Anda di halaman 1dari 9

MODUL PERKULIAHAN

Pengetahuan
Lingkungan
Populasi Manusia dan Dampaknya

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

03
Teknik Teknik Industri 190571001 Annisa Maharani Suyono, S.T., M.M

Abstract Kompetensi
Modul ini membahas mengenai Mahasiswa mampu menjelaskan
populasi manusia atau kepadatan dampak kepadatan penduduk
penduduk dan dampaknya terhadap terhadap lingkungan
lingkungan
Kepadatan Penduduk

Kepadatan Penduduk adalah jumlah penduduk disuatu daerah per satuan luas.
Ketidak seimbangnya antara pertambahan penduduk dengan produksi pangan dan sumber
daya lainnya dapat berakibat buruk bagi negara tersebut. Negara tersebut juga akan terhambat
kemajuanya.

Dampak Akibat Kepadatan Penduduk


1. Terhadap Kebutuhan Air
Dampak akibat kepadatan penduduk yang pertama ialah menyangkut kebutuhan air.
Sudah tahu dong manusia membutuhkan air lebih dari membutuhkan makanan. Air
banyak sekali manfaatnya entah itu untuk minum, mencuci, mandi dan lain sebagainya
namun bukan cuman manusia yang membutuhkan air.
Hewan dan tumbuhan merupakan makhluk hidup yang hidup di sekitar manusia, mereka
juga menjadi salah satu sumber makanan bagi manusia. Juga pembangunan yang
menggunakan semen berlebihan menjadikan air tidak meresap ke tanah, jadi air langsung
mengalir menuju ke sungai lalu kembali ke laut.

2. Terhadap Udara Bersih


Selain kita membutuhkan air, makhluk hidup juga butuh udara untuk bernafas. Dengan
semakin padatnya penduduk dan perilaku konsumtif atau ingin tampil keren dengan
kendaraan terbaru bisa menyebabkan udara bersih menjadi langka.
Sekarang di kota maupun desa sudah banyak kendaraan bermotor dengan asap yang
mengganggu kelangsungan udara bersih. Terlalu banyak kandungan karbondioksida
yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor juga buruk bagi kesehatan tanaman, kita harus
menanggulanginya dengan cara penghijauan.

3. Terhadap Pertanian
Penduduk semakin padat, berarti kebutuhan pangan akan terus meningkat. Salah satu
akibat dari kepadatan ini yaitu pengalihan fungsi pertanian yang tadinya untuk ladang
menanam menjadi pemukiman, perumahan atau sarana lainnya.
Sehingga negara khusunya Indonesia harus banyak mengimpor, untuk
menanggulanginya Pemerintah telah melakukan usaha konkret, yaitu :

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


2 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
 Meningkatkan teknologi pertanian, perikanan, dan peternakan
 Meningkatkan persediaan bahan makanan
 Ekstensifikasi pertanian dengan cara membuka lahan baru yang masih
memungkinkan
 Mengubah sikap dan cara mengonsumsi makanan, antara lain mengubah agar
masyarakat tidak hanya bergantung pada satu jenis bahan makanan saja
 Diversifikasi tanaman dan lahan pertanian.

4. Terhadap Lingkungan
Dampak terhadap lingkungan hampir mirip dengan dampak kebutuhan udara bersih,
populasi penduduk yang tidak terarah membuat kebutuhan barang dan jasa akan terus
meningkat. Contoh saja hampir tiap keluarga memiliki sepeda motor dan kebutuhan itu
akan semakin meningkat, jalanan akan semakin macet, polusi udara meningkat dan
masih banyak lagi.

Konsumsi energi yang berlebihan tentu akan membuat lingkungan semakin tercemar,
negara berkembang maupun maju juga memiliki permasalahan seperti ini. Walau
pemerintah mereka sudah mengupayakan berbagai usaha namun penduduk semakin tidak
terkendali maka bisa saja terjadi pendorong rusaknya lingkungan hidup.

5. Terhadap Pendidikan
Pendidikan merupakan dasar yang sangat penting bagi suatu negara, semakin bagus
pendidikan suatu negara bisa mendorong negara tersebut untuk maju. Jika kepadatan
penduduk tidak dapat ditanggulani dengan baik dan sarana prasarana pendidikan semakin
kecil, maka banyak anak-anak yang tidak bisa bersekolah, lingkar pendidikan di suatu
negara menjadi rendah dan akhirnya produktifitas bekerja akan menurun nantinya.

6. Terhadap Perumahan
Semua orang butuh tempat untuk berteduh, jumlah penduduk yang bertambah juga
menuntut lahan untuk rumah semakin tinggi. Namun kenyataanya sekarang lahan untuk
rumah sudah sulit untuk didapat, banyak dari warga kita mendirikan bangunan tidak
resmi atau tempat tinggal sementara yang terbuat dari kardus ataupun plastik.

