Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325310742

PERAN PEMERINTAH MENGELOLA SUMBER DAYA HUTAN DALAM RANGKA


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Article · May 2018

CITATIONS READS

4 3,692

1 author:

Syifa Siti Fatimah


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2 PUBLICATIONS 15 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Syifa Siti Fatimah on 23 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERAN PEMERINTAH MENGELOLA SUMBER DAYA HUTAN DALAM
RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Syifa Siti Fatimah

Government Affairs and Administration

Muhammadiyah University of Yogyakarta

Syifa.siti.2015@fisipol.umy.ac.id/

Syifasitifatimah89@gmail.com

A. Pendahuluan

Lingkungan dan manusia mempunyai keterkaitan yang erat dimana manusia


memerlukan sumber daya alam berupa udara, tanah, air dan sumber daya alam lainnya.
Indonesia sebagai negara yang berada di garis khatulistiwa yang kaya akan hutan hujan tropis
yang merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa semakin lama semakin
berkurang. Keberadaan manusia memberi tekanan pada bumi sehingga dapat menyebabkan
kerusakan hutan yang menimbulkan kerugian yang besar yakni berupa hancurnya mata rantai
kehidupan manusia. Beberapa jenis sumber daya alam tergolong ke dalam sumber daya alam
yang dapat diperbaharui atau tersedia secara tetap, akan tetapi kegiatan manusia dapat
menyebabkan sumber daya alam ini menjadi berkurang kualitasnya. Penebangan hutan
menjadi salah satu permasalahan yang sering terjadi dimana tanpa dilakukannya reboisasi maka
dapat menyebabkan kerusakan lahan, berkurangnya keanekaragaman hayati, perubahan pola
iklim, pemanasan global, rusaknya ekosistem yang ada di hutan, mengakibatkan bencana alam
seperti tanah longsor dan banjir, pendangkalan sungai, dan lain sebagainya.

Negara memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengelola dan mengendalikan


sumber daya alam terutama sumber daya hutan. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur dan menjaga
segala sesuatu yang berkaitan dengan sumber daya hutan baik kawasan hutan dan hasil hutan.
Pemerintah juga mempunyai kewenangan dalam menetapkan hubungan-hubungan hukum
hutan dengan orang serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai kehutanan

Pengelolaan sumber daya hutan tidak terlepas dari pengelolaan sumber daya alam
secara luas dan berkelanjutan. Demikian juga melihat pada besarnya bencana yang ditimbulkan
akibat kerusakan lahan hutan yang terjadi. Pengelolaan yang dilakukan dengan melihat
pentingnya sumber daya hutan bagi kelestarian lingkungan juga bagi kehidupan manusia.
Tentu hal ini dipengaruhi dengan berbagai aktivitas manusia dari dampak pertumbuhan
penduduk yang semakin lama semakin meningkat. Seiring bertambahnya jumlah manusia,
umat manusia telah mengklaim semakin banyak lahan untuk diri sendiri, dampak manusia tidak
berhenti dengan penggunaan lahan. Aktivitas manusia mendorong spesies ke bahaya kritis dan
punah di seluruh dunia. Sejumlah besar spesies ambruk, dari tumbuhan, hingga amfibia, hingga
penyerbuk seperti lebah, hingga kera besar. Deforestasi menjadi salah satu permasalahan yang
dihadapi ketika penghilangan hutan alam dengan cara penebangan kayu sehingga hal ini dapat
mengubah peruntukanpembentukan lahan hutan menjadi non hutan. Kawasan hutan hujan
semakin dirambah untuk pengadaan manusia, seperti untuk penebangan tropis, untuk lahan
pertanian dan padang rumput, dan untuk penyediaan petani petani kecil yang masuk ke hutan
untuk kayu bakar atau untuk kebutuhan lainnya. Beberapa dampak deforestasi manusia
didorong oleh internal, terutama oleh pertumbuhan populasi di negara-negara. Namun jumlah
yang sangat besar juga berasal dari perdagangan internasional, salah satu pendorong utama
adalah melonjaknya permintaan untuk minyak sawit, yang merupakan produk yang sangat
serbaguna.

