KEHIDUPAN MASYARAKAT
Oleh: Wanjat Kastolani
(Profesor dalam Ilmu Geografi Lingkungan)
Abstrak
Pola kehidupan masyarakat yang ada di dunia terus mengalami perubahan
secara evolusi. Mulai dari jaman berpindah tempat, bertani dan beternak, industri,
sampai kepada jaman informasi dan teknologi. Perubahan tersebut mengakibatkan
terjadinya perubahan dalam cara hidup dan kehidupan manusia sebagai akibat dari
pertumbuhan penduduk dan peningkatan gaya hidup manusia. Dengan sendirinya
terjadinya perubahan dalam cara hidup mendorong pemanfaatan planet bumi ini secara
optimal diberdayakan untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia baik untuk sandang,
pangan, dan kebutuhan lainnya. Kebutuhan konsumsi manusia terhadap sumberdaya
alami dengan istilah jejak ekologis.
Jejak ekologis (ecological footprint) adalah konsumsi manusia terhadap
sumberdaya alam terhadap semua kebutuhan manusia baik dalam bentuk barang dan
jasa yang meliputi kebutuhan akan lahan terbangun, lahan karbon, perikanan, lahan
hutan, lahan penggembalaan dan lahan pertanian. Makin maju suatu negara atau
wilayah jejak ekologisnya makin tinggi. Oleh karena itu, makin tinggi jejak ekologis
makin boros terhadap kebutuhan hidupnya.
Kata kunci: Jejak ekologis, dampak, pola kehidupan masyarakat
A.Pendahuluan
Kegiatan manusia semakin hari semakin berkembang. Seiring dengan kegiatan
manusia tersebut pertumbuhan kebutuhan manusia juga tersebut meningkat. Padahal
dalam kehidupan manusia dalam kehidupannya harus serasi, selaras dan seimbang
dengan lingkungannya. Oleh karena itu sangat tepat seperti yang diamanatkan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, bahwa penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan, antara lain melalui perwujudan keharmonisan
antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan (Departemen Pekerjaan Umum,
2007:2).
Hal ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pembangunan fisik tidak hanya
semata-mata hanya memperhatikan kebutuhan manusia, namun juga memperhatikan
keberlanjutan lingkungan alami. Bahkan kenyamanan, keamanan dan tingkat
produktivitas lahan yang ada di planet bumi menjadi cita-cita masyarakat.
1
Setiap hektar global pada satu tahun mencerminkan bioproduktif yang sama dan
semua dapat dijumlahkan.
footprint),
dan
dapat
dibandingkan
dengan
biokapasitas
Luasan permintaan (area demanded) bisa lebih besar dari luasan pasokan (area
supplied), jika permintaan dari suatu ekosistem melebihi ekosistem tersebut bisa
menyediakan.
Asumsi tersebut tersebut di atas merupakan suatu cara atau pendekatan dalam
mengkaji jejak ekologis. Cara pandang tersebut telah disusun berdasarkan kenyataan
yang ada di lapangan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya berbagai
kelemahan, terutama produk-produk lokal yang ada pada suatu negara tidak dapat
dimasukkan dalam perhitungan.
Adapun metoda perhitungan jejak ekologis menurut
Galli, Sarah Rizk, Anders Reed, and Mathis Wackernagel (2008: 11-13) sebagai berikut:
Nilai Jejak Ekologis (EF) untuk segala tipe guna lahan didapat dengan
persamaan:
EF
P
YF EQF
YN
Dengan P adalah jumlah produk dipanen/ diperoleh atau limbah yang dihasilkan; YN
adalah produktivitas nasional rata-rata untuk P; YF dan EQF adalah faktor panen
(Yield Factor) dan faktor kivalensi (Equivalence Factor) untuk guna lahan
dimaksud.
Di mana A adalah area yang tersedia untuk tipe guna lahan yang dimaksud
Normalisasi Area Bioproduktif Hektar (Ha) ke Hektar Global (gHa)
Equivalence Factor
No
Tipe Wilayah
1.
2.64
2.
Hutan (forest)
1.33
3.
0.50
4.
Laut (marine)
0.40
5.
0.40
6.
2.64
5
YFL
YN
YW
EFC adalah nilai Jejak Ekologis dari semua barang dan jasa yang
diproduksi di suatu wilayah, ditambah nilai Jejak Ekologis dari barang
dan jasa yang diimpor, dikurangi nilai Jejak Ekologis yang diekspor.
memiliki keunikan sama-sama memiliki flora dan fauna endemik. Secara geologis,
Sulawesi termasuk zona laut dalam, tempat pertemuan rangkaian Pegunungan Sirkum
Pasifik dan Sirkum Mediteranian, khususnya di Kepulauan Banggai.
Berdasarkan teori Pulau Biogeografi, kedua pulau tersebut membentuk suatu
ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Apalagi kondisi
ekosistem yang relatif memiliki perbedaan.
Estimasi Nilai Jejak Ekologis Perkapita Perkomponen
Pengunaan Lahan Pulau Sumatera
EF
BC
ED=EF-BC
(gha per kapita) (gha per kapita)
No.
Provinsi
Nangroe Aceh
Darussalam
1,68
1,65
Sumatera Utara
1,14
Sumatera Barat
Kategori
Wilayah
0,03
Balanced
Regions
1,65
-0,51
Reserve Regions
0,93
1,20
-0,27
Reserve Regions
Riau
2,56
2,15
0,41
Minor Deficit
Jambi
4,29
2,29
Severe Deficit
Sumatera Selatan
3,19
3,98
-0,79
Reserve Regions
Bengkulu
2,34
1,29
1,05
Severe Deficit
Lampung
1,23
0,73
0,5
Minor Deficit
Bangka Belitung
2,02
2,51
-0,49
Reserve Regions
10
Kepulauan Riau
2,03
3,34
-1,31
Reserve Regions
1,46
2,54
-1,08
Reserve Regions
Estimasi Nilai Jejak Ekologis Perkapita Perkomponen Pengunaan Lahan Pulau Sulawesi
No Provinsi
EF
BC
ED=EF-BC Kategori Wilayah
(gha per kapita) (gha per kapita)
Sulawesi Utara
1,6
1,25
0,35
Minor deficit
Sulawesi Tengah
1,08
1,36
-0,28
Reserve Region
Sulawesi Selatan
1,04
1,66
-0,62
Reserve Region
Sulawesi Tenggara
1,54
1,3
0,24
Minor deficit
Gorontalo
1,19
1,94
-0,75
Reserve Region
Sulawesi Barat
1,88
1,83
0,05
Balanced Regions
Keseluruhan P. Sulawesi
2,82
1,91
0,91
Moderate deficit
10
Temuan
Sumatera
Jejak Ekologis Pulau dan Kepulauan Sumatera adalah 1,46 gha/kapita dengan
nilai biokapasitas 2,54 gha/kapita, dikategorikan sebagai ecologically reserve
region;
reserve region, satu provinsi dengan kategori ecological balance region, dan
empat provinsi dengan kategori ecological deficit;
11
Nilai jejak ekologis terbesar di antara enam provinsi yang ada di Pulau Sulawesi
adalah Provinsi Sulawesi Barat (1,88 gha/kapita), sedangkan provinsi dengan
nilai jejak ekologis terkecil adalah Provinsi Sulawesi Selatan (1,06 gha/kapita);
Nilai jejak ekologis keseluruhan Pulau Sulawesi adalah 2,82 gha/kapita dengan
nilai biokapasitas 1,91 gha/kapita, sehingga dapat dikategorikan sebagai
ecologically deficit region;
12
Kendala:
Analisis jejak ekologis sangat tergantung pada ketersediaan dan kualitas data.
Data yang digunakan dalam analisis ini berasal dari berbagai sumber yang andal
(reliable), namun perihal akurasi dan standardisasi data dari setiap sumber
berbeda-beda;
Data dengan struktur yang sudah terstandardisasi dan konsisten antara satu
sumber data dengan sumber data lainnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa nilai jejak ekologis provinsi di
Sulawesi didominasi oleh komponen perikanan (fishing ground) dan pertanian
(cropland). Nilai jejak ekologis keseluruhan Pulau Sulawesi adalah 2,82 gha/kapita
dengan nilai biokapasitas 1,91 gha/kapita, sehingga dapat dikategorikan sebagai
ecologically deficit region.
Untuk Pulau Sumatera Nilai jejak ekologis provinsi di Sumatera didominasi
oleh komponen pertanian (cropland). Jejak Ekologis Pulau dan Kepulauan Sumatera
adalah 1,46 gha/kapita dengan nilai biokapasitas 2,54 gha/kapita, dikategorikan sebagai
ecologically reserve region. Jejak Ekologis Wilayah / Provinsi tertinggi di Pulau dan
Kepulauan Sumatera adalah Jambi (4,29 gha/kapita), sedang jejak ekologis wilayah
terendah adalah Sumatera Barat (0,93 gha/kapita);
Rekomendasi
Penutup
Berdasarkan temuan hasil, perlu diupayakan agar dapat menyusun strategi
kebijakan ruang pulau berbasis jejak ekologis, melalui skenario perbandingan Jejak
Ekologis dan Biokapasitas. Diharapkan dengan penyusunan strategi yang tepat akan
dapat melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Daftar Pustaka
14
15