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


3 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Deradasi Sumber Daya Alam
Degradasi sumber daya alam (SDA) bukan merupakan masalah yang sekadar muncul
akhir-akhir ini, tetapi telah melalui perjalanan panjang dari suatu peradaban manusia.
Masalah SDA erat kaitannya dengan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti budaya, perkembangan ekonomi, dan politik. Salah satu contohnya adalah persepsi
tentang SDA Indonesia. Di kalangan masyarakat muncul pandangan yang didengungkan
sejak lama bahwa kekayaan alam Indonesia berlimpah. Pandangan tersebut, baik secara sadar
maupun tidak, telah mendorong manusia terjerat dalam proses pemanfaatan SDA yang
cenderung eksploitatif untuk memperoleh keuntungan dalam jangka pendek dengan
mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan. Akibat dari proses degradasi adalah
munculnya berbagai bencana ekologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan krisis
ketersediaan pangan.
Degradasi SDA dapat menyebabkan perubahan iklim, seperti deforestasi, namun pada
gilirannya perubahan iklim sendiri akan memengaruhi ketersediaan dan distribusi SDA
melalui pengaruhnya terhadap perubahan siklus hidrologi. Ciri-ciri lain proses degradasi
SDA adalah berkurangnya keragaman sumber daya biologi, khususnya agrobiologi,
terjadinya kelangkaan dan penurunan kualitas air serta penurunan kesuburan tanah.

Faktor faktor yang Memengaruhi Degradasi Sumber Daya Alam


Ada beberapa faktor yang terkait satu dengan lainnya, yang memengaruhi terjadinya
proses degradasi SDA.
1. Faktor politik pengelolaan, termasuk sumber daya lahan dan air, yang baik secara
tersendiri maupun secara terpadu semakin mendapat perhatian luas untuk dipelajari.
Melalui politik, kepentingan kelompok maupun individu mengalami proses mediasi.
Manufer politik diperlukan untuk memperoleh akses terhadap SDA, khususnya lahan dan
air. Penguasaan lahan antara lain dilakukan melalui penetapan undang-undang dan
peraturan yang memungkinkan pihak yang berkepentingan memperoleh kewenangan
untuk mengelola SDA. Terjadinya krisis air sering dikaitkan dengan crisis of governance
yang menunjukan bahwa masalah air tidak semata masalah pengelolaan sumber daya air
atau masalah operasi dan pemeliharaan infrastruktur sumber daya air, tetapi masalah
yang terkait dengan struktur sosial politik.
2. Faktor kedua yang memengaruhi terjadinya degradasi SDA adalah peningkatan populasi
penduduk yang menyebabkan meningkatnya tekanan pemanfaatan lahan. Di Pulau Jawa,
hal tersebut sudah mulai dirasakan sejak akhir abad 19, terutama akibat ekspansi

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


4 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
masyarakat membuka lahan kering di lereng- lereng pegunungan. Demikian pula
mengenai rusaknya lingkungan sudah diperingatkan pada tahun 1930-an (Thijse 1982).
Eksploitasi SDA pada masa kolonial dianggap sebagai salah satu instrumen politik untuk
menunjang kepentingan perdagangan pemerintah kolonial.
3. Faktor ketiga adalah konspirasi antara pengusaha dan penguasa. Proses penjarahan hutan
secara sistematik di pulau Jawa dimulai oleh Perusahaan Dagang Hindia Belanda (VOC)
pada tahun 1611 ketika mereka memperoleh izin dari raja Mataram untuk menebang
pohon bagi keperluan usaha. Di samping melakukan penebangan hutan sendiri lewat
penguasaan kawasan hutan, VOC juga membeli kayu dari rakyat melalui pedagang lokal.
Praktik penebangan yang ceroboh dan pemberian upah yang rendah telah menyebabkan
degradasi hutan yang berat di areal bekas tebangan hutan dan memiskinkan rakyat di
sekitarnya (Nababan 2003). Di luar Pulau Jawa, pada periode yang sama, keadaan hutan
masih relatif utuh dan dikuasai oleh lembaga adat, baik masyarakat setempat maupun
kesultanan. Jangkauan pemerintah kolonial di Pulau Sumatera hanya terbatas pada
konversi hutan untuk keperluan perkebunan, terutama di bagian timur Sumatera Utara.
Politik konversi hutan untuk perkebunan, diperkuat oleh terbitnya Undang-Undang
Agraria 1870 yang memperkokoh praktik eksploitasi dan merupakan kelanjutan
kebijakan Raffles dalam sewa tanah, yang bertujuan untuk investasi swasta di sektor
perkebunan. Dengan adanya undang-undang ini, semua tanah yang tidak digarap
masyarakat dianggap tanah tidak terpakai dan menjadi milik pemerintah. Konspirasi
antara pengusaha dan penguasa yang paling menonjol adalah pada era Orde Baru, yang
menyebabkan rusaknya hutan Indonesia dan dampaknya dirasakan sampai saat ini.
4. Faktor keempat adalah kebijakan yang dihasilkan, yang juga merefleksikan kepentingan
politik dan birokrasi. Tidak semua produk kebijakan bersifat eksploitatif terhadap SDA.
Kebijakan pemerintah pada era Orde Lama yang menonjol adalah Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang
cakupannya memerhatikan prinsip-prinsip yang dipakai dalam pengelolaan SDA secara
berlanjut. Walaupun pelaksanaan undang-undang ini dianggap tidak efektif, dinamika
politik yang menekankan pada nation building pada kurun pemerintahan Orde Lama
telah mengendurkan tekanan terhadap penjarahan hutan.

