Anda di halaman 1dari 25

ETIKA PROFESI ADVOKAT

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

FAWWAZ ATHALLAH HASIAN HARAHAP (B1A019151)


IRENA MUNAJAR (B1A019161)
RINI ANISYAH (B1A019171)
ACHMAD DANIL SELAYAN (B1A019181)
TONIL AULIA BEGAWAN (B1A019191)
ADE GUNAWAN (B1A019211)
FAJARMAN GIAWA (B1A019221)
SUROYA AJISOKA HUFFATIRRIZQIE (B1A019241)
EBEN EZER (B1A019251)

DOSEN PENGAMPU

SUBANRIO S. H., M. H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BENGKULU

2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah
diberikan, kami dapat menyelesaikan Makalah Etika Profesi ini dengan judul Etika Profesi
Advokat. Serta shalawat beriring salam yang selalu tercurahkan kepada Nabi dan Rasul
Muhammad SAW beserta para sahabatnya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen


pengampuh mata kuliah Etika Profesi yaitu Bapak Subanrio S.H.,M.H. yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar kepada kami.
Dari situlah semua keberhasilan ini berawal, semoga bisa memberikan sedikit kebahagiaan
dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi kedepanya.

Akhirnya kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena hal itu, dengan segala kerendahan hati, kami mohon kepada para
pembaca dan pembimbing berkenan memberikan saran atau kritik demi perbaikan laporan
berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan suatu manfaat bagi pembaca dan semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.

Wassalamualaikum.Wr.Wb

Bengkulu, 25 Maret 2022

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................I
DAFTAR ISI........................................................................................................................................II
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................4
C. TUJUAN PENULISAN...........................................................................................................4
D. MANFAAT PENULISAN.......................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Tugas Dan Wewenang Avokat................................................................................................6
B. Pengaturan Mengenai Advokat..............................................................................................6
C. Penyelesaian Masalah dan Sanksi Dalam Pelanggaran Etik Advokat................................8
D. Cara Melaporkan Pelanggaran Kode Etik Advokat...........................................................14
E. Contoh Kasus pelanggaran Kode Etik Advokat..................................................................17
BAB III...............................................................................................................................................22
PENUTUP..........................................................................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................................................22
B. Saran.......................................................................................................................................22

II
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Etika merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya perangai atau perilaku
seseorang. Sedangkan moral adalah perilaku yang baik atau buruknya seseorang. Etika
merupakan ide-ide, cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku manusia.
Etika senantiasa memberikan Contoh-contoh yang baik, sementara moral selalu memberi
penilaian terhadap pelaksanaan dari contoh-contoh yang diberikan oleh etika. Oleh
karenanya, orang yang beretika adalah orang yang memberi contoh perilaku keteladanan,
sedangkan yang bermoral adalah orang yang lakoni keteladanan itu.1
Etika dan moral meliputi aspek-aspek kehidupan manusia dalam arti yang luas,
terutama dalam hubungan interaktif manusia dengan sesame manusia dalam lingkungan
sosialnya, antara lain dalam kaitannya dengan hubungan pekerjaan dan atau profesi. Seperti
halnya penggugat dengan hakim, advokat dengan kliennya, jaksa dengan terdakwa, dan
notaris dengan jasa kenotariatannya.
Salah satu aspek yang disoroti etika dan moral berkenaan dengan perilaku perbuatan
seseorang adalah pada bidang kerja keahlian yang disebut profesi. Dikarenakan profesi
sebagai suatu pekerjaan tentang keahlian teori dan teknis, yang bersandar pada suatu
kejujuran, sehingga ketergantngan dan harapan orang yang membutuhkan bantuannya sangat
besar guna menerapkan sistem keadilan, sehingga dari itu para pengemban suatu profesi
dituntut prasyarat‐prasyarat tertentu dalam mengemban dan melaksanakan tugas dan fungsi
profesinya, agar benar-benar bekerja secara profesional di bidangnya.
Adapun profesi yang bergerak di bidang hukum yang biasa populer di era digital
adalah hakim, jaksa, advokat, notaris dan berbagai unsur instansi yang diberi kewenangan
berdasarkan undang-undang. Pekerja profesionalhukum merupakan pejabat umum di
bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, tugas pokok profesinya memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat tanpa diskriminatif berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Bagi profesional hukum dalam menjalankan fungsi keprofesionalannya diperlengkapi
dengan rambu-rambu dalam arti luas, yaitu ramb-rambu hukum (hukum perundangan) dalam
arti luas, dan rambu-rambu etik dan moral profesi (kode etik profesi), sehingga tanggung

1
Supirman Rahman & Nurul Qamar, Etika Profesi Hukum, Makassar, Refleksi, 2014, hlm. 4

1
jawab profesi dalam pelaksanaan profesi meliputi tanggung jawab hukum dan tanggung
jawab moral.
Etika Profesi hukum (kode etik profesi) merupakan bagian yang terintegral dalam
mengatur perilaku penegak hukum sebagai wujud penegakan hukum yang berkeadilan.
Begitu penting untuk membahasnya, karena hal ini tidak saja merupakan cita-cita dan tugas
negara yang berpedoman pada pencasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 guna
memberika kesetaraan di masyarakat dalam mengakan keadilan. Hal tersebut merupakan
ujuang tombak sebagai upaya penegakan hukum yang adil. Keberadaan hukum dalam
masyarakat, juga tidak terlepas dari eksistensi hukum itu sendiri dalam sistem sosial yang
lebih luas. Pelaksanaan penegakan hukum juga tidak terlepas dari faktor-faktor sosial-kultural
dimana hukum berlaku. Fungsi dan kedudukan etika profesi hukum dalam penegakan hukum,
tentu memiliki kelemahan yang mendasar dalam penegakan hukum di Indonesia yang terletak
pada sistem hukum dan pemegang peran profesi hukum di Indonesia sehingga keberadaan
pengemban profesi hukum belum mampu mewujudkan cita-cita hukum.
Dalam kenyataannya setiap negara memiliki sebuah organisasi atau lembaga yang
memberikan jasa pelayanan hukum terhadap Orang atau lembaga yang membutuhkan
layanan hukum tersebut. Lembaga tersebut lazim disebut dengan advokat atau pengacara. di
Indonesia keberadaan advokat tidak terlepas dari pengaruh pemerintah Belanda yang
menjajah Indonesia pada waktu itu sehingga pengaturan advokat tetap mengacu kepada
ketentuan peraturan pemerintah Belanda tersebut. Adapun peraturan perundang-undangan
peninggalan kolonial Belanda, diantaranya Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het
Beleid der Justitie in Indonesia (stb. 1847: 23 jo. Stb. 1848: 57), Pasal 185 sampai Pasal 192
dengan segala perubahan dan penambahannya, kemudian Bepalingen Betreffende het
kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat her Advokaten procereurs en Deuwaarders (stb.
1848: 8), Bevoegdheid department hoof in bergelijke zaken van land (stb. 1910: 446 jo. Stb.
1922:523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S. 1922: 522).2

Istilah advokat menurut Luhut M.P. Pangaribuan adalah sebagai nama resmi profesi
dalam sidang peradilan Indonesia. pertama-tama ditemukan dalam bab IV ketentuan susunan
kehakiman dan kebijaksanaan mengadili (RO). Advokat itu merupakan padanan dari kata
Advocaat (Belanda) yakni seseorang yang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya
setelah memperoleh gelar meester in de rechten (Mr). Akar kata Advokat berasal dari Bahasa

2
Lihat Penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

2
Latin yang berarti membela. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila hampir di setiap
bahasa di dunia, kata (istilah) Tersebut dikenal.3

Lebih jauh Luhut M.P. Pangaribuan mengatakan bahwa dalam praktik dewasa ini
belum ada istilah yang baku untuk sebutan profesi dimaksud. dalam berbagai ketentuan
perundang-undangan terdapat inkonsistensi sebutan. Misalnya, dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman digunakan
istilah “Penasehat Hukum”. Undang-Undang Mahkamah Agung menggunakan istilah
“Penasehat Hukum” dan dalam Undang-Undang Peradilan Umum juga menggunakan istilah
“Penasihat Hukum”. Angka 2 undang-undang terakhir merujuk pada yang pertama yang
secara konseptual melihat bahwa advokat adalah sebagai “pihak luar” dalam sistem peradilan
itu. pada saat yang sama, praktek administrasi menggunakan secara berbeda dan inkonsistensi
pula. Misalnya Departemen Kehakiman menggunakan pengacara, Pengadilan tinggi
menggunakan Advokat atau Pengacara.4

Advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak
hukum lainnya. Dalam UU No.18/2003 tentang Advokat ditegaskan bahwa seorang advokat
berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan. Dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan
bahwa: status advokat sebagai penegak hukum mempunyai kedudukan setara dengan
penegak hukum lainnya dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. Namun status
advokat selain bermakna sebagai penegak hukum, juga bemakna sebagai profesi. Oleh
karenanya sering terjadi benturan kepentingan antara keduanya. Apakah statusnya
sebagai penegak hukum sama dengan penegak hukum lainnya, ataukah beda.

Organisasi advokat membentuk Dewan Kehormatan untuk mengawasi dan


melaksanakan hal-hal yang diberikan kewenangan kepadanya berdasarkan kode etik advokat.
Hal-hal tersebut salah satunya adalah melaksanakan sidang kode etik advokat serta
pemberian sanksinya. Beberapa hal diatas tentunya akan menimbulkan beberapa aspek
permasalahan di dunia advokat dalam peranannya sebagai penyedia layanan jasa hukum
sebagai kuasa hukum, penasihat hukum, legal consultant dan lain sebagainya,. Aspek
permasalahan tersebut adalah integritas advokat memerlukan beberapa indikator yang harus
dilaksanakan oleh setiap advokat agar profesi advokat tersebut dapat dianggap sebagai

3
Luhut M.P. Pangaribuan, Advokat dan Contempt of Court: Suatu Proses di Dewan Kehormatan Profesi,
Djambatan, Jakarta, Edisi Revisi, 2002, hlm. 6.
4
Ibid.

3
profesi yang terhormat. Dan aspek selanjutnya adalah hal-hal yang menjadikan suatu kode
etik menjadi tidak padu dalam penegakannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah penting
sebagai berikut
1. Apa saja Tugas dan Wewenang Advokat ?
2. Dimana Pengaturan Mengenai Advokat ?
3. Bagaimana Penyelesaian Masalah dan Sanksi Dalam Pelanggaran Etik Advokat ?
4. Bagaimana Cara Melaporkan Penggaran Etik Advokat ?

C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan diatas, tujuan dan manfaat
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan apakah kode etik telah dijadikan sebagai
pedoman pelaksanaan profesi hukum di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan hambatan atau kendala apa saja yang ditemui
dalam pelaksanaan kode etik profesi hukum di Indonesia.

D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat teoritis:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran dalam pengembangan
khasanah ilmu pengetahuan khususnya kepada materi yang menyangkut etika profesi
hukum (Advokat) kaitannya dengan kode etik sebagai pedoman pelaksanaan profesi
hukum di Indonesia.
2. Bahwa apabila timbul masalah dalam pelaksanaan profesi hukum (Advokat) di
Indonesia, maka etika dan kode etik profesi dapat digunakan sebagai salah satu
landasan untuk menyelesaikannya. Sehingga keadilan dapat ditegakkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Manfaat praktis:

4
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan kepada regulator
khususnya dalam membuat regulasi yang berkaitan dengan kode etik profesi hukum
(Advokat).
2. Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dengan memberikan gambaran bagi
pembaca terutama dibidang hukum, baik para mahasiswa fakultas hukum maupun
masyarakat tentang peranan kode etik dan hambatan atau kendala yang ditemui dalam
pelaksanaan profesi hukum (Advokat) di Indonesia serta implikasinya terhadap
penyelesaian masalah yang timbul berkaitan dengan kode etik tersebut sehingga dapat
mewujudkan tujuan dari hukum yaitu keadilan bagi semua pi

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Tugas Dan Wewenang Avokat
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di
luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
18 tahun 2003 tentang Advokat. Advokat memberikan Jasa Hukum yaitu jasa yang
diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan
kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien. Klien menurut UU Advokat adalah orang, badan hukum, atau
lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.

Seorang advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh
hukum dan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Advokat sebagai Penegak Hukum
ialah guna memberikan bantuan hukum kepada kliennya yang bersangkutan dengan masalah
hukum yang dihadapi.

Tugas Advokat yaitu membantu klien dalam menghadapi persidangan serta memberikan
pengetahuan mengenai proses persidangan di Pengadilan yang akan ia lakukan, atau
mewakili secara keseluruhan dalam persidangan.

Kewenangan Advokat adalah sebagai lembaga penegak hukum di luar pemerintahan.


Peranan seorang advokat dalam rangka menuju sistem peradilan pidana terpadu sangat
diperlukan hingga tercapai perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

Kewenangan advokat timbul setelah advokat mendapatkan kuasa dari klien, menjadi
kewenangan advokat dalam menjalankan profesinya sebagai penegak hukum.

B. Pengaturan Mengenai Advokat


Penggunaan istilah “Penasihat Hukum” pada dasarnya memiliki kelemahan yang sifatnya
mendasar. Pertama, istilah penasehat hukum itu secara denotatif atau konotatif bermakna
pasif. Padahal peranan profesi itu bisa kedua-duanya, yaitu pasif ketika hanya memberikan
nasehat-nasehat hukum tertentu yang biasa berbentuk lisan atau tertulis (seperti legal
opinion/audit), Tetapi bisa aktif ketika melakukan pembelaan di depan pengadilan (litigasi)
termasuk ketika menjalankan kuasa dalam penyelesaian suatu kasus alternative (alternative
dispute resolution) seperti negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Kedua, secara normatif

6
Sebagaimana telah diatur dalam RO, seseorang advocaat en procereur dapat bertindak baik
secara pasif maupun aktif dalam mengurus suatu hal yang perlu dipertimbangkan hukum atau
mengurus perkara yang dikuasakan kepadanya. Kapan Harus aktif dan kapan Harus pasif
semuanya tergantung tuntutan penanganan masalahnya. Sejauh ini sistem kita dalam kaitanya
dengan profesi ini tidak membedakan yang boleh bertindak dan yang tidak boleh bertindak di
hadapan pengadilan seperti di Inggris, antara solicitor dan barrister. Sebab di Inggris,
menurut Yudha Pandu untuk menjadi solicitor dan barrister harus melalui ujian saringan
yang dilakukan oleh suatu badan yang disebut “Legal Practitioners Admission Board”, suatu
badan yang mengatur dan berdiri sendiri (otonom). Perbedaan ujian antara calon solicitor dan
barrister adalah solicitor ujiannya terkonsentrasi pada praktik hukum di luar pengadilan,
sedangkan barrister ujiannya terkonsentrasi pada praktik hukum acara di dalam pengadilan
(courtroom specialist).

Namun demikian setelah diundangkannya undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang


advokat maka Semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah
hukum, telah mempergunakan istilah advokat misalnya undang-undang nomor 4 tahun 2004
tentang kekuasaan kehakiman. Advokat merupakan salah satu lembaga atau organisasi
memiliki peran yang sangat strategis dalam penegakan hukum di suatu negara. Advokat di
negara maju mempunyai status sosial tinggi dibandingkan dengan profesi lainnya. namun
demikian, tidaklah heran kalau advokat sangat banyak digandrungi oleh sarjana-sarjana
hukum baru. Oleh karena itu, sebagai sebuah organisasi yang banyak diminati saat ini, maka
tepat kalau terdapat satu undang-undang yang menjadi payung hukum bagi semua penasehat
hukum atau lembaga-lembaga yang memberi jasa layanan hukum

Berdasarkan uraian di atas maka maka pada tahun 2003 ini, para sarjana
hukum,khususnya yang tergabung dalam sebuah Organisasi Pengacara merasa bahagia
dengan diundangkannya undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang advokat. undang-
undang Nomor 18 Tahun 2003 ini dengan jelas mengatur mengenai pengangkatan sumpah
status penindakan dan pemberian hak dan kewajiban advokat.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat mencabut:

1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb.


1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala
perubahan dan penambahannya;

7
2. Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten,
procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8);
3. Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor 446
jo. Stb. 1922 Nomor 523); dan
4. Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522);
5. Diubah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi - Nomor 26/PUU-XI/2013 dan nomor
101/PUU-VII/2009.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat mengatur secara


komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap
mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan,
pengawasan, dan penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang
kuat di masa mendatang.

Advokat adalah penyeimbang kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman yang bebas


dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas,
mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan
memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum,
kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia. Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri,
dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh
undang-undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat sah pada tanggal 5 April
2003. Agar setiap orang mengetahuinya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang
Advokat ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49,
dan. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat ditempatkan
dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288.

C. Penyelesaian Masalah dan Sanksi Dalam Pelanggaran Etik Advokat


Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, seorang advokat di tuntut untuk
berprilaku dan bertingkah laku secara provisional. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya
ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prilaku dan etika provesi advokat. Apabila ada
pelanggaan etika provesi advokat maka ada mekanisme penyelesaain dan sanksi yang di
berikan. Berikut mekanisme penyelesaian jika terjadi pelanggaraan kode etik dan pemberian
sanksinya:

8
1. Dewan kehrmatan advokat

Kewenangan dewan lehormatan advokat untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran


kode etik provesi advokat di atur dalam pasal 26 ayat 5,6 dan 7 Undang-undang nomor 18
tanun 2003 tentang advokat yang berbunyi :

“dewan kehormatan organisasi advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode


etik provesi advokat berdaarkan tata cara dewan kehormatan organisasi advokat.
Keputusan dewan kehormatan organisasi advokat tidak menghilangkan tanggung jawab
pidana apabila pelanggaran perhadap kode etik provesi advokat mengandung unsru
pidana. Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik
profesi advokat di atur lebih lanjut dengan keputusan dewan kehormatan organisasi
advokat”.

Jadi apabila terjadi pelanggaran etika profesi advokat maka dewan kehormatanlah
yang akan menyelesaikannya baik itu dewan kehormatan pusat maupun dewan
kehormatan cabang. Namun sebaiknya pengajukan permohonan di ajukan terlebih dahulu
ke dewan kehormatan namun apabila keputusannya tidak dapat di terima baru selanjutnya
mengajukan permohonan ke dewan kehormatan pusat.

2. Hukum acara dewan kehormataan IKADIN

Di dalam UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat terdapat suatu aturan yang
mewajibkan bagi setiap advokat untuk menjadi anggota organisasi advokat, hal ini
membuat tugas dewan advokat menjadi lebih mudah untuk mengadakan pengawasan dan
mengadakan pemeriksaan terhadap advokat yang dalam menjalankan tugasnya
melakukan pelanggaran etika profesi advokat.
Hukum acara dewan kehormatan advokat IKADIN yang mengatur mengenai tata cara
pemeriksaan terhadap advokat yang melakukan pelanggaran kode etik dalam
menjalalankan tugas provesinya, di atur dalam hukum acara dewan kehormatan ikatan
advokat indonesia, meliputi:
a. Pengaduan
b. Tingkst-tingkat pemeriksaan
c. Pemeriksaan pada tingkat pertama oleh dewan kehormatan cabang
d. Sidang-sidang dewan kehormatan cabang atau daerah

9
e. Cara pengambila putusan
f. Penyampaian putusan

Dewan kehormatan berwenang menerima dan memeriksa pengaduan terhadap


seorang advokat yang di anggap melanggar kode etik adcokat yang di ajukan oleh
pihak-pihak yang di rugikan yaitu : klien, teman sejawat, pejabat atau penguasa,
anggota masyarakat, dewan pimpinan pusat atau cabang. Pengaduan harus di
sampaikan secara tertulis kepada dewan kehormatan cabang. Bilamana suatu tempat
atau daerah tertentu tidak ada cabang, pengaduan di sampaikan pada dewan pimpinan
pusat. Terhadap pengaduan yang di sampaikan kepada dewan pimpinan cabang, maka
dewan pimpinan cabang harus meneruskan pengaduan tersebut kepada dewan
kehormatan cabang untuk di pertimbangkan dan di selesaikan, namun apabila
pengaduan di sampaikan kepada dewan pimpinan pusat atau dewan kehormatan pusat,
maka dewan pimpinan pusat atau dewan kehormatan pusat harus meneruskan
pengaduan tersebut kepada dewan kehormatan cabang yang berwenang melalui
dewan pimpinan cabang karena dewan kehormatan cabang berwenang mengadili dan
memeriksa pada tingkatan pertama.

Pemeriksaan pada tingkat pertama di lakukan oleh dewan kehormatan cabang.


Dewan kehormatan cabang setelah menerima pengaduan tertulis yang di sertai surat-
surat ataupun kesaksian-kesaksian yang di anggap perlu, dewan kehormatan harus
menyampaikan surat pemberitahuan selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat
belas) hari dengan surat kilat khusus/ tercatat kepada teradu tentang adanya
pengaduan dengan menyampaikan salinan/ copy surat pengaduan tersebut. hal ini
bertujuan agar yang diadukan dapat memberikan jawaban secara tertulis di sertai pula
surat-surat bukti dan kesaksian-kesaksian yang di anggap perlu dalam waktu
selambat-lambatnya 21 hari sejak tanggal di terimanya Salinan surat pengaduan
tersebut. jika dalam 21 hari tersebut yang diadukan tidak memberikan jawaban tertulis
akan di sampaikan peringatan dan jika dalam waktu 14 hari sejak peringatan tersebut
ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, makai a di anggap telah melepaskan hak
jawabannya.

Apabila yang diadukan tidak memberikan jawaban sebagaimana telah di


sebutkan di atas, maka dewan berwenang untuk segera menjatuhkan putusan tanpa
kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan. Hal tersebut juga di berlakukan terhadap

10
pengadu yang telah di panggil sampai 2 kali namun tidak datang tanpa adanya alasan
yang sah, maka pengaduan dinyatakan gugur dan tidak dapat di lajutkan lagi
mengenai hal yang sama. Namun apabila yang tidak datang tanpaalasan setelah di
panggil secara sah sampai 2 kali adalah pihak yang di adukan maka pemeriksaan di
teruskan tanpa hadirnya pihak yang di adukan. Dewan berwenang untuk memberikan
keputusan di luar hadirnya yang di adukan yang mempunyai kekuatan hukum yang
sama dengan suaut keputusan yang di hadiri oleh kedua belah pihak.

Setelah dewan menerima berkas dari pengadu dan jawaban dari teradu, maka
dewan dalam waktu yanf sesegera mungkin harus menentukan hari siding dan
menyampaikan panggilan sidang kepada pengadu dan yang di adukan untuk hadir di
muka sidang tersebut. surat panggilan sidang ini harus di terima oleh yang
bersngkutan paling sedikit 2 hari sebelum hari sidang yang telah di tentukan. Pada
hari sidang yang telah di tentukan pengadu dan yang di adukan harus datang sendidri,
namun jika di khendaki oleh yang bersangkuta ia boleh di damping oleh penasehat
hukum.

Pada sidang pertama yang di hadiri oelh kedua belah pihak, dewan harus
mengusahakan tercapainya suatu perdamaian. Bila mana perdamaian tercapai maka
sidang tidak perlu di lanjutkan dan dengan persetujuan kedua belah pihak, pihak
pengadu dapat mencabut Kembali pengaduannya dan di buat akta perdamaian yang
mempunyai kekuatan hukum tetap yang di jadikan putusan dewan. Apabila tidak
terjadi perdamaian maka pemeriksaan terhadap perkara tersebut akan berlanjut ke
tahap selanjutnya, tetapi perdamaian seperti itu masih dapat di adakan dalm tiap
tahapan pemeriksaan selama sebelum putusan. Di hadapan sidang, kedua belah pihak
di minta mengemukakan alasan-alasan pengaduan dan pembelaan. Surat-surat bukti
yang telah di ajukan oleh masing-masing pihak akan di periksa dan saksi-saksi akan
di mintai keterangannya oleh dewan.

Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-


surat bukti, dan keterangan saksi-saksi maka majelis dewan kehormatan mengambil
keputusan yang dapat berupa :

a. Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat di terima, atau

b. Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi


kepada teradu, atau

11
c. Menolak pengaduan dari pengadu

Keputusan majelis dewan kehormatan harus memuat pertimbangan-


pertimbangan yang menjadi dasar dan merujuk pada pasal-pasal kode etik yang di
langar. Majelis dewan kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan
mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa di hadiri oleh pihak-pihak
yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahunkan hari, tanggal, dan waktu
persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Anggota majelis yang
kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang di lampirkan
di dalam berkas perkara. Keputusan di tanda tangani oleh ketua dan semua anggota
majlis kehormatan.

Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan


diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan
kepada :

a. Anggota yang diadukan

b. Pengadu

c. Dewan Pimpinan Cabang dan Daerah dari semua organisasi profesi

d. Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi

e. Dewan Kehormatan Pusat

f. Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai


kekuatan hukum yang pasti.

Dewan Kehormatan cabang atau daerah bersidang dengan majelis yang terdiri
sekurang-kurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai
Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil. Majelis dapat terdiri dari Dewan
Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang
yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan
menjiwai Kode Etik Advokat. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan cabang
atau daerah yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan
Kehormatan cabang atau daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya
yang tertua. Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan
membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan

12
ditandatangani oke Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu. Sidang-sidang
dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang terbuka.

3. Jenis-Jenis Sanksi Yang Dapat Dijatuhkan Oleh Dewan Kehormatan Advokat

Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Profesi Advokat


kepada seorang advokat yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan adalah :

i. Peringatan biasa.

ii. Peringatan keras.

iii. Pemecatan sementara untuk waktu tertentu.

Pengaturan terhadap sanksi diatas dapat kita lihat didalam Pasal 7 Hukum
Acara Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN). Didalam ketentuan
tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian dari masing-masing sanksi
tersebut diatas, ataupun kriteria bila manakah seorang advokat dapat dijatuhi
peringatan biasa, peringatan keras, maupun pemecatab sementara untuk watu tertentu.

Sedangkan didalam pasal 16 Kode Etik Advokat Indonesia dijelaskan bahwa


hukuman yang diberikan dalam keputusan Majelis Dewan Kehormatan dapat berupa :

i. Peringatan biasa.

ii. Peringatan keras.

iii. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.

iv. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

Sanksi Peringatan biasa diberlakukan bilamana sifat pelanggaran yang


dilakukan oleh seorang advokat tidak berat. Peringatan keras diberlakukan kepada
seorang advokat bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali
pelanggaran kode etik dan atau tidak mengindahakn sanksi peringatan yang pernah
diberikan. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu diberlakukan bagaimana
sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan
kode etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih
melakukan pelanggaran kode etik. Pemberian sanksi pemberhantian sementara untuk
waktu tertentu ini harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi advokat baik
didalam maupun diluar pengadilan. Sedangkan terhadap sanksi Pemecatan dari

13
keanggotaan organisasi profesi dijatuhkan oleh Majelis Dewan Kehormatan bilamana
dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta
martabat kehormatan profesi advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi
yang mulia dan terhormat. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian
sementara untuk waktu tertentu dan atau Pemecatan dari keanggotaan organisasi
profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam
daftar advokat.

D. Cara Melaporkan Pelanggaran Kode Etik Advokat


Pengaduan terhadap pelanggaran kode etik advokat oleh advokat dijelaskan secara umum
pada KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA yang disahkan melalui Kongres Advokat
Indonesia di Jakarta, 23 Mei 2002 oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Konsultan
Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Serikat Pengacara
Indonesia (SPI), dan Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI).

Secara umum tata cara pengaduan dugaan pelanggaran kode etik Advokat dijelaskan pada
Bab IX tentang Dewan Kehormatan pasal 11 dan 12 tentang Pengaduan dan Tata cara
pengaduan :

 PASAL 11 : Pengaduan

1. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa


dirugikan, yaitu:

a. Klien.

b. Teman sejawat Advokat.

c. Pejabat Pemerintah.

d. Anggota Masyarakat.

e. Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi.

f. dimana Teradu menjadi anggota.

2. Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan


Pimpinan Cabang/ Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang

14
menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan
untuk itu.

3. Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap


Kode Etik Advokat.

 PASAL 12 : Tata Cara Pengaduan

1. Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik
Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya
kepada Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah atau kepada dewan Pimpinan
Cabang/ Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.

2. Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/ Daerah Organisasi, pengaduan


disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah terdekat atau Dewan
Pimpinan Pusat.

3. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/ Daerah,


maka Dewan Pimpinan Cabang/ Daerah meneruskannya kepada Dewan
Kehormatan Cabang/ Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.

4. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/ Dewan


Kehormatan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/ Dewan Kehormatan Pusat
meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah yang berwenang
untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Dewan
Pimpinan Cabang/ Daerah.

Selanjutnya dijelaskan pada Bab XII tentang Ketentuan Peralihan Pasal 33 Undang-
undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa “Kode etik dan ketentuan tentang
Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat
Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum
Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan
mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut UndangUndang ini sampai
ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.”

15
Berdasarkan landasan di atas, maka organisasi advokat Perhimpunan Advokat
Indonesia (PERADI) mengatur lebih lanjut untuk melengkapi dan menambah peraturan
tentang tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik advokat Indonesia,
melalui Keputusan Dewan Pimpinan Nasoional Perhimpunan Advokat Indonesia
(PERADI) No.2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran
Kode Etik Advokat Indonesia. Berikut pasal-pasal dan isi pasal yang menjelaskan
mengenai Pengaduan atau tata cara melaporkan pelanggaran kode etik advokat di jajaran
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) :

 PASAL 2 : Pengajuan Pengaduan

1. Pengaduan dapat diajukan oleh pengaduan, yaitu :

a. Klien;

b. Teman sejawat;

c. Pejabat pemerintah;

d. Anggota masyarakat;

e. Komisi Pengawas;

f. Dewan pimpinan nasional PERADI;

g. Dewan pimpinan daerah PERADI di lingkungan mana berada Dewan


Pimpinan Cabang dimana teradu terdaftar sebagai anggota; dan

h. Dewan pimpinan cabang PERADI dimana teradu terdaftar sebagai anggota.

2. Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Nasional/ Daerah/ Cabang


PERADI, dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut
kepentingan umum serta hal lain yang dipersamakan untuk itu.

3. Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap


KEA.

 PASAL 3 : Pengajuan Pengaduan

1. Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang diduga melanggar KEA, harus
disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya dibuat dalam 7
(tujuh) rangkap dan membayar biaya pengaduan.

16
2. Pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Daerah yang wilayahnya
mencakup Dewa Pimpinan Daerah/ Cabang atau dewan pimpinan daerah/ cabang
diamna teradu terdaftar sebagai anggota dan/ atau Dewan Pimpinan Nasional.

3. Dewan Pimpinan Daerah/ Cabang dan/ atau Dewan Pimpinan Nasional yang
menerima pengaduan pelanggaran KEA wajib menyampaikan pengaduan
tersebut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari kepada Dewan Kehormatan Daerah
dimana teradu terdafar sebagai anggota sejak berkas pengaduan diterima.

4. Bilamana disuatu tempat tidak ada Dewan Kehormatan Daerah, pengaduan


disampaikan kepada Dewan Kehormatan Pusat.

5. Bilamana pengaduan sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada Dewan


Kehormatan Pusat, maka Dewan Kehormatan Pusat akan meneruskannya kepada
Dewan Kehormatan Daerah yang terdekat yang berwenang untuk memeriksa
pengaduan itu, dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak pengaduan
diterima.

 PASAL 4 : Pemeriksaan Kelengkapan Berkas Pengaduan

1. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pengaduan, Dewan Kehormatan


Daerah sudah harus memeriksa dan menyatakan lengkap atau tidak lengkapnya
berkas pegaduan.

2. Apbaila berkas pengaduan dianggap belum lengkap, Dewan Kehormatan Daerah


dapat meminta kepada pengadu untuk melengkapi berkas pengaduan. Tanggal
masuknya pengaduan adalah tanggal dimana berkas pengaduan dinyatakan
lengkap.

3. Apabila berkas pengaduan tersebut tidak dapat dilengkapi oleh pengadu maka
akan dibuat catatan dalam berkas bahwa pengadu telah diberikan kesempatan
untuk melengkapinya

 PASAL 16 : Pencabutan Pengaduan dan Perdamaian

1. Pencabutan pengaduan dapat dilakukan oleh pengadu sebelum sidang pertama


dimulai.

2. Apabila sidang pertama sudah berjalan, pencabutan hanya dapat dilakukan


apabila ada persetujuan teradu.

17
3. Apabila pengadu mencabut pengaduannya, maka pengadu tidak dapat lagi
mengajukan pengaduan dengan alasan yang sama.

E. Contoh Kasus pelanggaran Kode Etik Advokat

KASUS PENYUAPAN 3 HAKIM PN YANG DI LAKUKAN OLEH OC KALIGIS

a. Kronologi Pelanggaran Etik

Pada kala itu, OC Kaligis membela mantan Bendahara Pemprov Sumatera Utara, Fuad
Lubis yang terseret kasus korupsi. Sang Gubernur, Gatot Pudjo Nugroho kalang kabut karena
kasus korupsi itu bisa merembet ke dirinya.

Alhasil, Gatot meminta bantuan OC Kaligis untuk menyelesaikan masalah itu. OCK lalu
menggugat penetapan tersangka Fuad Lubis ke PTUN Medan. Duduk sebagai ketua majelis
adalah Tripeni (yang juga Ketua PTUN Medan) dengan anggota Amir Fauzi dan Dermawan
Ginting. Gugatan dikabulkan dan status tersangka Fuad dicabut.

Tapi sepekan setelah vonis, KPK mengendus ada permainan uang dalam putusan tersebut.
Tim KPK membekuk anak buah OC Kaligis, Yagari Bhastara Guntur alias Gary saat sedang
menyerahkan uang THR jelang Idul Fitri 2015 ke majelis lewat Paniteria PTUN Medan,
Sysmsir Yusfan. Selidik punya selidik, penyerahan uang suap itu atas restu OC Kaligis.
Alhasil, diseretlah komplotan itu ke Pengadilan Tipikor Jakarta untuk diadili dalam berkas
terpisah.

Pada 17 Desember 2015, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 5,5 tahun
penjara kepada OC Kaligis. Tidak terima dengan hukuman itu, OC Kaligis lalu mengajukan
banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

Pada pokoknya putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta mengubah putusan pengadilan
tingkat pertama mengenai penjatuhan pidan dari 5,5 tahun penjara dinaikkan menjadi pidana
penjara selama 7 tahun.

pada kasus ini, pengadilan OC Kaligis telah mencoreng profesi advokat. Izin praktik
hukum dari OC Kaligis ini pun bisa di cabut Izin lakukan suap.

b. Pertanggungjawaban perbuatan melanggar hukum yang di lakukan oleh OC


Kaligis

18
Terdapat dua tahapan dalam melangani kasus pelanggaran yang di lakukan oleh OC
Kaligis, yaitu

PERTAMA, SECARA PELANGGARAN ETIK

Pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat, tepatnya dalam (Pasal 16 tentang kode Etik
Advokat):

1. Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:


a. Peringatan biasa.
b. Peringatan keras.
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2. Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Advokat
dapat dikenakan sanksi:
a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
b. Peringatan keras bilamana pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali
melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah
diberikan.
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya
berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau
bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi
melakukan pelanggaran kode etik.
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran
kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan
profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan
terhormat.
3. Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti
larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
4. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu
dan atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada
Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.

Meski Advokat memiliki hak imunitas kepada Advokat dalam menjalankan tugas
profesinya, namun masing dalam batas-batasan tertentu, yakni haruslah tetap berdasarkan
pada peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Advokat.

19
Dalam Kasus ini OCK selain melanggar ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 jo. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, juga melakukan beberapa pelanggaran terhadap Kode Etik Advokatsebagai
berikut :

1. OCK telah mengingkari sumpah atau janji yang telah dilakukannya pada saat diangkat
disumpah untuk menjadi Advokat, tepatnya pada lafal bahwa dalam menjalankan
tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau
menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar
memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan
ditanganinya;
2. OCK telah mengingkari jiwa kepribadian advokat yang tercantum dalam Pasal 2
Kode Etik Advokat, yaitu bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan
kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam
melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik
Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.
3. OCK telah melanggar Pasal 3 huruf g Kode Etik Advokat, yang berisikan bahwa
Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi
terhormat (officium nobile), karena perbuatannya sangat tidak mencerminkan
Advokat yang harusnya bersifat officium nobile.
4. OCK telah melanggar Pasal 4 huruf b, dengan memberikan keterangan atau arahan
yang menyesatkan Klien nya, untuk melakukan suap terhadap Majelis Hakim, agar
perkara yang ditanganinya dapat dimenangkan.
5. OCK melanggar Pasal 7 huruf c, dengan menghubungi hakim tanpa bersama-sama
ataupun diketahui oleh Advokat pihak lawan (dalam hal ini adalah kuasa dari
Kejaksaan Tinggi Sumut sebagai Tergugat).

Dengan terjadinya beberapa pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat yang dilakukan
oleh OCK, maka sudah sepatutnya OCK pun dijatuhkan putusan oleh Dewan Kehormatan
agar dipecat dari keanggotaan organisasi profesi. Pertimbangannya adalah karena
pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh OCK sangat merusak citra serta martabat
kehormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan
terhormat (Officium Nobile).

20
Diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang
telah disebutkan sebelumnya, bahwa seorang Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari
profesinya secara tetap karena dijatuhi pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih, dan
dalam hal ini setelah adanya Putusan Nomor 1319K/Pid.Sus/2016 maka Putusan pemidanaan
terhadap OCK telah Inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

KEDUA, SECARA PIDANA

melalui Putusan Nomor 1319K/Pid.Sus/2016: hasil yang didapatkan, yaitu seorang


Advokat yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim, tidak bedanya dengan subjek
hukum lainnya, juga diancam dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Selain diancam secara pidana, bagi Advokat yang melakukan tindak pidana
suap terhadap hakim juga akan diperiksa dan diadili oleh Dewan Kehormatan karena
melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Advokat.

OC Kaligis saat itu dinyatakan hakim terbukti melakukan korupsi yang ancaman
pidananya diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Atas putusan tersebut, Kaligis mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi


(PT) Jakarta. Bukannya mendapat keringanan hukuman, majelis hakim pada PT Jakarta
malah menambah hukuman OC Kaligis.

Hukuman Kaligis dari 5,5 tahun menjadi 7 tahun penjara. Meski begitu, putusan PT
Jakarta ini masih di bawah tuntutan jaksa KPK saat itu, yaitu 10 tahun penjara.

21
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di
luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
18 tahun 2003 tentang Advokat. Advokat memberikan Jasa Hukum yaitu jasa yang
diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan
kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien. Seorang advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan
mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Advokat
sebagai Penegak Hukum ialah guna memberikan bantuan hukum kepada kliennya yang
bersangkutan dengan masalah hukum yang dihadapi.

Kewenangan Advokat adalah sebagai lembaga penegak hukum di luar pemerintahan.


Peranan seorang advokat dalam rangka menuju sistem peradilan pidana terpadu sangat
diperlukan hingga tercapai perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kode etik profesi advokat
mengandung nilai moral yang menjadi landasan kepribadian seorang advokat secara
professional.

B. Saran
Advokat dalam melaksanakan profesinya sebagai pemberi jasa bantuan hukum kepada
masyarakat, hendaklah mengikuti kode etik profesi advokat dan norma-norma agama,
sehingga tidak terjadi diskriminatif dalam penyelesaiian suatu perkara. Dan dapat bersikap
dan melihat semua permasalahan dengan cara yang objektif dalam mencari kebenaran dan
menegakkan keadilan.

22

Anda mungkin juga menyukai