Anda di halaman 1dari 20

BAB III

DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP

Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain.1 Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan
antarkeduanya.2 Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara
mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan
manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya
kapasitas tersebut dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di
hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan
menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.

Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu


kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative
capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan hidup terbatas pada
kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan dengan kemampuan lahan
serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh
karena kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan
kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam
pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu:

a) Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.

b) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.

c) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.

Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup
dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan lahan.
Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah
menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk mendukung kegiatan
1
Pasal 1 angka 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH).
2
Pasal 1 angka 7 UUPPLH.
pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan
dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat daya dukung lingkungan
hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana
tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar
daerah.

Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan lahan (SL)
dan kebutuhan lahan (DL).Penentuan daya dukung lahan dilakukan dengan
membandingkan ketersediaan dan kebutuhan lahan.

i. Bila SL > DL , daya dukung lahan dinyatakan surplus.

ii. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui.

Secara teoritis, Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan


lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya. Makna daya dukung lingkungan adalah adanya supply
(ketersediaan) dari alam dan lingkungan serta adanya demand  (kebutuhan) dari
manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan tujuan interaksinya adalah tercapainya
keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan. 

1. Aspek Penduduk;
Peningkatan jumlah penduduk berdampak kepada peningkatan laju
pembangunan diberbagai sektor dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan makhluk
hidup. Hal ini mengakibatkan kondisi lingkungan hidup di sejumlah kawasan di
Indonesia saat ini diindikasikan mengalami penurunan yang diakibatkan dari
penggunaan sumberdaya alam yang semakin meningkat dari berbagai kegiatan
manusia, termasuk pemanfaatan ruang bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup
lainnya. Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk akan mengikuti deret ukur dan
berbanding terbalik dengan ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
memiliki keterbatasan.
Sebagai ilustrasi, sumber daya lahan, kemampuan lahan sangat berperan penting
dalam menopang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Dengan peningkatan
jumlah penduduk, maka ketersediaan sumber daya lahan dan kemampuan lahan
semakin terbatas dikarenakan semakin tingginya jumlah kebutuhan makhluk hidup
dibandingkan ketersediaan sumberdaya lahan yang ada. Selain itu, kualitas dan kondisi
lahan yang semakin menurun akibat dari kegiatan manusia yang tidak memperhatikan
aspek keberlanjutan dari fungsi lingkungan hidup semakin memperburuk kualitas
lingkungan. Hal lain yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan adalah
terjadinya ketidaksesuaian penggunaan lahan, antara lain ditunjukkan dengan
banyaknya lahan kritis atau bahkan penggurunan lahan.
Masalah lingkungan yang utama menurut Emil Salim3 adalah ledakan penduduk
dan perkembangan teknologi. Kedua masalah tersebut secara langsung berhubungan
dengan manusia. Ledakan penduduk timbul karena manusia yang terus aktif
bereproduksi, sedangkan perkembangan teknologi bersumber dari peningkatan
kapasitas kemampuan berpikir dan pengembangan metode positif pada diri manusia.
Masalah lingkungan timbul karena: dinamika penduduk, pemanfaatan pengelolaan
sumber daya yang kurang bijaksana, kurang terkendalinya pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi maju, dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan
ekonomi yang seharusnya positif, dan benturan tata ruang.4
Pola kehidupan manusia memang mengalami suatu revolusi besar-besaran
ketika dihadapkan pada kenyataan semakin meningkatnya populasi jumlah manusia dan
juga perkembangan teknologi yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan. Pola
hidup tersebut sebagian diantaranya ada yang kurang selaras dengan lingkungan alam
sehingga menghasilkan krisis lingkungan. Perubahan pola kehidupan antara lain:
meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor yang membutuhkan bahan
bakar minyak, meningkatnya penggunaan energi listrik akibat alat-alat yang perlu
diaktifkan dengan tenaga tersebut; berubahnya pola makan dari teknik pengolahan
tradisional menjadi menggunakan alat modem yang lebih hemat waktu; dan
digunakannya traktor serta mesin dalam usaha pertanian. Perubahan pola yang
diberikan tersebut hanyalah beberapa contoh. Krisis lingkungan turut dipengaruhi oleh
perubahan pola dan gaya hidup tersebut.5
Pola kehidupan manusia memang mengalami suatu revolusi besar-besaran
ketika dihadapkan pada kenyataan semakin meningkatnya populasi jumlah manusia dan
3
Slamet Prawirohartono, Sains Biologi, Bumi Aksara, 1999, hlm. 188.
4
Sugeng Martopo, Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Yogyakarta:PPLH UGM, 1995,
hlm. 1.
5
Ersa Tri Fitriasari, Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 2019,
https://disdukcapil.pontianakkota.go.id/kependudukan-dan-lingkungan-hidup-ditulis-oleh-ersa-tri-
fitriasari, diakses 17 September 2020.
juga perkembangan teknologi yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan. Pola
hidup tersebut sebagian diantaranya ada yang kurang selaras dengan lingkungan alam
sehingga menghasilkan krisis lingkungan. Perubahan pola kehidupan antara lain:
meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor yang membutuhkan bahan
bakar minyak, meningkatnya penggunaan energi listrik akibat alat-alat yang perlu
diaktifkan dengan tenaga tersebut; berubahnya pola makan dari teknik pengolahan
tradisional menjadi menggunakan alat modem yang lebih hemat waktu; dan
digunakannya traktor serta mesin dalam usaha pertanian. Perubahan pola yang
diberikan tersebut hanyalah beberapa contoh. Krisis lingkungan turut dipengaruhi oleh
perubahan pola dan gaya hidup tersebut.6
Hari Kependudukan Dunia yang jatuh pada tanggal 11 Juli dan dengan populasi
penduduk yang terus-menerus meningkat setiap tahunnya. Data Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) bahwa jumlah penduduk dunia ditahun 2017 tercatat 7,6 miliar dan akan
meningkat menjadi 8,6 milyar pada tahun 2030,  9,8 miliar pada tahun 2050. Data The
Spectator Index di tahun 2018 dari 20 negara dengan penduduk terbanyak di urutan
pertama yaitu China jumlah penduduk 1,4 milyar jiwa, India jumlah penduduk 1,33
miliar jiwa, Amerika Serikat jumlah penduduk 328 juta jiwa dan Indonesia memiliki
populasi penduduk sebesar 265 juta jiwa dengan penduduk terbanyak nomor empat di
dunia. Berdasarkan data Worldometers, Indonesia di  tahun 2019 jumlah penduduk
mencapai 269 juta jiwa atau 3,49% dari total populasi dunia.7
Peningkatan populasi tersebut membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas
pemenuhan kebutuhan hidup, mulai dari pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan
integratif lainnya. Meningkatnya populasi manusia secara langsung berhubungan
dengan terpenuhinya kebutuhan hidup yang hampir seluruhnya memanfaatkan sumber
daya alam. Kebutuhan pangan yang meningkat berusaha dipenuhi dengan modernisasi
dan mekanisasi pertanian. Modernisasi pertanian memiliki aspek positif diantaranya
dapat mencapai intensifikasi dan difersivikasi produksi, namun juga turut
menyumbangkan aspek negatif seperti dampak penggunaan pestisida dan insektisida
terhadap kualitas lingkungan. Peningkatan kebutuhan sandang juga secara tidak
langsung memacu peningkatan produksi perkebunan kapas, Hal negatif yang dapat
timbul dari meningkatkan kebutuhan sandang adalah efek limbah hasil produksi dari
industri tekstil. Kebutuhan akan papan menuntut eksploitasi terhadap berbagai sumber