Indonesia memiliki kondisi deforestasi yang sangat memprihatinkan sehingga sudah


menjadi perhatian banyak negara. Pembangunan berkelanjutan bagi sumber daya hutan
menjadi salah satu kebijakan yang ditempuh oleh berbagai negara yaitu dengan melihat pada
aspek keseimbangan fungsi ekologi, ekonomi dan sosial budaya dengan memebangungan
kemandirian masyarakat di dalam mengelola sumber daya hutan yang masih ada. Mengenai
konsep pembangunan berkelanjutan, komisi Brundtland mengatakan bahwa pembangunan
berkelanjutan adalah ”Pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang tanpa
membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan
mereka”(Sutikno, 2006). Jadi pembangunan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan
untuk melaksanakan pembangunan namun senantiasa memperhitungkan masa depan generasi
yang akan datang. Keterlibatan masyarakat di dalam melestarikan sumber daya hutan sangat
dibutuhkan dan penting mengingat masyarakat adalah penentu dari pelestarian sumber daya
hutan ini dan sekaligus yang merasakan dampak dari kebijakan tersebut (Nursalam, 2010).

B. Analisis Peran Pemerintah Mengelola Sumber Daya Hutan Dalam Rangka


Pembangunan Berkelanjutan

Muncul sebuah problem yang dirasakan oleh masyarakat dunia secara keseluruhan
yaitu dampak pembangunan terhadap lingkungan. muncul model baru dalam pembangnan
yang diterapkan di Indonesia, yaitu model pembangunan berkelanjutan. Kesadaran tentang
pentingnya melakukan pembangunan sebagai upaya untuk mencapai derajat hidup yang lebih
baik sudah berjalan sejak ratusan tahun yang lalu. Namun kesadaran tentang adanya hubungan
antara pembangunan dan dampaknya terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan baru
muncul sekitar awal tahun 70-an. Ditengah berbagai kebijakan yang telah dilakukan oleh
Indonesia, sebagai upaya untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan, muncul berbagai
fakta tentang kerusakan lingkungan yang menjadi indikasi dari gagalnya Indonesia dalam
menerapkan pembangunan yang berkelanjutan. Karena pada dasarnya, kualitas dan kondisi
lingkungan hidup yang baik dalam proses pembangunan adalah merupakan nilai utama yang
diharapkan dari berbagai konvensi yang ada.

Jumlah deforestasi yang dirasakan sangat tinggi tetapi upaya untuk merehabilitasi hutan
sangat lemah. Selain itu, konflik pengelolaan sumber daya hutan mengkhawatirkan karena
kebijakan pemerintah hanya terfokus dan didukung untuk industri dan telah meminggirkan
masyarakat lokal. Sebagian besar kebijakan dalam pengelolaan hutan didorong oleh kebutuhan
ekonomi. Namun, di tingkat global dan nasional, terjadi perubahan paradigma pada
pengembangan masyarakat dari pendekatan top down ke bottom-up. Dalam konteks Indonesia,
ada juga dinamika politik di mana masyarakat sipil sangat aktif dalam kampanye
pemberdayaan masyarakat. Menanggapi itu, MF menetapkan kebijakan yang disebut
pengelolaan hutan berbasis masyarakat pada tahun 1995. Suharjito dalam Eko Priyo Purnomo,
kebijakan ini mengacu pada produk peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan aturan.
Hasil biaya produksi dan pemanfaatan sumber daya alam perlu dikelola agar masyarakat dapat
dengan mudah mengakses. Maka setiap informasi terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah secara transparan dapat dilihat oleh masyarakat. Kebijakan CBFM adalah
kebijakan pemerintah pusat Indonesia yang memberikan hak kepada masyarakat untuk
mendapatkan akses ke hutan negara dan upaya untuk mengurangi kemiskinan masyarakat
dengan berbagi sumber daya dan melestarikan kelestarian hutan. Kebijakan ini membawa
gagasan untuk mendistribusikan kembali dan mengalokasikan kembali sumber daya hutan dan
pada saat yang sama, dapat melestarikan kelestarian hutan dan mendukung pemberdayaan
masyarakat lokal (Purnomo & Anand, 2014) .

Community Based Forest Manajement (CBFM) menjadi salah satu upaya dalam
mengelola hutan yang berbasis masyarakat di Indonesia. CBFM diperkenalkan oleh MF ketika
mereka diberlakukan Keputusan Menteri No. 622 tahun 1995. Tujuan dari kebijakan ini,
terutama adalah untuk merehabilitasi hutan terdegradasi dan memberi masyarakat perubahan
untuk mendapatkan akses ke hutan negara. Langkah pertama, pemerintah tidak akan memberi
tahu hak masyarakat untuk menggunakan lahan untuk jangka waktu lama jika komunitas
mengurangi ketiganya. Pendekatan ini, adalah bentuk pemberdayaan "untuk masyarakat
setempat. Kebijakan tersebut telah berubah hampir lima kali antara tahun 1995 untuk dan saat
ini. Pada saat pertama, kebijakan tersebut dibuat oleh Pemerintah Pusat terutama untuk
menjaga hutan yang rusak. Jumlah degradasi Hutan begitu massif dan pemerintah tidak dapat
menangani hal ini situasi. Pada tahun 1995, Menteri Kehutanan memberlakukan Keputusan
No. 622/1995 dan memberi kesempatan kepada masyarakat setempat menanam pohon dan
tanaman di kawasan hutan yang terdegradasi. Namun, kebijakan itu berubah berkali-kali. Ini
adalah kebijakan pengayakan dari 622/1995 menjadi 677/1998, 31/2001, 37/2007 dan 18/2009
terakhir. Ide untuk memanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat lokal juga telah
diperkenalkan dengan menerapkan kebijakan tersebut. Kebijakan saat ini memberi masyarakat
untuk menggunakan tanah untuk jangka waktu lama 35 tahun) dan kemudian masyarakat dapat
memanfaatkan pohon juga (Purnomo & Anand, 2014).

Tujuan dari pembangunan berkelanjutan merupakan agenda internasional yang menjadi


kelanjutan dari tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs). Terdapat tujuh
belas tujuan sebagai agenda pembangunan dunia untuk kemakmuran kehidupan manusia dan
sumber daya alam yang ada dibumi. Dari ke tujuh belas tujuan tersebut salah satunya
menyebutkan bahwa ekosistem darat perlu dijaga dan dikelola dengan sebaik mungkin untuk
menghindari perubahan lahan hutan dan juga untuk menghentikan kepunahan keanekaragaman
hayati .Ketika Indonesia telah setuju dengan pencapaiannya dalam sistem pembangunan
berkelanjutan, tentu menjadi suatu keharusan bagi Indonesia untuk melestarikan dan menjaga
keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan rakyat dan stabilitas keamanan negara.
Di dalam rangka pembangunan berkelanjutan, salah satu hal yang menjadi perhatian di
dalam upaya pelestarian hutan adalah pentingnya perhatian terhadap pengelolaan ekosistem.
Pembangunan merupakan proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan serta
mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya alam
untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Stanley bahwa dalam pengelolaan ekosistem terdapat
beberapa tema yang penting, yaitu memastikan keberlanjutan semua spesies serta
kelangsungan hidup berbagai perwakilan komunitas hayati maupun seluruh tahapan suksesi
yang ada, dan menjaga agar ekosistem sehat dan berfungsi dengan efektif. Kemudian, mencari
serta memahami hubungan antara tiap tahap maupun skala yang beroperasi dalam hirarki suatu
ekosistem, mulai dari tingkatan individu, spesies, komunitas hingga ekosistem bahkan
mencapai skala regional dan global. Manusia merupakan bagian dari ekosistem, maka penilaian
manusia akan memengaruhi tujuan dari pengelolaan ekosistem. Maka perlu dikembangkan
pemahaman bersama bahwa mengelola sumber daya secara berkelanjutan akan memberikan
manfaat berjangka panjang pula (Stanley, 1995).

Secara perlahan pemanfaatan sumber daya hutan secara berlebihan mengakibatkan


kepunahan pada keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia
memang berlimpah dan mempunyai sifat yang dapat diperbaharui, dan tidak terbatas.
penggunaan secara berlebih dapat memusnahkan keberadaan keanekaragaman hayati sampai
pada tahap tertentu. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial tentunya harus dapat dijadikan
sebagai alat bagi pemerintah untuk menjaga kearifan dalam keanekaragaman kehidupan
termasuk keanekaragaman hayati (Amalia Rizky, 2017). Di Indonesia sendiri, aturan hukum
yang mengatur tentang kehutanan masih mengalami pertentangan dan perselisihan. Di dalam
tulisan Eko Priyo Purnomo dikatakan bahwa konflik dan ketegangan antara negara dan
masyarakat yang berkaitan dengan kepemilikan, pengaturan dan penggunaan sumber daya
hutan adalah hal yang biasa masalah di Indonesia. Karena batas hutan yang tidak jelas,
beberapa area dapat dimiliki dan dipelihara oleh banyak pihak. Selain itu, keberadaan manajer
ganda dan multi-manajer mengarah pada sumber daya hutan yang terdegradasi secara radikal.
Situasi konflik adalah perbedaan dalam perspektif yang bisa muncul dalam bentuk keluhan,
perang dan kekerasan. Situasi ini menyebabkan konflik diantara para pemangku kepentingan
hutan di Indonesia. (Purnomo & Anand, 2014)

Menteri kehutanan menggunakan UU Kehutanan No. 41 tahun 1999 sebagai legitimasi


kepemilikan negara atas sumber daya lahan dan hutan. Undang-undang ini adalah salah satu
undang-undang yang dikeluarkan setelah era Soeharto yang dikenal sebagai era reformasi.
Pemerintah diberikan wewenang melalui Kementrian Kehutanan untuk menentukan dan
mengelola hutan Indonesia (Fay dan Sirait 2005). Hutan secara legal dapat dibagi menjadi dua
bagian. Pertama adalah kawasan hutan negara, dimana hutan ini kepemilikannya ada pada
negara dan tidak ada hak swasta atas lahan tersebut. Maka segala sesuatu yang dilakukan
terhadap hutan ini harus dengan seijin dari negara. Kedua adalah kawasan hutan pribadi, area
dimana lahan hutan dikelola oleh rakyat dan hak-hak lainnya diberikan. (Purnomo & Anand,
2014). Negara-negara bagian memiliki hak atas daratan Indonesia akan tetapi tidak dapat
mengelola sumber daya yang sangat luas juga tidak dapat memberikan jaminan untuk
masyarakat setempat maupun industri-industri kehutanan untuk mengelola wilayah tersebut.
Ketidaksepakatan tentang siapa yang harus memiliki kendali atas sumber daya hutan menjadi
salah satu kebingungan yang dihadapi di Indonesia. Hal ini dilihat sebagai bentuk kegagalan
Indonesia dalam mengelola kawasan hutannya. (John F McCarthy, 2006).

Diperlukan suatu pemikiran yang serius mengenai pengelolaan hutan dimasa kini dan
masa yang akan datang. Reboisasai menjadi salah satu tujuan yang tetap harus dilakukan bagi
hutan-hutan yang telah gundul. Tidak lupa pencegahan terhadap keruskan hutan harus segera
dihentikan agar kerusakan tidak menjadi semakin luas. Perlu ketegasan dari pemerintah
terhadap pelaku-pelaku perusakan hutan dan juga perlu adanya kesadaran kepada masyarakat
akan pentingnya menjaga dan melestarikan hutan bagi keseimbangan alam dan bagi
kelangsungan kehidupan makhluk hidup yang ada di muka bumi ini baik dimasa kini maupun
di masa yang akan datang. Di dalam menjaga sumber daya hutan yang masih tersisa perlunya
peran dari pemerintah yang mempunyai kebijakan untuk menjaga dan sebagai pelindung hutan
yang utama. Pemerintah harus secara tegas memberikan hukuman kepada pelaku yang secara
sengaja merusak kelestarian hutan. Permasalahan yang sering kali dikesampingkan yaitu
pengundulan hutan untuk bahan baku kertas yang sangat tidak mendukung terhadap kelestarian
hutan. Penggunaan kertas yang semakin banyak secara tidak sadar telah menghabiskan
berbatang-batang pohon yang ada di hutan untuk kebutuhan pembuatan kertas tersebut.
Pengundulan hutan ini bisa diminimalis bahkan dapat dihilangkan apabila kebijakan
pemerintah atau birokrasi pemerintah menerapkan sistem e-government sebagai
pengaplikasian kebijakan secara online dalam meminimalisir pembuatan kertas. Selain bisa
menjaga kelestarian hutan tentu hal ini sangat membantu pada penerapan pelayanan pemerintah
berbasis elektronik.

