Pencemaran Lingkungan
Pembangunan saat ini pun belum memuat pertimbangan lingkungan yang memadai.
Namun, upaya pencegahan sudah mulai dilakukan melalui berbagai aturan perundangan
mengenai lingkungan. Di samping itu, kemiskinan di selatan dan kemapanan di utara
cenderung merusak lingkungan hidup dan memboroskan sumber daya alam. Dengan
demikian, memahami bumi dan proses yang terjadi di dalamnya adalah mutlak agar manusia
dapat bertindak bijaksana. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga kapasitas
lingkungan agar dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan baik.
Sebagian besar pertumbuhan penduduk dunia 97%-nya berasal dari Negara-negara dunia
ketiga. Sejak abad kedua puluh, sebagian besar permasalahan yang menimbulkan gejolak
resiko kehilangan nyawa serta lonjakan kematian manusia besar-besaran telah dapat diatasi
oleh kemajuan teknologi dan perkembangan ekonomi. Konsekuensinya, tingkat kematian
menurun begitu cepat hingga mencapai titik yang terendah sepanjang sejarah manusia.
Penurunan angka mortalitas disebabkan oleh kemajuan teknologi di bidang kedokteran.
Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat dewasa ini disebabkan oleh cepatnya transisi yang
melanda kecenderungan penduduk dunia. Yakni, yang semula memiliki angka kematian dan
angka kelahiran yang tinggi menjadi angka kematian yang rendah namun angka kelahiran
tetap tinggi.
Penyebab utama perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara negara maju dan negara
berkembang bertumpu pada perbedaan tingkat kelahiran. Kesenjangan tingkat kematian
antara negara maju dan berkembang semakin lama semakin kecil. Penyebab utamanya adalah
membaiknya kondisi kesehatan di seluruh Negara-negara dunia ketiga. Bagi kebanyakan
Negara berkembang, tingkat kematian bayi telah mengalami penurunan besar selama
beberapa dekade terakhir sehingga harapan hidup menjadi lebih lama.
Tidak hanya dalam tingkat kelahiran, kematian, kesehatan manusia, dan ekonomi saja yang
mempengaruhi meledaknya populasi manusia. Tingkat pendidikan manusia juga berperan
langsung dalam bertambahnya populasi manusia di Bumi ini. Pemahaman terhadap pola pikir
masyarakat yang modern menjadikan seseorang lebih berpikir untuk menata kehidupan
berkeluarga. Selain itu usia produktif tidak langsung menikah tetapi mereka akan lebih
produktif untuk bekerja dibandingkan untuk berkeluarga apabila tingkat pendidikan yang
mereka enyam tinggi.
Pertambahan jumlah penduduk ini tidak diiringi bersamaan dengan peningkatan jumlah
kualitas dan kuantitas alam, sehingga secara langsung alam sebagai tempat tinggal manusia
terancam akibat tingginya kapasitas manusia di Bumi ini yang tidak seimbang dengan sumber
daya alam yang ada di dalamnya.
Sepanjang menyangkut lingkungan hidup dan/atau sumber daya alam (SDA), manusia
sebenarnya dihadapkan pada suatu tantangan berat. Tantangan adalah suatu keadaan atau
kondisi yang menghadapkan manusia pada suatu masalah, tetapi pemecahannya memerlukan
suatu kemampuan baru (yang masih harus dicari dan dikembangkan). Tiga tantangan yang
paling menonjol yang digarisbawahi dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi 1992 di
Rio de Janeiro adalah :
Pesatnya laju pertumbuhan populasi manusia di bumi.
Pertumbuhan penduduk dunia meningkat pesat seperti yang disajikan dalam Gambar
1.
Apabila ketiga tantangan tersebut tidak mampu kita jawab, maka berbagai masalah akan
merongrong tidak hanya bagi manusia tetapi juga seluruh makhluk hidup yang berada di
bumi. Beberapa dampak, yang telah diidentifikasi sejak KTT di Rio de Janerio 1990, apabila
tantangan-tantangan tersebut tidak terjawab adalah :
Bumi akan mengalami krisis untuk memperoleh air bersih, dalam arti tidak
hanya kuantitas namun juga kualitas.
Seperti yang disebutkan beberapa hal yang akan terjadi pada pertemuan di Rio de Janeiro
tahun 1992 silam. Beberapa hal tersebut telah terjadi di Bumi ini akibat meledaknya populasi
manusia yang tidak bisa dikontrol. Hal ini tidak diimbangi oleh pengendalian eksploitasi
alam sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Perkembangan teknologi yang sangat pesat juga
menjadikan salah satu dari beberapa permasalahan yang timbul akibat peningkatan populasi
manusia. Alam sebagai penyedia kebutuhan manusia di Bumi ini tanpa terkendali
dieksploitasi untuk penemuan penemuan dalam upaya pengembangan teknologi. Hal ini
dapat diambil contoh kasus yaitu di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar
adalah Taman Nasional Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu
berlangsung. Sekitar 80 % dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang dan
mengalami rusak berat. Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu diperkirakan
jumlahnya sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong chainsaw. Selain itu
di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah mengerikan. Sasaran penebangan
adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin, Meranti, Klansau, Mabang, Bedaru, dan jenis
Kayu Tengkawang yang termasuk jenis kayu dilindungi. Kayu-kayu gelondongan yang telah
ditebang langsung diolah menjadi balok dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm,
12 cm x 12 cm dengan panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut
kayu ini ke wilayah Malaysia sekitar 50 60 truk. Penajarahan liar atau ilegal logging ini
terjadi akibat kebutuhan manusia akan kayu untuk industri yang maju sangat kurang,
sehingga timbul ilegal logging yang langsung merusak alam dan lingkungannya.
Dari perusakkan alam yang berlebihan inilah timbul berbagai masalah yang berkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Permasalahan tersebut semakin hari semakin parah karena
manusia sebagai pengelolanya tidak dapat mengelola dan mengontrol dengan baik
pemanfaatan alam tersebut. Kerusakkan alam yang terjadi di beberapa kawasan lingkungan di
Indonesia:
KAWASAN PERTANIAN
Berbagai kerusakan lingkungan di ekosistem pertanian telah banyak terjadi baik pada
ekosistem pertanian sawah maupun ekosistem pertanian lahan kering nonpadi.
Kerusakan lingkungan di ekosistem sawah utamanya diakibatkan oleh program
Revolusi Hijau (green revolution), khususnya dengan adanya introduksi varietas padi
unggul dari Filipina, dan penggunaan pupuk kimia, serta penggunaan pestisida yang
tak terkendali. Revolusi Hijau memang telah berjasa meningkatkan produksi padi
secara nasional (makro), namun program tersebut juga telah menyebabkan kerusakan
lingkungan yang tidak sedikit, seperti kepunahan ratusan varietas padi lokal, ledakan
hama baru, serta pencemaran tanah dan air.
Pengaruh Revolusi Hijau pada sistem sawah, secara tidak langsung juga telah
menyebabkan komersialisasi pertanian lahan kering. Misalnya, akibat desakan
ekonomi pasar di berbagai tempat, sistem pertanian agroperhutanan (agroforestry)
tradisional yang ramah lingkungan, seperti kebun campuran (talun, Sunda) ditebangi,
dibuka lalu digarap menjadi kebun sayuran komersil. Akibatnya, sistem
pertanianagroperhutanan tradisional yang tadinya biasa ditanami aneka jenis tanaman
kayu bahan bangunan, kayu bakar dan buah-buahan, serta ditanami juga dengan jenis
tanaman semusim, seperti tanaman pangan, sayur, bumbu masak, dan obat-obatan
tradisional, kini telah berubah menjadi sistem pertanian sayur monokultur komersil.
Kendati memberi peluang keluaran (output) ekonomi lebih tinggi, pengelolaan sistem
pertanian komersil sayuran pada dasarnya membutuhkan asupan (input) yang tinggi
yang bersumber dari luar (pasar). Keperluannya terurai seperti, benih sayur, pupuk
kimia dan obat-obatan, sehingga petani menjadi sangat tergantung pada ekonomi
pasar. Akibat perubahan ini, berbagai kerusakan lingkungan terjadi di sentra-sentra
pertanian sayur lahan kering, seperti pegunungan Dieng di Jawa Tengah, serta Garut,
Lembang, Majalaya, Ciwidey, dan Pangalengan, di Jawa Barat. Kerusakan itu antara
lain timbulnya erosi tanah dan degradasi lahan, karena lahan menjadi terbuka. Erosi
tanah dan pencucian pupuk kimia, serta pestisida juga masuk ke badan perairan,
seperti sungai, kolam dan danau. Hal ini telah mengganggu lingkungan perairan,
seperti pendangkalan sungai, danau, dan pencemaran perairan yang mengganggu
kehidupan ikan, udang, dan lain-lain. Secara umum lahan yang terbuka, telah
menyebabkan punahnya fungsi-fungsi penting dari agro-perhutanan tradisional.
Misalnya, fungsi pengatur tata air (hidroorologi), pengatur iklim mikro, penghasil
seresah dan humus, sebagai habitat satwa liar, dan perlindungan varietas dan jenis-
jenis tanaman lokal. Maka tidaklah heran bila berbagai varietas atau jenis jenis
tanaman lokal, seperti bambu, buah-buahan, kayu bakar, bahan bangunan, dan obat-
obatan tradisional, makin langka, karena kurang dibudidayakan oleh para petani di
lahan-lahan kering pedesaan mereka.
Menurut taksiran, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km atau sekitar 14%
garis pantai dunia, dengan luas perairannya mencapai 5,8 juta km2 (termasuk ZEEI).
Kekayaan yang dimiliki di kawasan pesisir dan lautan adalah meliputi hutan mangrove,
terumbu karang dan ikan hias, rumput laut, dan perikanan. Pada akhir tahun 1980-an, luas
hutan mangrove masih tercatat mencapai 4,25 juta ha, dengan sebaran yang terluas ditemukan
di kawasan Irian Jaya/Papua (69 %), Sumatera (16 %), dan Kalimantan (9 %). Namun di P.
Jawa, kawasan hutan mangrove (bakau) sudah sangat terbatas, hanya tinggal tersisa di
bebarapa kawasan saja. Indonesia juga memiliki wilayah terumbu karang terluas dengan
bentangan dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 17.500 km.
Rumput laut juga ditemukan di banyak tempat. Rumput laut biasanya berguna bagi
berbagai kepentingan, seperti makanan ternak serta bahan baku industri. Sedangkan
perikanan laut Indonesia, kaya akan jenis-jenis ikan ekonomi penting, seperti tuna,
cakalang, ikan karang, pelagik kecil, dan udang. Namun sayangnya berbagai potensi
kawasan pesisir dan lautan ini telah mendapat berbagai tekanan berat dari tindakan
manusia yang tidak bijaksana, sehingga telah menimbulkan berbagai kerusakan
lingkungan.
Bukan merupakan rahasia lagi bahwa hutan mangrove di berbagai kawasan banyak
terganggu. Misalnya, penduduk lokal telah lama menggunakan berbagai pohon bakau
untuk kayu bakar, bahan bangunan, tonggak-tonggak bagan, tempat memasang jaring
ikan, bahan arang dan lain sebagainya. Hutan mangrove juga telah dibuka secara
besar-besaran untuk dijadikan daerah pemukiman, perkebunan, bercocok tanam dan
pertambakan udang. Selain itu, pengambilan kayu-kayu mangrove berfungsi sebagai
bahan bakar pabrik minyak kelapa, pabrik arang, dan bahan bubur kayu (pulp).
Penebangan hutan mangrove dapat membawa dampak negatif, misalnya
keanekaragaman jenis fauna di hutan tersebut berkurang secara drastis, sementara
habitat satwa liar, seperti jenis-jenis burung dan mamalia terganggu berat. Dampak
lain adalah hilangnya tempat bertelur dan berlindung jenis-jenis kepiting, ikan dan
udang sehingga banyak nelayan mengeluh karena makin sedikitnya hasil tangkapan
mereka. Pengikisan pantai pun makin menjadi, akibatnya air asin dari laut merembes
ke daratan. Maka daerah pertanian dan pemukiman jadi terganggu. Belum lagi akibat
jangka panjang dan dari segi ilmu pengetahuan, sangatlah sukar untuk dapat dinilai
kerugian yang terjadi akibat kerusakan atau punahnya hutan mangrove tersebut.
Gangguan lainnya pada ekosistem pesisir dan laut adalah penggunaan bahan peledak
dan racun sianida untuk menangkap ikan serta pengambilan terumbu karang. Hal
tersebut menyebabkan berbagai gangguan dan kerusakan terhadap jenis-jenis terumbu
karang dan ikan hias. Gangguan terhadap perikanan laut, antara lain terjadi karena
adanya eksplotasi jenis-jenis ikan dan udang yang melampui nilai keberlanjutannya
dan diperberat dengan makin maraknya pencurian yang dilakukan oleh para nelayan
asing, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Filipina. Hal ini semua telah menyebabkan
penangkan ikan secara berlebihan (overfishing) yang mengganggu ekosistem
lautan.Untuk jangka panjang, hal ini sangat membahayakan, karena keberlanjutan
usaha perikanan nelayan dan industri perikanan di Indonesia tidak dapat dijamin.
KAWASAN HUTAN
Berbagai kawasan hutan di Indonesia, seperti hutan gambut yang tumbuh di lahan-lahan
basah gambut, yang sangat masam (pH 4.0) dan berkandungan hara rendah, serta lahan hutan
hujan pamah Dipterocarparceae ataupun non-Dipteroracpaceae telah banyak yang
mengalami kerusakan. Salah satu kasus yang paling menonjol adalah pembukaan lahan
gambut secara besarbesaran dalam rangka Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG)
sejuta hektar di Kalimantan Tengah pada tahun 1995 tanpa mempedulikan dampaknya
terhadap lingkungan hidup. Program di lahan seluas 1.687.112 hektar tersebut diperuntukan
bagi pengembangan pertanian tanaman pangan, lahan sawah, dan sebagai kawasan
transmigrasi. Namun gagasan tersebut pudar seiring dengan munculnya sistem pemerintahan
yang baru. Akibatnya lahan lahan itu dibiarkan membentuk semak-semak belukar sehingga
para transmigran yang sudah lama bermukim di sekitar tempat itu pun tidak dapat lagi
menggarap lahan tersebut, karena selain lahannya sudah tidak subur, banyak hama tikus dan
babi hutan.
Di samping itu, air di parit-parit pun berwarna gelap kemerah-merahan serta asam,
sehingga bila dikonsumsi dapat merusak gigi (Kompas, 8 Mei 2000). Masalah
lainnya, peladangan liar oleh penduduk pendatang, kebakaran hutan dan lahan,
pemberian konsesi hutan (HPH), pembukaan hutan untuk transmigrasi dan
perkebunan besar, serta pencurian hasil hutan, juga telah menyebabkan kerusakan
ekosistem hutan secara besar-besaran. Akibatnya, keanekaragam flora dan fauna hutan
menurun drastis, serta manfaat hutan bagi manusia dapat terganggu atau hilang sama
sekali. Contohnya,hilangnya manfaat yang langsung bagi manusia, antara lain hasil
kayu, getah, sumber obat-obatan, bahan industri, bahan kosmetik, bahan buah-buahan
dan lain-lain.
Di samping itu, manfaat hutan secara tidak langsung juga ikut hilang. Misalnya,
sebagai pengatur tata air di alam (hidroorologi), memberi keindahan di alam, menjaga
kelembaban udara, memelihara iklim lokal, habitat satwa liar, sumber plasma nutfah,
kepentingan rekreasi, kepentingan ilmiah, dan lain-lain.
Setelah lima belas tahun berlalu sejak pertemuan di Rio de Janeiro dan serangkaian
negosiasi internasional yang melibatkan banyak negara dan para ahli, termasuk di antaranya
yang paling terkenal adalah Protokol Kyoto. Apakah lingkungan bumi kita makin membaik?
Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa keadaannya justru makin memburuk. Konsentrasi
gas-gas rumah kaca (antara lain gas CO2, CH4, N2O, dan HFC) di atmosfer terus meningkat,
yang mengakibatkan perubahan iklim global.
Perubahan iklim tersebut dipicu oleh meningkatnya temperatur rata-rata secara global yang
sejak tahun 1880 hingga tahun 2002 hampir sekitar 0,6 OC (1 OF), seperti terlihat pada
Gambar 2. Bagaimana prediksi temperatur bumi di masa yang akan datang? Apakah akan
mengikuti garis merah, ataukah mengikuti garis biru? Dan bagaimana dengan masa depan
kehidupan manusia di bumi ini?
Pemerintah Indonesia sejak lama telah melakukan beberapa upaya pengendalian dan
penanggulangan kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan penyusutan
keanekaragaman hayati. Beberapa kebijakan telah dicanangkan terutama terkait dengan
upaya pelestarian/konservasi. Selain itu diupayakan pula suatu kebijakan pemanfaatan yang
mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan serta pembagian keuntungan yang
adil dari pemanfaatan keanekaragaman hayati. Sejak tahun 1990 telah diterbitkan UU No. 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur
konservasi keanekaragaman ekosistem dan spesies terutama di kawasan lindung. Indonesia
memiliki 387 unit kawasan lindung/konservasi, meliputi 357 unit daratan (sekitar 17,8 juta
hektar) dan 30 unit kawasan laut (sekitar 44,6 juta hektar). Namun pengelolaan kawasan
lindung, khususnya dalam menjamin partisipasi masyarakat, penegakan hukum, dan lokasi
anggaran kurang memadai, sehingga beberapa kawasan lindung terancam oleh kegiatan
perburuan, penangkapan ikan, penebangan dan pemungutan sumberdaya hutan ilegal, serta
konflik dengan masyarakat lokal.
Pada awal tahun 1990 KLH telah menyusun suatu Strategi Nasional Pengelolaan
Keanekaragaman Hayati yang diikuti dengan kompilasi Rencana Aksi Keanekaragaman
Hayati (Biodiversity Action Plan of Indonesia BAPI) yang diterbitkan oleh BAPPENAS
pada tahun 1993. Saat ini BAPPENAS dengan bantuan Global Enviroronment Facilities
(GEF) sedang merevisi BAPI melalui penyusunan Rencana Aksi dan Strategi
Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan
IBSAP). Kegiatan yang melibatkan berbagai instansi terkait dan LSM ini, diharapkan akan
selesai pada tahun 2003 ini. Sementara itu, pemerintah telah juga mengembangkan UU No. 5
1994 mengenai Ratifikasi Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations
Convention on Biological Diversity CBD). KLH bertindak sebagai National Focal Point
yang bertugas mengkoordinasikan implementasi CBD di tingkat nasional. Indonesia juga
telah meratifikasi beberapa konvensi PBB yang terkait, seperti CITES, RAMSAR, World
Heritage Convention (WHC)) serta telah menandatangai Protokol Cartagena tentang
Keamanan Hayati. Pemerintah juga berpartisipasi pada kegiatan MAB (Man and Biosphere)
yang dikoordinasikan oleh UNESCO dan dalam kerangka ASEAN, Indonesia berpartisipasi
aktif pada kegiatan program ARCBC (ASEAN Regional Center on Biodiversity
Conservation) yang merupakan proyek kerjasama ASEAN-EU dan berkedudukan di Manila.
Dengan memerhatikan tanda-tanda yang terjadi di bumi ini dan tantangan yang telah
dikemukakan pada KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992, tampaknya tidak mudah diatasi
oleh umat manusia, yang terjadi adalah masa depan yang buruk bagi kehidupan manusia.
Prediksi yang terjadi adalah seperti yang digambarkan oleh garis merah-penuh pada Gambar
3. Yaitu, terjadinya bencana yang menimpa umat manusia. Keadaan seperti ini haruslah
dihindari dengan berbagai cara dan usaha.
Usaha yang harus dilakukan adalah bagaimana mengatur berbagai upaya untuk
mencapai kesetimbangan di bumi ini. Pencapaian kesetimbangan yang dapat menunjang
kebutuhan manusia saat ini dengan tidak mengorbankan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan, dikenal sebagai Keberlanjutan, dan
masyarakat yang berusaha menciptakan kondisi seperti itu disebut sebagai Masyarakat yang
Berkelanjutan (Sustainable Society).
Dengan melihat angka yang diprediksi tersebut, maka para industrialis, ilmuwan dan
insinyur harus memikirkan perubahan teknologi dengan cara lompatan, tidak cukup hanya
perubahan yang marjinal. Sejarah mencatat perubahan perubahan teknologi marjinal yang
telah dilakukan manusia:
Kata kunci dari teknologi berkelanjutan adalah adanya inovasi sistem yang mengubah
struktur sistem teknologi. Pengertian sistem di sini bukan saja pada skala mikro akan tetapi
mencakup inovasi sistem dalam skala besar yang melibatkan unsur unsur yang berkontribusi
dalam menghasilkan produk dan jasa bagi konsumen. Inovasi sistem ada kalanya
membutuhkan biaya investasi yang besar dan sering pula diiringi dengan kehancuran
keseluruhan sistem yang digantikannya. Sebagai contoh, sistem telegraf yang dihancurkan
oleh teleks, yang kemudian kedua teknologi tersebut disapu oleh mesin faks. Saat ini, kita
sedang mengamati menghilangnya mesin faks yang digantikan oleh pengiriman dokumen
melalui surat elektronik (e-mail).