6
Ibid.
7
Ibid.
daya alam, seperti kayu, pasir, batu, dan beberapa jenis barang tambang. Bekas daerah
eksploitasi sering kali menjadi daerah yang tandus dan bahkan berubah menjadi lahan-
lahan kritis. Pemenuhan kebutuhan integratif, seperti rekreasi alam juga sering
menghasilkan efek negatif berupa rusaknya alam oleh ulah manusia yang jahil ataupun
berambisi mengeruk kekayaan dari potensi alam yang ada.8

Sumber: BPS 2019

Tekanan populasi penduduk yang lain adalah akibat distribusi penduduk yang
tidak merata. Urbanisasi telah turut memperparah keadaan lingkungan perkotaan.
Dalam Kongres Metropolis Sedunia9 dikemukakan 6 masalah pokok yang umumnya
dihadapi oleh kota-kota besar dunia. Salah satu dari masalah yang disebutkan adalah
lingkungan hidup dan kesehatan yang semakin menurun. Salah satu masalah yang
ditimbulkan akibat pemekaran kota adalah masalah sampah. Sampah dihasilkan dari
aktifitas kehidupan manusia. Pemukiman kumuh (siam area) juga menjadi salah satu
masalah yang harus dihadapi oleh kota-kota besar sebagai pusat pemukiman penduduk
kalangan bawah.

8
Ibid.
9
Herlianto, 1997. Urbanisasi Pembangunan dan Kerusuhan Kota. Bandung:PT. Alumni, hlm.
5. Ersa Tri Fitriasari, ibid.
Faktor yang juga turut memunculkan krisis lingkungan adalah konsumsi
berlebihan dan pola konsumsi yang boros. Konsumsi berlebihan menuntut sistem
produksi memperbesar kapasitasnya yang berarti menambah jumlah zat buangan sisa
hasil industri yang dihasilkan dan sisa hasil limbah plastik masusia yaitu sisa konsumsi
berupa bahan pembungkus, khususnya sampah  plastik turut menjadi permasalahan
karena tidak dapat menjalani daur biologis. Berikut 5 negara penghasil sampah plastik
terbesar di dunia, Indonesia berada diperingkat ke dua sebagai penyumbang sampah
plastik.10

Daya dukung suatu lingkungan akan berfungsi secara optimal apabila tidak
menghadapi tekanan penduduk terhadap lingkungan atau dengan kata lain kepadatan
penduduk seimbang dengan sumber daya yang tersedia pada lingkungan tersebut
Keadaan tersebut memang jarang dapat ditemukan di negara-negara berkembang.
Kenyataan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang secara umum adalah

10
Negara pengasil sampah plastik terbanyak, https://www.liputan6.com/global/read/4013236/5-
negara-penghasil-limbah-plastik-terbanyak-di-dunia-ada-indonesia, diakses 17 September 2020.
lingkungan perkotaan dihadapkan pada tekanan penduduk yang besar sementara di
pedesaan sumber daya tidak difungsikan secara optimal.

2. Aspek Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (SDA/LH)


Keterbatasan sumber daya alam serta potensi penurunannya baik secara
kuantitas maupun kualitas, maka pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan
secara bijaksana, yaitu memperhatikan kemampuan D3TLH. Perlu diperhatikan pula
hubungan antar wilayah, untuk kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh suatu wilayah
tertentu, sehingga dapat dipenuhi dengan penyediaan dari wilayah lainnya (prinsip
ekspor-impor). Hal lain yang menjadi tantangan dalam pengelolaan SDA/LH adalah
mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan manusia dalam jangka
pendek dengan keberlanjutan pemanfaatannya untuk menunjang kehidupan yang
keberlanjutan dalam pembangunan serta memperhatikan kesejahteraan sosial, ekonomi
dan kelestarian fungsi lingkungan hidup hingga masa yang akan datang. Oleh karena
itu kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk
hidup lainnya dan keseimbangan antar keduanya (daya dukung lingkungan hidup) serta
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain
yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya (daya tampung lingkungan hidup) penting
untuk diketahui, dipahami dan dijadikan dasar dalam perencanaan pemanfaatan sumber
daya alam, perencanaan pembangunan dan perencanaan pemanfaatan ruang.
Terkait dengan D3TLH yaitu sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Diantaranya yaitu penurunan kualitas sumber air,  kekeringan dan polusi udara. Mutu
air semakin merosot karena pertambahan penduduk yang cepat sehingga limbah dari
aktivitas penduduk dan industri turut mempercepat menurunnya kualitas sumber air
yang ada dengan dialirkan atau dibuangnya limbah ke sungai ataupun laut lepas. Pada
daerah tertentu, penebangan hutan dan aktivitas pertambangan juga turut mencemari
sumber air, sehingga sumber air yang pada awalnya dimanfaatkan penduduk tidak
dapat lagi dipergunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada daerah-daerah tertentu di
Indonesia ketika musim kemarau penyaluran air dari PDAM dihentikan, sehingga
penduduk harus antri memperoleh sejumlah jatah air ataupun mengeluarkan sejumlah
rupiah untuk membeli air. Keadaan ini cukup untuk menunjukkan bahwa perubahan
pada kualitas dan pemanfaatan air oleh manusia juga telah mengalami perubahan yang
pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas lingkungan perairan yang ada (masih
dapat dimanfaatkan).
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari hasil pemantauan
kualitas air bahwa di tahun 2016 lokasi sample di 918 titik pada 122 sungai di
Indonesia, 68% kondisi air sungai di Indonesia dalam kategori cemar berat. Mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa dampak negatif pencemaran air memerlukan
nilai (biaya)  untuk pemulihan kualitas lingkungan baik sisi ekonomui, ekologik dan
sosial budaya. Untuk masalah lingkungan lainnya yaitu kekeringan, data tahun 2018
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa sekitar 105 kabupaten/kota
kabupaten/kota di 8 provinsi yaitu di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara
Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur mengalami
kekeringan. Dengan kekeringan tersebut 3,9 juta jiwa membutuhkan air bersih,
kekeringan 56.334 hektar lahan pertanian dan mengalami gagal panen sekitar 18.516
hektar lahan pertanian.11

Kualitas lingkungan akan terpelihara dengan baik jika manusia mengelola


D3TLH pada batas di antara minimum dan optimum. Pengelolaan D3TLH di bawah
minimun merupakan kondisi di mana sumber daya alam dan lingkungan hidup tidak
dipergunakan dengan baik, sedangkan apabila mendekati ataupun melampaui D3TLH
maksimum akan timbul resiko bagi lingkungan, seperti terjadinya pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup.