Pemerintah harus menetapkan kebijakan bahwa semua hutan yang ada adalah hutan
lindung yang wajib dilindungi dan dijaga kelestariannya. Dengan kebijakan ini diharapkan
kerusakan hutan yang terjadi sedikit demi sedikit dapat berkurang. Selain pemerintah peran
masyarakat juga sangat dibutuhkan karena mereka adalah penentu dari pelestarian sumber daya
hutan dan sekaligus yang merasakan dampak dari kerusakan hutan ini. Masyarakat harus mulai
menghindari pembukaan lahan hutan untuk pembuatan ladang yang berpindah-pindah, karena
hal ini menjadi salah satu penyebab kerusakan hutan yang mungkin masih sering terjadi
terutama di daerah-daerah terpencil. Generasi muda sekarang tentunya harus mulai
menanamkan keinginan untuk menjaga kelestarian ekosistem salah satunya dengan cara
menanam pohon di lingkungan sekitar rumah. Hal ini tentunya sudah menjadi kegiatan yang
sering dilakukan oleh komunitas komunitas lingkungan hidup. Akan lebih baik jika kegiatan
menanam pohon ini mulai diterapkan oleh masyarakat.

Beberapa cara telah dilakukan pemerintah dalam melestarikan dan mengelola sumber
daya hutan agar kelestariannya tetap terjaga. Beberapa kendala masih dihadapi oleh pemerintah
seperti kerusakan pada hutan yang terjadi akibat pergeseran alam dan kerusakan hutan yang
disebabkan oleh pembangunan. Pemerintah seringkali membentuk aturan-aturan yang terlalu
kaku dan birokratis. Dampaknya aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah sulit dipenuhi oleh
pelaku usaha. Hal ini menyebabkan pelaku usaha tidak dapat mengembangkan cara kerja atau
penggunaan teknologi yang lebih efektif dan efisien. Kesulitan tersebut menyebabkan
maraknya pelanggaran atas aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Maraknya pelanggaran
tidak diimbangi dengan pengawasan dan respon penegakkan hukum yang cept, tepat, dan tegas.
Hal ini di sebabkan oleh minimnya sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah yang
mengakibatkan upaya untuk merawat hutan dan alam Indonesia menjadi tidak optimal.

Mengimbangi pemikiran masyarakat yang sangat beragam, perlu adanya kebijakan dari
pemerintah seperti diadakannya sosialisasi program-program pemerintah mengenai lingkungan
hidup. Masyarakat diberikan sosialisasi mengenai bagaimana menjaga lingkungan hidup yang
sehat dan ciri-ciri lingkungan yang tidak sehat. Penyuluhan yang dilakukan lalu didukung
kegiatan lain seperti diadakannya kegiatan atau lomba rumah sehat agar masyarakat punya
kesadaran untuk melestarikan lingkungan. Sehingga masyarakat antusias dan terbiasa
berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan sekitarnya dan semacam kesadaran ini juga dapat
ditanamkan kepada anak-anak untuk bekal di masa yang akan datang.

Reduction of Emission from Deforestation and Degradation Plus (REDD+) merupakan


salah satu bentuk nyata dalam mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh hutan.
Sistem REDD+ ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dengan biaya rendah dan waktu
yang singkat, dan pada saat yang bersamaan dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan
dan memungkinkan pembangunan berkelanjutan. REDD+ dapat mengurangi emisi yang dapat
mengakomodasikan berbagai jenis pengelolaan lahan hutan yang mencakup hutan lindung dan
konservasi hutan produksi, atau hutan konversi yang telah menjadi area penggunaan lain
(Natural Resources Development center, 2013). Program REDD+ menggantikan sebagian
pendapatan yang akan hilang dalam jangka pendek dari ketidakmampuan mereka untuk
mengeksploitasi produk hutan secara berlebih dengan aliran pendapatan yang diberikan oleh
negara-negara donor. Norwegia telah menawarkan $1 miliar kepada Brasil dalam inisiatif
REDD+ untuk masyarakat hutan di Amazon untuk memainkan peran melindungi hutan
Amazon dari pada memfasilitasi kerugiannya (Sachs, 2015).

C. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari pembahasan diatas adalah Indoensia yang kaya akan
hutan hujan tropis yang merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa
semakin lama semakin berkurang. Sumber daya hutan ditujukan untuk memberdayakan
kehidupan masyarakat agar mampu memanfaatkan sumber daya hutan secara optimal juga
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Keberadaan manusia menjadi tekanan pada
bumi sehingga menyebabkan kenaikan tingkat kerusakan sumber daya hutan yang dramatis.
Singkatnya, layanan ekosistem sangat penting untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan
manusia. Tekanan yang disebabkan oleh manusia berasal dari segala arah yaitu perubahan pada
penggunaan lahan, penipisan persedian air, penebangan hutan, dan lain sebagainya. Deforestasi
menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi ketika mengubah peruntukan lahan hutan
menjadi non hutan. Dalam rangka pembangunan berkelanjutan, sumber daya hutan perlu
dikelola dengan baik dengan melihat betapa pentingnya sumber daya hutan bagi kelangsungan
hidup manusia.

Di dalam menjaga sumber daya hutan yang masih tersisa maka diperlukannya peran
dari pemerintah sebagai aktor utama dalam menjaga dan melindungi sumber daya hutan.
Pemerintah harus secara tegas menegakkan aturan yang berlaku bagi aktor-aktor perusak hutan.
tidak melupakan peran dan kerjasama dari masyarakat sangat dibutuhkan sebagai penentu dari
pelestarian sumber daya hutan dan sekaligus yang merasakan dampak dari kerusakan hutan.
Peran pemerintah dan masyarakat menjadi acuan bagi terjaganya keanekaragaman hayati
khususnya sumber daya hutan dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Keanekaragaman
hayati yang dimilik Indonesia merupakan aset yang sangat berharga diman perlu adanya
kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat. Kebijakan Community Based
Forest Manajement (CBFM) membawa gagasan untuk mendistribusikan kembali dan
mengalokasikan kembali sumber daya hutan dan pada saat yang sama dapat melestarikan
kelestarian hutan dan mendukung pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan adanya CBFM ini
diharapkan masyarakat Indonesia bekerjasama dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan
yang masih tersedia sehingga menjadi acuan bagi pemerintah untuk ikut serta di dalam menjaga
kelestarian hutan sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat sekitarnya. Pemerintah juga
menerapkan upaya REDD+ sebagai upaya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan oleh hutan. Dengan adanya REDD+ ini diharapkan permasalahan yang berkaitan
dengan hutan maupun pengurangan emisi dari gas rumah kaca dapat berkurang sedikit demi
sedikit. Di dalam rangka pembangunan berkelanjutan, manusia membutuhkan
keanekaragaman hayati sebagai kebutuhan yang dirasakan pada masa kini juga kebutuhan yang
dapat dirasakan dimasa yang akan datang apabila kelestarian sumber daya alam ini masih dapat
dijaga. Kebutuhan manusia melalui sumber daya alam yang tersedia harus dijaga bersama-
sama baik pemerintah maupun manusia sehingga dapat diperhatikan pemanfaatannya bagi
generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Pembangunan secara berkelanjutan
perlu memperhatikan lingkungan hidup dan kelestarian sumber daya alam yang ada agar
kualitas yang dihasilkan akan terasa manfaatnya dan lingkungan tetap akan terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Rizky. (2017). PERAN BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM (Balai
KSDA) DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN
EKOSISTEMNYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, (2). Retrieved from
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/11974

John F McCarthy. (2006). The fourth circle : a political ecology of Sumatra’s rainforest
frontier. Stanford, Calif., Stanford University Press.

Natural Resources Development center. (2013). Konsep REDD+ dan Implementasinya.


Kebayoran Baru Jakarta. Retrieved from https://www.nature.or.id/publikasi/laporan-
dan-panduan-kehutanan/modul-konsep-redd.pdf

Nursalam. (2010). KEBIJAKAN PELESTARIAN SUMBER DAYA HUTAN DALAM


RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, 10(1). Retrieved from
http://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/view/1660

Purnomo, E. P., & Anand, P. B. (2014). The Conflict of Forest Tenure and the Emergence of
Community Based Forest Management in Indonesia. Retrieved from
http://journal.umy.ac.id/index.php/jsp/article/viewFile/125/450

Sachs, J. D. (2015). The Age Of Sustainable development. New York: Columbia University
Press. Retrieved from https://cup.columbia.edu/book/the-age-of-sustainable-
development/9780231173155

Stanley. (1995). Ecosystem Management and the Arrogance of Humanism, (254–262).

Sutikno. (2006). Ekonomi Sumber Daya Alam. Retrieved from


http://download.portalgaruda.org/article.php?article=189126&val=6467&title=Analisis
Pemenuhan Kebutuhan dan Penyelesaian Kelangkaan Sumber Daya Air (Studi di
Kelurahan Tlogowaru Kecamatan Kedungkandang Malang)

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai