net/publication/325310742
CITATIONS READS
4 3,692
1 author:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Syifa Siti Fatimah on 23 May 2018.
Syifa.siti.2015@fisipol.umy.ac.id/
Syifasitifatimah89@gmail.com
A. Pendahuluan
Pengelolaan sumber daya hutan tidak terlepas dari pengelolaan sumber daya alam
secara luas dan berkelanjutan. Demikian juga melihat pada besarnya bencana yang ditimbulkan
akibat kerusakan lahan hutan yang terjadi. Pengelolaan yang dilakukan dengan melihat
pentingnya sumber daya hutan bagi kelestarian lingkungan juga bagi kehidupan manusia.
Tentu hal ini dipengaruhi dengan berbagai aktivitas manusia dari dampak pertumbuhan
penduduk yang semakin lama semakin meningkat. Seiring bertambahnya jumlah manusia,
umat manusia telah mengklaim semakin banyak lahan untuk diri sendiri, dampak manusia tidak
berhenti dengan penggunaan lahan. Aktivitas manusia mendorong spesies ke bahaya kritis dan
punah di seluruh dunia. Sejumlah besar spesies ambruk, dari tumbuhan, hingga amfibia, hingga
penyerbuk seperti lebah, hingga kera besar. Deforestasi menjadi salah satu permasalahan yang
dihadapi ketika penghilangan hutan alam dengan cara penebangan kayu sehingga hal ini dapat
mengubah peruntukanpembentukan lahan hutan menjadi non hutan. Kawasan hutan hujan
semakin dirambah untuk pengadaan manusia, seperti untuk penebangan tropis, untuk lahan
pertanian dan padang rumput, dan untuk penyediaan petani petani kecil yang masuk ke hutan
untuk kayu bakar atau untuk kebutuhan lainnya. Beberapa dampak deforestasi manusia
didorong oleh internal, terutama oleh pertumbuhan populasi di negara-negara. Namun jumlah
yang sangat besar juga berasal dari perdagangan internasional, salah satu pendorong utama
adalah melonjaknya permintaan untuk minyak sawit, yang merupakan produk yang sangat
serbaguna.
Muncul sebuah problem yang dirasakan oleh masyarakat dunia secara keseluruhan
yaitu dampak pembangunan terhadap lingkungan. muncul model baru dalam pembangnan
yang diterapkan di Indonesia, yaitu model pembangunan berkelanjutan. Kesadaran tentang
pentingnya melakukan pembangunan sebagai upaya untuk mencapai derajat hidup yang lebih
baik sudah berjalan sejak ratusan tahun yang lalu. Namun kesadaran tentang adanya hubungan
antara pembangunan dan dampaknya terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan baru
muncul sekitar awal tahun 70-an. Ditengah berbagai kebijakan yang telah dilakukan oleh
Indonesia, sebagai upaya untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan, muncul berbagai
fakta tentang kerusakan lingkungan yang menjadi indikasi dari gagalnya Indonesia dalam
menerapkan pembangunan yang berkelanjutan. Karena pada dasarnya, kualitas dan kondisi
lingkungan hidup yang baik dalam proses pembangunan adalah merupakan nilai utama yang
diharapkan dari berbagai konvensi yang ada.
Jumlah deforestasi yang dirasakan sangat tinggi tetapi upaya untuk merehabilitasi hutan
sangat lemah. Selain itu, konflik pengelolaan sumber daya hutan mengkhawatirkan karena
kebijakan pemerintah hanya terfokus dan didukung untuk industri dan telah meminggirkan
masyarakat lokal. Sebagian besar kebijakan dalam pengelolaan hutan didorong oleh kebutuhan
ekonomi. Namun, di tingkat global dan nasional, terjadi perubahan paradigma pada
pengembangan masyarakat dari pendekatan top down ke bottom-up. Dalam konteks Indonesia,
ada juga dinamika politik di mana masyarakat sipil sangat aktif dalam kampanye
pemberdayaan masyarakat. Menanggapi itu, MF menetapkan kebijakan yang disebut
pengelolaan hutan berbasis masyarakat pada tahun 1995. Suharjito dalam Eko Priyo Purnomo,
kebijakan ini mengacu pada produk peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan aturan.
Hasil biaya produksi dan pemanfaatan sumber daya alam perlu dikelola agar masyarakat dapat
dengan mudah mengakses. Maka setiap informasi terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah secara transparan dapat dilihat oleh masyarakat. Kebijakan CBFM adalah
kebijakan pemerintah pusat Indonesia yang memberikan hak kepada masyarakat untuk
mendapatkan akses ke hutan negara dan upaya untuk mengurangi kemiskinan masyarakat
dengan berbagi sumber daya dan melestarikan kelestarian hutan. Kebijakan ini membawa
gagasan untuk mendistribusikan kembali dan mengalokasikan kembali sumber daya hutan dan
pada saat yang sama, dapat melestarikan kelestarian hutan dan mendukung pemberdayaan
masyarakat lokal (Purnomo & Anand, 2014) .
Community Based Forest Manajement (CBFM) menjadi salah satu upaya dalam
mengelola hutan yang berbasis masyarakat di Indonesia. CBFM diperkenalkan oleh MF ketika
mereka diberlakukan Keputusan Menteri No. 622 tahun 1995. Tujuan dari kebijakan ini,
terutama adalah untuk merehabilitasi hutan terdegradasi dan memberi masyarakat perubahan
untuk mendapatkan akses ke hutan negara. Langkah pertama, pemerintah tidak akan memberi
tahu hak masyarakat untuk menggunakan lahan untuk jangka waktu lama jika komunitas
mengurangi ketiganya. Pendekatan ini, adalah bentuk pemberdayaan "untuk masyarakat
setempat. Kebijakan tersebut telah berubah hampir lima kali antara tahun 1995 untuk dan saat
ini. Pada saat pertama, kebijakan tersebut dibuat oleh Pemerintah Pusat terutama untuk
menjaga hutan yang rusak. Jumlah degradasi Hutan begitu massif dan pemerintah tidak dapat
menangani hal ini situasi. Pada tahun 1995, Menteri Kehutanan memberlakukan Keputusan
No. 622/1995 dan memberi kesempatan kepada masyarakat setempat menanam pohon dan
tanaman di kawasan hutan yang terdegradasi. Namun, kebijakan itu berubah berkali-kali. Ini
adalah kebijakan pengayakan dari 622/1995 menjadi 677/1998, 31/2001, 37/2007 dan 18/2009
terakhir. Ide untuk memanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat lokal juga telah
diperkenalkan dengan menerapkan kebijakan tersebut. Kebijakan saat ini memberi masyarakat
untuk menggunakan tanah untuk jangka waktu lama 35 tahun) dan kemudian masyarakat dapat
memanfaatkan pohon juga (Purnomo & Anand, 2014).
Diperlukan suatu pemikiran yang serius mengenai pengelolaan hutan dimasa kini dan
masa yang akan datang. Reboisasai menjadi salah satu tujuan yang tetap harus dilakukan bagi
hutan-hutan yang telah gundul. Tidak lupa pencegahan terhadap keruskan hutan harus segera
dihentikan agar kerusakan tidak menjadi semakin luas. Perlu ketegasan dari pemerintah
terhadap pelaku-pelaku perusakan hutan dan juga perlu adanya kesadaran kepada masyarakat
akan pentingnya menjaga dan melestarikan hutan bagi keseimbangan alam dan bagi
kelangsungan kehidupan makhluk hidup yang ada di muka bumi ini baik dimasa kini maupun
di masa yang akan datang. Di dalam menjaga sumber daya hutan yang masih tersisa perlunya
peran dari pemerintah yang mempunyai kebijakan untuk menjaga dan sebagai pelindung hutan
yang utama. Pemerintah harus secara tegas memberikan hukuman kepada pelaku yang secara
sengaja merusak kelestarian hutan. Permasalahan yang sering kali dikesampingkan yaitu
pengundulan hutan untuk bahan baku kertas yang sangat tidak mendukung terhadap kelestarian
hutan. Penggunaan kertas yang semakin banyak secara tidak sadar telah menghabiskan
berbatang-batang pohon yang ada di hutan untuk kebutuhan pembuatan kertas tersebut.
Pengundulan hutan ini bisa diminimalis bahkan dapat dihilangkan apabila kebijakan
pemerintah atau birokrasi pemerintah menerapkan sistem e-government sebagai
pengaplikasian kebijakan secara online dalam meminimalisir pembuatan kertas. Selain bisa
menjaga kelestarian hutan tentu hal ini sangat membantu pada penerapan pelayanan pemerintah
berbasis elektronik.
Pemerintah harus menetapkan kebijakan bahwa semua hutan yang ada adalah hutan
lindung yang wajib dilindungi dan dijaga kelestariannya. Dengan kebijakan ini diharapkan
kerusakan hutan yang terjadi sedikit demi sedikit dapat berkurang. Selain pemerintah peran
masyarakat juga sangat dibutuhkan karena mereka adalah penentu dari pelestarian sumber daya
hutan dan sekaligus yang merasakan dampak dari kerusakan hutan ini. Masyarakat harus mulai
menghindari pembukaan lahan hutan untuk pembuatan ladang yang berpindah-pindah, karena
hal ini menjadi salah satu penyebab kerusakan hutan yang mungkin masih sering terjadi
terutama di daerah-daerah terpencil. Generasi muda sekarang tentunya harus mulai
menanamkan keinginan untuk menjaga kelestarian ekosistem salah satunya dengan cara
menanam pohon di lingkungan sekitar rumah. Hal ini tentunya sudah menjadi kegiatan yang
sering dilakukan oleh komunitas komunitas lingkungan hidup. Akan lebih baik jika kegiatan
menanam pohon ini mulai diterapkan oleh masyarakat.
Beberapa cara telah dilakukan pemerintah dalam melestarikan dan mengelola sumber
daya hutan agar kelestariannya tetap terjaga. Beberapa kendala masih dihadapi oleh pemerintah
seperti kerusakan pada hutan yang terjadi akibat pergeseran alam dan kerusakan hutan yang
disebabkan oleh pembangunan. Pemerintah seringkali membentuk aturan-aturan yang terlalu
kaku dan birokratis. Dampaknya aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah sulit dipenuhi oleh
pelaku usaha. Hal ini menyebabkan pelaku usaha tidak dapat mengembangkan cara kerja atau
penggunaan teknologi yang lebih efektif dan efisien. Kesulitan tersebut menyebabkan
maraknya pelanggaran atas aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Maraknya pelanggaran
tidak diimbangi dengan pengawasan dan respon penegakkan hukum yang cept, tepat, dan tegas.
Hal ini di sebabkan oleh minimnya sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah yang
mengakibatkan upaya untuk merawat hutan dan alam Indonesia menjadi tidak optimal.
Mengimbangi pemikiran masyarakat yang sangat beragam, perlu adanya kebijakan dari
pemerintah seperti diadakannya sosialisasi program-program pemerintah mengenai lingkungan
hidup. Masyarakat diberikan sosialisasi mengenai bagaimana menjaga lingkungan hidup yang
sehat dan ciri-ciri lingkungan yang tidak sehat. Penyuluhan yang dilakukan lalu didukung
kegiatan lain seperti diadakannya kegiatan atau lomba rumah sehat agar masyarakat punya
kesadaran untuk melestarikan lingkungan. Sehingga masyarakat antusias dan terbiasa
berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan sekitarnya dan semacam kesadaran ini juga dapat
ditanamkan kepada anak-anak untuk bekal di masa yang akan datang.
C. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari pembahasan diatas adalah Indoensia yang kaya akan
hutan hujan tropis yang merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa
semakin lama semakin berkurang. Sumber daya hutan ditujukan untuk memberdayakan
kehidupan masyarakat agar mampu memanfaatkan sumber daya hutan secara optimal juga
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Keberadaan manusia menjadi tekanan pada
bumi sehingga menyebabkan kenaikan tingkat kerusakan sumber daya hutan yang dramatis.
Singkatnya, layanan ekosistem sangat penting untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan
manusia. Tekanan yang disebabkan oleh manusia berasal dari segala arah yaitu perubahan pada
penggunaan lahan, penipisan persedian air, penebangan hutan, dan lain sebagainya. Deforestasi
menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi ketika mengubah peruntukan lahan hutan
menjadi non hutan. Dalam rangka pembangunan berkelanjutan, sumber daya hutan perlu
dikelola dengan baik dengan melihat betapa pentingnya sumber daya hutan bagi kelangsungan
hidup manusia.
Di dalam menjaga sumber daya hutan yang masih tersisa maka diperlukannya peran
dari pemerintah sebagai aktor utama dalam menjaga dan melindungi sumber daya hutan.
Pemerintah harus secara tegas menegakkan aturan yang berlaku bagi aktor-aktor perusak hutan.
tidak melupakan peran dan kerjasama dari masyarakat sangat dibutuhkan sebagai penentu dari
pelestarian sumber daya hutan dan sekaligus yang merasakan dampak dari kerusakan hutan.
Peran pemerintah dan masyarakat menjadi acuan bagi terjaganya keanekaragaman hayati
khususnya sumber daya hutan dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Keanekaragaman
hayati yang dimilik Indonesia merupakan aset yang sangat berharga diman perlu adanya
kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat. Kebijakan Community Based
Forest Manajement (CBFM) membawa gagasan untuk mendistribusikan kembali dan
mengalokasikan kembali sumber daya hutan dan pada saat yang sama dapat melestarikan
kelestarian hutan dan mendukung pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan adanya CBFM ini
diharapkan masyarakat Indonesia bekerjasama dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan
yang masih tersedia sehingga menjadi acuan bagi pemerintah untuk ikut serta di dalam menjaga
kelestarian hutan sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat sekitarnya. Pemerintah juga
menerapkan upaya REDD+ sebagai upaya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan oleh hutan. Dengan adanya REDD+ ini diharapkan permasalahan yang berkaitan
dengan hutan maupun pengurangan emisi dari gas rumah kaca dapat berkurang sedikit demi
sedikit. Di dalam rangka pembangunan berkelanjutan, manusia membutuhkan
keanekaragaman hayati sebagai kebutuhan yang dirasakan pada masa kini juga kebutuhan yang
dapat dirasakan dimasa yang akan datang apabila kelestarian sumber daya alam ini masih dapat
dijaga. Kebutuhan manusia melalui sumber daya alam yang tersedia harus dijaga bersama-
sama baik pemerintah maupun manusia sehingga dapat diperhatikan pemanfaatannya bagi
generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Pembangunan secara berkelanjutan
perlu memperhatikan lingkungan hidup dan kelestarian sumber daya alam yang ada agar
kualitas yang dihasilkan akan terasa manfaatnya dan lingkungan tetap akan terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Rizky. (2017). PERAN BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM (Balai
KSDA) DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN
EKOSISTEMNYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, (2). Retrieved from
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/11974
John F McCarthy. (2006). The fourth circle : a political ecology of Sumatra’s rainforest
frontier. Stanford, Calif., Stanford University Press.
Purnomo, E. P., & Anand, P. B. (2014). The Conflict of Forest Tenure and the Emergence of
Community Based Forest Management in Indonesia. Retrieved from
http://journal.umy.ac.id/index.php/jsp/article/viewFile/125/450
Sachs, J. D. (2015). The Age Of Sustainable development. New York: Columbia University
Press. Retrieved from https://cup.columbia.edu/book/the-age-of-sustainable-
development/9780231173155