Degradasi Lingkungan Hidup di Perkotaan


Dalam tulisannya tentang Environmental Planing dalam buku Introduction to Urban
Planning, Hoeh D (1977) menyatakan bahwa bila populasi suatu kota makin bertambah dan

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


5 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
berkembang sampai di luar batas kemampuan habitatnya, maka di kemudian hari akan
timbulah hal-hal negatif yang akan menggangu kehidupan populasi tersebut. Kemampuan
habitat diartikan sebagai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, daya dukung
lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung segala
aktivitas kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Sedangkan daya tampung lingkungan
hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap berbagai zat, energi atau
komponen lainnya yang masuk sehingga mempengaruhi kondisinya. Jadi lingkungan hidup
mempunyai batas-batas kemampuan dalam menampung dan melayani suatu populasi.
Kota sebagai suatu habitat, juga mempunya keterbatasan lahan. Lebih jauh lagi secara
rinci, Leitmann (1999) dalam buku Environmental Planning and Management in Urban
Design mengatakan permasalahan internal lingkungan hidup di perkotaan berkaitan dengan
kesehatan lingkungan dan industrialisasi. Ketidaklayakan pemukiman dan sarana prasarana
yang tersedia di perkotaan adalah inti utama dari masalah kesehatan lingkungan. Contohnya,
penyediaan air bersih yang terbatas, pengelolaan sampah yang tak tepat, kondisi sanitasi yang
buruk, saluran drainase yang rusak dan tak terpelihara, penggunaan lahan rawan bencana,
kurangnya ruang terbuka hijau dan sebagainya. Sedangkan untuk lingkungan hidup yang
berhubungan dengan industrialisasi terkait dengan pencemaran atau buangan yang dihasilkan
(emisi). Industrialisasi disini diartikan bukan kegiatan industri di pabrik, tetapi segala
aktivitas di kota yang menghasilkan dampak negatif lingkungan. Misalkan, pencemaran udara
dari kendaraan bermotor dan aktivitas pabrik, pencemaran air dari rumah tangga, pabrik,
rumah sakit, hotel, restoran dan sebagainya, kesemrawutan lalu lintas, pencemaran akibat
pengelolaan sampah yang buruk dan sebagainya.

Gejala Degradasi Lingkungan Hidup di Perkotaan


Bila dicermati, sesungguhya degradasi lingkungan hidup sudah berlangsung sejak
lama. Masalah lingkungan hidup yang dulu dianggap tak seberapa, kini semakin lama makin
rumit. Berbagai gejala degradasi lingkungan yang terdapat yaitu;
(1) Makin Besarnya Ancaman Banjir
Ancaman banjir setiap kali musim hujan terlihat semakin besar. Kota seperti Jakarta
yang wilayanya dilewati Sungai Ciliwung dan 13 sungai kecil lainnya, sudah hampir
pasti menjadi langganan banjir setiap tahun. Korban harta benda dan korban jiwa sudah
tak terhitung banyaknya akibat bencana banjir. Malangnya lagi, bencana banjir ini
sepertinya makin lama makin tidak tertanggulangi. Pemerintah dan masyarakat seolah

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


6 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
tak berdaya setiap kali banjir datang. Jika diperhatikan seksama, bencana banjir ini
disebabkan oleh berbagai faktor yaitu;
a. Adanya pengurugan (reklamasi) pada daerah resapan air sebagai akibat terbatasnya
lahan,
b. Makin berkurangnya kemampuan tanah untuk meresap air akibat perkerasan
permukaan tanah,
c. Kecilnya kemiringan lahan (topografi) untuk mengalirkan air,
d. Menyempitnya badan sungai akibat dibangunnya rumah dan pemukiman di area
pinggir sungai,
e. Berkurangnya vegetasi hijau di bagian hulu sungai untuk membantu penyerapan air,
dan
f. Aliran air di sungai terhambat sampah

(2) Peningkatan Polusi Udara


Polusi udara dari waktu ke waktu makin mencemaskan pengaruhnya bagi kesehatan
warga kota. Penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) mulai banyak diderita warga
kota. Polusi udara makin meningkat dikarenakan makin bertambahnya penggunaan
jumlah kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
kegiatannya.
Sementara itu prasarana jalan cenderung tetap, sehingga kapasitas jalan menjadi sangat
sempit jika dilalui banyak kendaraan. Akibatnya terjadi pelambatan arus lalu lintas dan
kemacetan pun terjadi. Dampaknya akumulasi gas buang kendaraan makin banyak,
sehingga terjadilah polusi udara. Polusi pun makin buruk bila kendaraan bermotor yang
digunakan usia pakainya sudah tua.

(3) Penurunan Kuantitas dan Kualitas Air Tanah


Ketersediaan air bersih di perkotaan jumlahnya terbatas. Sedangkan peningkatan jumlah
penduduk kota menuntut bertambahnya kebutuhan akan air bersih. Mayoritas penyediaan
air bersih di kota masih ditopang oleh air tanah permukaan contohnya sumur. Ironisinya
kebersihan air tanah secara perlahan mulai tercemar oleh air kotor dan sampah yang
dihasilkan manusia. Malahan skala pencemarannya makin naik seiring meningkatnya
populasi penduduk kota. Kualitas air tanah permukaan pun makin lama makin menurun.
Berbagai penyakit pencernaan dan penyakit kulit mulai menyerang manusia karena
kualitas air yang jelek.

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


7 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Keadaan ini menyebabkan banyak penduduk kota yang mengambil air tanah dalam.
Asumsinya, kualitas air tanah dalam masih bagus dan bebas dari pencemaran. Namun
pengambilan air tanah dalam yang berlebihan melalui sumur bor artesis oleh rumah
tangga, pabrik, hotel, restoran dan sebagainya, telah mengakibatkan penurunan
permukaan air tanah dalam.

(4) Penurunan Kualitas Lingkungan Fisik Pemukiman


Kualitas lingkungan fisik perumahan dan permukiman di perkotaan makin lama
makin membuat warganya tak nyaman. Lahan perkotaan yang terbatas makin disesaki
oleh padatnya permukiman penduduk serta kawasan terbangun lainnya. Secara
perlahan ruang terbuka hijau di perkotaan menghilang. Padahal ruang terbuka hijau
mempunyai manfaat ekologis, yaitu menyejukkan udara dan manfaat sosial, yaitu
sebagai tempat bersosialisasi.
Pemukiman penduduk yang padat di perkotaan akan membuat ruang hidup terasa
sesask. Pengembangan fasilitas pemukiman pun terkendal keterbatasan lahan. Padahal
ketersediaan infrastruktur seperti jaringan listik, jaringan air bersih, saluran drainase,
ruang terbuka hijau, tempat pembuangan sampah dan jalan, adalah fasilitas yang
penting untuk menunjang kehidupan dan aktivitas semua warga. Maka menjadi hal
yang tak aneh bila di pemukiman padat penduduk sering terjadi berbagai bencana
seperti banjir, kebakaran atau merebaknya wabah penyakit. Hal ini seringkali
memunculkan masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kejahatan,
perkelahian, seks bebas, pelacuran, pengemis, anak jalanan, gelandangan dan lain-
lain.

(5) Penurunan Kualitas Air Sungai


Untuk menunjang keberlangsungan hidup, manusia memerlukan air. Selain dipasok
oleh air tanah, warga kota umumnya disediakan air bersih hasil penyulingan dari air
sungai. Namun malangnya, kualitas air sungai di kota-kota besar telah makin
memburuk. Umumnya, air sungai di kota telah tercemar oleh limbah air kotor dari
rumah tangga dan limbah industri. Selain itu, sampah-sampah yang dibuang ke
sungai, juga membuat kualitas air sungai makin parah.

Daftar Pustaka

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


8 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
1. Jati, W.R., 2015. Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi: Jendela
Peluang atau Jendela Bencana di Indonesia. Populasi, 23(1), pp.1-19.
2. Dariah, A., Rachman, A. and Kurnia, U., 2004. Erosi dan degradasi lahan kering di
Indonesia. Dalam.

‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul


9 Dosen Pengampu
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai