasi pilihan-pilihan strategi tersebut dilakukan di Provinsi Aceh,
implementasi Perpres No. 88/2017 Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan
yang dapat mengakomodir penguasa- Tengah, dan Kalimantan Timur.
an kawasan hutan untuk sawit rakyat. Untuk membantu memahami data-
data sekunder yang terkait sistem dan pe-
1.3 Metode kajian nguasaan tanah, dilakukan dua kali diskusi
Kajian ini sebaian besar mengguna- dengan peneliti IRE, Javlec dan Pusat Studi
kan data sekunder yang didapatkan dari Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, In-
studi kepustakaan. Selain lewat studi ke- stitut Pertanian Bogor (PSP3 IPB), masing -
pustakaan dan diskusi data-data juga di- masing tanggal 25 Januari dan 6 Februari
2018.

13
1.4 Organisasi laporan dan kendala-kendala dalam mengimple-
Setelah bagian Pendahuluan (Bab I), mentasikan Perpres No. 88/2017 (3.3). Pa-
paparan dilanjutkan dengan penjelasan paran Bagian 3.3 membandingkan norma
mengenai dua kebijakan yang terkait peraturan perundangan dengan kondisi
dengan kawasan hutan yaitu reforma empirik untuk mencermati kendala-ke-
agraria (2.1) dan perlindungan hutan (2.2). ndala potensial dalam mengimplemen-
Pembahasan mengenai dua kebijakan ini tasikan Perpres No. 88/2017. Paparan di-
memeriksa seberapa jauh substansi ke- teruskan dengan usulan-usulan strategi
duanya seperti yang tertuang dalam be- untuk mengimplementasikan Perpres No.
berapa dokumen perencanaan pem- 88/2017 agar melindungi keberadaan ke-
bangunan, selaras atau tidak selaras. bun-kebun sawit rakyat dalam kawasan
Bagian berikutnya (Bab III) menjelaskan hutan dengan cara mengabsahkan ke-
mengenai regulasi reforma agraria dalam beradaanya. (Bab V). Tulisan ini ditutup
bidang kehutanan (3.1.), kondisi empirik dengan bagian Kesimpulan (Bab V) yang
penguasaan kawasan hutan dengan pe- merangkum paparan empat bagian se-
manfaatan untuk kebun sawit rakyat (3.2), belumnya.

14
15
Bab ini bertujuan untuk menyajikan merintah. Lazimnya, dokumen rencana
informasi tentang aneka rencana kebijakan tersebut berbentuk lampiran yang telah di-
pemerintah, baik pada pemerintahan Joko nyatakan sebagai bagian yang tidak ter-
Widodo maupun pada dua periode yang pisahkan dari peraturan peraturan per-UU-
dipimpin oleh SB Yudhoyono terkait de- an.
ngan kebijakan reforma agraria dan per- Secara konseptual, ada lima instru-
lindungan hutan. Isu tentang reforma men hukum pemerintahan, yaitu: peratur-
agraria di sini akan disajikan khususnya an perundang-undangan, Keputusan Tata
untuk mencari tahu kebijakan/perencana- Usaha Negara (KTUN), peraturan kebijak-
an pemerintah mengenai sumber lahan sanaan, keperdataan, dan terakhir adalah
yang akan dialokasikan untuk reforma ag- perencanaan.9 Bab ini akan berfokus me-
raria. Adapun isu tentang perlindungan hu- ngulas instrumen perencanaan yang di-
tan akan dispesifikkan guna mencari tahu khususkan pada isu reforma agraria dan
kebijakan/perencanaan pemerintah me- perlindungan hutan, karena instrumen pe-
ngenai pendekatan yang akan diambil un- rencanaan menguraikan sedari awal me-
tuk melindungi hutan. Tujuan menguraikan ngenai grand design kebijakan hukum pe-
kedua hal ini adalah untuk mengetahui ko- merintah, baik jangka pendek (tahunan),
herensi kedua kebijakan tersebut di level menengah, maupun panjang. Sekalipun
perencanaan. judul bab ini adalah tentang “kebijakan
Metode yang digunakan untuk pemerintah”, namun tidak mendasarkan
menyajikan informasi pada bab ini adalah kajian pada instrumen ketiga (“peraturan
dengan menguraikan berbagai agenda ker- kebijaksanaan), karena dalam konsep
ja pemerintah yang dapat dilihat misalnya, hukum administrasi peraturan kebijak-
namun mungkin tidak terbatas pada, Ren- sanaan adalah konsep mengenai dokumen
cana Pembangunan Jangka Panjang Nasio- yang dikeluarkan oleh atasan kepada ba-
nal (RPJPN), Rencana Pembangunan Jang- wahan terkait suatu isu untuk penyamaan
ka Menengah (RPJM), Rencana Strategis persepsi dan sikap, seperti surat edaran,
(Renstra) Kementerian, dan dokumen dan instruksi pemerintah, dan juklak/juknis.
publikasi resmi yang dikeluarkan oleh pe- Secara konseptual, peraturan kebijaksana-

9Riawan Tjandra, 2014, Hukum Sarana


Pemerintahan, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,
hlm. 21-94.

16
an bukanlah peraturan perundangan se- Lebih dari itu, jika merujuk pada
kalipun menampakan gejala sebagai per- literatur di negara lain, maka jawabannya
aturan Perundang-undangan.10 Pemben- mengenai hal ini berbeda-beda. Di Inggris
tuk peraturan kebijaksanaan tidak memiliki misalnya, instrumen hukum perencanaan
wewenang untuk membentuknya menjadi tidak mengikat secara hukum.13 Sedangkan
peraturan perundang-undangan;11 karena di Belanda, instrumen hukum perencanaan
pembentuknya membuat aturan tersebut mengikat secara hukum.14 Namun, perlu
hanya dari kewenangan bertindak bebas digarisbawahi bahwa Belanda meng-
(freiss ermessen).12 gunakan “pragmatic approach”; yang ber-
Mengingat yang akan diulas dalam tujuan untuk mencapai tujuan tertentu de-
tulisan ini adalah instrumen perencanaan, ngan menerapkan aturan yang ada (dan
maka dipandang relevan untuk men- oleh karenanya menjamin asas kepastian
jelaskan daya ikat instrumen hukum pe- hukum), namun tetap membuka pe-
rencanaan. Secara konseptual belum ada ngecualian dengan cara memberikan fle-
literatur yang mendiskusikan hal ini ksibilitas ketika ada inisiasi pembangun-
dengan jelas. Mungkin hal ini disebabkan an.15
oleh minimnya perhatian pakar dalam Dengan kata lain, literatur dari
menguraikan isu ini. negara lain belum bisa menjelaskan secara
optimal mengenai daya ikat hukum me-

10 Hal ini pulalah yang menyebabkan Manan dan sebagai pijakan untuk mengeluarkan izin pendirian
Magnar mengusulkan agar kita mulai merevisi bangunan. Buitelaar, E., Galle, M. Sorel, N. 2011.
istilah peraturan kebijakan/kebijaksanaan, dan “Plan-led planning systems in development-led
diganti dengan istilah ketentuan kebijakan. practices: an empirical analysis into the (lack of)
Versteden sebagaimana dikutip oleh Bagir Manan institutionalisation of planning law”, Environment
dan Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah and Planning A: Economy and Space, Vol 43, Issue
Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni, 4, hlm. 928.
hlm. 168. 15 Mungkin itu pulalah sebabnya Needham
11 Hukumonline, 11/01/2015, “Surat edaran: kerikil menyatakan bahwa asas kepastian hukum dalam
dalam perundang-undangan”, tersedia pada: perencanaan (pada tata ruang wilayah di Belanda)
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54b1 adalah sebuah kebohongan besar. Demikian pula
f62361f81/surat-edaran--kerikil-dalam-perundang- riset Thomas dkk juga menyimpulkan bahwa
undangan, terakhir diakses 21 Januari 2018 kebijakan, perencanaan, regulasi dan keputusan di
12 Bagir Manan, 2004, Hukum Positif di Indonesia bidang perencanaan kerap tidak selaras (‘were
(Suatu Kajian Teoritik), Yogyakarta: FH UII, hlm. 15. often not in tune’). Lihat pemikiran Needham dan
13 Grant, M. 1992. “Planning law and the British Thomas di Buitelaar, E., Galle, M. Sorel, N.,
land use planning system: an overview, The Town 2011,“Plan-led planning systems in development-
Planning Review, Vol 63, Issue 1, hlm. 3. led practices: an empirical analysis into the (lack
14 The land use plan (bestemmingsplan) misalnya of) institutionalisation of planning law,
dipndang sebagai salah satu instrument hukum Environment and Planning A: Economy and Space,
mengikat yang paling penting dan digunakan Vol 43, Issue 4, hlm. 935

17
ngenai instrumen hukum perencanaan. menjadi produk hukum membuatnya men-
Bagian berikut analisis daya ikat instrumen jadi mengikat semua pihak untuk me-
perencanaan berdasarkan analisa per- laksanakannya.
aturan perundangan di Indonesia. Pada Namun demikian, jika merujuk pada
intinya dapat dikatakan bahwa instrumen Pasal 8 UU No 25 tahun 2004 tentang
hukum perencanaan di Indonesia mengikat Sistem Perencanaan Pembangunan Nasio-
secara hukum, sekalipun tampaknya juga nal, tahapan perencanaan pembangunan
memberikan ruang untuk melakukan nasional meliputi: penyusunan rencana,
fleksibilitas yang memungkinkan penyim- penetapan rencana; pengendalian ren-
pangan pada penerapannya. cana; dan evaluasi pelaksanaan rencana.
Pertama, secara normatif, instru- Pasal ini mengindikasikan bahwa pe-
men hukum perencanaan dibentuk dengan rencanaan ini bersifat “semi terikat”.
format peraturan hukum yang mengikat Maksudnya, di satu sisi rencana yang
seperti Undang-undang (misal UU No 17 sudah disusun dan ditetapkan dapat di-
tahun 2017 tentang Rencana Pembangun- pastikan akan dilaksanakan - bahkan ber-
an Jangka Panjang Nasional), Peraturan Pe- usaha dipastikan agar dilaksanakan dengan
merintah (seperti PP No 26 tahun 2008 adanya tahapan pengendalian. Namun jika
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah rencana tersebut tidak tercapai, maka tid-
Nasional), ataupun Peraturan Presiden ak ada informasi mengenai sanksi hukum;
(seperti Perpres No 7 tahun 2005 tentang mengingat bahasa yang digunakan ada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah adalah evaluasi.
Nasional).16 Sehingga, bisa dikatakan bah- Kedua, secara konseptual, aneka
wa regulasi tersebut diatas mengikat se- rencana tersebut mengikat karena me-
cara hukum. Argumentasi ini semakin kuat rupakan janji yang perlu dipenuhi atau
jika melihat penjelasan umum UU No 25 dipatuhi. Misalnya, Pasal 3 UU No 17 tahun
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan 2007 tentang RPJPN menjelaskan bahwa
Pembangunan Nasional. Dijelaskan secara “RPJP Nasional merupakan penjabaran
eksplisit di sana bahwa penetapan rencana dari tujuan dibentuknya Pemerintahan

16Aneka contoh diatas berbeda dengan, misalnya Rencana Undang-undang. Ketika sudah disahkan
Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara oleh legislatif, maka RAPBN juga sudah tidak lagi
(RAPBN). Sekalipun namanya sama-sama diawali disebut rencana, karena penamaannya berubah
dengan kata rencana, namun RAPBN tidak menjadi APBN.
mengikat secara hukum, karena masih berbentuk

18
Negara Indonesia yang tercantum dalam memang akan diimplementasikan. Hal ini
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara diindikasikan dengan adanya terminologi
Republik Indonesia (...)”. Mengingat RPJP monitoring dan evaluasi sebagaimana
tersebut berisi tentang upaya untuk me- telah disinggung pada poin pertama di-
menuhi janji negara kepada rakyat se- atas.19 Lebih dari itu, khusus untuk PP No
bagaimana dimuat dalam pembukaan 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional,
konstitusi, maka RPJP tersebut memiliki norma sanksinya berbunyi lebih kuat
daya ikat secara hukum. Logika yang sama daripada di regulasi rencana pembangun-
juga dapat diterapkan pada RPJMN yang an; yaitu ada norma tentang “arahan
pada dasarnya adalah berasal dari janji- sanksi” dan “sanksi administratif”.
janji kampanye presiden dan wakil pre- Namun, harus diakui bahwa regulasi
siden terpilih kepada rakyat,17 maka janji tentang Sistem Perencanaan Nasional,
tersebut tentu perlu ditunaikan. RPJPN atau RPJMN tidak memberikan in-
Namun secara konseptual, me- formasi tentang sanksi. Ketiadaan sanksi
menuhi janji (dalam hal yang sifatnya non ini memang tidak dapat diartikan bahwa
kontraktual) dapat lebih dipandang se- norma tersebut tidak mengikat secara hu-
bagai moral principle daripada legal kum, melainkan ini dapat diartikan sebagai
principle. Misalnya, mengapa seseorang upaya untuk memudahkan aparatur pe-
berkewajiban untuk memenuhi janji ke- merintah dalam melakukan modifikasi
pada istrinya, legal principles tidak dapat atau melakukan penyesuaian ketika ren-
menjelaskan hal ini lebih lanjut, namun cana tersebut tidak atau kurang bisa di-
moral principles dapat; yaitu karena janji implementasikan di lapangan.
haruslah ditepati.18 Berdasarkan uraian diatas, maka
Ketiga, sekalipun aneka regulasi yang secara singkat dapat disimpulkan bahwa,
disebut diatas bernama ‘rencana’, namun pada prinsipnya instrumen perencanaan
Pasal-pasal dalam regulasi tersebut meng- mengikat secara hukum, namun jika ada
indikasikan bahwa pembentuk regulasi perubahan dan hal itu logis (reasonable-
ingin memastikan agar rencana tersebut ness) dan dapat dipertanggungjawabkan;

17Lihat: Pasal 2 ayat (1) Perpres No 7 tahun 2005 18Robinson, M., 2008, “Moral Principles are not
tentang RPJMN 2004-2009; Pasal 2 ayat (1) Moral Laws, Journal of Ethics Social Philosophy,
Perpres No 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010- Vol. 2, No. 3, hlm. 1-3.
2014; Pasal 2 ayat (1) Perpres No 2 tahun 2015
tentang RPJMN 2015-2019

19
maka deviasi terhadap rencana tersebut untuk memastikan agar masyarakat go-
dimungkinkan untuk terjadi. Boleh jadi in- longan ekonomi lemah dapat lebih mudah
strumen perencanaan di Indonesia me- mendapatkan hak atas tanah.20 Lampiran
miliki ikhtiar yang sama dengan di Belanda; RPJP tersebut juga menyinggung mengenai
memiliki pragmatic approach. pentingnya meningkatkan upaya pe-
Setelah menguraikan daya ikat dari nyelesaian sengketa pertanahan.21 Di sini
instrumen perencanaan, paparan berikut terlihat bahwa RPJP tidak menyingung dari
di bawah ini menyangkut dua isu besar, manakah sumber tanah untuk melakukan
yaitu kebijakan pemerintah mengenai land reform tersebut. Mungkin hal ini di-
reforma agraria (yang akan difokuskan dari sebabkan karena sifat dokumen (lampiran
lahan yang bersumber dari kawasan RPJP) adalah “visioner dan hanya memuat
hutan), dan kebijakan pemerintah me- hal-hal yang mendasar, sehingga memberi
ngenai perlindungan hutan. Masing- keleluasaan yang cukup bagi penyusunan
masing uraian akan dilakukan dengan rencana jangka menengah dan ta-
kajian instrumen hukum perencanaan di- hunannya”.22 Selain itu, ada indikasi bahwa
mulai dari regulasi yang paling tinggi hi- pemerintah menyadari bahwa tuntutan
rarkinya hingga yang paling rendah. atas kebutuhan lahan akan terpaksa di-
2.1. Reforma agraria penuhi oleh hutan. Disebutkan bahwa,
RPJP 2005-2025 “bertambahnya kebutuhan lahan per-
Isu reforma agraria (land reform) tanian dan penggunaan lainnya akan me-
sudah diakomodir di dalam lampiran UU ngancam keberadaan hutan dan meng-
No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pem- ganggu keseimbangan tata air.”23
bangunan Jangka Panjang (RPJP). Khusus- Bagian berikut akan memaparkan
nya ketika lampiran tersebut membahas muatan RPJM Nasional dan Rencana
mengenai upaya untuk mewujudkan pem- Strategis (“Renstra”) Departemen/Kemen-
bangunan yang lebih merata dan ber- terian yang menaungi urusan kehutanan,
keadilan. Disebutkan di sana mengenai dan Renstra Kementerian/Badan yang me-
komitmen jangka panjang pemerintah ngurusi Pertanahan. Akan ada tiga RPJM

20 Lampiran UU No 17 tahun 2017 tentang RPJPN 22 Penjelasan umum UU No 17 tahun 2017 tentang
tahun 2005-2025, hlm 67. RPJPN.
21 Lampiran UU No 17 tahun 2017 tentang RPJPN 23 Lampiran UU No 17 tahun 2017 tentang RPJPN

tahun 2005-2025, hlm 68. tahun 2005-2025, hlm 33.

20
yang akan diteliti yaitu RPJM 2004-2009, Sementara itu, bagi penduduk lokal
yang tinggal di pedalaman hutan,
2010-2014; dan 2015-2019. Diskusi me-
masalah perumahan dan permukiman
ngenai RPJM tersebut juga akan dibarengi
tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi
dengan diskusi tentang Renstra. Dokumen bagian dari masalah keutuhan eko-
RPJM lazimnya menjadi lampiran dari Per- sistem dan budaya setempat.”

pres sedangkan Dokumen Renstra menjadi Hal di atas mengindikasikan bahwa


lampiran Permen. Pemerintah pada saat itu sudah menyadari
RPJM 2004-2009 dan Renstra Departemen bahwa ada masyarakat yang tinggal tidak
Kehutanan 2005-2009 hanya di pinggiran hutan, namun juga di
Informasi yang komprehensif dalam hutan, dan kondisi perekonomian
mengenai RPJM 2004-2009 diatur dalam mereka adalah miskin. Kesan serupa juga
lampiran Perpres No 7 tahun 2005. Se- terlihat dalam dokumen Renstra De-
dangkan informasi mengenai Renstra De- partemen Kehutanan. Pemerintah tampak
partemen Kehutanan terdapat pada Lam- menyadari bahwa secara de facto ada
piran Peraturan Menteri Kehutanan No- masyarakat yang tinggal di pinggiran dan di
mor: P.04/Menhut-II/2005. dalam hutan.25 Pemerintah mengakui
Pada dokumen Perpres mengenai bahwa kondisi ekonomi mereka masih
RPJM, terdapat petikan informasi menarik tidak baik.26
yang diklasifikasikan dalam bab 16 tentang Demikian juga pada RPJM maupun
penanggulangan kemiskinan. Diuraikan di- Renstra, belum memberikan gambaran
sana gambaran permasalahan mengenai mengenai pandangan pemerintah atas le-
kegagalan pemenuhan hak dasar khusus- galitas penguasaan kawasan hutan hutan
nya tentang terbatasnya akses layanan pe- negara oleh rakyat. Tidak pula terdapat
rumahan dan sanitasi, sebagai berikut:24 penjelasan apakah kemudian mereka ada-
“Masyarakat miskin yang tinggal di
lah subjek yang akan mendapatkan refor-
(…), pinggiran hutan, (…) juga
ma agraria di tempat mereka tinggal atau
mengeluhkan kesulitan memperoleh
perumahan dan lingkungan per- kah mereka akan dilarang memasuki wi-
mukiman yang sehat dan layak. (…). layah hutan.

24 Lampiran Perpres No 07 tahun 2005 tentang 26Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
RPJMN 2004-2009, pada Bab IV.16-5. P.04/Menhut-II/2005 tentang Renstra Departemen
25 Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: Kehutanan Tahun 2005-2009, hlm 11.
P.04/Menhut-II/2005 tentang Renstra Departemen
Kehutanan Tahun 2005-2009, hlm 11.

21
RPJMN 2004-2009 pada bagian bijakan pemerintah di kala itu akan men-
mengenai “permasalahan lemahnya ke- ciptakan norma yang akan memper-
pastian kepemilikan dan penguasaan tan- bolehkan orang/masyarakat kecil untuk
ah” dan “memburuknya kondisi lingkungan masuk ke wilayah hutan produksi dan lin-
hidup dan SDA serta terbatasnya akses dung untuk mengakses sumber daya di
masyarakat terhadap SDA”, menunjukan hutan agar tercipta pembangunan ber-
bahwa Pemerintah sudah tampak me- kelanjutan.30 Namun demikian, uraian di-
nyinggung tentang situasi petani yang atas belum clear apakah hal ini akan di-
hanya memiliki tanah kurang dari satu artikan sebagai kebijakan reforma agraria
hektar serta adanya kecenderungan bah- yang bersumber dari kawasan hutan.
wa luas lahan yang mereka miliki semakin Informasi mengenai arah kebijakan
mengecil.27 Bahkan, telah pula disebutkan reforma agraria pada RPJMN 2004-2009
mengenai keprihatinan atas masyarakat terdapat pada bagian “pemenuhan hak
miskin yang tinggal di pinggiran dan di atas tanah”. Namun informasi yang ada di
dalam hutan produksi dan hutan lindung sana masih bersifat global, misalnya
yang menggantungkan hidupnya pada hu- dengan mengatakan bahwa upaya untuk
tan namun memiliki keterbatasan akses menjamin dan melindungi hak perorangan
terhadap sumber daya alam. Padahal di sisi dan komunal atas tanah dilakukan dengan
lain 30% dari hutan produksi justru dikelola “mengembangkan mekanisme perlindung-
hanya oleh sekelompok perusahaan yang an terhadap hak atas tanah bagi kelompok
sistem pengelolaannya semakin men- rentan” dan “mengembangkan mekanisme
jauhkan akses masyarakat kecil tersebut redistribusi tanah secara selektif”.31 Dalam
terhadap hutan.28 RPJMN menilai bahwa uraian selanjutnya, arah kebijakan ter-
situasi ini menghambat tercapainya pem- sebut diturunkan dalam bentuk program
bangunan berkelanjutan.29 Aneka infor- “redistribusi secara selektif terhadap tanah
masi di atas bermakna bahwa desain ke- absentia dan perkebunan sesuai dengan

27 Lampiran Perpres No 07 tahun 2005 tentang di sekitar atau dalam kawasan hutan hanyalah
RPJMN 2004-2009, pada Bab IV.16-6. masyarakat adat dan hak ulayat saja. Lihat:
28 Lampiran Perpres No 07 tahun 2005 tentang Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
RPJMN 2004-2009, pada Bab IV.16-6. P.04/Menhut-II/2005 tentang Renstra Departemen
29 Lampiran Perpres No 07 tahun 2005 tentang Kehutanan Tahun 2005-2009, hlm 11.
RPJMN 2004-2009, pada Bab IV.16-6. 31 Lampiran Perpres No 07 tahun 2005 tentang
30 Hal ini mengingat konteks pada era itu RPJMN 2004-2009, pada Bab IV.16-6.
masyarakat yang legalitasnya diakui untuk tinggal

22
Undang-Undang Pokok Agraria.”32 Poin ini tanahan Nasional (BPN). Maka, uraian
menarik karena menunjukkan bahwa pro- dibawah ini akan menyinggung tentang
gram pengentasan kemiskinan yang di- Renstra BPN. Penting untuk disampaikan
lakukan pada era kepemerintahan per- bahwa Renstra BPN tidak disinggung pada
tama SBY memang dilakukan dengan cara ulasan sebelumnya karena memang do-
redistribusi lahan, namun lahan tersebut kumen Renstra BPN yang tersedia publik
tidak bersumber pada hutan; melainkan adalah yang setelah tahun 2010.
pada tanah absentia dan perkebunan. Pada RPJM, isu reforma agraria
Kesimpulan di atas juga koheren diuraikan pada isu rencana pembangunan
apabila mencermati program tentang “pe- bidang wilayah dan tata ruang. Disebutkan
manfaatan potensi sumber daya hutan”, bahwa arah kebijakan untuk mencapai sa-
poin yang dijelaskan adalah pengem- saran pembangunan pertanahan adalah
bangan hutan kemasyarakatan dan- usaha “melaksanakan pengelolaan pertanahan
perhutanan rakyat.33 Namun tidak men- secara utuh dan terintegrasi melalui
jelaskan mengenai redistribusi lahan dari reforma agraria”. Sehingga, tanah bisa di-
kawasan hutan. manfaatkan secara berkeadilan untuk me-
RPJM 2010-2014, Renstra Kementerian ningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kehutanan dan Renstra BPN 2010-2014 Terhadap hal tersebut, arah kebijakan yang
Kebijakan reforma agraria disebutk- akan ditempuh oleh pemerintah salah
an beberapa kali dalam RPJM 2010-2014. satunya dengan penyediaan peta tanah,
Namun isu tersebut tidak tampak di- pengaturan penguasaan pemilikan peng-
singgung di Renstra Kementerian Kehut- gunaan dan pemanfaatan tanah (P4T),
anan. Hal ini boleh jadi karena reforma termasuk pengurangan tanah terlantar. 35
agraria bukan isu prioritas di Kementerian Dengan kata lain, ini mengindikasikan
Kehutanan,34 melainkan di Badan Per-

32 Lampiran Perpres No 07 tahun 2005 tentang Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan; f.
RPJMN 2004-2009, pada Bab IV.16-20 dan 16-21 Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan; dan
33 Lampiran Perpres No 07 tahun 2005 tentang g. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Sektor
RPJMN 2004-2009, pada Bab IV.16-21 Kehutanan; h. Penguatan Kelembagaan
34 Isu yang dipandang prioritas dalam Renstra Kehutanan. Lihat: Lampiran Peraturan Menteri
adalah: a. Pemantapan Kawasan Hutan; b. Kehutanan Nomor: P.08/Menhut-II/2010 tentang
Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung Renstra Kemenhut Tahun 2010-2014, hlm. 35.
Daerah Aliran Sungai (DAS); c. Pengamanan Hutan 35 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang

dan Pengendalian Kebakaran Hutan; d. Konservasi RPJMN 2010-2014, bagian II.9-85.


Keanekaragaman Hayati; e. Revitalisasi

23
bahwa fokus objek reforma agraria adalah ini juga tidak dapat menjelaskan apakah
bersumber dari tanah terlantar. kebijakan pemerintah untuk lahan land re-
Pada penelusuran selanjutnya, form akan bersumber dari kawasan hutan
kegiatan diatas memiliki luaran yang di- ataukah dari lahan yang lain. Informasi
harapkan berupa peningkatan jumlah yang tersedia justru BPN telah melakukan
tanah negara yang ditegaskan menjadi capaian kinerja untuk periode 2005-2009,
“tanah objek landreform (TOL) dan atau di- salah satunya adalah membentuk Ran-
keluarkan dari TOL”.36 Ditegaskan pula di- cangan Peraturan Perundang undangan
sana bahwa kegiatan ini ditargetkan selesai yang isinya menetapan tanah-tanah yang
100% pada tahun 2014. Namun, tidak akan dialokasikan untuk Reforma Agraria
tersedia informasi dari manakah sumber yang salah satu sumbernya adalah tanah
lahan untuk TOL ini, apakah berasal dari ka- bekas kawasan hutan.39
wasan hutan atau bukan. Dapat pula di- RPJM 2015-2019, Renstra
sampaikan bahwa tampaknya agenda pe- Kementerian Lingkungan Hidup dan
merintah untuk reforma agraria pada Kehutanan 2015-2019 dan Renstra
tahun 2010-2014 lebih ditekankan ke Kementerian ATR/BPN 2015-2019, dan
daerah Jawa terlebih dahulu, dan belum dokumen arahan dari KSP
pada pulau yang lain.37 Kebijakan reforma agraria pada
Informasi di atas juga koheren tahun 2015-2019 tampak lebih tegas jika
dengan informasi yang disampaikan oleh dibandingkan dengan masa-masa sebe-
Renstra BPN 2010-2014.38 Namun Renstra lumnya. Dokumen yang akan diulas pada

36 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang 39 Sumber untuk objek reforma agraria yang lain
RPJMN 2010-2014, bagian II.M-18. adalah “tanah-tanah yang haknya tidak
37 Hal ini terlihat dari dokumen strategis diperpanjang atau tidak mungkin diperpanjang;
pembangunan kewilayahan Jawa dan Bali. tanah-tanah bekas hak Barat yang terkena
Ditegaskan disana bahwa wilayah sasaran ketentuan konversi; tanah-tanah yang berasal dari
pelaksanaan Reforma Agraria adalah Jawa Barat, pelepasan hak; tanah-tanah hak yang
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Banten (sekalipun pemegangnya melanggar ketentuan dan atau yang
jika membaca program detailnya baru lebih tidak sejalan dengan keputusan pemberian
kepada pendataan, dan bukan benar benar haknya; tanah obyek land reform; tanah bekas
distribusi lahan). Lihat: Lampiran Perpres No 5 obyek land reform; tanah timbul; tanah bekas
tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, bagian kawasan pertambangan; tanah yang dihibahkan
III.M.3-1. oleh pemerintah untuk Reforma Agraria; tanah
38 Renstra ini justru tidak tersedia di website BPN; tukar menukar dari dan oleh pemerintah; tanah
Renstra ini didapatkan dari website yang diadakan oleh pemerintah untuk Reforma
http://tataruangpertanahan.com/pdf/pustaka/keb Agraria; dan tanah bekas kawasan hutan.” Lihat:
ijakan_strategi/5.pdf, terakhir diakses 13 Maret Renstra BPN 2010-2014, hlm 22.
2018.

24
pariode ini sama dengan yang diulas tanah dan legalisasi aset.40
dengan periode sebelumnya. Hanya saja Terdapat empat poin sasaran yang
pada periode ini ada dokumen arahan dari diuraikan dalam sub agenda tersebut,
Kantor Staf Presiden (KSP) mengenai Stra- yaitu:41 (i) Identifikasi dan inventarisasi Pe-
tegi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria nguasaan, Pemilikan, penggunaan, dan Pe-
2016-2019. Secara konseptual Hukum Ad- manfaatan Tanah (IP4T) sebanyak 18 juta
ministrasi, dokumen ini masuk ke kategori bidang atau sedikitnya 9 juta ha; (ii) Iden-
peraturan kebijaksanaan. tifikasi kawasan hutan yang akan di-
Dokumen yang pertama diulas lepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha;
adalah RPJM. Salah satu agenda pem- (iii) Identifikasi tanah hak, termasuk di da-
bangunan nasional pada RPJM adalah me- lamnya tanah HGU yang akan habis masa
ningkatkan kualitas hidup manusia dan berlakunya, tanah terlantar, dan tanah
masyarakat Indonesia. Agenda ini memiliki transmigrasi yang belum bersertifikat,
sub agenda berupa “peningkatan keseja- yang berpotensi sebagai TORA sedikitnya
hteraan rakyat marjinal: pelaksanaan pro- sebanyak 1 juta ha; dan (iv) Identifikasi
gram Indonesia kerja”. Salah satu sasaran tanah milik masyarakat dengan kriteria pe-
yang hendak dicapai oleh sub agenda ter- nerima Reforma Agraria untuk legalisasi
sebut adalah distribusi hak atas tanah ke- aset sedikitnya sebanyak 3,9 juta ha.
pada petani. Hal itu dilakukan dengan cara RPJM juga menjelaskan bahwa su-
penyediaan sumber Tanah Objek Reforma mber lahan untuk kegiatan redistribusi ta-
Agraria (TORA) dan melakukan redistribusi nah ini berasal dari tanah terlantar dan

40Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang tampaknya menyadari bahwa redistribusi tanah
RPJMN 2015-2019, Buku I (Agenda Pembangunan tidak dapat dilakukan sendirian. Oleh karenanya,
Nasional), hlm 6-80. Tampaknya ikhtiar untuk disebutkan pula bahwa kebijakan tersebut perlu
redistribusi lahan ini merujuk pada hasil sensus disempurnakan dan dilengkapi dengan
pertanian 2013, situasi saat ini adalah terdapat pemberdayaan masyarakat (access reform) melalui
26.14 juta rumah tangga petani yang mana rata upaya mengkoordinasikan dan menghubungkan
rata mereka menguasai 0,89 hektar lahan; bahkan (channeling) masyarakat kepada sumber-sumber
14,25 juta rumah tangga hanya menguasai lahan ekonomi produktif sehingga dapat lebih
kurang dari 0.5 hektar per keluarga. Melalui berkontribusi secara nasional dalam
program reforma agraria ini, Pemerintah mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan
berencana untuk meningkatkan akses petani keadilan sosial. Buku II (Agenda Pembangunan
gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian Bidang), hlm 8-57.
menjadi 2.0 hektar per KK tani Lihat: Lampiran 41 Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang

Perpres No 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015- RPJMN 2015-2019, Buku I (Agenda Pembangunan
2019, Buku II (Agenda Pembangunan Bidang), hlm Nasional), hlm 6-81.
8-11 dan 8-12. Terhadap kebijakan ini, Pemerintah

25
kawasan hutan.42 Namun RPJM tidak men- fungsi ataukah belum. Jika telah beralih
jelaskan lebih detail, kawasan hutan mana fungsi (seperti menjadi wilayah admin-
yang akan menjadi objek TORA. Informasi istrasi desa, pemukiman penduduk, lahan
ini ditemukan di Renstra KLHK, Ke- pertanian pangan atau perkebunan rakyat,
menterian ATR/BPN, juga dokumen dari wilayah masyarakat hukum adat, areal ga-
KSP; namun sayangnya informasi yang ter- rapan lain masyarakat), maka tanah ter-
sedia di tiga dokumen tersebut tidak se- sebut akan menjadi objek TORA yang akan
penuhnya selaras. “diredistribusikan kepada rakyat miskin se-
Merujuk pada dokumen Renstra cara bersama atau melalui mekanisme pe-
KLHK 2015-2019, kawasan hutan yang nguatan hak atas penguasaan dan peng-
akan menjadi sumber lahan untuk kegiatan usahaannya oleh desa.”45
redistribusi lahan adalah hutan produksi 2.2. Perlindungan hutan
saja. Dengan kata lain sumber lahan tidak RPJP 2005-2025
akan menyasar ke hutan lindung apalagi RPJP menyinggung isu tentang per-
hutan konservasi.43 Hal yang berbeda ter- lindungan hutan, khususnya pada bagian
dapat dalam Renstra Menteri ATR/Kepala yang menguraikan tentang sumber daya al-
BPN yang menyebutkan bahwa sumber am dan lingkungan hidup. Ditegaskan di sa-
lahan untuk program reforma agraria ada- na mengenai keprihatinan pemerintah atas
lah hutan produksi tetap, hutan produksi kondisi sumber daya hutan yang amat
terbatas dan hutan lindung. 44 Perbedaan mengkhawatirkan karena misalnya pe-
yang mencolok bahkan ditemukan pada ningkatan praktik pembalakan liar (illegal
strategi nasional yang disusun oleh KPS logging) dan penyelundupan kayu, me-
yang mengatakan bahwa pelepasan ka- luasnya kebakaran hutan dan lahan, me-
wasan hutan tidak didasarkan pada kla- luasnya perambahan dan konversi hutan
sifikasi jenis hutan, melainkan pada apakah alam. Namun tidak menguraikan lebih
hutan tersebut secara faktual telah beralih lanjut strategi apa yang akan digunakan

42 Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang dan redistribusi tanah seluas 3,5 juta ha”. Lihat:
RPJMN 2015-2019, Buku II (Agenda Pembangunan Lampiran Permen LHK No P.39/Menlhk-
Bidang), hlm 8-11. Setjen/2015 ttg Renstra KLHK 2015-2019, hlm 26.
43 Salah satu tahapan pembangunan di tahun 2015 44 Lampiran Permen ATR/KaBPN No 25 tahun 2015

adalah: “persiapan dan pelaksanaan reformasi Renstra Kementerian ATR/BPN 2015-2019, hlm 15.
agraria dari kawasan hutan produksi yang dapat 45 Kantor Staf Presiden (KSP), Strategi Nasional

dikonversi berupa legalisasi aset seluas 0,6 juta ha Pelaksanaan Reforma Agraria 2016-2019, hlm 27.

26
oleh pemerintah untuk mengatasi per- selama ini cenderung lebih berpihak
terhadap kegiatan eksploitasi sum-
masalahan tersebut.46
ber daya alam sehingga mengakibat-
Sama dengan pada sub bab se-
kan lemahnya kelembagaan pe-
belumnya, ada tiga RPJM yang akan di- ngelolaan dan penegakan hukum”.
cermati terkait dengan perlindungan hutan Jika ditelusuri lebih lanjut, per-
yaitu periode 2004-2009, 2010-2014; dan nyataan pemerintah terkait dengan pe-
2015-2019. Pembahasan mengenai RPJM negakan hukum di bidang lingkungan da-
akan dilakukan secara bersamaan dengan pat dilihat di RPJM pada bab peningkatan
pembahasan Renstra Departemen/Kem- keamanan ketertiban, dan penanggulang-
enterian yang mengurusi urusan ke- an kriminalitas. Disana terdapat sub isu
hutanan. yang menggarisbawahi tentang masalah
RPJM 2004-2009 dan Renstra Departemen lemahnya pengawasan dan penegakan hu-
Kehutanan 2005-2009 kum pengelolaan sumber daya kehutanan.
Informasi yang komprehensif me- Pemerintah mengakui bahwa kelemahan
ngenai RPJM 2004-2009 diatur dalam lam- tersebut telah mengakibatkan over cut-
piran Perpres No 7 tahun 2005. Pada do- ting, illegal logging, dan illegal trading.48
kumen tersebut, terlihat bahwa per tahun Terhadap permasalahan tersebut,
2005, pemerintah secara tegas mengakui pemerintah menetapkan sasaran kerja
bahwa kebijakan yang diambil selama ini berupa terungkapnya jaringan utama pen-
lebih berorientasi kepada ekonomi ke- curian sumber daya kehutanan, serta
timbang ekologi. Pengakuan ini terlihat ke- membaiknya praktek penegakan hukum
tika pemerintah menjelaskan permasalah- dalam pengelolaan sumber daya ke-
an dan agenda pembangunan nasional ta- hutanan.49 Maka, arah kebijakan pe-
hun 2004-2009, sebagai berikut:47 merintah adalah mencegah dan menindak
“kegiatan pemanfaatan sumber daya
pelaku praktek usaha kehutanan yang
alam sehingga sering melahirkan kon-
menyalahi peraturan dan perundangan
flik kepentingan antara ekonomi de-
ngan lingkungan. Kebijakan ekonomi

46 Lampiran UU No 17 tahun 2007 tentang RPJPN 49Lampiran Perpres No 7 tahun 2005 tentang
tahun 2005-2025, hlm. 20-21. RPJMN 2004-2009, bagian II.4-3. Lihat pula
47 Lampiran Perpres No 7 tahun 2005 tentang Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
RPJMN 2004-2009, bagian I.1-5. P.04/Menhut-II/2005 tentang Renstra Departemen
48 Lampiran Perpres No 7 tahun 2005 tentang Kehutanan Tahun 2005-2009, hlm 15.
RPJMN 2004-2009, bagian II.4-2.

27
yang berlaku.50 Penindakan pelanggaran forestasi,55 termasuk penurunan jumlah
hukum di sektor kehutanan, memang di- hotspot kebakaran hutan sebesar 20% per
masukkan ke dalam salah satu kegiatan po- tahun.56 Hal tersebut dicapai dengan ke-
kok program pemantapan keamanan da- giatan rehabilitasi dan juga dengan ke-
lam negeri.51 Dengan kata lain, salah satu giatan lain seperti pengembangan ke-
kebijakan pemerintah untuk membangun hutanan sosial ataupun peningkatan kon-
hutan pada tahun 2004 – 2009 adalah de- servasi dan pengendalian hutan.57
ngan melindungi hutan dengan cara mem- Terhadap situasi tersebut, terdapat
perbaiki tata kelola hutan dan penegakan kesan bahwa arah kebijakan yang akan di-
hukum,52 termasuk dengan cara penge- ambil oleh pemerintahan pada era ter-
ndalian alih fungsi dan status kawasan sebut adalah dengan menutup akses ter-
hutan.53 hadap hutan. Hal ini diindikasikan dari per-
RPJM 2010-2014 dan Renstra Kementerian nyataan di RPJM pada bagian “peningkatan
Kehutanan 2010-2014 konservasi dan rehabilitasi sumber daya
Kebijakan perlindungan hutan pada hutan”. Pemerintah melihat bahwa ma-
era RPJM ini diuraikan pada isu prioritas salah kehutanan perlu didekati dengan
mengenai lingkungan hidup dan pe- membentuk kesatuan pengelolaan hutan
ngelolaan bencana. Dijelaskan bahwa pe- (KPH) agar status hutan tidak lagi bersifat
merintah berikhtiar untuk meningkatkan open access.58 Lalu, disebutkan pula bahwa
hasil rehabilitasi hutan menjadi 500 ribu sasarannya adalah penyelesaian tata batas
hektar per tahun,54 penekanan laju de- hutan, penyediaaan areal pengelolaan

50 Lampiran Perpres No 7 tahun 2005 tentang 57 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang
RPJMN 2004-2009, bagian II.4-3. RPJMN 2010-2015, bagian I.M-108-109. Lihat pula
51 Lampiran Perpres No 7 tahun 2005 tentang Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
RPJMN 2004-2009, bagian II.4-7. P.08/Menhut-II/2010 tentang Renstra
52 Lampiran Perpres No 7 tahun 2005 tentang Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014, hlm.
RPJMN 2004-2009, bagian IV.32-9. 46. Dokumen Renstra ini mengesankan bahwa
53 Lampiran Perpres No 7 tahun 2005 tentang pendekatan yang diambil pemerintah di kala itu
RPJMN 2004-2009, bagian IV.32-11. adalah bukan dengan mengeluarkan kawasan
54 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang hutan untuk digunakan sebagai objek reforma
RPJMN 2010-2015, bagian I.M-108. agraria, namun dengan perhutanan sosial
55 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang (Sekalipun konteks yang diulas di halaman ini lebih
RPJMN 2010-2015, bagian I.M-111. kepada peningkatan daya dukung daerah aliran
56 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang sungai.
RPJMN 2010-2015, bagian I.M-117 58 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang

RPJMN 2010-2015, bagian II.10-36.

28
hutan kemasyarakatan luas seluas 2 juta an negara dalam melakukan reformasi sis-
Ha, dan penurunan hotspot.59 tem dan penegakan hukum yang bebas ko-
Dapat pula disampaikan bahwa ada rupsi, bermartabat dan terpercaya. Salah
kebijakan untuk menggunakan pendekat- satu sub agenda yang dilingkupi oleh age-
an hukum pidana untuk melindungi hutan nda tersebut adalah pemberantasan tin-
yang juga terlihat kuat dalam RPJM pe- dakan penebangan liar, perikanan liar, dan
riode tersebut. Di dalam RPJM tersebut penambangan liar. Adapun sasaran dari
dikemukakan sasaran penanganan tindak sub-agenda ini adalah menurunnya fre-
pidana hutan serta penyelesaian kasus pe- kuensi dan luasan penebangan liar.
rambahan.60 Penanganan tindak pidana di Untuk mencapai sasaran tersebut,
sektor kehutanan difokuskan pada pen- ada tiga langkah yang kebijakan yang akan
cegahan dan pengendalian pada kebakar- diambil pemerintah. Pertama, meningkat-
an hutan dan pada ancaman illegal log- kan instrumen penegakan hukum, me-
ging, perambahan, perdagangan tumbuh- lalui:63 (i) penyusunan satu peta tematik
an dan satwa liar ilegal.61 Pada Renstra, hutan dengan tingkat akurasi yang me-
informasi mengenai hal ini sedikit didetail- madai di tingkat tapak dan untuk dasar pe-
kan, bahwa indikator keberhasilan untuk nindakan hukum; (ii) percepatan penye-
program di atas adalah adanya kasus baru lesaian tata batas dan pengukuhan ka-
yang dapat diselesaikan minimal 75%. 62 wasan hutan, antara lain melaksanaan per-
RPJM 2015-2019 dan Renstra Kementerian aturan bersama Kemenhut, Kemendagri,
Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015- PU dan BPN tentang Penyelesaian Pengua-
2019 saan Tanah di dalam Hutan; (iii) peningkat-
Kebijakan perlindungan hutan pada an kuantitas dan kualitas SDM pengawas
periode RPJM ini menjadi bagian dari dan penegak hukum (rekrutmen, mutasi,
uraian isu agenda pembangunan nasional peningkatan kapasitas, promosi).
yang keempat, yaitu memperkuat kehadir-

59 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang baru; menyelesaikan kasus tersebut; dan menekan
RPJMN 2010-2015, bagian II.10-43. tunggakan perkara (vide: II.M-96).
60 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang 62 Lihat: Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan

RPJMN 2010-2015, bagian II.10-43. Nomor: P.08/Menhut-II/2010 tentang Renstra


61 Lampiran Perpres No 5 tahun 2010 tentang Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014, hlm.
RPJMN 2010-2015, bagian II.10-55. Kebijakan 42.
penggunaaan hukum pidana, semakin terlihat 63 Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang

pada matriks tabel. Disebutkan bahwa indicator RPJMN 2015-2019, buku I (Agenda Pembangunan
keberhasilan pemerintah adalah memproses kasus Nasional), hlm 6-57.

29
Dijelaskan pula bahwa pemerintah lalui kemitraan, termasuk pengembangan
akan mengambil kebijakan untuk mening- hutan adat.
katkan efektivitas penegakan hukum me- Jika aneka informasi di atas di-
lalui:64 (i) penyederhanaan prosedur pe- sampaikan pada buku I RPJM (buku ten-
negakan hukum kasus penebangan liar; (ii) tang agenda nasional), maka informasi be-
meningkatkan proses yustisi, mencabut rikut disampaikan pada buku II tentang
izin pihak yang melakukan perusakan hu- agenda pembangunan bidang. Pada bagian
tan illegal, dan meningkatkan efek jera pe- pertama mengenai pengarusutamaan dan
laku illegal; (iii) peningkatan koordinasi da- pembangunan lintas bidang salah satu isu
lam pengawasan dan penegakan hukum yang diangkat adalah pengarusutamaan
dalam kawasan hutan; (iv) pembentukan pembangunan yang berkelanjutan. Di situ
Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan diuraikan bahwa dua dari berbagai upaya
Perusakan Hutan (P3H) sesuai UU No. untuk mewujudkan pembangunan berke-
18/2013. Ihwal ini sama dengan ulasan lanjutan adalah dengan penurunan tingkat
yang terdapat dalam Renstra Kementerian deforestasi dan kebakaran hutan dan me-
LHK 2015-2019.65 Bedanya, Renstra de- ningkatnya tutupan hutan (forest cover).68
ngan tegas menargetkan 200 kasus per Dipandang relevan pula untuk me-
tahun sebagai target jumlah perkara nguraikan bahwa pemerintah telah me-
pidana yang diverifikasi oleh KLHK.66 nangkap permasalahan lain yang di-
Langkah ketiga yang akan diambil pe- akibatkan oleh menipisnya hutan. Ketika
merintah untuk melindungi hutan adalah pemerintah menguraikan permasalahan
dengan meningkatkan efektivitas dan kua- dan isu strategis mengenai bidang sarana
litas pengelolaan hutan: 67 (i) penyelesaian dan prasarana, salah satu dari enam isu
pembangunan KPH untuk seluruh kawasan yang diuraikan oleh pemerintah adalah
hutan; dan (ii) peningkatan keterlibatan mengenai menjamin ketahanan air untuk
masyarakat dalam pengamanan hutan me- mendukung ketahanan nasional.

64 Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang 67 Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang
RPJMN 2015-2019, buku I (Agenda Pembangunan RPJMN 2015-2019, buku I (Agenda Pembangunan
Nasional), hlm 6-57. Nasional), hlm 6-57.
65 Lampiran Permen LHK No P.39/Menlhk- 68 Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang

Setjen/2015 ttg Renstra KLHK 2015-2019, hlm 9. RPJMN 2015-2019, buku II (Agenda Pembangunan
66 Lampiran Permen LHK No P.39/Menlhk- Bidang), hlm I-3.
Setjen/2015 ttg Renstra KLHK 2015-2019, hlm 51.

30
Ditegaskan di sana bahwa Indonesia meng- lokasi objek tampak jelas dengan pe-
hadapi masalah penurunan fungsi catch- nyebutan 4,1 juta hektar lahan yang akan
ment area akibat pembukaan hutan untuk dikeluarkan dari kawasan hutan se-bagai
perkebunan dan pertambangan sepanjang TORA. Sayangnya, Renstra KLHK, Renstra
2000-2012. Hal ini banyak terjadi di Pulau Kementerian ATR/BPN, dan Stra-tegi
Jawa dan Sumatera dan telah berimplikasi Nasional KPS menyebut lokasi yang
negatif pada hilangnya hutan secara na- berbeda-beda dalam kawasan hutan se-
sional sebesar 8,4 persen.69 Memang tidak bagai TORA.
diuraikan lebih lanjut mengenai langkah Terkait dengan kebijakan penegakan
apa yang akan diambil untuk memastikan hukum untuk melindungi kawasan hutan,
agar masalah itu bisa diselesaikan, namun maka dapat terlihat bahwa kebijakan ter-
penjelasan tersebut mengindikasikan ber- sebut juga telah disebutkan sejak periode
tambah kuatnya alasan untuk melakukan pemerintahan pertama dan kedua pre-
kebijakan perlindungan hutan. siden SBY. Selain penegakan hukum, ke-
2.3. Kesimpulan bijakan melindungi hutan juga dilakukan
Berdasarkan rangkaian uraian di atas dengan pengendalian terhadap alih fungsi
dapat disimpulkan bahwa kebijakan refo- lahan dan status kawasan hutan (periode
rma agraria sudah dapat dilihat sejak era 2005-2009), dan dengan membentuk KPH
pemerintahan sebelum Jokowi-JK. Namun, (periode 2010-2014). Terdapat indikasi
terdapat perbedaan mengenai sumber la- bahwa pemerintah semakin memperhati-
han yang akan menjadi TORA. Pada pe- kan kebijakan penegakan hukum untuk
riode 2005-2009, sumber lahan untuk re- melindungi kawasan hutan. Hal ini terlihat
distribusi lahan bersumber hanya dari dari target kerja yang dicanangkan. Jika
tanah absentia dan perkebunan. Sedang- pada periode pertama informasi pe-
kan pada periode 2010-2014, sumber ta- merintahan SBY hal ini tidak ditegaskan
nah objek land reform mengalami per- secara eksplisit, maka pada periode kedua
luasan dengan memasukkan tanah bekas ditargetkan ada 75% kasus baru yang akan
kawasan hutan. Pada periode 2015-2019 diselesaikan. Sedangkan pada pemerintah-

69Lampiran Perpres No 2 tahun 2015 tentang


RPJMN 2015-2019, buku II (Agenda Pembangunan
Bidang), hlm 9-14.

31
an Jokowi ditargetkan ada 200 kasus pi- juga menyatakan ikhtiarnya untuk mem-
dana di sektor kehutanan yang akan disele- perluas forest coverage yang dapat
saikan. diartikan sebagai upaya untuk mere-
Hasil membandingkan kebijakan RA habilitasi kawasan hutan yang telah di-
dan perlindungan hutan sebagaimana gunakan tidak sesuai dengan peruntukan-
dimuat dalam berbagai dokumen pe- nya. Hal ini dapat dipandang kontradiktif
rencanaan, memperlihatkan bahwa secara jika disandingkan dengan ikhtiar untuk me-
umum belum ditemukan indikasi yang kuat ngeluarkan lahan hutan yang sudah dipakai
kebijakan reforma agraria akan ber- untuk aktivitas manusia dari kawasan hu-
sitegang dengan kebijakan penegakan hu- tan. Namun analisa atas hal ini belum da-
kum untuk melindungi kawasan hutan. pat diuraikan dengan jelas karena doku-
Sekalipun memang ditemukan juga ada po- men yang ada tidak mendetailkan langkah
tensi tegangan pada dua kebijakan ter- langkah apa saja yang akan dilakukan guna
sebut. Misalnya, pemerintahan Jokowi memperluas forest coverage tersebut.

32
33
Sebagai upaya untuk mewujudkan tersebut seperti lokasi penguasaan ka-
target-target kebijakan mengenai RA di wasan hutan berlangsung dan lama waktu
bidang kehutanan untuk periode 2015- penguasaan, tidak selaras dengan kriteria-
2019, seperti yang sudah dipaparkan pada kriteria Perpres 88 sehingga berpotensi
bagian sebelumnya (Bagian 2.1, dan 2.2), memunculkan kendala-kendala dalam im-
pemerintah telah mengeluarkan sejumlah plementasinya.
peraturan perundangan. Sejauh ini ada dua 3.1. Regulasi Reforma Agraria di
peraturan perundang-undangan yang di- bidang kehutanan
buat dalam rangka melaksanakan RA di bi- 3.1.1. Perpres No. 88/2017
dang kehutanan yaitu Peraturan Presiden Perpres yang ditandatangani oleh
No. 88/2017 tentang Penyelesaian Pengu- Presiden pada tanggal 6 September 2017
asaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Per- ini merupakan peningkatan dari regulasi
pres 88) dan Keputusan Menteri Koor- sebelumnya yang merupakan Peraturan
dinator Bidang Perekonomian No. 73/2017 Bersama (Perber) Menteri Dalam Negeri,
tentang Tim Reforma Agraria. Selain itu, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan
terdapat Peraturan Menteri Lingkungan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan
Hidup dan Kehutanan No. P.83/MenLHK/ Nasional (Ka BPN) tentang Tata Cara Pe-
Setjen/Kum.1/10/ Tahun 2016 tentang nyelesaian Penguasaan Tanah yang berada
Perhutanan Sosial. Sekalipun tidak terkait di dalam Kawasan Hutan yang ditanda-
langsung dengan RA, peraturan ini ber- tangani pada tanggal 24 Oktober 2014.
tujuan sama dengan RA yaitu memperluas Dalam perjalanannya, implementasi Per-
wilayah kelola rakyat untuk kawasan hu- ber untuk menyelesaikan permasalahan
tan. yang seolah tidak berujung itu mengalami
Perpres 88 akan diimplementasikan berbagai hambatan.
pada lapangan sosial yaitu penguasaan ka- Bagi instansi yang enggan me-
wasan hutan untuk kebun sawit rakyat laksanakan Perber, bentuk regulasi yang
yang tidak sepenuhnya seperti yang di- hanya setingkat peraturan bersama dijadi-
kehendaki oleh konstruksi hukum. Se- kan alasan untuk bersikap demikian.70
bagian dari kenyataan-kenyataan lapangan Akan tetapi, dalam suatu studi kasus

70 Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) Sumber Daya Alam (GN-PSDA) dan KPK-RI
terkait Perber ini di beberapa provinsi yang sepanjang tahun 2014-2015.
dilakukan oleh Tim Gerakan Nasional Pengelolaan

34
beberapa hal ternyata menjadi hambatan lapangan. Kedua, Rancangan Perpres yang
dalam implementasi di lapangan.71 Hal ini mengkategorikan cara penyelesaian de-
penting untuk diperhatikan juga dalam pe- ngan melihat fungsi dan kondisi hutan
nerapan Perpres, karena berbagai ham- adalah sebagai berikut:
batan itu masih mungkin terjadi dan perlu (1) Terhadap penguasaan tanah yang ma-
pemikiran untuk mencari jalan keluarnya. sih berupa hutan yang berada di dalam
Dalam upaya untuk menjadikan kawasan hutan konservasi berupa zo-
Perber lebih “bertaji”, kementerian terkait na inti dari zona rimba Taman Na-
dibantu Tim Gerakan Nasipnal-Pengelola- sional, cagar alam, dan suaka marga-
an Sumber Daya Alam (GN-PSDA) me- satwa, tidak dapat diberikan sertipikat
nyiapkan Rancangan Perpres yang kemudi- hak atas tanah. Bagi masyarakat yang
an dikembangkan dan dikoodinasikan oleh menguasai tanah tersebut diberikan
Kantor Menteri Kordinator Bidang Pereko- kompensasi oleh Menteri LHK. Jika pe-
nomian (Menko Perekonomian) menjadi nguasaan tanahnya berupa permu-
Perpres 88. kiman, fasilitas umum, dan atau fa-
Secara garis besar, ada beberapa silitas sosial, persawahan, dan domi-
perbedaan antara Rancangan Perpres yang nasi ruangnya tidak berfungsi hutan,
disiapkan oleh Tim GN-PSDA dengan Per- dikeluarkan dari kawasan hutan de-
pres 88. Pertama, Rancangan Perpres tidak ngan ketentuan bahwa Gubernur
membuat kategori penyelesaian peng- wajib mengusulkan kawasan hutan se-
uasaan tanah sebelum atau sesudah pe- kitarnya menjadi hutan konservasi ya-
nunjukan dan kategori berdasarkan luasan ng luasnya minimal sama dengan ka-
kawasan hutan. Artinya, semua per- wasan hutan yang dikeluarkan;
masalahan penguasaan tanah yang ada di (2) Penguasaan tanah di dalam kawasan
dalam kawasan hutan akan diselesaikan hutan lindung dan hutan produksi da-
dengan melihat fungsi hutan dan kondisi pat diterbitkan sertifikat dengan peng-

71 Tesis Tami Linasari, dari Program hanya dari instansi BPN; 4) acuan peta yang
Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas berbeda; 5) kebanyakan pemilik lahan berdomisili
Gadjah Mada (2018) yang meneliti tentang di luar kawasan; 6) tidak dipasangnya tanda (patok)
implementasi Perber di Desa Lancang Kuning, batas bidang tanah; 7) data fisik yang tidak sesuai
Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan, dengan data yuridis; dan 8) keengganan Kepala
menemukan beberapa hal yang menjadi kendala BPKH Wilayah XII Tanjung Pinang menandatangani
dalam implementasi Perber, yakni : 1) pemblokiran Berita Acara IP4T, keengganan ini disebabkan
anggaran; 2) kurangnya partisipasi dari Pemerintah karena landasan hukum penyelesaian penguasaan
Daerah 3) Anggota Tim IP4T yang ke lapangan tanah hanya dalam bentuk Perber.

35
gunaan sesuai dengan fungsinya. Jika adalah perorangan, instansi, badan
penguasaan tanahnya digunakan un- sosial/keagamaan, Masyarakat Hukum
tuk permukiman, fasilitas umum, fa- Adat (MHA) yang menguasai dan me-
silitas sosial, persawahan dan do- manfaatkan bidang tanah dalam kawasan
minasi ruangnya tidak berfungsi hu- hutan (Pasal 1 angka 2). Tanah yang di-
tan, dikeluarkan dari kawasan hutan; kuasai dan dimanfaatkan itu baik sebelum
(3) Ditegaskan bahwa penguasaan tanah maupun sesudah bidang tanah tersebut di-
berupa hutan hak dan hutan adat ha- tunjuk sebagai kawasan hutan (Pasal 4 ayat
rus dikelola sesuai fungsi hutannya. (2) sedangkan penguasaan tanahnya harus
Ketiga, Rancangan Perpres mengatur memenuhi 3 (tiga) kriteria yaitu bahwa pe-
juga tentang Masyarakat Hukum Adat yang nguasaan tanahnya dilakukan dengan
tata cara pengakuannya diatur dalam Per- itikad baik dan secara terbuka, bidang ta-
da Provinsi dengan mengikuti Panduan ya- nah tersebut tidak diganggu gugat oleh pi-
ng diatur dalam Lampiran Rancangan Per- hak lain, dan penguasaannya diakui dan di-
pres. Bentuk pengakuannya dalam bentuk benarkan oleh masyarakat hukum adat
Keputusan Kepala Daerah. Penetapan atau kepala desa/kelurahan yang ber-
hutan adat dilakukan sesuai dengan sangkutan serta diperkuat oleh kesaksian
peraturan perundang-undangan. Keem- orang yang dapat dipercaya (Pasal 4 ayat
pat, dalam Rancangan Perpres tidak diatur (1).
tentang “resettlement”. Kelima, jangka wa- Kedua, obyek penguasaan tanah
ktu berlangsungnya Perpres ini dibatasi 10 adalah permukiman, fasilitas umum, dan/
(sepuluh) tahun dengan pertimbangan ba- atau fasilitas sosial, lahan garapan, dan/
hwa “extra ordinary cases” dalam pe- atau hutan yang dikelola oleh MHA. Lahan
nguasaan tanah dalam kawasan hutan ini garapan diartikan sebagai bidang tanah di
harus diselesaikan secara tuntas dalam dalam kawasan hutan yang dikerjakan dan
waktu 10 (sepuluh) tahun, agar tidak dimanfaatkan oleh seseorang atau se-
ditoleransi lagi timbulnya permasalahan kelompok orang yang dapat berupa sawah,
penguasaan tanah baru di dalam kawasan ladang, kebun campuran, dan/atau
hutan. tambak (Pasal 5 ayat (1) dan (4)). Berkaitan
Perpres 88 mengatur hal-hal sebagai dengan hak MHA, dalam Perpres hanya di-
berikut, pertama subyek Penyelesaian Pe- sebutkan tentang hutan adat, yang di-
nguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan tetapkan sesuai dengan ketentuan per-

36
aturan perundang-undangan (Pasal 5 ayat (3) Jika penguasaan tanah berlangsung
(5)) dan bahwa keberadaan MHA di- setelah bidang tanah ditunjuk sebagai
tetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) kawasan hutan dengan fungsi lindung
dan MHA memiliki bukti penguasaan tanah dan luas kawasan hutan yang harus di-
(Pasal 6 ayat (5)). pertahankan minimal 30% (tiga puluh
Ketiga, pola penyelesaian penguasa- persen) dari luas DAS, pulau dan/atau
an tanah dirinci sebagai berikut: Provinsi, terhadap permukiman dan
(1) Jika tanah telah dikuasai dan fasilitas umum dan fasilitas sosial di-
dimanfaatkan dan/atau telah d- selesaikan dengan resettlement, se-
iberikan hak di atasnya sebelum bi- dangkan untuk lahan garapan di-
dang tanah tersebut ditunjuk sebagai berlakukan perhutanan sosial. Jika se-
kawasan hutan, penyelesaian dilakuk- telah ditunjuk, hutan tersebut tidak
an dengan mengeluarkan bidang ta- memenuhi kriteria sebagai hutan
nah dari kawasan hutan melalui per- lindung, maka terhadap pemukiman
ubahan batas kawasan hutan. Artinya fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial
tidak tergantung pada fungsi hutan- dilakukan melalui tukar menukar ka-
nya, sepanjang penguasaan tanahnya wasan hutan sesuai ketentuan
sebelum ditunjuk sebagai kawasan hu- peraturan perundang-undangan (Pas-
tan, maka obyek dikeluarkan dari ka- al 10). Tidak diatur tentang bagaimana
wasan hutan. dengan penyelesaian lahan garapan.
(2) Jika penguasaan tanah berlangsung (4) Jika penguasaan tanah setelah bidang
setelah bidang tanah yang ber- tanah ditunjuk sebagai kawasan hutan
sangkutan ditunjuk sebagai kawasan dengan fungsi lindung dan luas ka-
hutan, maka jika luas kawasan hutan wasan hutan yang harus dipertahan-
yang harus dipertahankan minimal kan lebih dari 30 % (tiga puluh persen)
30% (tiga puluh persen) dari luas Da- dari luas DAS, pulau dan/atau provinsi,
erah Aliran Sungai (DAS), pulau dan/- maka jika fungsi hutannya adalah hu-
atau provinsi ataupun lebih dari 30 % tan lindung, maka untuk permukiman,
(tiga puluh persen) jika fungsi hutan fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial
adalah konservasi, maka semua jenis diselesaikan melalui resettlement. Da-
pemanfaatan penyelesaiannya adalah lam hal bidang tanah tersebut diguna-
dengan resettlement; kan untuk lahan garapan dan telah di-

37
kuasai lebih dari 20 (dua puluh) tahun silitas sosial dikeluarkan dari kawasan
dikeluarkan dari kawasan hutan, na- hutan. Untuk tanah garapan jika telah
mun jika penguasaannya kurang dari dikuasai selama 20 tahun atau lebih di-
20 (dua puluh) tahun maka diselesai- keluarkan dari kawasan hutan, se-
kan melalui perhutanan sosial. Jika ka- dangkan jika penguasaan kurang dari
wasan hutan yang ditunjuk tidak me- 20 tahun akan diselesaikan melalui
menuhi kriteria sebagai kawasan hu- perhutanan sosial (Pasal 13).
tan lindung, maka penguasaan tanah Keempat, kelembagaan. Untuk
untuk pemukiman, fasilitas umum, mengimplementasikan Perpres, di tingkat
dan/atau fasilitas sosial dikeluarkan pusat dibentuk Tim Percepatan Pe-
dari kawasan hutan. Dalam kondisi nyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Ka-
yang sama, terhadap lahan garapan ti- wasan Hutan (tim percepatan PPTKH) yang
dak diatur jalan keluarnya (Pasal 11). diketuai oleh Menko Perekonomian. Tim
(5) Jika penguasaan tanah setelah bidang ini mempunyai enam macam tugas dan da-
tanah diitunjuk sebagai kawasan hu- lam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh
tan dengan fungsi lindung dan luas ka- Tim Pelaksana PPTKH. Tim Pelaksana dapat
wasan hutan yang harus dipertahan- melibatkan, bekerjasama dan/atau ber-
kan minimal 30 % (tiga puluh persen) koordinasi dengan Kementerian/ Lem-
dari luas DAS pulau dan atau provinsi baga, Pemerintah Daerah, akademisi dan
maka bidang tanah yang berupa pe- atau pemangku kepentingan. Tim Pe-
mukiman fasilitas umum dan atau fa- laksana mempunyai 4 (empat) tugas. Da-
silitas sosial dikeluarkan melalui re- lam pelaksanaan fungsinya, Tim Pelaksana
settlement, sedangkan terhadap ta- dapat dibantu oleh kelompok kerja. Tim
nah garapan diselesaikan melalui pe- Percepatan menyampaikan laporan secara
rhutanan sosial (Pasal 12). berkala setiap enam bulan atau sewaktu-
(6) Jika penguasaan tanah setelah bidang waktu diperlukan (Pasal 14-Pasal 17).
tanah ditunjuk sebagai kawasan hutan Di tingkat daerah, Gubernur mem-
dan luas kawasan hutan lebih dari 30% bentuk Tim Inventarisasi dan Verifikasi Pe-
(tiga puluh persen) dari DAS, pulau nguasaan Tanah PPTKH (“Tim Inver”).
dan/atau provinsi dan merupakan Gubernur melaporkan pelaksanaan fungsi-
hutan produksi maka untuk per- nya kepada Tim Percepatan PPTKH secara
mukiman, fasilitas umum dan/atau fa- berkala setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-

38
waktu diperlukan. Tugas Tim Inver adalah hutanan sosial, Menteri LHK menyelesai-
sebagai berikut: kan sesuai dengan ketentuan peraturan
a. menerima pendaftaran permohonan perundang-undangan. Tukar-menukar dan
inventarisasi secara kolektif yang di- resettlement merupakan tanggungjawab
ajukan melalui bupati atau walikota; pemerintah daerah.
b. melaksanakan pendataan lapangan; Jika penyelesaiannya berupa pe-
c. melakukan analisis data fisik dan data ngeluaran dari kawasan hutan, Menteri
yuridis dan lingkungan hidup; menerbitkan surat keputusan perubahan
d. merumuskan rekomendasi berdasar- batas kawasan hutan. Keputusan pe-
kan hasil analisis dan menyampaikan nyelesaian PPTKH diumumkan kepada pe-
kepada gubernur. mohon untuk dapat mengajukan ke-
Pedoman pelaksanaan tugas Tim beratan dengan jangka waktu tertentu.
Inver diatur dengan Peraturan Menko Per- Jika keberatan diterima, gubernur me-
ekonomian. lakukan verifikasi ulang. Keputusan per-
Ada 5 (lima) tahapan dalam pe- ubahan batas kawasan hutan merupakan
nyelesaian PPTKH yang akan berujung dasar penerbitan sertipikat hak atas tanah.
pada 3 (tiga) hal, yaitu: pelepasan dari ka- Bagi penerima sertipikat ada syarat-syarat
wasan hutan, perhutanan sosial, tukar me- yang harus dipenuhi, yakni:
nukar dan resettlement. Pekerjaan Tim 1. Dilarang menelantarkan tanah dan
Inver harus selesai dalam waktu mak- mengalihkannya dalam jangka waktu
simum 6 (enam) bulan sejak berkas per- 10 (sepuluh) tahun dan mengalih
mohonan lengkap. Gubernur menyampai- fungsikan tanahnya;
kan rekomendasi Tim Inver kepada ketua 2. Jika dalam waktu kurang dari 10
Tim Percepatan PPTKH. Berdasarkan re- (sepuluh) tahun tidak dapat lagi me-
komendasi itu, Menko menyampaikan per- manfaatkan tanahnya, tanah menjadi
timbangan penyelesaian PPTKH untuk di- tanah yang dikuasai oleh negara;
tindaklanjuti oleh Menteri LHK yang akan 3. Jika penerima hak atas tanah me-
mengeluarkan keputusan penyelesaian ninggal dunia, tanah dapat beralih me-
PPTKH. njadi Hak Milik ahli warisnya;
Jika keputusan berupa tukar me- 4. Tanah yang diwariskan tidak dapat
nukar atau resettlement atau program per- dipecah.

39
Perubahan kawasan hutan dilakukan atau beberapa lembaga desa yang
sebelum penyusunan rencana tata ruang dapat membentuk koperasi desa atau
dan diintegrasikan ke dalamnya. Berdas- BUMDes setempat. Lokasi HPHD harus
arkan perubahan batas kawasan hutan dalam wilayah ad-ministrasi desa.
pemberian sertipikat dan izin pemanfaatan Permohonan harus di-lengkapi dengan
ruang dapat dilakukan. (1) Peraturan Desa tentang pem-
3.1.2. Peraturan Menteri Lingkungan bentukan lembaga desa atau lembaga
Hidup dan Kehutanan No. 83/2016 adat. (2) Keputusan Kepala Desa ten-
Perhutanan sosial (PS) meliputi: (1) tang struktur organisasi lembaga desa,
Hutan Desa; (2) Hutan Kemasyarakatan: (3) koperasi desa atau BUMDes ; (3)
Hutan Tanaman Rakyat: (4) Kemitraan Ke- Gambaran umum wilayah; dan (4) Peta
hutanan: dan (5) Hutan Adat. Sedangkan usulan lokasi.
ijin yang diberikan berupa Hak Pengelolaan Permohonan diverifikasi (admin-
Hutan Desa (HPHD), Ijin Usaha Pe- istratif) oleh Dirjen dan verifikasi teknis
manfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHK- dilakukan oleh kepala UPT yang me-
m), Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan laporkan hasilnya kepada Dirjen. Se-
Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat (IUP lanjutnya jika semua syarat sudah di-
HHK-HTR). Semua perijinan tersebut di- penuhi, Dirjen menerbitkan keputusan
berikan berdasarkan Peta Indikatif Area pemberian HPHD atas nama Menteri
Perhutanan Sosial (PIAPS) yang direvisi (Pasal 9-Pasal 12).
setiap 6 bulan sekali. Jika permohonan HPHD diajukan
a. Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) kepada Gubernur, tata caranya adalah
Lokasi HPHD meliputi hutan sebagai berikut: Gubernur menunjuk
produksi dan/atau lindung yang belum Kepada Dinas untuk melakukan very-
dibebani ijin, hutan lindung yang fikasi admin-istratif maupun teknis. Ter-
dikelola oleh Perum Perhutani, hadap verifikasi administratif dan teknis
dan/atau wilayah tertentu dalam KPH yang telah memenuhi syarat, oleh ke-
(Pasal 6). HPHD diberikan oleh Menteri pala dinas disiapkan ke-putusan gu-
dan dapat di-delegasikan kepada bernur tentang pemberian HPHD. Jika
gubernur dengan syarat tertentu dan dalam tenggang waktu yang di-tetapkan
ditetapkan dengan keputusan menteri gubernur tidak menerbitkan HPHD atau
(Pasal 7). Pemohon HPHD adalah satu tidak memberikan keterangan, Dirjen

40
meminta hasil verifikasi kepada Kepala bernur tidak menerbitkan keputusan
Dinas. Berdasarkan hasil verifikasi ter- dan tidak memberikan keterangan ten-
sebut, Dirjen atas nama Menteri mem- tang hal tersebut dalam tenggang wa-
berikan keputusan pemberian HPHD ktu tertentu, Dirjen meminta hasil
(Pasal 13-Pasal 15). verifikasi kepada Kepala Dinas. Jika hasil
b. Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemas- verifikasi tidak bermasalah, Dirjen atas
yarakatan (IUPHKm) nama Menteri menerbitkan keputusan
Lokasi/obyek IUPHKm sama de- Gubernur tentang Pemberian IUPHKm
ngan lokasi HPHD. IUPHKm diberikan (Pasal 24-26).
oleh Menteri dan dapat didelegasikan c. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
kepada Gubernur dengan syarat ter- Kayu-Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-
tentu. Subyek IUPHKm adalah: (1) ketua HTR)
kelompok masyarakat; (2) ketua Ga- Berbeda dengan ijin terdahulu,
bungan kelompok tani hutan; atau (3) IUPHHK-HTR hanya dapat diberikan
ketua koperasi. Permohonan dilampiri pada hutan produksi yang belum di-
daftar nama masyarakat setempat ca- bebani ijin dan wilayah tertentu dalam
lon anggota kelompok IUPHKm, gam- KPH. Ijin ini diberikan oleh Menteri dan
baran umum wilayah dan peta usulan dapat didelegasikan kepada Gubernur
lokasi. Permohonan diajukan kepada dengan syarat tertentu.
Menteri atau Gubernur. Jika per- Subyek IUPHHK-HTR adalah sebagai
mohonan diajukan kepada Menteri, berikut:
Dirjen melakukan verifikasi admini- a) Perorangan yang merupakan pe-
stratif dan kepala UPT melakukan very- tani hutan;
fikasi teknis. Jika hasil verifikasi me- b) Kelompok tani hutan;
menuhi persyaratan, Dirjen atas nama c) Gabungan kelompok tani hutan;
Menteri menerbitkan keputusan pem- d) Koperasi tani hutan; atau
berian IUPHKm (Pasal 16-Pasal 23). e) Perseorangan yang memperoleh
IUPHKm dapat diberikan oleh Gu- pendidikan kehutanan/bidang lain-
bernur. Verifikasi administratif dilaku- nya yang pernah menjadi pen-
kan oleh Kepala Dinas. Jika verifikasi te- damping atau penyuluh yang per-
lah memenuhi syarat, kepala dinas me- nah bekerja di bidang kehutanan
nyiapkan keputusan Gubernur. Jika Gu- dengan membentuk kelompok atau

41
koperasi bersama masyarakat (enam) subyek, antara lain: KPH, Balai
setempat. Besar/Balai Taman Nasional, BUMN/
Permohonan dilampiri dengan BUMD pengelola hutan negara, sedang-
daftar nama masyarakat setempat kan pemegang ijin meliputi 15 (lima
calon anggota, gambaran umum wi- belas) subyek (Pasal 40). Untuk luasan
layah, dan peta usulan lokasi. Dirjen me- areal kemitraan kehutanan di areal
lakukan verifikasi administratif dan ke- kerja pengelola hutan maksimum 2
pala UPT melakukan verifikasi teknis. (dua) hektar setiap kepala keluarga dan
Berdasarkan hasil verifikasi teknis, di areal pemegang ijin maksimum 5
Dirjen menerbitkan keputusan pem- (lima) hektar setiap kepala keluarga
berian IUP HHK-HTR atas nama Menteri (Pasal 41). Subyek calon mitra harus
(Pasal 27-Pasal 34). Terhadap per- memenuhi syarat, antara lain terkait de-
mohonan kepada Gubernur, mutatis ngan jarak tempat tinggal dan lahan
mutandis tata caranya sama dengan garapan serta ketergantungan pada
pemberian dua ijin terdahulu (Pasal 35- mata pencaharian pokok (Pasal 42). Pe-
Pasal 37). nentuan areal dilakukan berdasarkan
Berbeda dengan kedua ijin ter- pertimbangan tertentu (Pasal 43).
dahulu, ada persyaratan khusus untuk Pengelola atau pemegang ijin me-
pelaksanaan kegiatan HTR, yakni bahwa ngajukan permohonan untuk melaku-
kegiatan dilakukan secara mandiri yang kan kemitraan kepada Menteri setelah
terintegrasi dengan industri kayu rak- dilakukan pemeriksaan lapangan. Ber-
yat. Jika pelaksanaan secara mandiri be- dasarkan hasil pemeriksaan lapangan,
lum dapat dilaksanakan, maka dapat di- dibuat naskah kesepakatan kerjasama
lakukan kemitraan dengan industri di yang selanjutnya dilaporkan kepada Dir-
bidang perkayuan (Pasal 38). jen (Pasal 44 –Pasal 49).
d. Kemitraan Kehutanan Permen No. 83 Tahun 2016 ini
Pelaku kemitraan kehutanan yakni hanya mengatur secara sangat sumir
pengelola hutan dan pemegang ijin, tentang hutan adat (Pasal 50).
wajib melaksanakan pemberdayaan HPHD, IUPHKm dan IUP HHK-HTR
masyarakat setempat melalui ke- berlaku selama 35 (tiga puluh lima)
mitraan kehutanan. Yang dimaksudkan tahun dengan evaluasi setiap 5 (lima)
sebagai pengelola hutan meliputi 6 tahun. Karena berbentuk ijin, maka ti-

42
dak dapat diwariskan. Pelanggaran ter- lainnya seperti kopi, padi, jagung, buah-
hadap persyaratan dapat berakibat di- buahan, dan kakao juga ditanam dalam
kenakan sanksi administratif. Ijin ter- kawasan hutan namun tidak disebut-
sebut dilarang untuk dipindahtangan- sebut, maka ketentuan di atas bisa
kan, dialihfungsikan dan digunakan un- ditafsir bahwa tanaman non kehutanan
tuk kepentingan lain di luar rencana pe- lainnya diperbolehkan. Jika maksud ke-
ngelolaan atau di luar rencana pe- tentuan tersebut memang demikian se-
manfaatan. Ketiga ijin tersebut tidak da- harusnya tersedia penjelasan mengapa
pat diagunkan, kecuali tanamannya; de- ta-naman sawit dikecualikan dengan
ngan kata lain, terhadap tanamannya cara melarangnya untuk ditanam dalam
dapat dibebani dengan fidusia (Ps 56). areal PS.
Yang perlu dicermati adalah, ba- Pemegang ijin mempunyai hak dan
hwa semua pemegang HPHD, IUPHKm, kewajiban (Pasal 58 - Pasal 59), de-
IUPHHK-HTR, Kemitraan Kehutanan dan mikian juga, ijin hapus jika, (1) jangka
Hutan Adat dilarang menanam kelapa waktu berakhir; (2) dicabut oleh pem-
sawit di areal hak atau izinnya (Pasal 56 beri hak sebagai sanksi; dan (3) hak atau
ayat (5)). Perihal ini lebih lanjut di- ijin dikembalikan oleh pemegangnya (Ps
tentukan bahwa jika sudah terdapat ta- 57). Perlu dicermati juga, bahwa jika
naman sawit dalam areal atau yang dalam areal PS atau dalam usulan PS
akan diusulkan sebagai areal, diper- telah ada tanaman sawit sejak per-
bolehkan untuk diteruskan digarap se- aturan ini berlaku, diperbolehkan se-
lama 12 tahun yang dihitung dari sejak lama 12 (dua belas) tahun sejak masa
masa tanam dimulai. Selama 12 tahun tanam dan di antara tanaman sawit di-
tersebut pemegang izin PS diwajibkan tanam pohon berkayu paling sedikit 100
untuk menanam pohon berkayu di an- (seratus) pohon per hektar.
tara tanaman sawit paling sedikit 100 3.2. Penguasaan kawasan hutan untuk
pohon per hektar (Pasal 65 huruf h). kebun sawit rakyat
PermenLHK P.83 tidak me- Penguasaan kawasan hutan oleh
nyediakan penjelasan mengenai alasan penduduk setempat untuk ditanami sawit
penyebutan atau pelarangan tanaman mulai marak sejak akhir tahun 2000-an.
sawit dalam areal PS. Karena dalam Berdasarkan waktu, aktivitas tersebut di-
kenyataannya tanaman non kehutanan lakukan sejak penduduk berhenti melaku-

43
kan penebangan liar karena pemerintah mengenai status kawasan, menjadi alasan-
melakukan penindakan hukum yang tegas alasan penambah bagi penduduk setempat
terhadap para pelaku. Dengan begitu, ber- untuk membuka kawasan hutan.
kebun sawit merupakan langkah mencari Bagian-bagian selanjutnya berisi
sumber penghasilan utama untuk meng- paparan mengenai asal-usul penguasaan
gantikan penghasilan dari pembalakan. Be- kawasan hutan dan bukti-bukti hak yang
rcocok sawit menjadi pilihan utama setelah dipunyai oleh para pengarap dan pemilik
penduduk setempat menyaksikan ke- kebun sawit rakyat. Paparan mengenai hal
berhasilan para pendatang dengan ta- itu dilakukan dengan mengambil contoh
naman ini. Membuka kawasan hutan men- dari 3 lokasi yaitu (i) Desa Alur Baning,
jadi pilihan tidak terelakan karena sebagian Kecamatan Babul Rahmah, Kabupaten
dari mereka telah menjual lahan kebun Aceh Tenggara, Aceh, (ii) Desa PIR ADB,
dan ladangnya kepada perusahaan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat,
pendatang.72 Sumatera Utara, dan (iii) Desa Tepian
Alasan lain membuka kawasan hutan Buah, Kecamatan Segah, Kabupaten Berau,
untuk ditanami sawit adalah karena luas Kalimantan Timur.
lahan yang dikuasai dan digarap dan ter- Asal-usul penguasaan
letak diluar kawasan hutan, tidak memadai Alur Baning adalah satu di antara
lagi untuk menopang hidup satu keluarga. sekian desa yang penduduknya menguasai
Perluasan hanya mungkin dilakukan ke- kawasan hutan karena alasan memenuhi
dalam kawasan hutan karena hanya disana kebutuhan hidup dan didukung dengan
yang masih tersedia lahan yang tidak di- adanya kesempatan. Pembalakan liar di
garap. Kondisi fisik kawasan hutan yang Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) 73
tidak berhutan lagi dan ketidaktahuan yang berlangsung marak sebelum tahun

72 Deskripsi mengenai pembukaan kawasan hutan 73 Taman Nasional Gunung Leuser ditunjuk melalui
untuk kebun sawit oleh penduduk karena alasan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 276/Kpts-
tidak tersedia lagi lahan kosong diluar kawasan II/1997 tentang Penunjukan TN. Gunung Leuser
hutan, salah satunya dapat dilihat dalam Rikardo seluas 1.094.692 hektare yang terletak di Provinsi
Simarmata, Isnadi Esman, Romesh Irawan, Nurul daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara. Taman
Firmansyah, Mumu Muhajir, dan Erwin Dwi nasional ini berlokasi di 6 kabupaten di Provinsi
Kristianto, 2017, “Memadamkan Api: Penegakan Aceh, dan 3 kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.
hukum kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau Aceh Tenggara dan Langkat termasuk diantara
dan perubahan-perubahan pada pola penguasaan kesembilan kabupaten tersebut.
dan penggunaan lahan”, laporan tidak
dipublikasikan, HUMA&World Resources Institute.

44
200574, menyisakan areal-areal gundul menyebabkan lahan kebun yang digarap
(deforested). Setelah ditinggalkan oleh men-jadi lebih luas, seperti yang terjadi di
para pembalak liar, pemerintah hampir Desa Alur Baning. Orang-orang Kenyah di
tidak melakukan aktivitas apapun di atas- Tepian Buah menguasai dan menggarap
nya termasuk melakukan patroli apalagi areal izin PT. Inhutani Unit I Unit
kegiatan penanaman kembali. Manajemen Hutan (UML) Labanan75
Penduduk Desa Alur Baning melihat dengan didorong oleh ke-inginan untuk
situasi seperti itu sebagai kesempatan meniru kesuksesan para petani eks tenaga
untuk melakukan penguasaan dan peng- kerja Indonesia (TKI). Sejak tahun 2011,
garapan. Pada saat itu mereka juga me- para eks TKI Malaysia berdiam di Tepian
merlukan perluasan lahan garapan karena Buah dan menggarap lahan yang dibeli dari
rata-rata penduduk hanya memiliki lahan orang-orang Kenyah untuk ditanami sawit.
seluas 2 ha per KK. Selama dua tahun Sekalipun penduduk mengatakan
(2005-2007), penduduk menguasai dan bahwa penguasaan areal izin Inhutani I di-
menggarap kawasan hutan di areal-areal lakukan karena tidak mengetahui status
bekas aktivitas penebangan liar. Mereka kawasan, namun tindakan itu tidak bisa
menyadari bahwa yang dilakukan me- dilepaskan dari persepsi mereka sebagai
rupakan tindakan terlarang, namun ke- orang yang sudah mendiami desa tersebut
butuhan untuk mendapatkan sumber pen- sejak awal tahun 70-an. Kedatangan orang-
caharian tambahan dengan cara mem- orang Kenyah bermula dari migrasi tujuh
perluas luas, membuat mereka melupakan keluarga dari Apo Kayan (sekarang ka-
larangan tersebut dan mengambil resiko. bupaten Malinau) ke kawasan hutan ber-
Penduduk Desa Tepian Buah me- nama Long Tuyoh. Pada tahun 1973,
nguasai kawasan hutan dengan alasan Departemen Sosial melakukan resetelmen
yang lain sekalipun tindakan tersebut

74 75
Pada tahun 2005, Pemerintah Pusat Inhutan Unit I UML Labanan memiliki areal Izin
memberantas pembalakan liar yang diawali Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan (IUPHHK) seluas
dengan pembuatan regulasi yaitu Instruksi 138.210 ha. Pemberian IUPHHK tertuang dalam
Presiden No. 4/2005 tentang Pemberantasan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan 484/MENHUT-II/2006 tertanggal 19 Oktober 2006.
dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Izin tersebut berlaku sampai Desember 2038. SK
Indonesia. tersebut merupakan perpanjangan yang kedua kali
sejak diberikan pertama kali pada tahun 1976.

45
penduduk (respen) dengan memindahkan hendak sendiri tapi disebabkan oleh
orang-orang Kenyah ke Tepian Buah.76 ‘kesalahan’ dalam menetapkan areal
Penguasaan lahan oleh orang-orang proyek transmigrasi lokal. Proyek tersebut
Kenyah terus bertambah seiring dengan dimulai pada tahun 1982 dengan du-
kehadiran perusahaan kayu pada dekade kungan dana oleh Bank Pembangunan
80-an dan 90an dan batubara pada dekade Asia. Pemerintah menyiapkan lahan seluas
90-an. Semasa perusahaan kayu marak, 1.500 ha untuk 500 peserta transmigrasi
orang-orang Kenyah membuka lahan se- dengan masing-masing menerima 2,5 ha.
luas 1 sampai 2 ha pada kiri-kanan jalan Pada tahun 1982, Departemen Kehutanan
logging. Pada dekade 90-an penguasaan la- melakukan pemetaan ulang atas areal pro-
han didorong oleh motif untuk men- yek transmigrasi dan menemukan bahwa
dapatkan ganti rugi dari perusahaan batu- seluas 70 ha areal transmigrasi berada da-
bara dan fee77 pemegang izin pemanfaatan lam kawasan TNGL. Data tersebut tidak se-
kayu (IPK). Setelah tahun 2011 penguasaan penuhnya diamini oleh lembaga pe-
lahan-lahan baru dengan membuka ka- merintah yang lain yang dibuktikan dengan
wasan hutan marak bersamaan dengan data Biro Pusat Statistik dan wilayah
penjualan tanah-tanah oleh penduduk se- administrasi desa yang dikeluarkan oleh
tempat kepada pendatang terutama eks Pemerintah Kabupaten, yang memasukan
TKI Malaysia. Motif lain yang melatarinya areal 70 ha sebagai bagian dari proyek atau
adalah keinginan untuk menanam sendiri wilayah administratif Desa PIR ADB.
kebun-kebun sawit yang disebut sebagai Luas lahan
sawit mandiri. Luas kawasan TNGL yang dikuasai
Sementara itu, penguasaan kawasan dan dimanfaatkan untuk kebun sawit
TNGL oleh penduduk Desa PIR ADB bisa di- rakyat saat ini mencapai 6.750 ha. Seluas
katakan bukan merupakan kesengajaan. 112,4 ha di antaranya dimiliki oleh 51 KK di
Penguasaan atas lahan seluas 70 ha oleh Desa Alur Banung. Di desa PIR ADB luasnya
beberapa keluarga bukan merupakan ke- tidak signifikan yaitu 70 ha. Luas lahan

76Penjelasan mengenai resetelmen orang-orang Supplement 7, hlm. 87-95, dan Yekti Maunati,
Kenyah dapat dibaca pada K. Kartawinata, H. 2004, Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik
Soedjito, T. Jessup, A.P. Vayda, dan C.J.P. Colfer, Kebudayaan. Yogyakarta: LKIS.
1984,”The impacts of development on the 77 Fee kayu adalah pengutan informal kepada

interactions between people and forest in East pemilik lahan hutan dengan atau tanpa perantara
Kalimantan: a comparison of two areas of Kenyah kepala adat atau kepala desa. Fee kayu dihitung
Dayak settlement, Environmentalists, Vol. 4, berdasarkan per meter kubik kayu yang diedarkan.

46
sawit rakyat rata-rata 2-5 ha per KK dengan Bukti-bukti hak dan transaksi atas tanah
pengecualian di Tepian Buah yang men- Bukti-bukti hak yang mendasari
capai 5-30 ha. penguasaan kawasan hutan pada dasarnya
Pemanfaatan lahan hanya berupa kwitansi jual beli. Di Tepian
Pemanfaatan lahan dalam kawasan Buah, kepala desa bersedia mengelurakan
hutan didominasi tanaman perkebunan. Di surat keterangan tanah hanya apabila
Desa Tepian Buah tanaman sawit di- tanahnya berlokasi di luar kawasan hutan.
usahakan oleh 80% dari 256 KK yang Di desa-desa sekitar kawasan TNGL, bukti
berdomisili di desa tersebut. Di PIR ADB hak berupa kwitansi pembayaran ganti rugi
kawasan hutan seluas 70 ha sebagian besar pengelolaan tanah dan jasa makelar. Bukti
ditanami sawit. Situasinya agak berbeda sertifikat atas tanah seluas 70 ha di Desa
dengan Desa Alur Baning. Dari 51 keluarga PIR ADB merupakan pengecualian. Kantor
yang menguasai kawasan hutan, hanya 12 Pertanahan bersedia mengeluarkan ser-
yang menanaminya dengan sawit, sedang- tifikat karena dianggap bagian dari lokasi
kan 39 yang lain menanam jagung, kemiri transmigrasi lokal walaupun Departemen
dan cokelat. Selain sawit, kawasan hutan Kehutanan meng-claim nya sebagai ka-
juga ditanami dengan karet, jagung, ke- wasan hutan.
miri, cokelat, padi dan sayur-sayuran. Di Desa PIR ADB dan Tepian Buah,
Pemanfaatan yang berbeda didapati peralihan hak atas tanah yang terletak
di Tepian Buah. Sejak tahun 2016 lewat dalam kawasan hutan sudah dipraktekan.
Perhutanan Sosial dengan skema Ke- Peralihan dilakukan melalui pewarisan (PIR
mitraan, PT. Inhutani I dan Kelompok Sadar ADB) dan jual beli (Tepian Buah). Karena
Wisata (Pokdarwis) yang mewakili pihak sudah bersertifikat, tanah di PIR ADB
desa, mengelola eko wisata dengan objek bahkan sudah dijadikan jaminan utang
air terjun Tambalang dan jungle track. Ke- dengan dibebani hak tanggungan. Pada
mitraan lainya adalah menanam pohon tahun 2013, sebanyak 405 anggota KUD
gahari di sela-sela pohon sawit sebanyak Rahmat Tani, meminjam uang ke Bank
800 batang dengan luas 1 ha. Kemitraan Bukopin dengan jaminan tanah dan
tersebut dituangkan dalam MoU antara PT. bertindak sebagai penjamin adalah PT.
Inhutani I dan pemerintah desa Tepian Anugerah Langkat Makmur.
Buah.

47
3.3. Kendala-kendala implementasi 2) Tak seorangpun boleh dirampas harta
Perpres No. 88/2017 miliknya secara semena-mena.
Falsafah yang mendasari terbitnya Ketika Perpres akan diterapkan
Perpres 88 adalah bahwa negara hadir terhadap sawit rakyat, timbul kendala
untuk memberikan keadilan, kepastian tertentu. Sebagai subyek atau”pihak” me-
hukum, dan kemanfaatan atas hak ke- nurut Perpres, maka rakyat yang me-
pemilikan rakyat atas tanah yang dijamin ngusahakan perkebunan sawit memenuhi
oleh UUD 1945, yang karena lokasi pe- persyaratan, yakni ”perorangan yang me-
nguasaan tanahnya secara de jure berada nguasai dan memanfaatkan bidang tanah
dalam kawasan hutan, maka penguasaan dalam kawasan hutan”(Ps 1 angka 2).
rakyat secara de facto itu mengalami Namun, terkait dengan jenis-jenis obyek
kendala dalam pelaksanaannya. yang diusahakan, secara eksplisit tidak di-
Pasal 28H ayat (4) UUD Negara RI sebutkan dalam Pasal 5 ayat (4), yang ber-
1945 menyatakan bahwa, “setiap orang bunyi sebagai berikut,” lahan garapan me-
berhak mempunyai hak milik pribadi dan rupakan bidang tanah dalam kawasan
hak milik tersebut tidak boleh diambil alih hutan yang dikerjakan dan dimanfaatkan
secara sewenang-wenang oleh siapa pun”. oleh seseorang atau sekelompok orang
Secara implisit, Pasal 11 UU No 11 Tahun yang dapat berupa sawah, ladang, kebun
2005 tentang Pengesahan International campuran dan/atau tambak”. Tanaman
Covenant on Economic, Social, and Cultural sawit memang tidak secara eksplisit di-
Rights (Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) sebutkan atau dicontohkan sebagai ca-
menyebutkan tentang hak atas standar kupan dari istilah lahan garapan atau
kehidupan yang memadai. Jauh sebelum- kebun campuran. Namun demikian, peng-
nya, dalam aras global, Pasal 17 Deklarasi gunaan kata “dapat” dalam Pasal tersebut,
HAM PBB Tahun 1948 menyebutkan yang dalam bahasa hukum yang baku di-
bahwa: artikan sebagai contoh bukan cakupan,
maka tanaman sawit dapat dimasukan
1) Setiap orang berhak untuk memiliki
sebagai contoh lain atau cakupan lahan
harta, baik sendiri maupun
garapan. Oleh karena itu penggunaan kata
bersama-sama dengan orang lain,
“dapat”, membuka ruang diskresi bagi
dan
pejabat yang berwenang untuk tidak hanya
membatasi jenis lahan garapan (limitatif),

48
tetapi memberikan alternatif lain, diluar Dalam Perpres dise-butkan: jika luas ka-
yang disebutkan secara eksplisit dalam wasan hutan >30% dari DAS, pulau, dan
Pasal 5 ayat (4) tersebut, yang, mungkin atau provinsi dan hutan-nya berfungsi
belum sempat terdeteksi ketika aturan ini lindung dan produksi, jika lama peng-
disusun, atau, memang dimaksudkan uasaan tanah lebih dari 20 tahun secara
untuk menampung seandainya dikemudi- berturut-turut (Pasal 11 ayat (1) huruf c),
an hari terdapat jenis usaha lain yang dapat dikeluarkan dari kawasan hutan. Apakah
dimasukkan dalam pengertian lahan ga- kriteria ini tepat jika diterapkan untuk
rapan. kebun sawit rakyat? Kira-nya diskresi juga
Kapan seorang pejabat boleh me- perlu dilakukan terhadap hal ini. Ta-naman
lakukan diskresi? Menurut Pasal 22 ayat (2) sawit berbeda dengan tanaman non sawit.
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Admini- Batas waktu 20 tahun itu di-ambil dari hu-
strasi Pemerintahan, diskresi dapat di- kum adat yang merupakan dasar dari
lakukan antara lain dengan tujuan untuk hukum agraria/pertanahan nasional. Kare-
mengisi kekosongan dan memberikan ke- na dalam Pen-jelasan Pasal 24 ayat (2) PP
pastian hukum. Hal ini tepat jika diskresi di- No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
tempuh untuk mengatur tentang sawit Tanah tidak diperoleh pen-jelasan tentang
rakyat yang tidak secara eksplisit disebut penentuan batas waktu 20 tahun tersebut,
dalam Pasal 5 ayat (4). Hal ini diperkuat maka dicoba untuk men-cari landasannya
dengan ketentuan dalam Pasal 23 yakni dalam hukum adat ber-dasarkan yuris-
bahwa diskresi itu dilakukan karena per- prudensi Mahkamah Agung (MA).
aturan perundang-undangan tidak me- Terkait dengan perolehan hak milik
nyebut secara eksplisit (tidak lengkap) dan berdasarkan iktikad baik, Putusan MA
dilakukan dengan alasan yang objektif ser- tanggal 29-1-1976 No.783K/Sip/1973 me-
ta dilandasi dengan iktikad baik, yakni me- nyatakan bahwa:” Orang yang telah men-
nghadirkan negara untuk menyelesaikan duduki tanah untuk waktu yang lama tanpa
masalah penguasaan tanah dalam ka- gangguan dan bertindak sebagai pemilik
wasan hutan (Pasal 24). Selanjutnya, jika jujur (rechshebende te goeder trouw) harus
kebun sawit rakyat sudah diakomodasi dilindungi hukum”. Putusan ini tidak me-
dalam pengaturan lahan garapan, bagai- nyebutkan lamanya waktu untuk men-
mana syarat pengua-saan tanahnya agar jelaskan istilah “waktu yang lama” ter-
dapat diberikan suatu hak atas tanah? sebut. Pada saat yang sama hukum adat

49
menentukan bahwa seseorang yang mem- Buah (Bagian 3.2), jangka waktu yang
punyai hak atas tanah dapat kehilangan sesuai dengan realitas penguasaan kebun
haknya jika dalam jangka waktu tertentu sawit rakyat agar dapat dikeluarkan dari
lalai atau tidak meminta haknya tersebut kawasan hutan adalah 5 tahun. Angka ini
dan atau tidak melakukan suatu perlawan- didasarkan pada hitungan ekonomis ba-
an dalam jangka waktu tertentu. Dalam hwa selama waktu tersebut, dari mulai me-
berbagai yurisprudensi termuat berapa nanam sampai tahun kelima, pemilik lahan
lamanya jangka waktu kehilangan hak ter- sudah mengeluarkan biaya dan tenaga.
sebut, yakni bisa 5 tahun, 8 tahun, 20 Pertimbangannya lainnya karena kebun
tahun, 27 tahun, bahkan 30 tahun ( Pts MA sawit yang berumur 5 tahun sedang me-
No.329K/Sip/1957 tanggal 24 September mulai masa produktivitas sampai kira-kira
1958, Pts MA No.578K/Sip/1973 tanggal 20 atau 25 tahun berikutnya.
20-8-1973, Pts MA No.259K/Sip/1973 ta- Jika diskresi mengenai lama waktu
nggal 9-12-1975, Pts MA No.783K/Sip/ penguasaan diatas dapat diakomodasi,
1973 tanggal 21-1-1976 dan Pts MA No. maka terhadap perorangan yang mengua-
1037k/Sip/1971 tanggal 31-7-1973). sai kebun sawit dengan luasan antara 5
Dengan demikian, mengikuti jalan pi- sampai 25 Hektar, dapat diberikan hak
kiran tersebut, jika disatu pihak seseorang Guna Usaha (HGU) untuk jangka waktu 35
dapat kehilangan tanahnya karena lam- tahun sesuai ketentuan PP No. 40/1996
paunya waktu, maka dipihak lain, se- tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Ba-
seorang bisa memperoleh tanah tersebut, ngunan dan Hak Pakai atas Tanah. Jika pe-
sepanjang penguasaannya dilakukan de- nguasaan tanahnya kurang dari 5 Hektar,
ngan iktikad baik. Hukum adat di berbagai dapat diberikan dengan Hak Milik (HM).
tempat menentukan 3 atau 5 tahun se- Diskresi yang mengakomodasi kebe-
bagai waktu bagi seseorang untuk dapat radaan kebun sawit rakyat dalam kawasan
memohonkan atau mendapatkan hak milik hutan seyogyanya diatur dalam Peraturan
adat perseorangan. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi. Da-
Untuk kebun sawit rakyat, diskresi lam konteks ini Permenko tersebut dihadir-
tentang jangka waktu penguasaan dapat kan untuk merespon kesenjangan antara
juga ditempuh. Jika mendasarkan pada Perpres No. 88/2017 dengan kenyataan-
lama penguasaan kebun sawit rakyat di kenyataan dilapangan. Kesenjangan ter-
desa Alur Banung, PIR ADB dan Tepian sebut dipicu oleh beberapa ketentuan

50
dalam Perpres. Pertama, Perpres mem- dalam kasus Desa Alur Baning, itu di-
buat perbedaan penguasaan kawasan hu- lakukan karena hasil dari lahan yang ber-
tan yang dilakukan sebelum dan sesudah lokasi di luar kawasan hutan tidak lagi
penunjukan kawasan. Penunjukan kawas- mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
an hutan sebagian besar dilakukan pada Selain itu, di beberapa tempat, pe-
tahun 1980-an dan 1990an sementara nguasaan lahan sesungguhnya sudah lama
penguasaan kawasan hutan untuk kebun dilakukan oleh para pendahulu pemilik
sawit rakyat mayoritas di-mulai pada tahun tanah saat ini. Para pendahulu menggarap
2000-an dengan satu dua pada tahun lahan-lahan tersebut dengan menanam
1990an. Situasi seperti ini menghendaki padi, karet atau kopi. Menyediakan cara
agar ketentuan mengenai penguasaan ka- tunggal untuk penyelesaian di hutan kon-
wasan yang dikaitkan dengan penunjukan servasi dan pada saat yang sama menye-
untuk ditiadakan dan menggantikannya diakan cara bera-gam untuk hutan lindung
dengan kriteria kondisi nyata tegakan dan hutan pro-duksi, yaitu resettlement,
dalam kawasan. tukar-menukar, perhutanan sosial, dan di-
Kedua, untuk penyelesaian peng- keluarkan dari ka-wasan hutan, meru-
uasaan dalam hutan konservasi, Perpres pakan ketidakadilan. Masyarakat yang me-
menetapkan resettlement sebagai satu- lakukan penguasaan hutan konservasi bah-
satunya cara. Ketentuan seperti ini tentu kan berpotensi men-jadi korban ketika Per-
saja tidak merespon atau memper- pres membebankan penyelenggaraan re-
timbangkan kenyataan penguasaan ka- settlement kepada pe-merintah daerah.
wasan konservasi oleh rakyat yang sudah Pengalaman membuk-tikan, bila tidak ber-
berlangsung lama. Penguasaan untuk pe- kaitan dengan perizinan atau pendapatan
manfaatan kebun rakyat memang relatif asli daerah78, pemerintah daerah, ter-
lebih pendek ketimbang pemanfaatan un- utama daerah-daerah yang memiliki ang-
tuk ladang/sawah dan perkebunan karet, garan daerah, kecil kemungkinan tidak
kopi, cengkeh dan kakao, namun seperti memprioritaskan program resettlement.

78 Rikardo Simarmata, 2002,”Regional autonomy 0535/2315/simarmatar170502.pdf?sequence=1);


and character of local government laws and dan Christoher R. Duncan, 2017,”Mixed outcomes:
regulations : new pressures on the environment the impact of regional autonomy and the
and indigenous communities, International decentralization on indigenous ethnic minorities in
association for the study of common (bisa diakses Indonesia, Development and Change, Vo.38 (4):
di 711-733.
http://dlc.dlib.indiana.edu/dlc/bitstream/handle/1

51
52
Bibit persoalan dalam melaksanakan tidak boleh dilakukan selama prosedur pe-
RA dalam kawasan atau bidang kehutanan nyelesaian penguasaan dalam kawasan
sebenarnya sudah diawali dari tahapan hutan, sedang dijalankan.
perencanaan saat dokumen RPJM, Renstra Namun, karena kurang adaptif
dan Strategi Nasional Kementerian dan dengan kenyataan lapangan dan mem-
Lembaga Non Kementerian kabur dan punyai karakter implementability79 yang
berbeda dalam menyebutkan lokasi RA. rendah, implementasi Perpres 88 di-
Seperti sudah dipaparkan sebelumnya (Ba- perkirakan akan menghadapi atau men-
gian 2.1), Renstra dan Strategi Nasional Ke- datangkan sejumlah masalah. Sebagai-
menterian dan Lembaga Negara Non Ke- mana sudah dipaparkan pada bagian 3.3,
menterian berbeda dalam menyebutkan dengan metode mengaitkan antara ke-
lokasi RA. Perpres No. 88/2017, sebagai tentuan-ketentuan yang terdapat dalam
instrumen untuk melaksanakan sekaligus Perpres 88/2017 dan PermenLHK p.
mencapai tujuan-tujuan kebijakan, ke- 83/2016 dengan realitas kebun sawit
mudian memperjelas lokasi tersebut rakyat (studi Alur Baning, PIR ADB, Tepian
dengan menyebutkan seluruh kawasan Buah), ditemukan tiga contoh kesenjang-
hutan negara tanpa mempersoalkan an. Kesenjangan dipahami sebagai ketidak-
apakah sudah ada pengelola atau pemilik sesuaian antara aturan hukum dengan
izin kehutanan. Untuk memastikan proses realitas lapangan. Dua ketidaksesuaian ter-
RA dalam kawasan hutan tidak terganggu kait Perpres 88, dan satu ketidaksesuaian
oleh pelaksanaan perlindungan hutan, terkait PermenLHK P.83.
Perpres melarang instansi pemerintah Ketidaksesuaian pertama terkait Per-
untuk melakukan pengusiran, penang- pres 88 adalah pengertian istilah lahan
kapan, penutupan akses terhadap tanah garapan dan kebun campuran yang tidak
dan atau perbuatan-perbuatan lain (Pasal memasukkan tanaman sawit sementara
30 huruf b). Pasal ini menghubungkan RA sekitar 1,5 juta ha kawasan hutan tengah
dengan perlindungan hutan dengan me- dimanfaatkan rakyat untuk kebun sawit.
nentukan kegiatan perlindungan hutan Ketidaksesuaian yang kedua adalah keten-

79Karakter impelementability aturan hukum dapat pada, Benjamin van Rooij,2006, Regulating Land
diperiksa lewat 4 ukuran yaitu adequacy, and Pollution in China, Lawmaking, Compli- ance,
feasibility, certainty, dan adaptability. and Enforcement; Theory and Cases. Leiden:
Implementability sekaligus menunjukan kualitas Leiden University Press.
aturan hukum. Uraian selengkanya bisa dilihat

53
tuan mengenai lama waktu penguasaan la- PermenLHK P.83 sebagai dua peraturan
han garapan yaitu 12 tahun secara ber- per-UU-an yang terkait dengan RA dalam
turut-turut bila penyelesaiannya dengan kawasan hutan dan telah diulas pada
dikeluarkan dari kawasan hutan negara. bagian-bagian sebelumnya. Jalan berpikir
Dengan asumsi tanaman sawit telah di- yang digunakan bahwa Strategi Impleme-
maksudkan sebagai cakupan lahan garap- ntasi PermeLHK P.83 disarankan untuk di-
an atau kebun campuran, ketentuan ter- jalankan hanya bila Strategi Implementasi
sebut sangat sulit untuk dipenuhi oleh Perpres 88, tidak berhasil.
kebun-kebun sawit rakyat mengingat lama 4.1. Strategi implementasi Perpres No.
waktu penguasaan mayoritas dibawah 12 88/2017
tahun. Paparan sebelumnya mengenai
Bila tidak memilih dikeluarkan dari kendala implementasi Perpres 88 (Bagian
kawasan hutan karena ketentuan tersebut, 3.3) memperjelas hal-hal yang berpotensi
petani kebun sawit masih dapat memilih membuat Perpres ini tidak bisa diberlaku-
opsi perhutanan sosial. Namun, sesuai kan terhadap kebun sawit rakyat yang be-
ketentuan PermenLHK P.83, kebun sawit rada dalam kawasan hutan. Tidak bisa di-
tersebut hanya bisa ditolerir paling lama 12 berlakukan karena kenyataan lapangan
tahun dan setelah lampau masa tersebut yaitu usaha kebun sawit rakyat tidak cocok
tidak boleh ada tanaman sawit dalam areal dengan apa yang dikehendaki Perpres
PS. Inilah ketidaksesuaian yang terkait yaitu mengenai cakupan lahan garapan,
dengan PermenLHK P.83. jangka waktu penguasaan, dan cara pe-
Sebagaimana sudah disebutkan nyelesaian penguasaan berdasarkan fungsi
dalam bagian sebelumnya (Bagian 1.1), hutan. Sekalipun Perpres menyediakan
tulisan ini menawarkan opsi-opsi strategi pilihan perhutanan sosial untuk pe-
implementasi peraturan per-UU-an me- nguasaan yang berlangsung dalam hutan
ngenai RA dalam kawasan hutan, dengan lindung dan hutan produksi dan sudah di-
tujuan menyediakan keabsahan bagi ke- lakukan untuk lebih dari 20 tahun secara
bun sawit rakyat dalam kawasan hutan berturut-turut, namun ketentuan Permen
agar kebijakan pemerintah untuk men- No. 83/2016 sudah membatasi bahwa
dukung sustainable palm oil berjalan kebun sawit tersebut hanya boleh di-
efektif. Opsi-opsi strategi implementasi teruskan selama maksimal 12 tahun sambil
tersebut terkait dengan Perpres 88 dan menanam pohon berkayu selama waktu

54
tersebut (Bagian 3.1.2). Implikasi hukum Diskresi dalam rangka mengatur
bila Perpres tidak bisa diberlakukan, kebun lebih lanjut Perpres 88 dilakukan dalam
sawit rakyat dalam kawasan hutan tidak bentuk dua cara yaitu: (i) menafsirkan
akan legal atau absah secara hukum. bunyi ketentuan Perpres, dan (ii) me-
Laporan ini melihat bahwa pem- luruskan tafsir atas istilah tertentu. Kedua
buatan peraturan pelaksana untuk Perpres cara tersebut dimaksukan untuk membuat
88, yang didasari prinsip diskresi, me- Perpres lebih memiliki nilai signifikasi
rupakan jalan keluar paling tepat untuk sosial karena lebih akomodatif dengan
memungkinkan Perpres bisa berlaku atas kenyataan lapangan. Bagian berikut men-
kebun sawit rakyat. Peraturan pelaksana jelaskan lebih jauh mengenai kedua cara
yang dibayangkan adalah Peraturan Men- tersebut.
teri Koordinator Menteri Bidang Per- a. Menafsir istilah lahan garapan dan
ekonomian (Permenko). Menteri Koor- kebun campuran
dinator Perekonomian memang sudah di- Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
tetapkan sebagai penanggung jawab (Bagian 3.3) bahwa kata ‘dapat’ dalam
utama penyelenggaraan RA dengan ke- Perpres 88 untuk mengemukakan cakupan
dudukannya sebagai Ketua Tim Reforma istilah ‘lahan garapan’, dimaknai bersifat
Agraria berdasarkan Keputusan Menteri terbuka dan dengan demikian membuka
Koordinator Bidang Perekonomian No. peluang memasukan tanaman atau kebun
73/2017 (Pasal 2 ayat 1) dan Ketua Tim sawit rakyat kedalam cakupan lahan
Percepatan Penyelesaian Penguasaan garapan. Menjadikan kebun sawit rakyat
Tanah dalam Kawasan Hutan berdasarkan menjadi cakupan lahan garapan bisa
Perpres No. 88/2017 (Pasal 14 ayat 3). dilakukan dengan dua cara, yaitu: (i)
Sebagai instrumen diskresi, Permenko ini menambahkan kata ‘kebun sawit rakyat’
dihadirkan untuk merespon adanya ke- sejajar dengan sawah, ladang, kebun
tidakjelasan pada Perpres, didasarkan campuran, dan tambak, atau (ii) membuat
pada alasan-alasan yang obyektif (kesenja- ketentuan baru yang menentukan bahwa
ngan), dan dengan itikad baik untuk salah satu contoh tanaman dalam kebun
mengatasi kendala-kendala yang potensial campuran adalah sawit. Cara pertama akan
muncul dalam mewujudkan tujuan ke- melahirkan ketentuan dalam Permenko
bijakan RA dalam bidang kehutanan. dengan bunyi sebagai berikut:

55
Lahan garapan adalah merupakan disebutkan dalam Permenko, tapi bisa
bidang tanah dalam kawasan hutan dalam petunjuk pelaksana sebagai pe-
yang dikerjakan dan dimanfaatkan doman. Cara ini dilakukan untuk tidak me-
oleh seseorang atau sekelompok orang ngulangi kesalahan Permen LHK P.83 yang
yang dapat berupa sawah, ladang, menyebutkan tanaman sawit tanpa
kebun sawit rakyat, kebun campuran penjelasan sama sekali.
dan/atau tambak. Secara hukum penyebutan kebun
Atau: sawit rakyat sebagai cakupan lahan garap-
Lahan garapan adalah merupakan an akan menjadikan kebun-kebun sawit
bidang tanah dalam kawasan hutan rakyat yang luasnya hampir mencapai 1,5
yang dikerjakan dan dimanfaatkan juta ha, masuk sebagai TORA. Implikasi lan-
oleh seseorang atau sekelompok orang jutannya, bagi kebun sawit rakyat yang be-
yang dapat berupa sawah, ladang, rada dalam hutan lindung dan hutan pro-
kebun campuran dan/atau tambak. duksi memiliki peluang untuk bisa di-
Yang dilanjutkan dengan ketentuan berikut teruskan baik dengan dilepaskan dari ka-
ini: wasan hutan atau perhutanan sosial. Bila
Kebun campuran sebagaimana pilihannya perhutanan sosial, sesuai
dimaksud pada ayat … dapat ditanami dengan ketentuan Permen LHK No.
sawit. 83/2016, kebun sawit tersebut dapak
Perlu diberikan catatan bahwa kebun dilanjutkan sampai 12 tahun terhitung
campuran yang mengikusertakan sawit di- sejak masa tanam. Namun jika Permenko
dalamnya atau yang disebut dengan agro menentukan bahwa tanaman sawit masuk
ekosistem sawit, tengah dikembangkan ke dalam kategori kebun campuran, maka
dan disejumlah tempat sudah berhasil. Ta- ketentuan tersebut secara implisit me-
naman sawit ternyata dapat menjadi ta- masukan tanaman sawit sebagai kategori
naman sela atau pengisi yang dapat hidup tanaman kehutanan. Dengan demikian,
dengan tanaman kehutanan. Permenko Permenko memperkenalkan tanaman sa-
harus menjadikan fakta-fakta obyektif ini wit ke dalam agroforestry ecosystem se-
sebagai bahan untuk membangun kaligus mengubah ketentuan PermeLHK
argumen memasukkan tanaman sawit ke No. 83/2016 yang masih mengecualikan
dalam pengertian atau cakupan kebun tanaman sawit sebagai kategori tanaman
campuran. Argumen tersebut tidak harus kehutanan. Tegasnya, dengan ketentuan

56
tersebut Permenko mencabut keberlakuan berturut-turut. PP No. 24/1997 tidak men-
Pasal 56 ayat (5) dan Pasal 65 huruf h jelaskan alasan menggunakan 20 tahun
Permen LHK P. 83/2016. sebagai ukuran. PP ini hanya menjelaskan
b. Meluruskan tafsir untuk jangka waktu bahwa menyertai syarat jangka waktu 20
penguasaan tanah tahun penguasaan fisik secara nyata, sya-
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya rat lainnya adalah harus dilakukan dengan
(Bagian 3.1.1) bahwa Perpres 88 itikad baik dan secara terbuka, ada kesaksi-
membedakan cara penyelesaian pe- an dari orang yang dipercaya, dan tidak ada
nguasaan kawasan hutan yang dikerjakan perlawanan dari masyarakat hukum adat
dan dimanfaatkan untuk lahan garapan atau desa/kelurahan setempat.
berdasarkan lama waktu penguasaan. Bila Mengenai penguasaan dengan
kawasan hutan lebih dari 30% dan pe- jangka waktu 20 tahun atau lebih secara
nguasaan sudah berlangsung lebih dari 20 berturut-turut Peraturan Menteri Agraria
tahun secara berturut-turut baik yang ber- /Kepala BPN No. 3/1997 tentang Pen-
lokasi di hutan lindung atau hutan pro- daftaran Tanah menegaskan bahwa hal itu
duksi, penyelesaiannya dengan melepas- merupakan akumulasi dari yang dilakukan
kannya dari kawasan hutan. Sedangkan oleh pemilik tanah pada saat akan di-
apabila kurang dari 20 tahun penye- lakukan pendaftaran tanah dan oleh para
lesaiannya dengan skema perhutanan pendahulunya (Pasal 61 ayat 1). Dalam
sosial. kaitannya dengan penguasaan kebun sawit
Ketentuan Perpres 88 mengenai rakyat dalam kawasan hutan, ketentuan ini
jangka waktu penguasaan tanah ber- dapat ditafsirkan bahwa jangka waktu pe-
sumber dari Peraturan Pemerintah No. nguasaan harus dihitung dari pertama kali
24/1997 tentang Pendaftaran Tanah (Pasal lahan tersebut dikuasai dan digarap secara
24). Pasal ini mengatur mengenai konversi efektif sekalipun belum ditanami sawit.
hak-hak lama atas tanah menjadi hak milik. Ketentuan sebagaimana terdapat
Dikatakan bahwa dalam hal tidak tersedia dalam PP No. 24/1997 dan Permenagraria
bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan /Kepala BPN diatas mengenai terjadinya
atau pernyataan pemilik tanah, pem- hak milik sebenarnya mengadopsi hukum
bukuan hak dapat dilakukan apabila pe- adat. Sebagian syarat-syarat yang disebut-
nguasaan fisik atas tanah telah ber- kan berasal dari norma adat yaitu pengua-
langsung 20 tahun atau lebih secara saan yang efektif dan intensif, ada ke-

57
saksian dari orang yang dipercaya, dan penduduk setempat yang sudah lama
tidak ada keberatan atau perlawanan dari tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang
pihak lain.80 Hukum adat memang tidak bersangkutan.
mematok batasan jangka waktu untuk pe- Sementara itu, dalam praktik pe-
nguasaan efektif dan intensif karena lebih nyelenggaraan administrasi pertanahan
mengkaitkannya dengan biaya dan tenaga berkembang ketentuan 3 tahun sebagai
yang telah dikeluarkan oleh pemilik untuk jangka waktu penguasaan fisik atas tanah
melakukan pemanfaatan atas tanah ter- untuk bisa memohonkan hak milik atas
sebut. Penguasaan fisik yang efektif dan in- tanah. Adalah Peraturan Menteri Dalam
tensif tersebut harus diketahui oleh kepala Negeri No. 6 tahun 1972 tentang Pe-
/tetua adat yang oleh PP 24/1997 dan limpahan Kewenangan Pemberian Hak
Permenagraria/Kepala BPN ditempatkan Atas Tanah82 sebagai salah satu regulasi
sebagai saksi. Kesaksian oleh kepala/tetua yang memperkenalkan batas waktu ter-
adat sekaligus merupakan pemenuhan sebut. Menurut Permendagri ini, Camat
syarat tidak ada keberatan atau per- berwenang memberikan izin membuka
lawanan dari pihak lain karena asas public- tanah untuk luasan tidak lebih dari 2 hektar
sitas. Asas ini mengandaikan bahwa kepala dengan jangka waktu 3 tahun. Pada tingkat
/tetua adat merupakan resepresentasi daerah, ketentuan jangka waktu 3 tahun
anggota masyarakat adat. Dalam praktek- dapat dijumpai pada Keputusan Gubernur
nya, sebelum memberikan kesaksian, Kaltim No. 31/1995 tentang Pedoman Pe-
kepala/tetua ada terlebih dahulu meng- nertiban Surat Keterangan Pengusahaan
konfirmasi kepada anggota masyarakat dan Pemilikan Bangunan/Tanaman di Atas
adat yang lain mengenai keberatan atas Tanah Negara. Menurut Keputusan ini
claim kepemilikan seseorang atas bidang kepala desa/lurah dapat mengeluarkan su-
tanah tertentu.81 Lebih lanjut dikatakan rat penguasaan atas tanah dan bangunan
bahwa kesaksian tersebut dapat atau /tanaman kepada orang-orang yang meng-
tanpa digabungkan dengan kesaksian dari

80Nurhasan Ismail, 2015, “Surat keterangan tanah diselenggarakan Kemitraan, Palangkaraya, 9-10
adat (SKTA) sebagai bukti awal penguasaan dan April.
pemanfaatan tanah adat: penelusuran dasar 81 Rikardo Simarmata, 2015, “Kedudukan hukum

hukumnya”, presentasi disampaikan pada acara dan peluang pengakuan surat keterangan tanah
“Diseminasi Hasil Kajian dan Evaluasi Pelaksanaan adat. Jakarta: Kemitraan.
Inventarisasi, Identifikasi, Pemetaan, Pematokan 82 Sudah dicabut oleh Instruksi Menteri Dalam

atau Pemuatan SKTA di Kalimantan Tengah”, Negeri No. 593/5707/Sj tahun 1984.

58
garap tanah negara dengan jangka waktu 3 lah akumulasi dari yang dilakukan pe-
tahun.83 milik tanah dan para pendahulunya;
Menurut Permendagri 1972 dan SK o PP No. 24/1997 dan Permenagraria
Gubernur Kalimantan Timur 1995 di atas, /Kepala BPN No. 3/199 mengadopsi
penguasaan secara fisik selama 3 tahun aturan adat mengenai perolehan hak
berturut-turut memberi hak kepada se- milik atas tanah namun dengan me-
seorang untuk memohonkan hak milik atas lakukan perubahan berupa penentuan
tanah. Oleh SK Gubernur Kalimantan Timur batasan tahun jangka waktu pengua-
tersebut permohonan ini dianggap sebagai saan; dan
upaya untuk menaikkan status dari hak o Praktek penyelenggaraan administrasi
garap menjadi hak milik. Sementara itu, pertanahan menggunakan angka 3
sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya tahun dan yurisprudensi tidak me-
(Bagian 3.3), Putusan MA tanggal 29-1- nyebutkan angka definitif namun me-
1976 No.783K/Sip/1973 menyatakan nyebut batasan-batasan kualitatif se-
bahwa:” Orang yang telah menduduki perti itikad baik, tanpa gangguan dan
tanah untuk waktu yang lama, tanpa bertindak sebagai pemilik jujur.
gangguan dan bertindak sebagai pemilik Maka Permenko yang dibuat untuk
jujur, harus dilindungi hukum”. melaksanakan Perpres 88 disarankan
Jadi dengan mempertimbangkan untuk menggunakan tiga opsi berikut da-
hal-hal berikut, yaitu: lam menentukan batasan jangka waktu pe-
o PP No. 24/1997 dan Permenagraria nguasaan tanah.
/Kepala BPN No. 3/1997 tidak me- Pertama, tetap menggunakan 20
nyediakan penjelasan logis mengenai tahun sebagai jangka waktu penguasaan
20 tahun sebagai jangka waktu pe- namun dengan mengartikannya sebagai
nguasaan, dengan catatan bahwa kumulasi dari yang dilakukan oleh pemilik
Permenagraria/Kepala BPN menentu- tanah proses penyelesaian penguasaan
kan penguasaan yang dimaksud ada- akan dan sedang dilakukan dan para pen-
dahulunya.

dalam Kaitannya dengan Ajaran Negara


83 Rikardo Simarmata, 2009, “Gejala informalitas Kesejahteraan, disertasi pada Program Pasca
pada tanah garapan, Law Reform, Vol. 3 No. 2, dan Sarjana Universitas Padjajaran.
Ilyas, 2005, “Konsepsi Hak Garap atas Tanah
Dalam Sistem Hukum Pertanahan Indonesia

59
Kedua, menentukan 5 tahun atau masyarakat yang berkedudukan di desa
lebih secara berturut-turut sebagai batas- /kelurahan setempat.84 Opsi ketiga ini me-
an jangka waktu penguasaan fisik atas ta- rupakan pembetulan cara mengadopsi
nah oleh pemilik terakhir, dengan disertai hukum adat mengenai perolehan hak milik
syarat-syarat lain yaitu: (i) dilakukan atas tanah oleh peraturan perundangan
dengan itikad baik dan secara terbuka; (ii) pertanahan dan dipakai oleh Perpres No.
ada kesaksian dari orang-orang yang dapat 88/2017. Dari segi tertentu opsi ketiga ini
dipercaya; dan (iii) tidak ada keberatan bersifat menegaskan Putusan MA tanggal
atau perlawanan dari masyarakat yang 29-1-1976 No.783K/Sip/1973 yang meng-
berkedudukan di desa/kelurahan setem- gunakan phrasa “dalam waktu yang lama”
pat, atau dalam menentukan jangka waktu pe-
Ketiga, tidak menggunakan batasan nguasaan.
waktu namun dengan menggunakan ba- Jika digambarkan dalam bentuk
tasan-batasan kualitatif untuk penguasaan tabel, maka pilihan-pilihan strategi meng-
tanah yaitu dilakukan dengan itikad baik. implementasikan Perpres 88 yang meng-
Dalam hukum pertanahan, itikad baik bisa hasilkan keluaran berupa kejelasan legal-
diperiksa dari tiga ukuran obyektif, yaitu itas penguasaan kawasan hutan untuk
penguasaan dilakukan secara terbuka, di- kebun sawit rakyat, akan terlihat sebagai
saksikan oleh orang-orang yang dapat di- berikut:
percaya, dan tidak ada keberatan dari

Tabel: Pilihan-pilihan strategi implementasi Perpres 88/2017

Pilihan strategi Metode Usulan redaksional norma hokum


implementasi

Menafsir istilah lahan ga- Menambahkan kata ‘kebun Lahan garapan adalah merupakan
rapan dan kebun campuran sawit rakyat’ sejajar dengan bidang tanah dalam kawasan hutan
sawah, ladang, kebun cam- yang dikerjakan dan dimanfaatkan
puran, dan tambak oleh seseorang atau sekelompok
orang yang dapat berupa sawah,

84Siti Ismijati Jenie, 2007, “Itikad Baik, pengukuhan jabatan guru besar di Universitas
Perkembangan dari Asas Hukum Khusus Menjadi Gadjah Mada.
Asas Hukum Umum di Indonesia, pidato

60
ladang, kebun sawit rakyat, kebun
campuran dan/atau tambak

Membuat ketentuan baru Lahan garapan adalah merupakan


yang menentukan bahwa sa- bidang tanah dalam kawasan hutan
lah satu contoh tanaman da- yang dikerjakan dan dimanfaatkan
lam kebun campuran adalah oleh seseorang atau sekelompok
sawit orang yang dapat berupa sawah,
ladang, kebun campuran dan/atau
tambak

dan

Kebun campuran sebagaimana di-


maksud pada ayat … dapat ditanami
sawit

Meluruskan tafsir untuk Tetap menggunakan 20 Lahan garapan yang telah dikuasai
jangka waktu penguasaan tahun sebagai jangka waktu oleh pemilik bidang tanah dan pen-
tanah penguasaan namun dengan dahulunya lebih atau kurang dari 20
mengartikannya sebagai ku- tahun secara berturut-turut
mulasi dari yang dilakukan
oleh pemilik tanah dan para
pendahulunya

Menentukan 5 tahun atau Lahan garapan yang telah dikuasai


lebih secara berturut-turut oleh pemilik bidang tanah dan
sebagai batasan jangka wa- pendahulunya lebih 5 tahun secara
ktu penguasaan fisik atas berturut-turut
tanah oleh pemilik terakhir,
dengan disertai syarat-syarat
lain yaitu: (i) dilakukan de-
ngan itikad baik dan secara
terbuka; (ii) ada kesaksian
dari orang-orang yang dapat
dipercaya; dan (iii) tidak ada

61
keberatan atau perlawanan
dari masyarakat yang ber-
kedudukan di desa/kelurah-
an setempat

Tidak menggunakan batasan Lahan garapan yang telah dikuasai


waktu namun dengan meng- oleh pemilik bidang tanah dan
gunakan batasan-batasan ku- pendahulunya dalam waktu yang
alitatif yaitu: (i) dilakukan lama
dalam jangka waktu yang
lama; (ii) dilakukan dengan
itikad baik dan secara ter-
buka; (iii) ada kesaksian dari
orang-orang yang dapat di-
percaya; dan (iv) tidak ada
keberatan atau perlawanan
dari masyarakat yang ber-
kedudukan di desa/kelurah-
an setempat

Namun perlu dipahami bahwa metode maksud juga menentukan bahwa untuk
tafsir sebagai bagian dari strategi im- hutan konsevasi bisa menggunakan pilihan
plementasi Perpres 88 sebagaimana di- lain yaitu pelepasan dari kawasan hutan,
paparkan di atas, belum memikirkan pe- perhutanan sosial atau tukar menukar.
nguasaan hutan konservasi. Sebagaimana Tulisan ini juga tidak menganjurkan cara
disebutkan kendala penerapan Perpres 88 lainnya yaitu menghilangkan kriteria fungsi
di hutan konservasi adalah ketentuan yang hutan dalam menentukan pilihan pe-
menetapkan resettlement sebagai satu- nyelesaian penguasaan dalam kawasan
satunya pilihan penyelesaian. Karena hutan dan menggantinya dengan kriteria
membatasi diri menggunakan metode kondisi factual vegetasi. Ide-ide di atas
tafsir untuk mengurai kendala im- tidak dianjurkan karena melampaui ba-
plementasi Perpres 88, tulisan ini tidak tasan diskresi dan yang paling utama akan
akan mengusulkan agar Permenko di- menimbulkan ketidakpastian hukum.

62
Sebagai jalan keluar, tulisan ini dan/atau di sekitar areal pengelola hutan,
menyarankan untuk melaksanakan Per- dan mempunyai mata pencaharian pokok
menLHK P.83/2016 dengan skema Ke- yang bergantung pada lahan garapan yang
mitraan Kehutanan. berlokasi di areal kerja pengelola hutan.
Skema hutan adat, berdasarkan Adapun syarat untuk areal Kemitraan Ke-
PermenLHK P.32/2015 bisa dilaksanakan hutanan di antaranya areal konflik dan ber-
pada semua kawasan hutan negara tidak potensi konflik, areal yang memiliki potensi
terkecuali yang berfungsi konservasi. Areal dan sumber penghidupan bagi masyarakat
dalam hutan konservasi dapat dimohon- setempat, dan areal yang tergradasi.
kan sebagai hutan adat sepanjang me- Sekali lagi, agar penguasaan Taman
menuhi persyaratan sebagaimana diatur Nasional yang dimanfaatkan untuk kebun
dalam Pasal 6 ayat (1) Permen ini. Ke- sawit rakyat dapat menggunakan skema
tentuan ini sudah dibuktikan dengan pe- Kemitraan Kehutanan, maka ketentuan
netapan oleh Menteri Lingkungan Hidup dalam Permenko yang mencabut ke-
dan Kehutanan sebagian kawasan Taman berlakuan Pasal 56 ayat (5) dan Pasal 65
Nasional Gunung Halimun seluas lebih huruf h Permen LHK P.83/2016, di-
kurang 462 ha sebagai hutan adat perlukan. Ketentuan tersebut nantinya
masyarakat Kasepuhan Karang (Lebak) akan ditegaskan dalam klausul dalam
pada Desember 2016. Akan tetapi skema Naskah Kesepakatan Kerja Sama antara
hutan adat tampaknya tidak cocok untuk Pengelola Hutan (Balai Besar/Balai Taman
Desa Alur Banung dan PIR ADB karena Nasional) dengan masyarakat setempat
masyarakatnya tidak berkategori sebagai dengan menyebutkannya sebagai salah
masyarakat adat. satu hak dari masyarakat setempat. Hak
Sekalipun hanya terbatas pada zona dimaksud adalah memanfaatkan areal
pada Taman Nasional dan blok tertentu kemitraan dengan tanaman sawit.
pada Taman Wisata Alam dan Taman 4.2 Strategi Implementasi PermenLHK No.
Hutan Raya, lahan garapan di hutan 83/2016
konservasi diizinkan. Penggarapan diper- a) Revisi Permen LHK P.83
bolehkan lewat adanya kesepakatan Strategi Implementasi PermenLHK
kerjasama antara Pengelola Hutan dan ma- P.83 disarankan untuk dilakukan dalam hal
syarakat setempat. Kualifikasi masyarakat pilihan penyelesaian penguasaan adalah
setempat di antaranya tinggal di dalam perhutanan sosial. Merunut pada kerangka

63
pikir Strategi Implementasi Perpres 88, berapa tanaman kehutanan (pohon) se-
opsi ini dilakukan dalam hal: (i) usulan bagai tanaman sela bagi kebun sawit.
perubahan cakupan istilah lahan garapan Atas dasar itu, tulisan ini
atau kebun campuran yang memasukkan mengusulkan perubahan Pasal 56 ayat (5)
tanaman sawit, tidak diakomodir; dan (ii) dan Pasal 65 huruf h, dengan redaksional
usulan perubahan jangka waktu pe- sebagai berikut:
nguasaan menjadi lebih dari 5 tahun secara Ketentuan ayat (5) Pasal 56 diubah
berturut-turut, juga tidak diakomodir. Atau sehingga Pasal 56 berbunyi:
bila usulan perubahan diterima namun pe- Pasal 56
nguasaan lahan kurang dari 5 tahun. Opsi (1) HPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR dan areal
Strategi Implementasi PermenLHK P.83 Kemitraan Kehutanan bukan merupa-
berbeda dengan Strategi Implementasi kan hak kepemilikan atas kawasan
Perpres 88 karena tidak mengembangkan hutan.
tafsir melainkan mengusulkan revisi. Tu- (2) HPHD, IUPHKm dan IUPHHK-HTR se-
lisan ini mengusulkan agar Permen LHK bagaimana dimaksud pada ayat (1)
P.83 diubah, khususnya ketentuan Pasal 56 dilarang dipindahtangankan, diubah
ayat (5) dan Pasal 65 huruf h. status dan fungsi kawasan hutan, serta
Sebagaimana sudah dijelaskan, digunakan untuk kepentingan lain di
usulan untuk merubah kedua Pasal ter- luar rencana pengelolaan atau di luar
sebut didasari dua pertimbangan yaitu: rencana usaha pemanfaatan.
Pertama, Permen LHK P.83 tidak (3) Pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2)
memiliki penjelasan rasional mengenai selain dimasukkan dalam keputusan
pengecualian tanaman sawit sebagai ta- penerbitan hak pengelolaan atau izin
naman non kehutanan dari areal per- pemanfaatan atau dalam naskah ke-
hutanan sosial, dan perhitungan jangka sepakatan kerja sama juga dibuatkan
waktu 12 tahun. Ini menandakan bahwa pernyataan tertulis di atas materai dari
dalam soal ini, Permen ini belum me- pemegang hak atau pemegang izin
rupakan kebijakan yang berbasis fakta atau peserta kemitraan.
(evidence-based policy) (4) HPHD, IUPHKm dan IUPHHK-HTR tidak
Kedua, saat ini tengah dikembangkan sis- dapat diagunkan, kecuali tanamannya.
tem agroforestry yang menjadikan be- (5) Pemegang HPHD, IUPHKm, IUPHHK-
HTR dan Kemitraan Kehutanan boleh

64
menanam kelapa sawit di areal hak d. permohonan IUPHHK-HTR yang telah
atau izinnya, dengan mengikuti ke- diajukan oleh masyarakat dan telah di-
tentuan-ketentuan mengenai penge- verifikasi sebelum ditetapkannya Per-
lolaan kebun campur (agroforestry) se- aturan Menteri ini, Menteri menerbit-
bagaimana akan diatur lebih lanjut kan IUPHHK-HTR.
dalam Peraturan Menteri. e. dalam hal masa berlakunya Keputusan
dan Menteri tentang Penetapan Areal Kerja
Ketentuan huruf h Pasal 65 diubah HD dan HKm telah berakhir, Menteri
sehingga Pasal 65 berbunyi: menerbitkan HPHD dan IUPHKm ber-
Pasal 65 dasarkan hasil evaluasi.
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka: f. usulan IUPHHK-HD dan IUPHHK-HKm,
a. usulan penetapan areal kerja HD dan yang sudah diajukan oleh pemegang
HKm yang telah diajukan bupati HPHD dan IUPHKm sebelum ditetap-
/walikota sebelum ditetapkannya Per- kannya Peraturan ini diproses lebih la-
aturan ini diproses lebih lanjut pe- njut sesuai dengan Peraturan Menteri
nerbitan hak atau izin sesuai dengan Pe- ini.
raturan Menteri ini. g. HPHD atau IUPHKm di hutan produksi
b. Permohonan HD, HKm, dan HTR yang yang telah diterbitkan sebelum Per-
diajukan oleh lembaga desa, kelompok aturan Menteri ini dapat digunakan
masyarakat, sebelum ditetapkannya untuk pemanfaatan hutan sebagai-
Peraturan ini diproses lebih lanjut pe- mana diatur dalam Pasal 51 dan Pasal
nerbitan hak atau izin sesuai dengan 52.
Peraturan Menteri ini. h. dalam hal di areal Perhutanan Sosial
c. Usulan penetapan areal kerja HD dan atau dalam ususlan Perhutanan Sosial
HKm yang telah diajukan bupati/wali- telah ada tanaman sawit sejak Per-
kota yang sudah diverifikasi atau telah aturan ini diberlakukan, diwajibkan ke-
terbit Penetapan Areal Kerjanya, se- pada pemegang izin untuk membangun
belum ditetapkannya Peraturan ini, kebun campur (agroforestry) dalam
Menteri menerbitkan HPHD dan bentuk jalur atau mozaik, dengan me-
IUPHKm. nanam pohon berkayu paling sedikit
100 (seratus) pohon per hektar.

65
i. terhadap Kemitraan di hutan laksanakan lebih lanjut Perpres 88, me-
rakyat yang telah dilaksanakan te- nentukan bahwa untuk hutan konservasi
tap berlaku dan selanjutnya me- bisa menggunakan pilihan lain yaitu pe-
nyesuaikan Peraturan Menteri ini. lepasan dari kawasan hutan, perhutanan
j. terhadap Kemitraan yang telah sosial atau tukar menukar. Tulisan ini juga
dilaksanakan oleh KPH tetap tidak menganjurkan agar Permenko meng-
berlaku dan selanjutnya me- hilangkan kriteria fungsi hutan dalam me-
nyesuaikan Peraturan Menteri ini. nentukan pilihan penyelesaian pe-
k. kegiatan pengelolaan hutan nguasaan dan menggantinya dengan kri-
bersama masyarakat, yang di- teria kondisi faktual vegetasi. Ide-ide di
laksanakan di areal Perum Per- atas tidak dianjurkan karena melampaui
hutani dilaksanakan sesuai dengan batasan diskresi dan yang paling utama
Peraturan Menteri ini. akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
l. kegiatan bina desa hutan yang Sebagai jalan keluar, tulisan ini me-
dilaksanakan oleh pemegang izin nyarankan untuk melaksanakan Permen-
usaha hasil hutan kayu pada hutan LHK P.83/2016 dengan skema Kemitraan
alam atau hutan tanaman di- Kehutanan. Sekalipun hanya bisa dilakukan
laksanakan sesuai dengan Per- pada zona pemanfaatan, zona tradisional
aturan Menteri ini. dan zona rehabilitasi pada Taman Nasi-
m. kerja sama yang selama ini di- onal, dan pada blok pemanfaatan di Taman
laksanakan antara pengelola ka- Wisata Alam dan Taman Hutan Raya, lahan
wasan konservasi dengan ma- garapan di hutan konservasi diizinkan.
syarakat setempat disesuaikan de- Penggarapan diperbolehkan lewat adanya
ngan Peraturan Menteri ini. kesepakatan kerjasama antara Pengelola
b) Penguasaan di kawasan konservasi Hutan dan masyarakat setempat. Kuali-
Sebagaimana disebutkan bahwa fikasi masyarakat setempat di antaranya
kendala penerapan Perpres 88 di hutan tinggal di dalam dan/atau di sekitar areal
konservasi adalah ketentuan yang me- pengelola hutan, dan mempunyai mata
nentukan resettlement sebagai satu- pencaharian pokok yang bergantung pada
satunya pilihan penyelesaian. Untuk me- lahan garapan yang berlokasi di areal kerja
ngatasi kendala tersebut tulisan ini tidak pengelola hutan. Adapun syarat untuk
mengusulkan agar Permenko untuk me- areal Kemitraan Kehutanan di antaranya

66
areal konflik dan berpotensi konflik, areal skema Kemitraan Kehutanan, maka ke-
yang memiliki potensi dan sumber peng- tentuan dalam Permenko atau revisi Per-
hidupan bagi masyarakat setempat, dan menLHK P.83 yang mencabut keberlakuan
areal yang tergradasi. Pasal 56 ayat (5) dan Pasal 65 huruf h
Selain dengan Kemitraan, skema Permen LHK P.83/2016, diperlukan. Ke-
hutan adat juga dapat digunakan untuk tentuan tersebut nantinya akan ditegaskan
menyelesaikan penguasaan hutan konser- dalam klausul dalam Naskah Kesepakatan
vasi untuk kebun sawit rakyat. Menurut Kerjasama antara Pengelola Hutan (Balai
Permen LHK P.32/2015, hutan adat bisa di- Besar/Balai Taman Nasional) dan ma-
laksanakan pada semua kawasan hutan syarakat setempat dengan menyebut-
negara tidak terkecuali yang berfungsi kon- kannya sebagai salah satu hak dari mas-
servasi. Areal dalam hutan konservasi yarakat setempat. Hak dimaksud adalah
dapat dimohonkan sebagai hutan adat se- memanfaatkan areal kemitraan dengan
panjang memenuhi persyaratan sebagai- tanaman sawit.
mana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Permen Sebagai penutup dari uraian me-
ini. Ketentuan ini sudah dibuktikan dengan ngenai pilihan-pilihan strategi pelaksanaan
penetapan oleh Menteri Lingkungan Hidup RA dalam Kawasan hutan, tulisan ini me-
dan Kehutanan sebagian kawasan Taman ngingatkan bahwa rekomendasi-rekomen-
Nasional Gunung Halimun seluas lebih dasi di atas tetap dengan mengingat ke-
kurang 462 ha sebagai hutan adat ma- tentuan Pasal 30 huruf a Perpres 88 yang
syarakat Kasepuhan Karang (Lebak) pada secara implisit tidak mentolerir pe-
Desember 2016. Akan tetapi skema hutan nguasaan atau pendudukan tanah baru
adat tampaknya tidak cocok untuk Desa yang dilakukan selama proses pe-
Alur Banung dan PIR ADB karena ma- nyelesaian penguasaan dalam kawasan
syarakatnya tidak terlihat berkategori hutan dilakukan. Dengan kata lain, re-
sebagai masyarakat adat. komendasi-rekomendasi dalam tulisan ini
Perlu diberi catatan agar penguasaan tidak dapat digunakan bagi penguasaan ka-
Taman Nasional yang dimanfaatkan untuk wasan hutan yang dilakukan sejak Perpres
kebun sawit rakyat dapat menggunakan 88 diberlakukan.

67
68
Kekawatiran atau tanda tanya adalah: subjek, waktu penguasaan dilakuk-
Kementerian Lingkungan Hidup dan Ke- an (sebelum dan sesudah penunjukan),
hutanan mengenai kemungkinan me- bentuk penguasaan dan pemanfaatan,
langgar kebijakan dan peraturan per- jenis kawasan hutan, luas minimum areal
undangan mengenai perlindungan hutan hutan yang harus dipertahankan, dan
bila melaksanakan kebijakan dan per- jangka waktu penguasaan. Persyaratan
aturan perundangan RA dalam kawasan mengenai waktu penguasaan dilakukan,
hutan, sudah mempunyai dasar sejak ta- bentuk penguasaan dan pemanfaatan,
hapan perencanaan. Dokumen-dokumen jenis kawasan hutan, luas minimum areal
perencanaan yaitu RPJM, Renstra dan hutan yang harus dipertahankan, dan
Strategi Nasional Kementerian dan Lem- jangka waktu penguasaan, merupakan
baga Non Kementerian tidak mem- syarat-syarat yang sulit untuk dipenuhi
perhatikan atau menjelaskan keselarasan atau menyulitkan untuk melaksanakan RA.
antara kedua kebijakan tersebut. Ketidak- Bagi penguasaan kawasan hutan
selarasan terjadi karena masing-masing untuk kebun sawit rakyat, persyaratan
dokumen perencanaan tersebut kabur dan yang sulit untuk dipenuhi oleh para petani
tidak sama dalam menjelaskan lokasi pe- adalah bentuk penguasaan dan pe-
nyelenggaraan RA. Akibatnya, di atas manfaatan, dan jangka waktu penguasaan.
kertas proses penyelenggaraan RA bisa Perpres No. 88/2017 implisit me-
mandek karena terganggu oleh kegiatan ngeluarkan kebun sawit rakyat dari ca-
perlindungan hutan. kupan lahan garapan, dan tidak me-
Perpres No. 88/2017 sudah mem- masukannya sebagai contoh dari kebun
perjelas lokasi RA dalam kawasan hutan campuran. Sekalipun demikian, Perpres ini
dan memastikan bahwa proses RA tidak membuka peluang kebun sawit rakyat
akan diganggu oleh kegiatan-kegiatan per- kedalam cakupan lahan garapan atau
lindungan hutan. Namun, dengan mem- kebun campuran karena menggunakan
perlakukan persyaratan berlapis untuk me- kata ‘dapat’ dalam menentukan cakupan
mutuskan pilihan penyelesaian pe- lahan garapan. Jangka waktu penguasaan
nguasaan kawasan hutan, Perpres ini di- selama 20 tahun atau lebih secara ber-
nilai tidak bersahabat dengan kenyataan turut-turut berbeda sekali dengan ke-
lapangan mengenai penguasaan kawasan nyataan lapangan dimana usia penguasaan
hutan. Persyaratan berlapis tersebut rata-rata dibawah 20 tahun. Hal ini me-

69
nutup pilihan untuk melepaskan dari ka- RA yaitu meningkatkan kualitas kehidupan
wasan hutan dan hanya memungkinkan pi- rakyat dengan cara memenuhi hak-hak da-
lihan perhutanan sosial. sarnya seperti hak untuk mempunyai hak
Karakter tidak adaptif atau milik pribadi, hak untuk tidak didiskri-
bersahabat Perpres No. 88/2017 terhadap minasi, dan hak atas hidup, dapat di-
realitas penguasaan kawasan hutan, perlu wujudkan. Strategi-strategi tersebut ber-
disikapi dengan memiliki strategi-strategi tujuan menghilangkan norma-norma pro-
implementasi agar RA dalam kawasan sedural yang berkarakter mengaburkan
hutan berjalan efektif. Secara khusus, atau bahkan menghilangkan maksud dasar
strategi-strategi tersebut diperlukan agar dari suatu rejim pengaturan. Jika dilak-
penguasaan kawasan hutan dengan kebun sanakan dengan rigid, norma-norma pro-
sawit rakyat mendapat pengesahan hukum sedural tersebut akan menghalangi pe-
yang membuka jalan bagi penerapan ISPO nyelenggara negara untuk mewujudkan
pada kebun-kebun sawit rakyat yang tujuan-tujuan dasar kebijakan dan aturan
berlokasi dalam kawasan hutan. Dua hukum. Ketentuan-ketentuan prosedural
strategi implementasi yang dapat di- dalam Perpres No. 88/2017 sangat ber-
lakukan adalah menafsir istilah lahan ga- potensi membuat penyelenggara negara
rapan dan kebun campuran dan me- lupa bahwa esensi sesungguhnya dari pe-
luruskan tafsir untuk jangka waktu pe- nguasaan tanah adalah pemanfaatan se-
nguasaan tanah. cara efketif dan intensif yang dilakukan
Strategi-strategi implementasi ter- dengan itikad baik.
sebut diperlukan agar tujuan fundamental

70
71
Buku, jurnal, dan laporan overview”, The Town Planning Review,
Vol 63, Issue 1, hlm. 3.
Agung Wibawa et al., 2017, “Dari
Ilyas, 2005, “Konsepsi Hak Garap atas
Reformasi Kembali ke Orde Baru:
Tanah Dalam Sistem Hukum
Tinjuan Kritis Peraturan Presiden No.
Pertanahan Indonesia dalam
88 Tahun 2017”. Jakarta: AMAN,
Kaitannya dengan Ajaran Negara
Epistema dan HUMA.
Kesejahteraan, disertasi pada Program
Ari Wibowo, 2013,” Kajian penurunan Pasca Sarjana Universitas Padjajaran.
emisi gas rumah kaca sector
IRE dan Javlec, 2018, “Pengembangan
kehutanan untuk mendukung
Model dan Peta Jalan Konsolidasi
kebijakan Perpres No. 61/2011, Jurnal
Lahan Sawit rakyat di Kawasan Hutan
Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol. 10
untuk Menjamin Tata Kelola Sawit
No. 3, hlm. 235-254.
Rakyat yang baik Guna Mewujudkan
Bagir Manan, 2004, Hukum Positif di Penghidupan Berkelanjutan, laporan
Indonesia (Suatu Kajian Teoritik), tidak dipublikasikan.
Yogyakarta: FH UII.
Kantor Staf Presiden Republik Indonesia,
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1997, 2017, “Pelaksanaan Reforma Agraria,
Beberapa Masalah Hukum Tata Arahan kantor staf presiden: prioritas
Negara Indonesia, Bandung: Alumni. nasional reforma agrarian dalam
rencana kerja pemerintah tahun 2017,
Benjamin van Rooij,2006, Regulating Land tidak dipublikasikan.
and Pollution in China, Lawmaking,
Compli- ance, and Enforcement; K. Kartawinata, H. Soedjito, T. Jessup, A.P.
Theory and Cases. Leiden: Leiden Vayda, dan C.J.P. Colfer, 1984,”The
University Press. impacts of development on the
interactions between people and
Buitelaar, E., Galle, M. Sorel, N. 2011. forest in East Kalimantan: a
“Plan-led planning systems in comparison of two areas of Kenyah
development-led practices: an Dayak settlement, Environmentalists,
empirical analysis into the (lack of) Vol. 4, Supplement 7, hlm. 87-95.
institutionalisation of planning law”,
Environment and Planning A: Needham dan Thomas di Buitelaar, E.,
Economy and Space, Vol 43, Issue 4, Galle, M. Sorel, N., 2011, “Plan-led
hlm. 928. planning systems in development-led
practices: an empirical analysis into
Christoher R. Duncan, 2017,” Mixed the (lack of) institutionalisation of
outcomes: the impact of regional planning law”, Environment and
autonomy and the decentralization on Planning A: Economy and Space, Vol
indigenous ethnic minorities in 43, Issue 4, hlm. 935.
Indonesia, Development and Change,
Vo.38 (4): 711-733. Nurhasan Ismail, 2015, “Surat keterangan
tanah adat (SKTA) sebagai bukti awal
Grant, M., 1992, “Planning law and the penguasaan dan pemanfaatan tanah
British land use planning system: an adat: penelusuran dasar hukumnya”,
presentasi disampaikan pada acara

72
“Diseminasi Hasil Kajian dan Evaluasi Transtoto Handadhari, 2017,”
Pelaksanaan Inventarisasi, Identifikasi, Memutihkan Penguasaan Ilegal Tanah
Pemetaan, Pematokan atau Hutan”. Kompas, 8 November 2017.
Pembuatan SKTA di Kalimantan
Tengah”, diselenggarakan Kemitraan, Yekti Maunati, 2004, Identitas Dayak:
Palangkaraya, 9-10 April. Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.
Yogyakarta: LKIS.
Riawan Tjandra, 2014, Hukum Sarana
Pemerintahan, Yogyakarta: Cahaya Atma Internet
Pustaka.
https://aa.com.tr/id/headline-hari/lsm-
Rikardo Simarmata, 2002,” Regional masyarakat-adat-paling-banyak-
autonomy and character of local hadapi-kriminalisasi/1069356
government laws and regulations:
new pressures on the environment https://www.ekon.go.id/berita/view/pem
and indigenous communities, erintah-lanjutkan-program.3789.html
International association for the study
of common. http://gakkum.menlhk.go.id/compro/docs
/CapaianGakkum2016.pdf
________________, 2009, “Gejala
informalitas pada tanah garapan, Law http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-
Reform, Vol. 3 No. 2. 497-pemerintah-komitmen-
membantu-petani-kelapa-sawit.html
________________, 2015, “Kedudukan
hukum dan peluang pengakuan surat http://www.hukumonline.com/berita/bac
keterangan tanah adat. Jakarta: a/lt54b1f62361f81/surat-edaran--
Kemitraan. kerikil-dalam-perundang-undangan

Rikardo Simarmata et al., 2017, http://tataruangpertanahan.com/pdf/pus


“Memadamkan Api: Penegakan taka/kebijakan_strategi/5.pdf
hukum kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Riau dan perubahan- Peraturan perundang-undangan
perubahan pada pola penguasaan dan
penggunaan lahan”, laporan tidak Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
dipublikasikan, HUMA&World tentang Sistem Perencanaan
Resources Institute. Pembangunan Nasional.

Robinson, M. 2008, “Moral Principles are Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007


not Moral Laws”, Journal of Ethics tentang Rencana Pembangunan
Social Philosophy, Vol. 2, No. 3, , hlm. Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-
1-3. 2025.

Tami Linasari, 2018,” Implementasi Perber Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun


di Desa Lancang Kuning, Kecamatan 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Bintan Utara, Kabupaten Bintan”, tesis
pada Program Magister Kenotariatan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005
Fakultas Hukum Universitas Gadjah tentang Rencana Pembangunan
Mada. Jangka Menengah Nasional Tahun
2004-2009.

73
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-
tentang Rencana Pembangunan 2019.
Jangka Menengah Nasional Tahun
2010-2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/
tentang Rencana Pembangunan Tahun 2016 tentang Perhutanan
Jangka Menengah Nasional Tahun Sosial.
2015-2019.
Putusan pengadilan
Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017
tentang Penyelesaian Penguasaan Putusan Mahkamah Agung Nomor
Tanah dalam Kawasan Hutan. 329K/Sip/1957, tanggal 24-9-1958.
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Putusan Mahkamah Agung Nomor
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1037k/Sip/1971, tanggal 31-7-1973.
1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Putusan Mahkamah Agung Nomor
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: 578K/Sip/1973, tanggal 20-8-1973.
P.04/Menhut-II/2005 tentang
Rencana Strategis Kementerian Putusan Mahkamah Agung Nomor
Negara/Lembaga (Renstra K/L) 259K/Sip/1973, tanggal 9-12-1975.
Departemen Kehutanan Tahun 2005-
2009. Putusan Mahkamah Agung Nomor
783K/Sip/1973, tanggal 21-1-1976.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.08/Menhut-II/2010 tentang Putusan Mahkamah Agung Nomor
Rencana Strategis Kementerian 783K/Sip/1973, tanggal 29-1-1976.
Kehutanan Tahun 2010-2014.

Peraturan Menteri Pertanian No.


11/Permentan/OT.140//3/2015
tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit
Berkelanjutan di Indonesia
(Indonesian Sustaibale Palm Oil
Certification System/ISPO).

Peraturan Menteri Agraria dan Tata


Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 25 Tahun 2015
tentang Rencana Strategis
Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Tahun 2015-2019.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan


Kehutanan Nomor P.39/Menlhk-
Setjen/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Lingkungan

74
75
76
77

Anda mungkin juga menyukai