3. Aspek Kewilayahan (RTRW/RDTR, RPJP-M) => KLHS


Dalam UUPPLH, amanat D3TLH tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya
Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam
dilaksanakan berdasarkan D3TLH. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan
bahwa D3TLH merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau
evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang
dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program
yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk
menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap
perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan

11
Ersa Tri Fitriasari, op.cit.
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan
KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan
lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pada
Pasal 19, 22, 25 dan 28 diatur bahwa rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan
kabupaten/kota harus disusun dengan memperhatikan D3TLH. Selain itu, pada Pasal 34
ayat (4) dinyatakan bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi dan
kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang, standar kualitas lingkungan serta D3TLH. Pada Penjelasan Pasal 25 disebutkan
bahwa D3TLH wilayah kabupaten/kota diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang penyusunannya dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam bidang lingkungan hidup.
KLHS merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi
dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.12 Penyelenggaran KLHS meliputi: 1. Kebijakan, rencana, dan/atau
program yang wajib dibuat dan dilaksanakan KLHS 2. Pembuatan dan pelaksanaan
KLHS 3. Penjaminan kuaitas dan pendokumentasian KLHS 4. Validasi KLHS 5.
Pembinaan, pemantauan dan evaluasi KLHS. Penyelenggaraan KLHS di atas diatur
secara lebih rinci dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis. KLHS wajib dibuat baik oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. KLHS
memuat enam kajian yaitu: 1. kapasitas D3TLH untuk pembangunan 2. perkiraa
mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup. 3. kinerja layanan/jasa ekosistem. 4.
efisiensi pemanfaatan sumber daya alam. 5. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim. 6. tingkat ketahanan dan potensi keanekaagaman hayati.
KLHS digunakan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program. Prinsip pembangunan berkelanjutan atau sering disebut
dengan sustainable development merupakan prinsip pembangunan yang
menyeimbangkan tiga aspek yaitu aspek ekonomi, soasial, dan lingkungan.
12
Pasal 1 angka 10 UUPPLH.
Pembangunan berkelanjutan terdiri dari 17 tujuan dengan 169 target dan 240 indikator,
yaitu sebagai berikut:13
a. Aspek sosial, terdiri dari 6 tujuan, yaitu:
1) Penghapusan kemiskinan;
2) Penghapusan kelaparan;
3) Kesehatan dan kesejahteraan;
4) Pendidikan yang berkualitas
5) Kesetaraan gender;
6) Air bersih dan sanitasi
b. Aspek ekonomi, terdiri dari 5 tujuan, yaitu:
1) Energi yang bersih dan terjangkau;
2) Pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak;
3) Infrastruktur tangguh, industri inklusif dan inovatif;
4) Penurunan kesenjangan
5) Kota inklusif dan berkelanjutan;
c. Aspek lingkungan, terdiri dari 4 tujuan, yaitu:
1) Konsumsi dan produksi berkelanjutan;
2) Perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana;
3) Pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem laut;
4) Pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem darat;
d. Aspek inklusif dan pelaksanaan, terdiri dari 2 tujuan, yaitu:
1) Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kokoh;
2) Kemitraan untuk semua tujuan pembangunan.
Jika hasil KLHS meyatakan bahwa D3TLH sudah terlampaui, maka kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi
KLHS. Selain itu, segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui D3TLH juga
tidak diperbolehkan lagi.14 Instrumen lain yang digunakan dalam pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah tata ruang. Dalam Pasal 1
angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional disebutkan bahwa ruang merupakan wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
13
Andreas Pramudianto, Hukum Lingkungan Internasional, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2017. hlm. 120-121.
14
Penjelasan Umum UUPPLH.
kelangsungan hidupnya. Ruang yang terdapat di wilayah negara Indonesia sangat
terbatas, jumlah penduduk terus meningkat, namun tidak dengan ruang.15
Penataan ruang di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama
kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Secara
lebih rinci kalsifikasi penataan ruang dijelaskan sebagai berikut:16
a. Penataan ruang berdasarkan sistem, terdiri dari:
1) sistem wilayah;
2) sistem internal perkotaan;
b. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, terdiri dari:
1) kawasan lindung;
2) kawasan budi daya;
c. penataan ruang berdasarkan wilayah administratif, terdiri dari:
1) penataan ruang wilayah nasional;
2) penataan ruang wilayah provinsi;
3) penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
d. penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan, terdiri dari:
1) penataan ruang kawasan perkotaan;
2) penataan ruang kawasan perdesaan.
e. penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan, terdiri dari:
1) penataan ruang kawasan strategis nasional;
2) penataan ruang kawasan strategis provinsi;
3) penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan tata ruang, selain kondisi fisik Indonesia yang rentan
bencana, juga harus memperhatikan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Salah satu kawwasan peruntukan yang memerlukan perhatian adalah kawasan
peruntukan industri yang merupakan salah satu bagian dari kawasan budi daya.
Kawasan peruntukan industri ini erat kaitannya dengan standar kualitas lingkungan.
Standar kualitas lingkungan diantaranya adalah baku mutu lingkungan dan ketentuan
pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan ambang batas pencemaran udara, ambang
batas pencemaran air, dan ambang batas tingkat kebisingan.
15
Ferina Ardhi Cahyani, “Upaya Peningkatan Daya Dukung Lingkungan Hidup Melalui
Instrumen Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Nurani Hukum, Vol. 2 No. 1Juni
2019.ISSN. 2655-7169, hlm. 53-54.
16
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
4. Aspek Sektoral (Kehutanan, - ESDM, - Pertanian – Kelautan) => RPPLH.
a. Sector Kehutanan
Pemanfaatan hutan merupakan serangkaian kegiatan untuk mengambil manfaat
dari hutan baik secara langsung maupun tidak. Pada prinsipnya, pemanfaatan hutan
melalui berbagai bentuk kegiatan dimungkinkan dengan syarat tidak mengganggu
fungsi pokok hutan sebagai hutan konservasi, lindung dan produksi. Sektor ekonomi
kehutanan merupakan industri ekstraktif berbasis hutan dan lahan yang juga merupakan
salah satu bentuk degradasi hutan. Untuk itu, tata kelola yang baik mutlak diperlukan
agar dapat dipastikan manfaat yang optimal bagi negara dan masyarakat, serta
menghindari eksploitasi berlebihan atas pemanfaatan hutan yang dapat berakibat pada
terganggunya keseimbangan lingkungan dan semakin meningkatnya emisi gas rumah
kaca.17
Sekitar 70% daratan di Indonesia berupa kawasan hutan Negara. Pengelolaan
hutan tersebut berada pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pengelolaan
hutan memberikan tambahan pendapatan asli daerah (PAD), membuka lapangan kerja
bagi masyarakat dan menggiatkan sector ekonomi. Namun pemanfaatan hutan yang
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan hutan. Dampak kerusakan hutan bagi
perekonomian hanyalah bagian kecil dari total dampak yang sebenarnya. Dampak
ekonomi tidak mencerminkan seluruh dampak yang terjadi. Fungsi hutan sebagai daya
dukung lingkungan justru memberi peran lebih besar.
Di era otonomi daerah, areal perkantoran tidak hanya terdapat pada daerah
perkotaan yang ramai. Komplek perkantoran juga dibangun pada lahan-lahan hutan,
terutama kabupaten yang baru. Pemerintah daerah di kabupaten baru membuka lahan
hutan untuk membuat kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan
dan juga untuk areal perkantoran. Untuk menunjang kebutuhan tersebut pemerintah
daerah mengajukan izin alih fungsi lahan ke kementerian kehutanan. 18 Akar masalah
yang dihadapi dalam mewujudkan kinerja pengurusan hutan yang baik terfokus pada
masalah prakondisi, antara lain: konflik kebijakan penataan ruang, lemahnya
penegakan hukum, rendahnya kapasitas pengurusan hutan.
b. Sector ESDM

17
Iskandar, Hukum Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam
Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan, Mandar Maju, 2015, hlm. 7.
18
Ibid., hlm. 134.
Sumber daya energi sebagai kekayaan alam merupakan anugerah Tuhan Yang
Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Selain itu, sumber daya energi
merupakan sumber daya alam yang strategis dan sangat penting bagi hajat hidup rakyat
banyak terutama dalam peningkatan kegiatan ekonomi, kesempatan kerja, dan
ketahanan nasional maka sumber daya energi harus dikuasai negara dan dipergunakan
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuii 1945.
Pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan
pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional,
optimal, dan terpadu guna memberikan nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaan
energi yang dilakukan secara terus menerus guna meningkatkan kesejahteraan rakyat
dalam pelaksanaannya harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan
hidup.
Mengingat arti penting sumber daya energi, Pemerintah perlu menyusun
rencana pengelolaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang
berdasarkan kebijakan pengelolaan energi jangka panjang. Beberapa hal penting yang
harus menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengelolaan sektor pertambangan dan
SDA secara transparan, akuntabel, serta berkelanjutan sesuai mandat konstitusi untuk
sebesar-besarnya kepentingan rakyat, di masa sekarang maupun bagi generasi
mendatang.
Pertama, keberlanjutan SDA & daya dukung lingkungan hidup menyangkut
ketersediaan SDA yang semakin berkurang; degradasi dan deplesi SDA terbarukan;
dampak sosial dan lingkungan; serta peluang pengembangan ekonomi hijau dan produk
dari keanekaragaman hayati.

Kedua, efektifitas tata kelola sumberdaya  ekonomi pertambangan, dihadapkan pada


tantangan daya dukung lingkungan, tata kelola lahan, keterbatasan infrastruktur dan
penataan ruang; transformasi struktural ekonomi terkait pengendalian produksi &
perdagangan, pengelolaan devisa/penerimaan negara, serta peningkatan nilai tambah
dan pengembangan industri hilir; Efektifitas desentralisasi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar; serta transparasi, akuntabilitas, dan penegakan
hukum dalam tata kelola ekonomi & pertambangan.
Ketiga, reformasi kelembagaan dan kepastian regulasi, berkaitan dengan bagaimana
mendorong efektifitas pembagian kewenangan pusat-daerah, koordinasi antar-lembaga,
dan reformasi birokrasi; menjamin kepastian hukum dan ketaatan serta konsistensi
dalam pelaksanaan regulasi; serta mengoptimalisalkan peran BUMN.

Direktur Teknik dan Lingkungan, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM


mengungkapkan kebijakan yang telah disusun dalam Rencana Strategi (Renstra)
Kementerian ESDM Bidang Minerba Tahun 2020-2024 meliputi Optimalisasi
pengelolaan energi dan mineral yang berkelanjutan dalam rangka meningkatkan nilai
tambah; Peningkatan kemandirian dan ketahanan energi; serta penguatan kapasitas
organisasi dalam rangka menjadi penggerak sektor utama ESDM. Pentingnya untuk
mensinergikan kebijakan pengelolaan pertambangan minerba dengan kebijakan energi
nasional; tata ruang, lingkungan hidup dan keuangan, hulu dan hilir industri;
perlindungan terhadap masyarakat terdampak.19
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi menyebutkan
bahwa penyelenggaraan kegiatan panas bumi menganut azas “berkelanjutan” dan
“kelestarian fungsi lingkungan hidup”. Artinya bahwa penyelenggaraan panas bumi
harus dikelola dengan baik agar dapat menghasilkan energi secara berkesinambungan
dengan tetap memperhatikan dan memelihara kelangsungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup yang sekaligus menjaga kesinambungan dari energi itu
sendiri. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan panas bumi memperhatikan beberapa
hal sebagai berikut: kualitas udara, kebisingan, hidrologi, kualitas air, transportasi dan
kerusakan jalan, gangguan flora dan fauna, stabilitas lereng, sampah, Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3), dan limbah B3 serta sosial budaya.

c. Sector Pertanian

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian


Berkelanjutan adalah Undang-Undang baru yang mencabut dan menggantikan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Sistem Budi Daya
Pertanian Berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas
penganekaragaman hasil pertanian, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,
kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor, meningkatkan pendapatan
19
https://pwypindonesia.org/id/diskusi-publik-kebijakan-strategis-tata-kelola-pertambangan-
dalam-pemerintahan-era-kedua-jokowi-2020-2024/ diakses pada 30 September 2020.
dan taraf hidup Petani, serta mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan
berusaha dan kesempatan kerja. Dalam Penjelasan Umum undang-undang ini
dijelaskan bahwa Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan sebagai bagian dari
Pertanian pada hakikatnya adalah pengelolaan sumber daya alam hayati dalam
memproduksi komoditas Pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih
baik dan berkesinambungan dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Paradigma baru yang diusung Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang


Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan adalah Sistem Budi Daya Pertanian
Berkelanjutan pada prinsipnya merupakan paradigma pengelolaan Pertanian yang
mengintegrasikan empat elemen, yaitu aspek lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi
sehingga manfaat Pertanian dapat dinikmati dalam waktu yang lama. Sistem Budi Daya
Pertanian Berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan daya dukung ekosistem,
mitigasi, dan adaptasi perubahan iklim, serta kelestarian lingkungan guna mewujudkan
sistem Pertanian yang maju, efisien, tangguh, dan berkelanjutan.

Daya dukung lingkungan dengan pendekatan daya dukung lahan berdasarkan


perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di
suatu wilayah. Analisis daya dukung lingkungan yang dilakukan adalah analisis daya
dukung lahan berbasis produktivitas dengan melihat perbandingan antara ketersediaan
lahan dan kebutuhan lahan dalam memenuhi kebutuhan produk hayati wilayah sesuai
dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah.
Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual setempat dari
setiap komoditas di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari semua
komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini digunakan harga
sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam.
Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak.

Undang-undang Nonor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian


Pangan Berkelanjutan menyebutkan bahwa guna menjaga kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan maka lahan pangan pokok harus dilindungi dan dikembangkan
dengan konsisten. Kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka meningkatkan daya
dukung lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan produk hayati wilayah maka
kebijakan diarahkan pada: 1). Kebijakan peningkatan ketahanan pangan, 2).
Pengembangan agribisnis, 3). Peningkatan kesejahteraan petani, dan 4). Perlindungan
lahan pertanian produktif. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan ditujukan dalam
rangka dicapainya ketersediaan pangan yang cukup dan beragam serta meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan wilayah. Kebijakan
pengembangan agribisnis diarahkan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha
pertanian agar produktif dan efisien dalam menghasilkan berbagai produk pertanian
yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi di pasaran. Sedangkan
kebijakan peningkatan kesejahteraan petani diarahkan untuk meningkatkan pendapatan
petani melalui pemberdayaan petani, pengembangan kelembagaan, dan peningkatan
akses petani terhadap sumberdaya usaha pertanian sehingga sector pertanian lebih
diminati oleh generasi muda. Kebijakan perlindungan lahan pertanian produktif
diarahkan untuk menekan alih fungsi lahan dengan menerapkan kebijakan insentif dan
disinsentif, mekanisme perijinan, dan penyuluhan.20
d. Sector Kelautan dan Perikanan
Sumber daya laut merupakan sumber daya yang meliputi, ruang lingkup yang
luas yang mencakup kehidupan laut (flora dan fauna, mulai dari organisme mikroskopis
hingga paus pembunuh dan habitat laut) mulai dari perairan dalam sampai ke daerah
pasang surut dipantai dataran tinggi dan daerah muara yang luas. Berbagai orang
memanfaatkan dan berinteraksi dengan lingkungan laut mulai dari pelaut, nelayan
komersial, pemanen kerang, ilmuwan dan lain-lain. Dan digunakan untuk berbagai
kegiatan baik rekreasi, penelitian, industri dan kegiatan lain yang bersifat komersial.21

UU No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan menggantikan dan mencabut UU No. 6


Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-Undang Kelautan saat ini memiliki
aturan pelaksanaan dibawahnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2019
tentang Rencana Tata Ruang Laut, Perpres No. 178 tahun 2014 tentang Badan
Keamanan Laut, Perpres No. 16 tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia,
Perpres No. 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, dan Perpres No. 56 tahun

20
I Wayan Susanto, dkk., “Analisis Daya Dukung Lingkungan Sektor Pertanian Berbasis
Produktivitas Di Kabupaten Bangli”, Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 122.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/6523/5021 diakses pada 1 Oktober 2020.
21
http://sumberdayalautsecaraberkelanjutan.blogspot.com/2016/10/sumber-daya-laut-dan-
pengelolaan-sumber.html diakses pada 1 Oktober 2020.
2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Terpadu Taman Nasional dan
Kawasan Konservasi Perairan Nasional Tahun 2018 - 2025.

UU Kelautan sangat penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan


terbesar di dunia dengan potensi dan kekayaan alam yang berlimpah sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa memiliki makna yang sangat penting bagi bangsa Indonesia
sebagai ruang hidup (lebenstraum) dan ruang juang serta media pemersatu yang
menghubungkan pulau-pulau dalam satu kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, dan keamanan dalam suatu wadah ruang wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Pengelolaan sumber daya kelautan (SDL) secara berkelanjutan.22 Secara umum,


sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah mulai membaiknya sistem pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sasaran yang akan dicapai dalam
pembangunan kelautan yaitu:
1) Menurunnya kegiatan ilegal dan merusak di wilayah laut dan pesisir;
2) Meningkatnya kualitas pengelolaan eksosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil
secara terpadu, lestari, dan berbasis masyarakat;
3) Meningkat dan berkembangnya kawasan konservasi laut, antara lain melalui
pengembangan daerah perlindungan laut;
4) Terwujudnya ekosistem laut dan pesisir yang bersih, sehat, dan produktif;
5) Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah;
6) Berkembangnya riset dan teknologi di bidang kelautan;
7) Percepatan penyelesaian batas laut dengan negara tetangga, terutama Singapura,
Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea, dan Filipina; dan
8) Meningkatnya upaya mitigasi bencana alam laut dalam rangka melindungi
keselamatan masyarakat yang bekerja di laut dan penduduk yang tinggal di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil
Untuk mencapai sasaran sebagaimana disebutkan di atas, arah kebijakan
pembangunan diutamakan untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip pembangunan

22
http://sumberdayalautsecaraberkelanjutan.blogspot.com/2016/10/sumber-daya-laut-dan-
pengelolaan-sumber.html, diakses pada 4 Oktober 2020.
berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan. Pembangunan kelautan diarahkan
untuk:23
1) Mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau
kecil secara lestari berbasis masyarakat;
2) Memperkuat pengendalian dan pengawasan dalam pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan;
3) Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta
merehabilitasi ekosistem yang rusak, seperti terumbu karang, mangrove, padang
lamun, dan estuaria.
4) Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir,
laut, perairan tawar (danau, situ, perairan umum), dan pulau-pulau kecil;
5) Menjalin kerjasama regional dan internasional dalam rangka penyelesaian batas laut
dengan negara tetangga;
6) Mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir dalam rangka
peningkatkan perlindungan keselamatan bekerja dan meminimalkan resiko terhadap
bencana alam laut bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil;
7) Mendorong kemitraan dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dan
swasta dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki laut yang dapat
dikelola sebesar 5,8 juta km2 dan mempunyai potensi serta keanekaragaman sumber
daya kelautan dan perikanan yang sangat besar. Potensi lestari sumber daya ikan atau
maximum sustainable yield (MSY) di perairan laut Indonesia sebesar 6,5 juta ton per
tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,2 juta ton/tahun (80%
dari MSY).24 Untuk besarnya potensi perikanan tangkap di perairan umum yang
memiliki total luas sekitar 54 juta Ha, yang meliputi danau, waduk, sungai, rawa, dan
genangan air lainnya, diperkirakan mencapai 0,9 juta ton ikan/tahun.25 Hal ini
merupakan modal yang besar bagi pembangunan ekonomi dan pada akhirnya dapat
dimanfaatkan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, sumberdaya
kelautan dan perikanan tersebut dapat digunakan sebagai sumber bahan pangan untuk
23
Ibid.
24
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.45/MEN/2011
tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia.
25
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.15/MEN/2012 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014.
memenuhi kebutuhan protein masyarakat. Sehingga peningkatan produksi perikanan
diharapkan mampu mendukung ketahanan pangan nasional.
Upaya memanfaatkan sumberdaya ikan secara optimal, berkelanjutan,dan lestari
merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi sebesarnya-besarnya kemakmuran
rakyat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan,
pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan
berusaha, serta peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa negara. Berdasarkan hal
ini, guna memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan negara Indonesia
serta menjamin keberlangsungan usaha perikanan itu sendiri, maka sudah seharusnya
pembangunan dan aktivitas perikanan nasional secepatnya diarahkan untuk menerapkan
kaidah-kaidah perikanan berkelanjutan.
Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan, termasuk bidang perikanan,
mencakup tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan sosial. 26 Tanpa keberlanjutan
ekologi, misalnya penggunaan teknologi yang merusak atau tidak ramah lingkungan,
akan menyebabkan menurunnya sumber daya ikan bahkan juga dapat punah, sehingga
akibatnya kegiatan ekonomi perikanan akan terhenti dan tentuakan berdampak pula
pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan.
Kemudian, tanpa keberlanjutan ekonomi, misalnya rendahnya harga ikan yang tidak
sesuai dengan biaya operasional, maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran
untuk dapat menutup biaya produksi yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan.
Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial para stakeholder perikanan maka
proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonominya akan menimbulkan berbagai
konflik sosial di masyarakat penggunanya. Dengan demikian, agar perikanan yang
berkelanjutan tersebut dapat segera terwujud, maka tentunya harus diimbangi dengan
regulasi dan kebijakan yang tepat dan efektif.27

26
Kementerian PPN/Bappenas, Direktorat Kelautan dan Perikanan, Kajian Strategi
Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan, 2014, hlm. 1-3.
27
Ibid., hlm. 1-4.

Anda mungkin juga menyukai