Kesimpulan
Uraian di atas menunjukkan betapa besar dan luasnya kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh meningkatnya populasi manusi di Bumi ini secara berkelanjutan. Ada
beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan, antara lain:
1. pertambahan penduduk yang pesat, sehingga telah menyebabkan
tekanan yang sangat berat terhadap pemanfaatan keanekaragaman
hayati. Misalnya, timbulnya eksploitasi terhadap sumber daya alam yang
berlebihan.
4. kebijakan dan pengelolaan sumber daya alam yang sangat sentralistik dan
bersifat kapitalis dan tidak tepat guna.
Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam yang holistik, berkelanjutan dan
berkeadilan sosial bagi segenap warga masyarakat, sungguh diperlukan untuk
mempertahankan kelestarian alam dan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat.
Apabila hal ini terjadi atau nantinya dibiarkan , maka akan terjadi penurunan
kualitas lingkungan.
Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi
fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat
sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut.
Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya
permintaan minyak untuk dunia industri yang harus diangkut dari sumbernya yang cukup
jauh, meningkatnya jumlah anjungan anjungan pengeboran minyak lepas pantai. dan juga
karena semakin meningkatnya transportasi laut.
8. Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon
( perkantoran & industri );
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan
air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam
sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen
hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan,
dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan
sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber
mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada
tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004). Sumadhiharga (1995)
dalam Misran (2002) memaparkan bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh
pencemaran minyak di laut adalah akibat jangka pendek dan akibat jangka panjang.
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut, mengakibatkan
keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang
dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga menurun mutunya. Secara langsung
minyak menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon
dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang.
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota laut.
Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi
dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan
dari organisma satu ke organisma lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di
dalam zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan
tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan manusia.
Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah dengan susunannya yang
kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di dasar
laut. Ikan yang hidup di sekeliling laut akan tercemar atau mati dan banyak pula yang
bermigrasi ke daerah lain. Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi
sinar matahari masuk sampai ke lapisan air dimana ikan berdiam. Menurut Fakhrudin (2004),
lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi
kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk
kehidupan laut yang aerob.
Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi pertumbuhan rumput laut
, lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena dapat
mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga
akan menghambat terjadinya proses fotosintesis karena lapisan minyak di permukaan laut
akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai
makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus Jika lapisan minyak tersebut
tenggelam dan menutupi substrat, selain akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi
perbusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut berpengaruh
terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana
akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika
minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada
akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan
minyak juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutam
mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran minyak . Menurut
O'Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak secara langsung antara terumbu karang
dengan minyak maka akan terjadi kematian terumbu karang yang meluas. Akibat jangka
panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam
sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat
dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak . Akibat yang paling nyata pada burung laut
adalah terjadinya penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung terutama sekali
amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di atas permukaan air,
seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah subtropik), burung camar dan guillemot
( jenis burung laut kutub).
Tubuh burung ini akan tertutup oleh minyak, kemudian dalam usahanya membersihkan tubuh
mereka dari minyak, mereka biasanya akan menjilat bulu-bulunya, akibatnya mereka banyak
minum minyak dan akhirnya meracuni diri sendiri. Disamping itu dengan minyak yang
menempel pada bulu burung, maka burung akan kehilangan kemampuan untuk mengisolasi
temperatur sekitar ( kehilangan daya sekat), sehingga menyebabkan hilangnya panas tubuh
burung, yang jika terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan burung tersebut kehilangan
nafsu makan dan penggunaan cadangan makanan dalam tubuhnya.
Peristiwa yang sangat besar akibatnya terhadap kehidupan burung laut adalah peristiwa
pecahnya kapal tanki Torrey Canyon yang mengakibatkan matinya burung-burung laut
sekitar 10.000 ekor di sepanjang pantai dan sekitar 30.000 ekor lagi didapati tertutupi oleh
genangan minyak ( Farb, 1980 ). Pembuangan air ballast di Alaska sekitar Pebruari-Maret
1970 telah pula mencemari seribu mil jalur pantai dan diperkirakan paling sedikit 100 ribu
ekor burung musnah (Siahaan, 1989 dalam Misran 2002). .
Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbullah upaya-upaya
untuk pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia. Diakui
bahwa prosedur penanggulangan seperti: pemberitahuan bencana, evaluasi strategi
penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan,
komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada
kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan
pencemaran minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan
yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan aspek koordinasi.
Sejak September 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan memulai Gerakan Bersih pantai
dan Laut (GBPL). Gerakan ini bertujuan untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk
mewujudkan laut yang biru dan pantai yang bersih pada lokasi yang telah mengalami
pencemaran. Dengan gerakan ini diharapkan bukan hanya didukung oleh pemerintah dan
masyarakat, namun juga didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi yang
beroperasi di Indonesia.
1. PENGERTIAN INTRUSI
Istilah intrusi air laut (sea water intrusion/encroachment) sebetulnya
mencakup hal yang lebih sempit dibandingkan pengertian dari istilah
intrusi air asin (saline/salt water). Karena air asin tidak hanya melulu
berupa/berasal dari air laut. Air asin adalah semua air yang mempunyai
kadar kegaraman yang tinggi. Tingkat kegaraman biasanya dicerminkan
dari total kandungan zat terlarut (total dissolved solids -TDS). Airtanah
tawar mempunyai TDS kurang dari 1000 mg/l. Sementara air tanah
payau/asin TDSnya lebih dari 1000 mg/l. Kandungan unsur Cl- yang tinggi
umumnya didapati pada air asin. Air asin adalah pencemaran yang paling
umum ke dalam air tanah.
keterangan:
hf = elevasi muka airtanah di atas muka air laut (m)
z = kedalaman interface di bawah muka air laut (m)
s = berat jenis air laut (g/cm3)
f = berat jenis air tawar (g/cm3)
Intrusi air laut dapat dikenali dengan melihat komposisi kimia airtanah.
Perubahan ini terjadi dengan cara
Reaksi kimia antara air laut dengan mineral-mineral akuifer.
Reduksi sulfat dan bertambah besarnya konsentrasi karbon atau asam
lemah lain.
Terjadi pelarutan dan pengendapan.
Revelle menggunakan nilai rasio antara klorida dan bikarbonat untuk
mengevaluasi adanya intrusi air laut. Penggunaan klorida dikarenakan
klorida merupakan ion dominan pada air laut dan bikarbonat merupakan
ion dominan pada air tawar. Semakin tinggi nilai rasio, berarti pengaruh
intrusi air laut makin besar, sedangkan bila nilai rasio rendah maka
pengaruh intrusi air laut kecil.
4. Dampak Intrusi Air Laut
Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh intrusi air laut, terutama dampak
negatif atau yang merugikan seperti; terjadinya penurunan kualitas air
tanah untuk kebutuhan manusia, amblesnya tanah karena
pengekploitasian air tanah secara berlebihan, sedang bagi tanaman ada
yang toleran terhadap kandungan garam atau air asin yang tinggi seperti,
tanaman daerah rawa pantai, yaitu pohon bakau. Bagi tanaman yang
tumbuh di tanah dengan kandungan garam yang rendah atau tumbuh
pada tanah biasa, umumnya respon terhadap peningkatan kadar garam
antara lain:
1. Penurunan jumlah air yang diantarkan ke daun yang diperkirakan akibat
perubahan tekanan osmosis. Akibat menurunnya perbedaaan konsentrasi
antara air sel dengan air ftanah yang bergaram, diperkirakan akan
menurun perbedaan tekanan osmosis relatif antara lain berfungsi
menghisap air ke daun.
2.Menyebabkan daun menjadi layu dan perubahan metabolisme akar.
Berkurangnya kualitas air tanah karena sudah bercampur dengan air asin/
garam dan susah untuk mendapatkan air bersih. Bila hal ini dibiarkan,
maka akan berdampak lebih besar terutama menganggu keseimbangan
air tanah dengan air asin. Selain itu juga daerah yag terkena intrusi ini
akan semakin luas terutama bagian hilirnya.
3. Extraction Barrier
Ekstraction barrier dapat dibuat dengan melakukan pemompaan air asin
secara terus menerus pada sumur yang terletak di dekat garis pantai.
Pemompaan ini akan menyebabkan terjadinya cekungan air asin serta air
tawar akan mengalir ke cekungan tersebut. Akibatnya terjadi baji air laut
ke daratan.
Gambar: extraction barrier
4. Injection Barrier
Injection barrier dapat dibuat dengan melakukan pengisian air tawar pada
sumur yang terletak di dekat garis pantai. Pengisian air akan menaikkan
muka air tanah di sumur tersebut, akan berfungsi sebagai penghalang
masuknya air laut ke daratan.
Gambar: injection barrier
5. Subsurface Barrier
Penghalang di bawah tanah sebagai pembatas antara air asin dan air
tawar dapat dibuat semacam dam dari lempung, beton, bentonit maupun
aspal.
Gambar: subsurface barrier
Intrusi air laut adalah sesuatu yang dapat merusak lingkungan apabila
dibiarkan dan tidak ada upaya yang dilakukan terutama bagi
kelangsungan hidup manusia. berbagai upaya harus perlu dilakukan agar
intrusi air laut tidak terjadi diantaranya: Mangrovisasi merupakan aktivitas
penanaman mangrove (bakau) di pinggir pantai dan menjaga
kelestariannya. Mengingat bahwa mangrove sebagai green belt (sabuk
pengaman yang ramah lingkungan). Hutan mangrove merupakan salah
satu ekosistem di wilayah pesisir yamg memilki kekhasan, baik dari
bentuk batang, tajuk maupun sistem perakarannya.
Mangrove Sebagai upaya Pencegahan Intrusi Air Laut
Intrusi air laut adalah sesuatu yang dapat merusak lingkungan apabila
dibiarkan dan tidak ada upaya yang dilakukan terutama bagi
kelangsungan hidup manusia. berbagai upaya harus perlu dilakukan agar
intrusi air laut tidak terjadi diantaranya: Mangrovisasi merupakan aktivitas
penanaman mangrove (bakau) di pinggir pantai dan menjaga
kelestariannya. Mengingat bahwa mangrove sebagai green belt (sabuk
pengaman yang ramah lingkungan). Hutan mangrove merupakan salah
satu ekosistem di wilayah pesisir yamg memilki kekhasan, baik dari
bentuk batang, tajuk maupun sistem perakarannya.
Perannya adalah pemanfaatan mangrove untuk menahan intrusi air laut,
fungsi ini sama dengan fungsi hutan yaitu menyimpan air tanah.
Kemampuan ini telah terbukti dari lahan yang mangrovenya terjaga
dengan baik, kondisi air tanah tidak terintrusi air laut. Sebaliknya, pada
lahan mangrove yang telah dikonversi untuk keperluan lain, kondisi air
tanah telah mengalami intrusi oleh air laut.
Kehadiran mangrove di pantai menjadi wilayah penyaga terhadap
rembesan air laut (intrusi) ke daratan jika tidak ada mengrove maka air
laut akan meresap kedalam aliran air tanah sehingga menyebabkan air
tanah menjadi asin seseuai dengan pernyataan Salin (1986). Adapun
intrusi diartikan sebagai perembesan air laut ke daratan, bahkan sungai.
Suatu kawasan yang awalnya air tanahnya tawar kemudian berubah
menjadi lagang dan asin seperti air laut. Intrusi dapat berakibat rusaknya
air tanah yang tawar dan berganti menjadi asin. Penyebabnya, antara lain
penebangan pohon bakau, penggalian karang laut untuk dijadikan bahan
bangunan dan kerikil jalan. Pembuatan tambak udang dan ikan yang
memberikan peluang besar masuknya air laut jauh ke daratan (Admin,
2008).
Mangrove melindungi garis pantai dari erosi yang disebabkan oleh
gelombang dan air kencang dan merupakan sumber kayu bakar terbaru.
Mangrove memiliki kemampuan mencegah intrusi garam kekawasan
darat, dan membersihkan perairan pantai dan pencemaran, khususnya
bahan pencemar dan unsur hara (Monk.et al, 2000).
Contoh Studi Kasus Mangrove Sebagai upaya Pencegahan Intrusi Air Laut