Anda di halaman 1dari 61

PENGUKURAN

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN:


JEJAK EKOLOGIS DAN BIOKAPASITAS
iwank@pl.itb.ac.id

Kuliah 3 PL 5012
Sumber Daya dan Lingkungan

Pokok Bahasan
1. Kebutuhan Pengukuran DDL
2. Konsep Jejak Ekologis (Ecological Footprint)
3. EF Demand vs EF Supply (Biocapacity) sbg
Status DDL/Keberlanjutan
4. Perbandingan Jejak Ekologis dan Biokapasitas
antar negara
5. Penghitungan Jejak Ekologis di Indonesia
6. Implikasi Kebijakan dalam PWK.

Kebutuhan Pengukuran DDL


Daya dukung lingkungan secara umum didefinisikan sebagai kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya.
Pada prakteknya, seiring dengan pertambahan populasi dan
peningkatan aktivitas manusia yang menuntut ruang yang lebih luas, DDL
berusaha ditingkatkan dengan menggunakan bantuan teknologi canggih
dan pertukaran barang/jasa atau perdagangan.
Dari sisi neraca lahan, misalnya, daya dukung suatu kawasan dapat
ditingkatkan dengan menggunakan teknologi pembangunan mutakhir,
misalnya pembangunan secara vertikal (menciptakan bangunan pencakar
langit).
Dari sisi neraca air ketika suatu kawasan tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan air penduduknya, maka air tersebut dapat didatangkan dari
wilayah sekitar melalui pertukaran barang dan jasa atau perdagangan.

Kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat


dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk
mendukung kehidupan manusia.
Luas area untuk mendukung kehidupan manusia ini
disebut jejak ekologis (ecological footprint).
Untuk mengetahui tingkat keberlanjutan SDA dan
lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian
dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif.
Perbandingan antara jejak ekologis dengan luas
aktual lahan produktif kemudian dihitung sebagai
perbandingan antara lahan tersedia dan lahan yang
dibutuhkan.

William Rees dan Mathis


Wackernagel memperkenalkan
konsep ecological footprint (EF)
pertama kali pada tahun 1986.
Dikembangkan pada tahun 1995.

Ecological
Footprints

We Depend on Nature
We exchange energy and
matter with our
environment as we
Eat
Drink
Breathe

We use
Energy for heat and mobility
Wood for housing and paper
Food and water for living

We Depend on Nature
Nature
Absorbs our wastes
Provides climate stability
Protects us from ultraviolet
radiation
In cities we tend to think of nature
as a collection of commodities we
obtain from around the world
But nature is the very source of our
lives and well being

Ecological Footprints
The amount of
ecologically
productive land
used by
individuals,
cities, countries,
etc.
Production and
use of goods and
services involve
land use: have
ecological
footprints

Ecological Footprints
Energy Land
Fossil energy
consumption requires
CO2 sink

Ecological Footprints
Consumed Land
Built
environment

Ecological Footprints
Farm Land
Food
production

Ecological Footprints

Forest Land
forest
products

Transportation Footprints
If one person travels 5
kilometers twice each
workday:
Bicycle: 122 sq meters
Buses : 301 sq meters
Cars: 1,442 sq meters

Agricultural Footprints
Open Field production of
tomatoes takes up more land
than greenhouse production
But Greenhouse production
has a much larger ecological
footprint (10-20x)
Energy
Fertilizer
Other inputs

Urban Footprints

http://antwrp.gsfc.nasa.gov/apod/ap970408.html

Imagine New York City


covered by a bubble like
Biosphere II in Arizona
Most people would die
within a few days
Cities depend on much
greater amount of land,
environment for vitality

Ecological Footprint
(Jejak Ekologis, Telapak Ekologis)
Ecological Footprint (EF) adalah indikator baru untuk
menghitung keberlanjutan.
EF didefinisikan sebagai luas lahan produktif secara
ekologis yang dapat menopang dan mendukung populasi
tertentu dengan gaya hidup yang dapat diterima.
Jejak ekologis adalah alat perhitungan sederhana yang
memaparkan dampak manusia dalam sebuah indeks, yang
konsisten dengan prinsip termodinamika dan ekologi
(Chambers et al., 2000).
Konsep jejak ekologis ini dikembangkan oleh William Rees
dan Mathis Wackernagel pada awal 90-an sebagai
pengembangan dari konsep carrying capacity
(Wackernagel & Rees, 1994).

Konsep EF (1)
Aktivitas manusia bergantung pada biosfir, yang
memberikan sejumlah besar pasokan sumberdaya
secara terus-menerus untuk mendukung
pembangunan ekonomi dan kehidupan sehari-hari.
Konsumsi sumberdaya alam
dan dampaknya terhadap
ekosistem didefinisikan sebagai
ecological footprint.
Dalam gambaran visual, EF
adalah jejak-kaki (tapak) dari
kaki besar yang memuat jumlah
penduduk , kota-kota, pabrikpabrik yang diciptakan manusia.

Gagasan analisi EF menempatkan bahwa manusia


mengkonsumsi berbagai produk, sumberdaya dan
jasa untuk bertahan hidup
Jumlah konsumsi setiap sumberdaya tsb dapat
ditelusuri ke belakang sebagai luas lahan
produktif secara ekologis yang menyediakan
materi dan energi.

Konsep EF (2)
Dengan teknologi tertentu luas lahan yang
produktif secara ekologis tsb menopang jumlah
populasi tertentu sesuai dengan gaya hidupnya
EF demand.
EF supply (sering juga disebut daya dukung
lingkungan, biocapacity) adalah luas lahan
produktif secara ekologis yang tersedia.
Jika EF demand lebih kecil dari EF supply, berarti
pola pembangunan ekonomi dan sosial
berkelanjutan;
Jika EF demand lebih besar dari EF supply, pola
pembangunan tidak berkelanjutan.

EF demand
Jenis lahan produktif secara ekologis:
Lahan untuk energi fosil
Lahan basah
Padang rumput
Hutan
Kawasan terbangun
Laut

EF supply
Daya dukung lingkungan (ecological carrying
capacity) berbeda-beda pada tiap wilayah karena
perbedaan SDA, tidak hanya perbedaan
produktivitas pada tiap jenis lahan yang berbeda,
tapi juga perbedaan produktivitas pada jenis lahan
yang sama.
Untuk mencerminkan karakteristik ini digunakan
faktor panen yang mencerminkan produktivitas
lahan, yaitu rasio produktivitas jenis lahan
tertentu terhadap rata-rata produktivitas global
untuk jenis lahan yang sama.

EF Supply - Biocapacity
Di bumi yang hijau-biru ini, ternyata tidak banyak ekosistem
produktif yang dapat menunjang kehidupan (padang pasir yang
tandus, kutub es yang beriklim dingin tidak dapat
dimanfaatkan)
Dalam menyediakan daya dukung pada kehidupan, hanya
ekosistem produktif tertentu yang dianggap dapat
memberikan dukungan.
ekosistem produktif lahan dan perairan yang ada yang
mampu menyokong keberlanjutan populasi (manusia, flora dan
fauna).
Kapasitas lahan kehidupan (biocapacity) bumi hanya 11,3
miliar gha, yang hanya merupakan seperempat permukaan
bumi atau hanya memberi jatah paling tinggi 1,8 gha per
orang.

Global hektar (Gha)?


Global hektar (Gha): produktif terbobotkan (lahan dan air) yang
digunakan sebagai satuan biokapasitas dan jejak ekologis. Satuan global
hektar menunjukkan produktivitas area bioproduktif menurut jenis (lahan
pertanian, padang rumput, hutan, perairan) pada tahun tertentu.
1 Gha didefinisikan sebagai satu hektar lahan (tanah dan air) pada
tahun tertentu yang setara dengan produktivitas rata-rata dunia seluas
11,2 milyar ha.
Faktor ekivalen (equivalent factor-Gha/ha) faktor kunci untuk
mengkonversi satu hektar lahan-lahan tertentu ke dalam produktivitas
rata-rata dunia (Gha). Nilai faktor ekuivalen ini menunjukkan tingkat
produktivitas dari kategori lahan yang bersangkutan.
Faktor hasil (yield factor tidak bersatuan): suatu besaran yang
menunjukkan produktivitas lahan tertentu pada suatu negara atau wilayah
dibandinglkan produktivitas dunia untuk kategori lahan tersebut. Faktor
hasil mengkonversi satu hektar kategori lahan tertentu di suatu negara
atau wilayah menjadi satu hekatar rata-rata dunia untuk kategori lahan itu.

Faktor konversi
dalam penghitungan EF dan Biocapacity
Faktor penyama (equivalent factor)
Faktor yang mengkonversi satuan lokal lahan tertentu menjadi
satuan yang universal, yaitu hektar global (gha).
Global Footprint Network menentukan untuk 6 kategori lahan:
lahan pertanian (2,64), lahan perikanan (0,40), lahan peternakan
(0,50), lahan kehutanan (1,33), lahan terbangun (2,64) dan lahan
penyerapan karbon (1,33).

Faktor panen (yield factors)


menggambarkan perbandingan antara luasan lahan bioproduktif
di suatu wilayah dengan luasan lahan bioproduktif yang sama
di wilayah lain untuk tiap komoditas yang sama.

Faktor ekivalen masing-masing area bioproduktif


No
Area Bioproduktif
Faktor ekivalen (Gha/Ha)
1
Lahan pertanian
2,1
2,2
- Lahan primer
1,8
- Lahan sekunder
2
0,5
Lahan gebalaan/padang
rumput
3
Hutan
1,4
4
Perairan
0,4
5
Lahan terbangun
2,2
6
Lahan hydropower
1,0
7
Bahan bakar fosil (hutan)
1,4
Sumber:
Wackernel et al (2005). National Footprint and
Biocapacity Account 2005: The Underlying Calculation Method.
Global Footprint Network
Keterangan:
Angka di atas adalah pembulatan hingga satu desimal terdekat
Lahan terbangun diasumsikan bahwa sebagian besar bentuk
penutupan bangunan menempati lahan pertanian primer sehingga
nilai faktor equivalennya juga disamakan, yaitu 2,2

5 Aspek Penting EF
sbg Alat analisis Keberlanjutan
1. Didasarkan pada prinsip life cycle, yang merupakan
prasyarat dalam penentuan pengembangan ketahanan
lingkungan.
2. Dikhususkan pada konsumsi: berbagai persoalan
lingkungan dapat dikaitkan dengan pola konsumsi yang
tidak stabil pada banyak bagian dunia
3. Menggambarkan keterkaitan dari beragam kategori
konsumsi dan konsekuensi lingkungannya ke dalam satu
kesatuan analisis.
4. Jejak ekologis memuat kesetaraan dan hukum global ke
dalam analisis
5. Telah terbukti sebagai alat yang sempurna untuk
mengilustrasikan tantangan dari pengembangan
ketahanan, baik bagi profesional maupun awam.
Analisis jejak ekologis bersikap edukatif dan motivatif.

Keterbatasan EF
Beberapa aspek konsumsi dan emisi tidak termuat
dalam analisis.
Jejak ekologis hanya memuat konsumsi dan emisi
yang memerlukan lahan, pada bentuk tertentu
(Lewan, 2000)
Keraguan muncul pada luas lahan yang bersifat
wilayah, khususnya pada wilayah CO2 (Jorgensen et
al., 2002)
Masalah pengumpulan banyak kategori lahan yang
berbeda ke dalam satu kesatuan.
Jejak ekologis tidak menggambarkan mengenai
kualitas hidup, yang merupakan cerita yang berbeda
sepenuhnya dan perlu dilihat secara terpisah.

JEJAK
EKOLOGIS
DAN
BIOCAPACITY
ANTAR
NEGARA

Perbandingan JE antar Negara


WWF (2005) telah menghitung bahwa jejak ekologis
perkapita di bumi adalah 2,2 gha.
selama ini secara rata-rata penduduk bumi mengalami
defisit 0,4 gha.

Rata-rata jejak ekologis tertinggi per kapita:

Amerika Serikat: 9,5 gha)


Inggris (5,45 gha), (Swiss 4 gha)
Indonesia diperkirakan 1,2 gha.
Bangladesh: 0,5 gha.

Pendekatan EF menunjukkan bahwa semakin kaya


suatu negara dan bangsa, semakin besar jejak
ekologi mereka dalam menguras sumber daya di
bumi.

SISTEM
PERKOTAAN DAN
JEJAK EKOLOGIS

DAYA TAMPUNG
LINGKUNGAN
Limbah
Lingk
Buatan

Lingk
Sosia
l

Air

JEJAK
EKOLOGIS
KOTA

Lingk
Alam

Energi

Pangan

DAYA DUKUNG
LINGKUNGAN
Kawasan perkotaa Berkelanjutan, jika semua subsistemnya berlanjut secara dinamis, seimbang, serasi

Penghitungan Jejak Ekologis


dan Biokapasitas Indonesia
Dari hasil perhitungan menunjukkan penduduk di P Jawa dan Bali
telah menggunakan SDA melebihi kapasitas alam dalam
penyediannya dengan nilai defisit ekologis (ED): 0,81 gha/orang
dan 1,52 gha/orang.
Daya dukung wilayah yang belum terlampaui (surplus) yang
berada di Papua (ED=6,64) dan Kalimantan (ED=2,79)
Jika melihat nilai JE dan biokapasitas untuk tiap pulau di Indonesia,
nilai JE tertinggi terdapat di P Bali dengan (1,76 gha/orang),
terendah di Nusa Tenggara (0,45 gha/orang).
Nilai biokapasitas tertinggi terdapat di Papua (7,43 gha/orang),
terendah di P Jawa (0,20 gha/orang).
Secara keseluruhan nilai biokapasitas Indonesia (1,12 gha/orang)
masih lebih tinggi (surplus) dibandingkan dengan nilai JE-nya
(1,07 gha/orang), meskipun nilainya tidak terlalu berbeda jauh
(signifikan).

Hasil Kajian
Telapak Ekologis
di Indonesia

Implikasi Kebijakan
Kebijakan makro
Pelaksanaan pembangunan perlu diarahkan untuk
mendistribusikan beban secara lebih merata
sehingga tidak terdapat wilayah yang mengalami
defisit terlalu dalam (P. Jawa dan Bali)
Meskipun relatif sulit dilaksanakan , namun beban
terhadap lingkungan tetap dapat dikurangi dengan
mendorong pengembangan wilayah di luar P. Jawa
dan Bali
diharapkan dapat menarik penduduk
mewujudkan pola koleksi-distribusi barang yang lebih
efisien, serta penggunaan teknologi.

Kebijakan mikro
Perlu diterapkan kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan
biokapasitas wilayah dan efisiensi pemanfaatan SDA.
Peningkatan biokapasitas dimaksudkan agar lingkungan dapat
menyediakan sumber daya dalam jumlah yang memadai, termasuk
dalam menyediakan jasa-jasa lingkungan.
efisiensi pemanfaatan sumber daya untuk mengurangi tekanan
kepada lingkungan.
Kebijakan di satu wilayah dapat difokuskan pada komponen yang
menjadi dasar perhitungan biokapasitas dan telapak ekologis
(pertanian, perikanan, kehutanan, peternakan, lahan penyerap karbon
dan lahan terbangun).
peningkatan produktivitas (yield factor) dari tiap komponen.
Perlu dilakukan upaya untuk mengubah pola konsumsi masyarakat
agar tidak boros sumber daya, termasuk dalam menggunakan energi
dan membuang emisi dalam berbagai bentuk.

Kebijakan berbasis Jejak Ekologis


1. Penataan ruang berbasis jejak ekologis
2. Peningkatan produktivitas lahan, mengurangi
pembukaan hutan untuk kegiatan budidaya
3. Peningkatan pengetahuan dan penguasaan
teknologi produksi
4. Peningkatan kesejahteraan tanpa menaikkan
tingkat/pola konsumsi
5. Pengendalian kegiatan ekspor.

Berdasarkan Analisis Telapak Ekologis,


Wilayah Jabodetabekjur sudah mengalami defisit ekologis

TELAPAK EKOLOGIS
KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG, 2011
Guna
Lahan

TE Produksi
[gha]

[gha/or
ang

TE Impor
[gha]

TE Ekspor

[gha/org]

TE konsumsi

[gha/org
]

[gha]

[gha]

[gha/og]

2.676.669

0,35

4.604.36
2

0,60

0,00

7.281.031

0,95

792

0,00

0,00

0,00

792

0,00

137.651

0,02

665.512

0,09

0,00

803.163

0,10

Perikanan

1.060.266

0,14

61.694

0,01

0,00

1.121.960

0,15

Karbon

2.206.304

0,29

309

0,00

688

0,00

2.205.925

0,29

248.024

0,03

248.024

0,03

Pertanian
Lahan
peternakan
Hutan

Lahan
terbangun
TOTAL

6.329.706

0,83

5.331.878

0,70

688

0,00

11.660.897

1,52

BIOKAPASITAS
KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG
Land Use Type

Area

[-]

[nha]

Cropland
Grazing Land
Other wooded land
Forest
Marine
Inland Water
Infrastructure
Hydro

40.303
570
0
183.476
0
5.607
52.199
18.556

YF
EQF
BC
[wha
[gha
[gha]
nha-1] wha-1]
1,66
2,64 177.174
2,80
0,50
792
2,80
0,50
0
0,42
1,33 103.565
1,36
0,40
0
1,00
0,40
2.227
1,66
2,64 229.468
1,00
1,00 18.556

TELAPAK EKOLOGIS DAN BIOKAPASITAS


KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG
Penggunaan
Lahan

Pertanian
Lahan
peternakan
Hutan
Perikanan
Karbon
Lahan
terbangun
TOTAL

TE konsumsi
[gha]

[gha/orang]

Biocapacity
[gha/orang
[gha]
]

7.281.031

0,95

177.174

0,02

792

0,00

792

0,00

803.163

0,10

103.565

0,01

1.121.960
2.205.925

0,15
0,29

2.227
-

0,00
0,00

248.024

0,03

248.024

11.660.897

1,52

531.782

0,07

Status DDL: KCB tidak berkelanjutan?


Hasil analisis TE menunjukan adanya defisit ekologis sebesar 1, 45
gha/org (telapak ekologis 1,52 gha; biokapaitas hanya 0,07) atau
rasio demand terhadap supply sebesar 21,93
Daya dukung lingkungan di Kawasan Cekungan Bandung sudah
menunjukkan indikasi tidak berkelanjutan ?
Kebergantungan terhadap wilayah di luar KCB semakin besar

Faktor-faktor yang memengaruhi Telapak Ekologis:


Jumlah, sebaran dan pertumbuhan penduduk perkotaan
Pola/perilaku konsumsi SDA.

Implikasi kebijakan penataan ruang?


Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi
telapak ekologis
(Kota yang berkelanjutan adalah Kota-kota dengan jejak
ekologis per-kapita yang relatif kecil atau berkurang,
Leitmman, 1999).

Bahan Bacaan
Enger, E.D., B.F. Smith. 2004. Environmental Science: A
Study of Interrelationships. Mc. Graw Hill, Boston
Wackernagel, M., W.E. Rees. 1995. Our Ecological
Footprint: Reducing Human Impact on the Earth. New
Society Publishers, Gabriola Island.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2010. Konsep Awal
Naskah Akademik RPP tentang Tata cara Penetapan
Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Kajian Telapak
Ekologis di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai